• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh SITI AZLIKA SALSABILA NIM : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh SITI AZLIKA SALSABILA NIM : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITOR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL TERJADI PENGALIHAN OBJEK JAMINAN TANPA SEPENGETAHUAN

KREDITOR (STUDI PADA PT. BANK DAULAT DI MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

SITI AZLIKA SALSABILA NIM : 170200228

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)

ABSTRAK

Siti Azlika Salsabila*) Tan Kamello**)

Edy Ikhsan***)

Penelitian ini berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor (Studi pada PT. Bank Daulat di Medan).

Penelitian ini dilatarbelakangi karena banyaknya tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dan adanya kewajiban dalam melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. Kewajiban ini tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia, namun kenyataannya tidak semua orang melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Maka Penulis memilih melakukan objek penelitian tersebut di PT. Bank Daulat Medan.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana perlindungan hukum kreditor dalam perjanjian kredit jaminan fidusia dalam hal terjadi pengalihan objek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditor dan tidak dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia. Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah kombinasi hukum normatifd dan hukum empiris, yaitu dimana dilakukan dengan cara melakukan penelusuran data sekunder dan penelitian lapangan di PT. Bank Daulat Medan. Serta sumber data meliputi dua jenis yaitu sumber data primer dan data sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penulis telah memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap kreditor, hal ini PT. Bank Daulat Medan tidak dapat dilaksanakan karena PT. Bank Daulat Medan tersebut tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia sang kreditor sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Dengan ketiadaannya sertifikat jaminan fidusia tersebut menyebabkan gugurnya hak sang kreditor untuk memperoleh perlindungan hukum dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia apabila debitur melakukan wanprestasi yang mana melakukan pengalihan objek jaminan fidusia. Maka dari itu, dalam menyelesaikan permasalahan pengalihan objek jaminan fidusia ini yaitu dengan cara melalui tindakan perdata.

Hal ini didasarkan karena perjanjian kredit dengan jaminan fidusia adalah perjanjian individu maka kreditor dalam hal ini melakukan proses eksekusi dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum Kreditor, Jaminan Fidusia, Pengalihan Objek Jaminan Fidusia.

*) Mahasiswi FH USU

**) Dosen Pembimbing I

***) Dosen Pembimbing II

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor (Studi pada PT. BANK DAULAT Medan)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi S1 Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari banyak kesulitan yang dihadapi dan adanya arahan serta bimbingan dari berbagai pihak hingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H, M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Prof.Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Fakultas Hukum Perdata Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A., selaku Dosen Pembimbing II yang yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing Penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

9. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelayanan administrasi yang baik selama proses akademik Penulis.

10. PT. Bank Daulat Medan Bapak Alberth Rumahorbo ,S.H., dan Ibu Nurliza Chan ,S.H., yang telah memberikan kesempatan dan waktunya untuk memberikan data yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih terutama kepada Orang Tua Penulis, Papa saya H.Aris Zulkarnain S.E.,M.M., dan Mama saya Hj.Elly Kartika Dwi yang tidak henti-hentinya memberi semangat dan motivasi dalam membimbing dan mendidik saya menjadi orang yang berhasil, dan juga tidak pernah mengeluh mencari nafkah untuk keluarga dan membiayai Pendidikan kuliah saya hingga saat ini, serta terima kasih atas do’a yang tiada hentinya dan terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan kepada Penulis.

12. Terima kasih kepada Erik Rakha Rizqullah S.T., selaku abang Penulis yang telah memberi semangat serta kasih sayang dan perhatian yang telah diberikan untuk Penulis sehingga dapat menambah rasa semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

13. Terima kasih kepada Mohammad Raihan yang telah membantu dan selalu memberi rasa semangat yang tiada hentinya kepada Penulis serta telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan mendengarkan keluhan penulis.

14. Terima kasih kepada teman terdekat Penulis Syifa, Shinta, Dyssa, Sabet yang sudah menemani dan membantu segala perkuliahan penulis dari awal semester hingga saat ini.

15. Terima kasih kepada Fania, Namira, Nizzah, Aldha, Savira, Indri serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebut oleh Penulis satu per satu.

16. Terima kasih kepada seluruh teman-teman kelas Grup B 2017 telah menemani keseharian Penulis di kelas selama di kampus.

(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan dapat digunakan serta dijadikan bahan referensi bagi semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Maret 2021 Penulis,

Siti Azlika Salsabila

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….…...i

KATA PENGANTAR ……….…..ii

DAFTAR ISI ……….v

BAB I Pendahuluan ………1

A. Latar Belakang………..1

B. Rumusan Masalah ………...9

C. Tujuan Penelitian ………....9

D. Manfaat Penelitian ………..10

E. Metode Penelitian ………....10

F. Keaslian Penulisan ………...14

G. Tinjauan Pustaka ………...….….15

H. Sistematika Penulisan ………..…19

BAB II Tinjauan Umum Jaminan Fidusia, Jaminan, dan Hak Tanggungan ……….…21

A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia……….…..21

1.Istilah dan Pengertian Jaminan Fidusia……….…..21

2.Objek dan Subjek Jaminan Fidusia……….……25

3.Sifat Jaminan Fidusia……….….26

B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan……….………31

1.Istilah dan Pengertian Jaminan………31

2.Asas-asas Hukum Jaminan………..34

(8)

