BAB II Tinjauan Umum Jaminan Fidusia, Jaminan, dan Hak
C. Hak Tanggungan
Dalam Pasal 1 angka 1 UUHT menyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Boedi Harsono45 menyatakan bahwa hak tanggungan sebagai hak penguasaan atas tanah yang berisikan kewenangan bagi kreditor untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan jika debitur cedera janji (wanprestasi) dan mengambil hasilnya, baik seluruh atau sebagian sebagai pembayaran lunas utang debitor kepadanya.
Hak Tanggungan dalam pelaksanaannya mempunyai berbagai macam asas. Asas tersebut yaitu:46
1. Memberian kedudukan yang diutamakan (preferent) kepada Krediturnya.
Hal ini berarti bahwa kreditor pemegang hak tanggungan mempunyai hak
44 Ibid., h. 242-243.
45Boedi Harsono., Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria. Isi dan Pelaksanaannya., (Jakarta, Djambatan, 2003), h. 23.
46 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 55.
39
untuk didahulukan di dalam mendapatkan pelunasan atas piutangnya daripada kreditor-kreditor lainnya atas hasil penjualan benda yang dibebani hak tanggungan tersebut.
2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada.
3. Benda-benda yang dijadikan objek hak tanggungan itu tetap terbebani hak tanggungan walau di tangan siapa pun benda itu berada, Jadi meskipun hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan tersebut telah beralih atau berpindah-pindah kepada orang lain, namun hak tanggungan yang ada tetap melekat pada objek tersebut dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.
4. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
5. Asas spesialitas maksudnya benda yang dibebani hak tanggungan harus ditunjuk secara khusus. Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) harus disebutkan secara tegas dan jelas mengenai benda yang dibebani itu berupa apa, di mana letaknya, berapa luasnya, apa batas-batasnya, dan apa bukti pemiliknya.
6. Asas publisitas artinya hal pembebanan hak tanggungan tersebut harus dapat diketahui oleh umum, untuk itu terhadap APHT harus didaftarkan.
7. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
8. Dapat dieksekusi seperti putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.
Hak tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian dan masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri
sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri. Untuk dapat dibebani hak atas tanah, objek hak tanggungan yang bersangkutan harus memenuhi 4 syarat yaitu:47
1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang.
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat publisitas.
3. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila Debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum.
4. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang. Dalam Pasal 4 UUHT telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang.
Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 UUHT. Artinya bahwa hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian darinya. Telah lunasnya sebagian utang yang dijaminkan tidak berarti membebaskan sebagian objek hak tanggungan, melainkan hak tanggungan tersebut tetap membebani secara keseluruhan masing-masing objek yang dibebani hak tanggungan guna sisa utang debitur kepada kreditur yang belum dilunasi, namun apabila kemudian debitur mempunyai dana untuk melunasi sebagian utangnya, maka pelunasan angsuran utang yang besarnya sama dengan nilai masing-masing objek yang dibebani hak tanggungan akan membebaskan objek tersebut dari hak tanggungan dengan syarat hal tersebut telah
47Salim.HS., Op.Cit., h. 104.
41
diperjanjikan terlebih dahulu, sehingga hak tanggungan hanya membebani sisa utangnya saja.48
Sifat tidak dapat dibagi-bagi tersebut juga diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UUHT. Di dalam UUHT Pasal 2 ayat (1) sifat tidak dapat dibagi-bagi dari hak tanggungan tersebut, tidak bersifat absolut, tetapi dapat disimpangi dengan perjanjian yang dituangkan di dalam APHT (Pasal 1 ayat (2)) dengan syarat sebagai berikut:49
1. Hak Tanggungan dibebankan atas beberapa hak atas tanah.
2. Pelunasan utang yang dijamin dilakukan dengan angsuran.
1. Pengalihan Hak Tanggungan
Sebagai suatu hal yang bersifat assesoir, hak tanggungan ini akan mengikuti perikatan atau perjanjian induknya. Dengan demikian jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain, seperti misalnya dalam hal merger, konsolidasi atau akuisisi, maka hak tanggungan tersebut ikut beralih juga karena hukum kepada kreditor yang baru (pasal 16 ayat (1) UUHT). Suatu hal perlu dicatat di sini, bahwa pengalihan utang sebagaimana tersebut di atas adalah pengalihan yang tidak menghilangkan identitas dari utang-piutang itu sendiri, dan ini berbeda dengan novasi atau pembaruan utang, di mana utang-utang lama dihapuskan, dan sebagai gantinya diterbitkan perjanjian utang-piutang baru. Untuk hal tersebut terakhir ini,
48 Denico Doly, Aspek Hukum Hak Tanggungan Dalam Pelaksanaan Roya., (Jurnal Negara Hukum, Vol. 2 No. 1, Juni 2011) h. 120.