3.Penilaian Jaminan Kredit……….……..36

C. Hak Tanggungan……….…….38

1.Pengalihan Hak Tanggungan………..……...41

2.Hapusnya Hak Tanggungan……….……….50

BAB III Tinjauan Umum Kreditur……….………57

A. Hak dan Kewajiban kreditur……….…………...57

B. Klausul Perjanjian Kredit………59

C. Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Jalur Hukum.……….65

BAB IV Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sepengetahuan Kreditor……….…….……..76

A. Perlindungan Hukum terhadap Bank dalam hal pengalihan objek Jaminan Fidusia oleh Debitur tanpa sepengetahuan Kreditor di PT. BANK DAULAT Medan……….……….76

B. Penyelesaian masalah kredit dalam pengalihan objek Jaminan Fidusia dan tidak melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia di PT. BANK DAULAT Medan……….………….84

BAB V Penutup………....………….95

A. Kesimpulan………...…………....95

B. Saran………..………...96

DAFTAR PUSTAKA………..98 LAMPIRAN

(9)

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dan yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam.1

Pada prinsipnya pengaturan hukum jaminan yang termuat dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menganut sistem tertutup (closed system), dalam arti hak-hak jaminan kebendaan diatur secara limitatif dan tidak enunsiatif, di mana seseorang tidak dapat secara bebas menciptakan hak jaminan kebendaan. Penciptaan hak jaminan kebendaan hanya dapat dilakukan dengan atau melalui penunjukan undang-undang atau yurisprudensi. Di luar Buku II KUHPerdata dapat dijumpai hak jaminan kebendaan baru yang diciptakan pembentuk undang-undang, seperti credietverband, oogstverband, hak

1 Penjelasan UU Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, h. 7.

(10)

tanggungan dan jaminan fidusia. Khusus untuk dianutnya asas tertutup oleh Buku II KUHPerdata, maka tidak dapat memperjanjikan hak jaminan kebendaan di luar dari Buku II KUHPerdata. Karena Buku II KUHPerdata menganut “sistem tertutup”, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal Buku II KUHPerdata bersifat memaksa, artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga adanya kepastian hukum. Sifat absolut dari hak kebendaan ini merupakan salah satu ciri hak kebendaan, yang mengharuskan setiap orang untuk menghormati hak tersebut. Berbeda dengan pengaturan hukum perikatan yang termuat dalam Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka (open system), dalam arti, siapa saja dapat membuat perjanjian, baik sudah dikenal di dalam Buku III KUHPerdata maupun perjanjian baru di luar Buku III KUHPerdata.

Sehubungan dengan itu dalam kaitan dengan sistem terbuka yang dianut oleh Buku III KUHPerdata, maka dianutlah asas, siapa saja atau setiap orang (masyarakat luas) diberikan kebebasan untuk membuat atau mengadakan perjanjian dengan siapa saja, bagaimana bentuk dan isinya, serta apa yang diperjanjikan, sepanjang perjanjian dimaksud dibuat tidak melawan hukum dan berlawanan dengan kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.2

Berdasarkan perumusan pengertian perjanjian pinjam pakai dan pinjam- meminjam sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 1740 dan Pasal 1754 KUHPerdata, baik dalam perjanjian pinjam pakai maupun perjanjian pinjam- meminjam sama-sama bermaksud memberikan atau meminjamkan suatu barang

2 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 26.

(11)

3

kepada pihak lain untuk dipakai. Bedanya, dalam perjanjian pinjam pakai, barang yang dipinjam tidak habis atau musnah karena pemakaian. Setelah lewat waktu yang diperjanjikan, barang yang dipinjam harus dikembalikan dalam bentuk yang sama seperti pada saat meminjam barang tersebut dilakukan. Sebaliknya dalam perjanjian pinjam-meminjam, barang yang dipinjam habis atau musnah karena pemakaian. Sesudah berakhir perjanjiannya, peminjamnya diwajibkan untuk mengembalikan dalam jumlah dan jenis yang sama barang yang dipinjamnya.3

Pentingnya pengaturan (hukum) lembaga hak jaminan ini dikarenakan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan pada umumnya dan pembangunan di bidang ekonomi pada khususnya. Untuk itu dibutuhkan tersedianya dana pembangunan yang cukup besar, yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Dalam kaitan ini sudah semestinya jika pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit (debitur) serta pihak lainnya yang terlibat di dalamnya mendapatkan perlidungan hukum yang sama dan seimbang melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan memberikan kepastian hukum. Ketentuan-ketentuan hukum jaminan yang ada dan berlaku dewasa ini, sebagian besar merupakan warisan colonial ternyata kurang mampu menampung kebutuhan dan perkembangan pembangunan ekonomi masa kini dan yang akan datang, baik yang bersifat nasional maupun yang selaras dengan lalu lintas perdagangan internasional. Selain itu, perkembangan kebutuhan masyarakat, perkembangan ekonomi, dan perkembangan kredit dalam masyarakat kita sekarang, memerlukan bentuk-bentuk jaminan baru, di samping bentuk jaminan yang telah diatur di

3 Ibid., h. 54-55.

(12)

dalam undang-undang. Oleh karena itu, dirasakan sangat mendesak adanya lembaga jaminan dan hukum jaminan yang modern. Perlu sekali adanya hukum jaminan yang mampu mengatur konstruksi yuridis, yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang akan dibelinya sebagai jaminan. Peraturan-peraturan demikian kiranya harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian bagi lembaga-lembaga pemberi kredit, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam perspektif hukum kebendaan, lembaga hak jaminan merupakan hak kebendaan, yaitu hak kebendaan yang memberi jaminan dan dengan sendirinya pengaturannya terdapat di dalam Buku II KUHPerdata. Apabila menilik sistematika KUHPerdata, terkesan hukum jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, berhubung pengaturannya terdapat dalam Buku II KUHPerdata. Padahal di samping jaminan kebendaan, dikenal pula jaminan perseorangan (persoonlijke zekerheidsrechten, personal guaranty), yang pengaturannya terdapat di dalam Buku III KUHPerdata. Karena jaminan merupakan sarana pengaman dan perlindungan bagi para kreditor, maka baik jaminan kebendaan seperti yang terdapat di dalam Buku II KUHPerdata, juga merupakan bagian dari hukum jaminan.4

Jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditor lebih aman terutama jika tertuju pada benda bergerak, yang gampang dipindahkan dan berubah nilainya. Di sini kreditor menguasai bendanya dan memberikan perlindungan terhadap pihak ketiga atas gambaran yang salah mengenai tidak wenangnya debitur atas bendanya. Wenang menjualnya atas kekuasaan sendiri jika terjadi

4 Ibid., h. 32-34.

(13)

5

wanprestasi karena benda jaminan berada dalam tangan kreditor. Jaminan dengan menguasai bendanya terutama pada gadai tertuju terhadap benda bergerak memberikan hak preferensi (droit de preference) dan hak yang senantiasa mengikuti bendanya (droit de suite). Juga pemegang gadai mendapat perlindungan terhadap pihak ketiga seperti seolah-olah pemiliknya sendiri dari benda tersebut, ia mendapat perlindungan jika menerima benda tersebut dengan iktikad baik (te goeder trouw; in good faith), yaitu mengira bahwa debitur tersebut pemilik yang sesungguhnya dari benda itu. Jaminan dengan tanpa menguasai bendanya dalam praktik banyak terjadi. Hal ini menguntungkan debitur pemilik benda jaminan, yang justru memerlukan memakai benda jaminan itu, tetapi tidak gampang menjaminkan sesuatu benda dengan tetap menguasai benda itu oleh debitur, tanpa menimbulkan risiko bahaya bagi kreditor jika tidak disertai alat pengamanan yang ketat.5

Dalam KUHPerdata, ketentuan umum tentang jaminan diletakkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1138 KUHPerdata. Di sana diatur prinsip tanggung jawab seorang debitur terhadap utang-utangnya dan juga kedudukan semua kreditur atas tagihan yang dipunyai olehnya terhadap debiturnya. Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, semua debitur bertanggungjawab atas perikatan-perikatan/utangnya dengan seluruh harta benda miliknya. Jadi seluruh harta debitur menjadi jaminan seluruh utangnya ini disebut dengan istilah jaminan umum, dalam arti meliputi seluruh harta debitur dan untuk keuntungan semua krediturnya. Selanjutnya dalam Pasal 1132 KUHPerdata

5 Ibid., h. 78.

(14)

ditetapkan asas persamaan kedudukan dari para kreditur. Kedudukan kreditur di antara para sesama kreditur terhadap si debitur adalah sama, maka dari itu disebut kreditur Konkuren. Dengan demikian kreditur sebagai Konkuren mendapatkan Jaminan Umum (Pasal 1131 KUHPerdata). Bagi para kreditur yang tidak puas dengan kedudukannya sebagai kreditur pada umumnya atau dengan perkataan lain tidak puas dengan kedudukannya sebagai kreditur konkuren diberikan kesempatan untuk memperjanjikan hak-hak jaminan kebendaan atau hak jaminan pribadi, sebagai suatu hak jaminan khusus yang dapat memberikan kepadanya suatu kedudukan yang lebih baik daripada kreditur pada umumnya (kreditur konkuren), yang dimaksud dengan kedudukan yang lebih baik adalah, bahwa kreditur tersebut dalam pengambilan pelunasan atas hasil eksekusi benda-benda tertentu milik debitur/pemberi jaminan, didahulukan dan dalam hal-hal tertentu dipermudah. Kreditur yang di dahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi harta benda debitur atau pemberi jaminan disebut kreditur preferen.6

Pada dasarnya debitur (pemberi fidusia) tidak wenang lagi mengasingkan atau mengalihkan objek benda jaminan fidusia kepada pihak lain, karena telah terjadi pengalihan hak kepemilikan atas benda Jaminan fidusia secara constitutum possessorium dari debitur (pemberi fidusia) kepada kreditor (penerima fidusia).

Ketentuan larangan pengalihan objek jaminan fidusia oleh kreditor (pemberi fidusia) ini tidak berlaku bila objek jaminan fidusia berupa benda-benda dalam persediaan. Ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) menyatakan: “Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang

6 J. Satrio., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 1 (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1997), h. 54-55.