49 Mariam Daruz Badrulzaman, Hukum Perdata Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, (Jakarta: CV Mandar Maju, 2004), h. 19.
maka harus dibuatkan pemberian hak tanggungan baru yang mengikuti perjanjian utang-piutang baru yang hendak dijamin pelunasannya tersebut.50
Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai suatu hak, konsekuensinya suatu saat akan beralih atau dialihkan kepada pihak yang lain. Hal ini pulalah yang menimpa mengenai hak tanggungan, suatu saat akan berpindah ke pihak lain. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UUHT yang menyatakan bahwa:51 Ayat (1) :
Jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru.
Ayat (2) :
Beralihnya Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditor yang baru kepada Kantor Pertanahan.
Ayat (3) :
Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan dan buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (4) :
Tanggal pencatatan pada buku tanah adalah hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya hak
50 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani., Op.cit., h. 115-116.
51 Anak Agung Ketut Sugiantara & I Ketut Sudjana, Peralihan dan Hapusnya Hak dan Tanggungan Atas Tanah ,(Jurnal Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana)., h.
3.
43
tanggungan dan jika hari ketujuh itu jatuh tempo pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Ayat (5) :
Beralihnya hak tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan.
Berkaitan dengan akibat jual beli piutang dalam perspektif hukum kebendaan perdata menurut KUHPerdata maka segala sesuatu yang berkaitan dengan piutang juga ikut serta-merta beralih demi hukum, seperti penanggungan, hak istimewa dan hipotek. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1533 KUHPerdata, yang tampaknya diambil oleh UUHT, yaitu; Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penanggungan-penanggungan, hak istimewa, dan hipotek-hipotek. Turut beralihnya Hak Tanggungan kepada kreditor yang baru tersebut, terjadi demi hukum, sehingga untuk itu kreditor lama tidak perlu secara khusus menyerahkannya kepada kreditor baru, bahkan tanpa semua pihak perlu untuk berbuat apa pun. Di samping, masalah sifat accessoir di sini berlainan dengan sifat droit de suite hak tanggungan sebagai hak kebendaan. Pada sifat hak kebendaan, hak kreditor mengikuti bendanya ke dalam tangan siapa pun ia berpindah, jadi yang berpindah itu kepemilikan “benda jaminannya”, sedang dalam masalah sifat accessoir daripada hak tanggungan, yang beralih hak tagihnya (tagihannya), yang diikuti dengan beralihnya hak tanggungan, kalau dikatakan bahwa UUHT merupakan pelaksanaan UUPA yang mendasarkan kepada hukum adat, maka suatu ciri hak Barat yang diambil oper oleh UUHT.52
52 Rachmadi Usman., Op.cit., h. 471-472.
Dari ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UUHT dapat diketahui sebab-sebab peralihan Hak Tanggungan, yang bisa dikarenakan:
a. Cessie;
b. Subrogasi;
c. Pewarisan; dan d. Sebab-sebab lain.
Cessie adalah perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh kreditor pemegang hak tanggungan kepada pihak lain. Sedangkan subrogasi adalah penggantian kreditor oleh pihak ketiga yang melunasi utang debitur. Dengan adanya cessie perikatan pokoknya atas nama diberikan jaminan hak tanggungan tidak berubah yang berganti hanya figure kreditor saja maka semua jaminan juga tidak berubah, dengan konsekuensinya sekarang kreditor baru (cessionaris) tagihannya berdasarkan perikatan lama yang tidak berubah tetap dijamin dengan hak tanggungan yang ada. Konsekuensinya lebih lanjut, cessionaris (kreditor baru) memperoleh semua hak-hak yang dipunya oleh cedent (kreditor lama) berdasarkan akta hak tanggungan yang ditandatangani oleh cedent dan pemberi jaminan termasuk semua klausul-klausul dan janji-janji yang telah diperjanjikan dalam APHT yang bersangkutan, dengan cessie, maka sekarang kreditor baru berhak untuk menagih utang debitur (cessus) dan kalau debitur wanprestasi wenang untuk mengeksekusi objek hak tanggungan, baik berdasarkan grosse sertifikat hak tanggungan maupun atas dasar haknya untuk menjual atas kekuasaan sendiri.53