(15)

7

menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.” Pengecualian pemberi fidusia dapat mengalihkan barang-barang dagangan sebagai objek jaminan fidusia dimaksud di atas tidak berlaku, apabila telah terjadi cedera janji oleh debitur dan/atau pemberi fidusia pihak ketiga. Bentuk cedera janji (wanprestasi) tersebut dapat berupa tidak dipenuhinya prestasi, baik berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian jaminan fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya. Bertalian dengan ini ketentuan dalam Pasal 21 ayat (2) UUJF menegaskan: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cedera janji oleh debitur dan/atau pemberi fidusia pihak ketiga”.7

Bank dalam memberikan kredit sudah sepantasnya harus memperhatikan jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Dengan adanya keyakinan tersebut, bank berharap banyak agar kredit yang diberikannya kepada nasabah debitur tidak menjadi kredit yang bermasalah di kemudian hari, tetapi saat ini masih sering sekali terjadi adanya timbul masalah sang debitor cidera janji dan objek jaminan ada dalam penguasaan debitor, karena objek jaminan fidusia umumnya benda bergerak sehingga kondisi seperti ini sangat berpotensial bagi sang debitor untuk menggelapkan atau mengalihkan objek jaminan fidusia tersebut. Ketika seorang yang menjaminkan barangnya dengan jaminan fidusia, dalam praktiknya terjadi pengalihan objek jaminan fidusia oleh debitor tanpa

7 Rachmadi Usman., Op.cit, h. 167-168.

(16)

persetujuan kreditor dan tidak didaftarkannya ke jaminan fidusia, padahal dalam hal ini pendaftaran jaminan fidusia merupakan prinsip yang utama dalam jaminan yakni mengenai publisitas sehingga konsekuensi dari melanggar asas tersebut adalah terkait hal perlindungan hukumnya. Mengenai akibat hukumnya terhadap penjamin Fidusia, lebih lanjut ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) UUJF menyatakan sebagai berikut: “Dalam hal pemberi fidusia cedera janji, maka hasil pengalihan dan/atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dari objek Jaminan Fidusia yang dialihkan”.8

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena permasalahan dari penelitian ini masih kerap sekali ditemukan di dunia perbankan. Untuk itu dalam memberikan suatu kepastian Hukum sebagai bentuk perlindungan Hukum diperlukan suatu aturan Hukum, manakala di lapangan sering terjadi pihak kreditur dirugikan ketika pihak debitur melakukan wanprestasi diantarnya pengalihan objek jaminan fidusia oleh debitur.

Kegunaan dari penilitian ini kiranya hasil penelitian ini nantinya akan dapat dijadikan bahan referensi serta pengembangan wawasan atau menyelesaikan yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia, dan mengetahui secara dalam kajian bagi pelaksanaan yang terkait langsung mengenai kreditor pemegang fidusia.

Maka dari itu penelitian ini akan diterapkan dalam bentuk tulisan skripsi dengan judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan

8 Ibid., h. 169.

(17)

9

Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor (Studi Pada PT. Bank DAULAT di Medan)”.9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat rumusan masalah diantaranya :

1. Apa saja mekanisme dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia di PT. Bank Daulat di Medan?

2. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap kreditor dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dalam hal terjadinya pengalihan objek jaminan tanpa sepengetahuan kreditor dan tidak melakukan pendaftaran fidusia?

3. Upaya apa yang dapat dilakukan kreditor agar mencegah terjadinya kerugian bagi kreditor oleh debitor ditinjau dari PT. Bank Daulat di Medan.

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan mekanisme dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia di PT. Bank Daulat di Medan.

2. Untuk mengetahui dan mengeanalisa tentang perlindungan hukum terhadap kreditor dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia dalam terjadinya pengalihan objek jaminan tanpa sepengetahuan kreditor dan tidak melakukan pendaftaran fidusia.

9 Penyebutan Nama Bank Daulat adalah nama samaran. Hal ini dilakukan untuk melindungi perusahaan & orang-orang yang diwawancarai untuk penelitian skripsi ini.

(18)

3. Untuk mengetahui dan mencegah terjadinya kerugian bagi sang kreditor apabila debitor melakukan wanprestasi ditinjau dari PT. Bank Daulat di Medan.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna untuk semua orang, terutama bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian ini. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

1. Manfaat Teoretis

a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam hukum perdata mengenai perlindungan hukum terhadap kreditor dalam perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia dalam hal terjadi pengalihan objek Jaminan tanpa sepengetahuan kreditor (studi di PT. Bank Daulat di Medan).

b. Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan yang lebih kepada rekan teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu hukum bidang perdata dan menjadi acuan baru bagi peneliti berikutnya khususnya dalam hukum jaminan.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Sifat / Jenis Penelitian

Sifat / Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah bersifat deskriptif analisis mengarah kepada penelitian yuridis normatif

(19)

11

dan penelitian hukum empiris. Penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain, sedangkan penelitian hukum empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung.

2. Sumber Data

Materi dalam penulisan skripsi ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Pengertian data primer dan data sekunder yaitu:

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan- keterangan dan pendapat dari informan dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dengan Bapak Alberth Rumahorbo., selaku Pengelola Hukum dan Ibu Nurliza Chan., selaku analisis hukum / yurist di PT.

Bank Daulat Medan.10

Data sekunder adalah suatu data pustaka yang mencakup buku, peraturan perundang-undangan, suatu karya ilmiah, artikel dan dokumen yang berkaitan dengan materi yang akan diteliti. Data ini terdiri dari :

a. Bahan hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang utama, sebagai bahan hukum yang bersifat autoritatif, yakni bahan hukum yang mempunyai otoritas, Bahan

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008), h. 142.

(20)

hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan dan segala dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum. Tulisan ini antara lain adalah KUHPerdata, UUJF, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UUHT).

b. Bahan hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dimanfaatkan untuk membantu untuk memahami, menganalisa dan menjelaskan bahan hukum primer.

Bahan hukum sekunder antara lain adalah; buku-buku literatur, jurnal, makalah, maupun artikel ilmiah yang ada kaitannya dengan penelitian ini.11

c. Bahan hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, media massa, website dan ensiklopedia.12

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang di lakukan oleh Penulis dalam pengumpulan data di penelitian ini melalui :

a) Data sekunder

Tindakan dalam pengumpulan data dalam penilitian ini dengan cara data sekunder yang berupa beberapa aturan-aturan, pendapat ahli sarjana hukum,

11 Soerjono Soekanto. Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.

(Jakarta:Rajawali Press. 2013). h. 15

12 Ibid., h. 12.

(21)

13

jurnal, artikel, serta dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan agar dikategorisasikan menurut pengelompokkan yang tepat, maka dari itu dalam pengumpulan data tersebut dilakukan dengan studi kepustakaan (library search).

Metode ini adalah cara salah satu pengumpulan data dari membaca, mengkaji, serta menganalisis dari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur, dokumen dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor.

b) Data primer

Kegiatan pengumpulan data dengan data primer dilakukan dengan tindakan wawancara. Dalam metode ini dilakukan secara langsung dengan pihak- pihak yang bersangkutan serta berkompeten guna mengambil serat-serat keterangan data dengan subjek dan objek yang hendak diteliti, yaitu dengan Bapak Alberth Rumahorbo., selaku pengelola hukum di Bank Daulat Medan, dan Ibu Nurliza Chan., selaku analisis hukum / yurist di Bank Daulat Medan.13

4. Analisis Data

Analisis data sekunder dari bahan hukum primer disusun secara sistematis lalu kemudian melakukan analisis terhadap substansinya guna memperoleh jawaban tentang pokok permasalahan yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi ini secara kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang tepat dan hasil yang konkrit. Sedangkan data-data yang berupa rangkaian teori dikelompokkan sesuai dengan sub bab pembahasan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga

13 Wawancara di PT. Bank Daulat di Medan pada tanggal 22 Desember 2020.

(22)

dapat memperoleh gambaran yang jelas terhadap pokok permasalahannya.

Dengan analisis kualitatif, maka data yang diperoleh dari informan menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga dapat diteliti dan dipelajari dengan sebaik- baiknya.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara, tidak ada ditemukan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Dalam Hal Terjadi Pengalihan Objek Jaminan Tanpa Sepengetahuan Kreditor (Studi pada PT. BANK DAULAT di Medan)”. Adapun beberapa skripsi yang berkaitan dengan perlindungan hukum jaminan fidusia adalah :

1. Hayati, Kemala Atika (2011) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang

Jaminan Fidusia Karena Debitornya Dinyatakan Pailit” dan rumusan masalah pada skripsi ini adalah :

a. Bagaimana keududukan kreditor pemegang fidusia apabila debitor dinyatakan pailit.

b. Bagaimana hak jaminan fidusia dalam undang-undang kepailitan.

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditor pemegang fidusia terhadap eksekusi yang diumumkan oleh kreditor lain atas debitor yang dinyatakan pailit.

2. Adibrata, Wijaya (2011) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Terjadi

(23)

15

Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi di Kota Medan)” dan rumusan masalah dari skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah prosedur pendaftaran jaminan fidusia pada Departemen Hukum dan Hak Asazi Manusia/Kanwil Hukum Dan Ham?

b. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia?

c. Bagaimanakah perlindungan terhadap hak kreditur dengan jaminan benda bergerak?

Dengan demikian, apabila ditinjau dari permasalahan yang hendak diteliti dalam judul penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah maupun akademik.

G. Tinjauan Pustaka

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena menentukan apa yang boleh dan tidak

(24)

boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.14

Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu.

Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.

Menurut Sudikno Mertokusumo15, bahwa hukum itu bertujuan agar tercapainya ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Jaminan Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. UUJF juga mengunakan istilah Fidusia. Dalam Pasal 1 UUJF memberikan pengertian fidusia dan jaminan fidusia sebagai berikut :

1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.

2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana

14 Sudikno Mertokusumo, Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2003), h. 39.

15 Ibid., h. 57-61.

(25)

17

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan (UUHT) yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Fidusia sebagai lembaga jaminan sudah lama di kenal dalam masyarakat Romawi, yang pada mulanya tumbuh dan hidup dalam hukum kebiasaan.

Berdasarkan peraturan sejarah, lembaga jumlah fidusia selanjutnya diatur dalam yurisprudensi dan kini telah mendapat pengakuan dalam undang-undang.16

Menurut asal katanya, fidusia berasal dari kata fides yang berarti

"kepercayaan". Hubungan hukum antara debitor pemberi fiducia dan kreditor penerima fidusia merupakan suatu hubungan hukum yang berdasarkan atas kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa kreditor-kreditor penerima fidusia mau mengembalikan hak milik yang telah diserahkan kepadanya, setelah debitor melunasi utangnya. Kreditor penerima fidusia juga percaya bahwa debitor pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya dan mau memelihara barang tersebut selaku bapak rumah yang baik.17

Dalam pengalihan hak kepemilikan pada jaminan fidusia, pengalihan itu terjadi atas dasar kepercayaan dengan janji benda yang hak kepemilikannya dialihkan, tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dalam jaminan fidusia,

16 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung:

Alumni, 2004), h. 28.

17 Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta: Andi Offset,2011), h. 98.

(26)

pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh Penerima fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJF. Jika didasarkan pada Pasal 33 UUJF maka setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitor cidera janji, adalah batal demi hukum. Asas-asas hukum jaminan fidusia yang terdapat dalam UUJF adalah sebagai berikut:

Pertama, asas bahwa kreditor penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditor yang diutamakan dari kreditor lainnya. Terdapat Pasal 1 angka (2) UUJF.