53 Ibid., h. 472-473.
45
Hak tanggungan juga ikut beralih didasarkan kepada sebab-sebab lain di luar cessie, subrogasi dan pewarisan. Dinyatakan dalam penjelasan atas Pasal 16 ayat (1) UUHT, bahwa yang dimaksud dengan sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilalihan atau penggabungan perusahaan, sehingga menyebabkan beralihnya piutang dari perusahan semula kepada perusahaan yang baru. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Hak Tanggungan dapat pula beralih dikarenakan terjadinya pengambilalihan perusahaan (akuisisi) atau penggabungan perusahaan (merger). Beralihnya piutang dalam hal terjadi pengambilalihan perusahaan dianggap tidak tepat.
Dalam hal akuisisi yang terjadi diambilalihnya saham perusahaan oleh pihak lain.
Perusahaan itu sebagai badan hukum tidak berubah, yang berubah hanyalah pemiliknya saja. Dengan demikian, perusahaan itu sebagai kreditor dan sebagai pemilik piutang-piutang itu tidak berubah. Dalam hal akuisisi tidak terjadi peralihan piutang maupun penggantian kreditor. Lain halnya apabila terjadi merger atau konsolidasi perusahaan. Baik pada merger maupun pada konsolidasi, yang terjadi suatu perusahaan mengambil alih semua assets dan semua leabilities dari perusahaan lain. Pada merger yang terjadi absorpsi suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya. Perusahaan yang mengabsorpsi tetap memakai nama dan identitasnya. Setelah merger terjadi, perusahaan yang diabsorpsi itu berhenti eksistensinya sebagai suatu business entity atau badan hukum yang mandiri.
Adapun pada konsolidasi, yang terjadi terbentuknya perusahaan yang baru sama sekali. Dalam suatu konsolidasi perusahaan yang pertama maupun yang kedua berakhir eksistensi yuridisnya dan keduanya menjadi bagian dari suatu perusahaan
baru (perusahaan ketiga). Pada konsolidasi tidak dipersoalkan secara spesifik siapa yang membeli siapa. Dengan demikian perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan dapat dihindarkan. Di dalam merger, piutang-piutang dari perusahaan yang diabsorpsi beralih kepada perusahaan yang mengabsorpsi.
Adapun pada konsolidasi, piutang-piutang dari kedua perusahaan yang tergabung dan menjadi perusahaan baru (perusahaan ketiga) beralih menjadi piutang-piutang perusahaan baru (perusahaan ketiga) itu. Pada merger dan konsolidasi terdapat peralihan piutang dan penggantian kreditor. Perlu diperhatikkan sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan atas Pasal 16 ayat (1) UUHT, yaitu: “Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor yang baru.”
Sebelumnya pada angka 8 penjelasan umum UUHT antara lain dinyatakan:
“Dalam hal piutang yang bersangkutan beralih kepada kreditor lain, Hak Tanggungan yang menjaminnya, karena hukum beralih pula kepada kreditor tersebut. Pencatatan peralihan Hak Tanggungan tersebut tidak memerluka akta PPAT, tetapi cukup didasarkan pada akta beralihnya piutang yang dijamin.” Dari sini jelaslah, bahwa peralihan hak tanggungan terjadi demi hukum sehubungan dengan beralihnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan kepada kreditor yang baru dan karenanya peralihan piutangnya kepada kreditor yang baru tersebut tidak perlu (harus) dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh PPAT, namun cukup dibuktikan dengan suatu akta yang menyatakan telah beralihnya piutang
47
yang dijamin dengan hak tanggungan kepada kreditor yang baru. Atas dasar itulah kemudian dilakukan pencatatan peralihan hak tanggungan.54
Kewajiban pendaftaran peralihan hak tanggungan itu diletakkan pada kreditor baru, suatu ketentuan yang logis, bukankah yang berkepentingan atas pencatatan itu kreditor baru, namun kalau benar ketentuan ini diadakan untuk melindungi kreditor baru, maka mestinya pendaftaran itu merupakan hak dari kreditor bukan kewajiban dan sebagai suatu hak, maka terserahlah kepada kreditor baru untuk mendaftarkannya atau tidak. Kata “wajib” dalam Pasal 16 ayat (2) UUHT perlu dihubungkan dengan Pasal 16 ayat (5) UUHT, yang mengatur tentang berlakunya terhadap pihak ketiga, sehingga Pasal 16 ayat (2) UUHT harus kita tafsirkan, kalau kreditor baru menghendaki agar hak tanggungan atas objek hak tanggungan yang dioper dari kreditor lama, berlakunya terhadap pihak ketiga, maka peralihan hak tanggungan tersebut harus didaftarkan di Kantor Pertanahan.