Kedua, asas bahwa dalam UUJF menunjukkan bahwa jaminan fidusia merupakan hak kebendaan dan bukan hal perorangan.

Ketiga, asas bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut dengan asas asessoritas. Asas ini mengandung arti bahwa keberadaan Jaminan Fidusia dibentuk oleh perjanjian lain yaitu perjanjian utama atau perjanjian pokok.

Keempat, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas utang yang baru akan ada (kontinjen). Dalam UUJF ditentukan bahwa objek Jaminan Fidusia dapat dibebankan kepada utang yang telah ada dan yang akan ada. Jaminan atas utang yang akan ada mengandung arti bahwa pada saat dibuatnya akta Jaminan Fidusia, utang tersebut belum ada tetapi sudah diperjanjian sebelumnya dalam jaminan tertentu.18

18 Tan Kamello, Op.cit., h. 165.

(27)

19

Ada beberapa tahapan formal yang melekat dalam jaminan fidusia, di antaranya :19

1) Tahapan pembebanan dengan pengikatan dalam suatu akta notaris;

2) Tahapan pendaftaran atas benda yang telah dibebani tersebut oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya kepada kantor pendaftaran fidusia, dengan melampirkan pernyataan pendaftaran. Pernyataan pendaftran tersebut harus memuat identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;

tanggal, nomor akta, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta; data perjanjian pokok yang dijamin oleh fidusia; uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; serta nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

3) Tahapan administrasi pada kantor pendaftaran, yaitu pencatatan jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran; menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia.

4) Lahirnya jaminan fidusia, yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah :

19 Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 535-536.

(28)

o Bab I, “Pendahuluan” Dalam bab ini akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

o Bab II, “Tinjauan Pustaka” Dalam bab ini akan membahas mengenai tinjauan umum jaminan fidusia, tinjauan umum jaminan serta istilah utang piutang.

o Bab III, “Tinjauan Umum Mengenai Kreditur” Dalam bab ini membahas tentang Perjanjian Kredit, Jaminan Kreditur, dan Hak dan Kewajiban Kreditur.

o Bab IV, “Pengalihan Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sepengetahuan Kreditor” Dalam bab ini membahas tentang perlindungan hukum dan penyelesaian masalah kredit dalam pengalihan objek Jaminan Fidusia dan tidak melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia di PT. Bank DAULAT di Medan.

o Bab V, “Kesimpulan” pada bab terakhir berisikan kesimpulan serta saran dari skripsi ini yang akan diberikan dari persoalan atau permasalahan yang terdapat dalam pembahasan lebih lanjut dalam skripsi ini.

(29)

BAB II

Tinjauan Umum Jaminan Fidusia, Jaminan, dan Hak Tanggungan A. Tinjauan Umum Jaminan Fidusia

1. Istilah Dan Pengertian Jaminan Fidusia

Istilah fidusia berasal dari Bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.

Di dalam berbagai literatur, fidusia lazim disebut dengan istilah eigendom overdacht (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan. Di dalam Pasal 1 angka (1) UUJF kita jumpai pengertian fidusia. Fidusia adalah :

“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”

Yang diartikan dengan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia. A Hamzah dan Senjun Manulang mengertikan fidusia adalah:20

“Suatu cara pengoperan hak milik dari kepemilikannya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun

20 Salim HS.,Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia (Depok, PT. RajaGranfindo Persada,2019), h. 55-56.

(30)

bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur- eigenaar”. Definisi ini didasarkan pada konstruksi hukum adat, karena istilah yang digunakan adalah pengoperan. Pengoperan diartikan sebagai suatu proses atau cara mengalihkan hak milik kepada orang lain.

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.21

Berdasarkan perumusan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UUJF, unsur- unsur dari jaminan fidusia, yaitu:22

a. Sebagai lembaga hak jaminan kebendaan dan hak yang diutamakan;

b. Kebendaan bergerak sebagai objeknya;

c. Kebendaan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani dengan hak tanggungan juga menjadi objek jaminan fidusia;

d. Kebendaan menjadi objek jaminan fidusia tersebut dimaksudkan sebagai agunan;

e. Untuk pelunasan suatu utang tertentu;

f. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

21 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Pasal 1 Angka 2.

22 Rachmadi Usman.,Op.cit, h. 153-154.

(31)

23

Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam-meminjam.

Lembaga ini hanya kalah dalam besarnya kredit yang disalurkan, akan tetapi lebih banyak yang menempuh perjanjian kredit ini.23

Dalam hukum Romawi lembaga fidusia ini dikenal dengan nama fiducia cum creditore contracta (artinya janji kepercayaan yang dibuat kreditor). Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan kreditornya adalah debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sabagi jaminan utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dengan demikian berbeda dari pignus (gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan. Dalam hal fiducia cum creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek fidusia.

Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya.24

Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia adalah:25

“Suatu cara pengoperasian milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang

23 John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, h. 4.

24 Rachmadi Usman,Op.cit., h. 151.

25 A. Hamzah dan Senjun Manulang, Lembaga Fidusia dan Penerapannya di Indonesia, (Jakarta : Indhill Co, 1987), h. 40.

(32)

diserahkan hanya haknya saja secara juridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-eigenaar”.