Dengan demikian, kalau kreditor baru merasa tidak berkepentingan atas perlindungan yang ditawarkan kepadanya oleh undang-undang maka diserahkan kepadanya untuk tidak mendaftarkan, dengan segala konsekuensinya. Prinsip seperti itu juga bisa disimpulkan dari tidak adanya batas waktu untuk pendaftaran dan sanksi atas pelanggaran tersebut. Dalam Pasal 16 ayat (2) UUHT menggunakan istilah “didaftarkan” atau “pendaftaran”, sedangkan dalam angka 8 penjelasan umum dan penjelasan atas Pasal 16 ayat (2) UUHT menggunakan istilah “pencatatan”. Penjelasan umum UUHT tersebut menyatakan: “Dalam hal ini pun pencatatan hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan cukup
54 Ibid., h. 473-474.
didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang yang dijaminnya hapus”. Sementara penjelasan atas Pasal 16 ayat (2) UUHT menyatakan antara lain: “Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditor yang baru.”55
Dalam Pasal 16 ayat (3) UUHT ditentukan, bahwa pendaftarannya beralihnya Hak Tanggungan tersebut dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan setempat dengan cara sebagai berikut:56
i. Mencatatnya pada buku tanah hak tanggungan;
ii. Mencatatnya pada Buku Tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan;
iii. Menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak tanggungan;
iv. Menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Mengenai tanggal pencatatan peralihan hak tanggungan, ditentukan dalam Pasal 16 ayat (4) UUHT, bahwa tanggal pencatatan peralihan hak tanggungan, yaitu tanggal hari ketujuh setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran beralihnya hak tanggungan tersebut dengan ketentuan bila hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, maka catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya, ini berarti pencatatan peralihan hak tanggungan, baru dapat dilaksanakan pada hari ketujuh setelah surat-surat yang diperlukan untuk itu diterima secara lengkap oleh petugas Kantor Pertanahan. Sekaligus tanggal
55 Ibid., h. 477-478.
56 Ibid., h. 479.
49
pencatatan pada buku tanah itu menentukan mulai berlakunya peralihan hak tanggungan terhadap pihak ketiga. Dengan demikian, pada saat tanggal pencatatan beralihnya hak tanggungan maka peralihan hak tanggungan tersebut baru mengikat pihak ketiga. Kalau ketentuan dalam Pasal 16 ayat (4) UUHT tersebut dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) UUHT, maka ada sesuatu yang janggal, karena Pasal 16 ayat (1) UUHT menetapkan, bahwa jika piutang yang dijamin dengan hak tanggungan beralih, hak tanggungan karena hukum ikut beralih; dengan perkataan lain, maka hak tanggungan itu karena dikatakan “karena hukum” langsung pada saat itu juga turut beralih kepada kreditor yang baru, tetapi ternyata kalau didaftarkan, hak itu terhadap pihak ketiga baru lahir 7 hari setelah pendaftaran. Paling tidak hal ini aneh, kalau tindakan pendaftaran dilakukan pada hari yang sama dengan peralihan hak tagihnya dan surat-surat untuk pendaftaran yang udah lengkap. Lebih patut, kalau pendaftaran itu “paling lambat” dianggap sudah terjadi, 7 hari setelah permohonan pendaftaran. Ketentuan dalam Pasal 16 ayat (5) UUHT menetapkan: “Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).” Dari ketentuan dalam Pasal 16 ayat (5) UUHT dapat diketahui, bahwa peralihan Hak Tanggungan yang dikarenakan peralihan piutang tidak serta-merta langsung mengikat pihak ketiga pada saat peralihan piutang dilakukan, melainkan baru mulai berlaku atau mengikat pihak ketiga pada saat tanggal pencatatan peralihan hak tanggungan dalam buku tanah hak tanggungan dan buku tanah hak atas yang menjadi jaminan. Dengan perkataan lain, mengikatnya peralihan hak tanggungan terhadap pihak ketiga tidak pada saat peralihan piutang dilakukan,
melainkan pada saat pencatatan peralihak hak tanggungan dilakukan di Kantor Pertanahan dan itu pun baru bisa dilakukan pada hari ke-7 setelah surat-surat yang berhubungan dengan itu diterima secara lengkap oleh petugas Kantor Pertanahan.57
2. Hapusnya Hak Tanggungan
Hak tanggungan akan mengalami suatu proses berakhir, yang sama dengan hak-hak atas tanah yang lainnya ketentuan hapusnya hak tanggungan diatur dalam Pasal 18 UUHT yang menyatakan bahwa :
Ayat (1) :
Hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a) hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; b) dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan; c) pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; d) hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan
Ayat (2) :
Hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan
Ayat (3) :
Hapusnya hak tanggungan karena pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah
57 Ibid., h. 480-481.
51
yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
Ayat (4):
Hapusnya hak tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang di beban hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.
Dari ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) UUHT dapat diketahui ada 4 (empat) peristiwa atau hal yang dapat menjadi penyebab berakhir atau hapusnya Hak Tanggungan, yaitu:
a. Hapusnya utang yang dijamin;
b. Dilepaskannya hak tanggungan;
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat kreditor;
d. Hapusnya hak atas tanah yang dijamin.
Ini berarti hak tanggungan dapat sengaja dihapuskan dan dapat pula hapus karena hukum. hak tanggungan dapat dihapuskan karena dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan atau karena dilakukan pembersihan oleh pemegang Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat kreditor oleh ketua Pengadilan Negeri, adapun hak tanggungan hapus karena hukum dikarenakan hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan dan diakrenakan hapusnya hak atas tanah yang dijamin dengan hak tanggungan.
Ditegaskan dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUHT, bahwa sesuai dengan sifat accessoir dari hak tanggungan, maka adanya hak tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutangnya tersebut hapus
karena pelunasan atau sebab-sebab lain, dengan sendirinya hak tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.58
Pelepasan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan harus dinyatakan secara tegas dalam suatu pernyataan tertulis yang dibuat oleh pemegang hak tanggungan yang berisikan pernyataan mengenai dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan.
Persyaratan ini ditentukan dalam Pasal 18 ayat (2) UUHT yang menetapkan:
Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan.59
Berhubung Pasal 18 ayat (2) UUHT berbicara tentang “pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan”, dapat disimpulkan bahwa untuk itu tidak cukup menyimpulkannya dari perbuatan, sikap atau pernyataannya mengenai hal lain. Dalam hal ini, syarat yang relatif ketat diperlukan, karena pelepasan hak mempunyai konsekuensi yang cukup luas. Berlainan dengan dulu, karena KUHPerdata tidak mengatur cara pelepasan hak hipotek, maka ada kemungkinan untuk menerima pelepasan hak jaminan dengan menyimpulkannya dari perbuatan atau pernyataan dari pemegang hipotek. Walaupun demikian, juga dulu orang merasa perlu untuk mensyaratkan, bahwa pernyataan itu harus ditujukan kepada pemilik benda yang dijaminkan. Sekarang yang demikian itu sudah ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (2) UUHT.60
58 Ibid., h. 483.
59 Ibid., h. 484.
60 Ibid., h. 484-485.
53
Penyebab hapusnya hak tanggungan karena kreditor yaitu karena hak tanggungan merupakan jaminan utang yang pembebanannya adalah untuk kepentingan kreditor (pemegang hak tanggungan), adalah logis bila hak tanggungan dapat (dan hanya dapat) dihapuskan oleh kreditor (pemegang hak Tanggungan) sendiri. Sedangkan pemberi hak tanggungan tidak mungkin dapat membebaskan hak tanggungan itu.61
Sementara itu, "hapusnya hak tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri", pembelian objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUHT .62
Lebih lanjut ketentuan mengenai pembersihan hak tanggungan ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 UUHT, yang menetapkan bahwa pembeli objek hak
Lebih lanjut ketentuan mengenai pembersihan hak tanggungan ini diatur dalam ketentuan Pasal 19 UUHT, yang menetapkan bahwa pembeli objek hak