Pengalihan hak kepemilikan tersebut dilakukan dengan cara constitutum possessorium (verklaring van houderschap). Ini berarti pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut dimaksud untuk kepentingan penerima fidusia. Bentuk pengalihan seperti ini sebenarnya sudah dikenal luas sejak abad pertengahan di Perancis.26

Dalam Jaminan Fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata- mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh Penerima Fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian Jaminan Fidusia yang dimaksud Pasal 1 angka 1 UUJF. Bahkan sesuai dengan Pasal 33 UUJF setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, akan batal demi hukum.27

2. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

Sebelum berlakunya UUJF, maka yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor, tetapi dengan berlakunya UUJF, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.

26 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 136.

27 Ibid., h. 137.

(33)

25

Berdasarkan undang-undang ini, objek jaminan fidusia dibagi 2 macam, yaitu;

benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud; dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan di sini dalam kaitannya dengan bangunan rumah susun, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Subjek dari Jaminan Fidusia adalah pemberi dan penerima Fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.28

Dengan lahirnya UUJF, yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 angka 2 dan 4 serta Pasal 3 UUJF, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah benda apa pun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya.

Benda itu dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT atau Hipotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) jis Pasal 1162 dst. KUHPerdata.29 Benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut :

1) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum 2) Dapat atas benda berwujud

3) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang

28 Salim HS.,Op.cit., h. 64.

29 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,Op.cit., h. 141.

(34)

4) Benda bergerak

5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan 6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat dikaitkan dengan hipotik

7) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembuktian pembebanan fidusia tersendiri 8) Dapat atas satu satuan atau jenis benda

9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda 10) Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia

11) Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia

12) Benda persediaan (inventory, stok perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.30

3. Sifat Jaminan Fidusia

Dalam bagian ini akan membahas sifat-sifat Jaminan Fidusia sebagaimana disebutkan dalam UUJF dan ada juga sebagian dari pendapat para ahli, yaitu antara lain :31

a. Perjanjian Fidusia Merupakan Perjanjian Obligatoire

Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka (2) UUJF menyebutkan sebagai berikut : “Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud

30 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, cet. Ke-2 (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 22.

31 Rachmadi Usman., Op.cit., h. 162.

(35)

27

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.” Berdasarkan pengertian di atas, jaminan fidusia merupakan lembaga hak jaminan (agunan) yang bersifat kebendaan (zakelijk zekerheid, security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulukan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Sebagai hak kebendaan (yang memberikan jaminan), dengan sendirinya sifat dan ciri-ciri hak kebendaan juga melekat pada jaminan fidusia ia bukan perjanjian obligatoire yang bersifat perorangan (persoonlijk).

Sebaliknya pendapat yang menganggap bahwa perjanjian fidusia itu bersifat obligatoire dan melahirkan hak-hak yang bersifat persoonlijk, sesuai dengan sistem hukum Romawi fiducia cum creditoria menurut pengertiannya yang klasik, yaitu melahirkan hak eigendom bagi kreditor, meskipun dengan pembatasan- pembatasan sebagaimana yang diperjanjikan antara pihak. Pendapat demikian juga sesuai dengan pertumbuhan hukum Anglo Amerika menurut sistem common law, di mana pemegang hipotek (mortgagee) dianggap memperoleh hak eigendom atas benda jaminan, menjadi eignaar dari benda jaminan dan berkedudukan sebagai the title holder dari benda jaminan tersebut. Perjanjian fidusia bersifat obligatoire, berarti hak yang penerima fidusia merupakan hak milik yang sepenuhnya, meskipun hak tersebut dibatasi oleh hal-hal yang ditetapkan bersama dalam perjanjian. Akan tetapi, pembatasan demikian hanya bersifat pribadi, karena hak yang diperoleh penerima fidusia itu merupakan hak milik yang

(36)

sepenuhnya, ia bebas untuk menentukan cara pemenuhan piutangnya, terhadap benda yang dijaminkan melalui fidusia. Hak yang timbul dari perjanjian fidusia adalah hak yang bersifat pribadi, yang lahir karena adanya hubungan perutangan antara kreditor dan debitur. Ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa dari gadai tidak dapat diterapkan terhadapnya, juga para pihak bebas untuk menentukan manakala terjadi kepailitan pada debitur atau kreditor.32

b. Sifat Accesoir dari Perjanjian Jaminan Fidusia Dalam Pasal 4 UUJF menyatakan :

Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.

Adapun penjelasan atas Pasal 4 UUJF menyatakan sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan

uang”.

Sebagai suatu perjanjian accessoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebgai berikut :

1) Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok;

2) Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok;

3) Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.

32 Ibid., h. 163-164.

(37)

29

Sifat accessoir dari jaminan fidusia ini membawa akibat hukum, bahwa:

1) Dengan sendirinya jaminan fidusia menjadi hapus karena hukum, apabila perjanjian pokoknya itu berakhir atau karena sebab lainnya yang menyebabkan perjanjian pokoknya menjadi hapus.

2) Fidusia yang menjaminnya karena hukum beralih pula kepada penerima fidusia yang baru dengan dialihkannya perjanjian pokoknya kepada pihak lain;

3) Fidusia merupakan bagian tidak terpisahkan dari atau selalu melekat pada perjanjian pokoknya, karena itu hapusnya fidusia tidak menyebabkan hapusmya perjanjian pokoknya.33

Perjanjian fidusianya merupakan perjanjian yang bersifat accessoir, sesuai dengan sifatnya tersebut, perjanjian pemberian jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian bersyarat, dengan syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam Pasal 1253 juncto Pasal 1265 KUHPerdata, dengan konsekuensinya pemberian jaminan fidusia itu dengan sendirinya berakhir atau hapus, kalua perjanjian pokoknya, untuk mana diberikan jaminan fidusia hapus, antara lain karena pelunasan.

c. Sifat Mendahului (Droit de Preference) Dalam Jaminan Fidusia

Sama halnya seperti hak agunan atas kebendaan lainnya seperti gadai yang diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata, hak tanggungan (Pasal 1 angka 1 UUHT) dan hipotek, maka jaminan fidusia menganut prinsip droit de preference. Sesuai ketentuan pasal 28 UUJF, prinsip ini berlaku sejak tanggal pendaftarannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia, jadi di sini berlaku adagium first registered, first

33 Ibid., h. 165.

(38)

secured. Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud di atas adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil ekseskusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan ini mendahului kreditor-kreditor lainnya. Bahkan sekalipun pemberi fidusia dinyatakan pailit atau dilikuidasi, hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam harta pailit pemberi fidusia, dengan demikian penerima fidusia tergolong dalam kelompok kreditor separatis.34

Hak mendahului, diatur dalam pasal 27 UUJF yang menyatakan, penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor, bahwa hak yang didahulukan sesuai ayat (2) UUJF adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalam Undang- undang tentang Kepailitan menentukan bahwa benda yang menjadi objek faminan fidusia berada di luar kepailitan. Selanjutnya pasal 28 UUJF menjelaskan apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia yang lebih dari satu

34 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani., Op.cit., h. 131-132.

(39)

31

perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.35

B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan 1. Istilah dan Pengertian Jaminan

Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.36 M.

Bahsan37 yang berpendapat bahwa jaminan adalah : “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”

Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah “agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu “keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Sehubungan dengan itu, Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagai berikut :

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan

35 M. Yasir, “Aspek Jaminan Fidusia”, Vol. 3 No, 1,(Jakarta: UIN,2016), h. 89.

36 Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 131.

37 M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Rejeki Agung,2002), h.

148.

(40)

dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.38

Menurut Salim HS39, bahwa hukum jaminan adalah : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan;

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit.

38 Rachmadi Usman., Op.cit., h. 66-67.

39 Salim HS., Op.cit., h. 7-8.

(41)

33

Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank;

c. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

d. Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank.

Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggip untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

2. Asas-asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang jaminan maupun perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literature tentang

(42)

jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jamiinan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:40

a. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

b. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau asas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;

d. Asas inbezistelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai;

e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang

40 Ibid., h. 9-10.

(43)

35

bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, hipotik, fiducia, gadai, maupun cessie piutang.41

Menurut Tan Kamelo42, bahwa asas-asas jaminan sebagaimana terdapat dalam UUJF sebagai berikut:

Pertama, bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya; Kedua, bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapu benda tersebut berada; Ketiga, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut asas asesoritas; Keempat, bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas utang yang baru akan ada; Kelima, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada benda yang akan ada; Keenam, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada bangunan / rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain; Ketujuh,

41 Agus Riyanto, Aspek Hukum Perjanjian Kredit Dengan Agunan Kapal, (Jumal Selat, 2015), h.

274.

42 Tan Kamelo, Op.Cit., h. 159 – 171.

(44)

bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subyek dan objek jaminan fidusia; Kedelapan, bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia; Kesembilan, bahwa jaminan fidusia harus didaftar ke Kantor Pendaftaran Fidusia; Kesepuluh, bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia; Kesebelas, bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu ke Kantor Pendaftaran Fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian; Kedua belas, bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai iktikad baik; Ketiga belas, bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi.

3. Penilaian Jaminan Kredit

a. Penilaian Jaminan kredit Barang Tidak Bergerak Berupa Tanah dan Bangunan Barang bergerak dapat ditetapkan berdasarkan sifatnya atau peruntukannya, antara lain sebagaimana dirumuskan dalam KUHPerdata.

Menurut sifatnya barang-barang yang termasuk barang tidak bergerak adalah yang secara fisik tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain secara utuh dalam suatu kesatuan. Dari praktek perbankan terdapat beberapa barang tidak bergerak yang banyak digunakan sebagai jaminan kredit yaitu berupa tanah, bangunan dan tanaman yang melekat pada tanah. Ketiga objek jaminan kredit tersebut pada kenyataannya masih dibedakan lagi, misalnya mengenai tanah dapat dibedakan lagi, misalnya mengenai tanah dapat dibedakan berdasarkan alas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan (UU

Referensi

Dokumen terkait

Hari Jadi Sukses telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku baik dalam KUH Perdata maupun Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dijelaskan bahwa benda (yang ada diwilayah Negara RI atau diluar Negara RI) yang dibebani dengan jaminan

pada Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 2)

Perusahaan Sewa Guna Usaha (leasing) kegiatan utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk memenuhi keperluan barang-barang modal oleh debitur. Pemenuhan pembiayaan

76 Wawancara dengan Bapak Hasan Amin, tanggal 5 Agustus 2016 di kantor PT. Rahmat Jaya Transport.. Indofood di dalam proses penyelenggaraan pengangkutan dengan PT. Rahmat Jaya

Direksi salah satu organ PT yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Namun,

1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk mediasi yang perkaranya diproses di Pengadilan. 2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengkuti prosedur medisi yang

Dampak meningkatnya perkara perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Meulaboh dan dampak terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dikurangi ataupun