• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Tinjauan Umum Jaminan Fidusia, Jaminan, dan Hak

B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan

Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.36 M.

Bahsan37 yang berpendapat bahwa jaminan adalah : “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”

Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah “agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu “keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”. Sehubungan dengan itu, Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagai berikut :

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan

35 M. Yasir, “Aspek Jaminan Fidusia”, Vol. 3 No, 1,(Jakarta: UIN,2016), h. 89.

36 Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 131.

37 M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Rejeki Agung,2002), h.

148.

dan kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur.38

Menurut Salim HS39, bahwa hukum jaminan adalah : “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah:

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan;

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit.

38 Rachmadi Usman., Op.cit., h. 66-67.

39 Salim HS., Op.cit., h. 7-8.

33

Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank;

c. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak.

Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

d. Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank.

Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggip untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

2. Asas-asas Hukum Jaminan

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun perundang-perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literature tentang

jaminan, maka ditemukan 5 asas penting dalam hukum jamiinan, sebagaimana dipaparkan berikut ini:40

a. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;

b. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau asas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian;

d. Asas inbezistelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai;

e. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang

40 Ibid., h. 9-10.

35

bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, hipotik, fiducia, gadai, maupun cessie piutang.41

Menurut Tan Kamelo42, bahwa asas-asas jaminan sebagaimana terdapat dalam UUJF sebagai berikut:

Pertama, bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya; Kedua, bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapu benda tersebut berada; Ketiga, bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut asas asesoritas; Keempat, bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas utang yang baru akan ada; Kelima, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada benda yang akan ada; Keenam, bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan pada bangunan / rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain; Ketujuh,

41 Agus Riyanto, Aspek Hukum Perjanjian Kredit Dengan Agunan Kapal, (Jumal Selat, 2015), h.

274.

42 Tan Kamelo, Op.Cit., h. 159 – 171.

bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subyek dan objek jaminan fidusia; Kedelapan, bahwa pemberi jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia; Kesembilan, bahwa jaminan fidusia harus didaftar ke Kantor Pendaftaran Fidusia; Kesepuluh, bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia; Kesebelas, bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu ke Kantor Pendaftaran Fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian; Kedua belas, bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai iktikad baik; Ketiga belas, bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi.

3. Penilaian Jaminan Kredit

a. Penilaian Jaminan kredit Barang Tidak Bergerak Berupa Tanah dan Bangunan Barang bergerak dapat ditetapkan berdasarkan sifatnya atau peruntukannya, antara lain sebagaimana dirumuskan dalam KUHPerdata.

Menurut sifatnya barang-barang yang termasuk barang tidak bergerak adalah yang secara fisik tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain secara utuh dalam suatu kesatuan. Dari praktek perbankan terdapat beberapa barang tidak bergerak yang banyak digunakan sebagai jaminan kredit yaitu berupa tanah, bangunan dan tanaman yang melekat pada tanah. Ketiga objek jaminan kredit tersebut pada kenyataannya masih dibedakan lagi, misalnya mengenai tanah dapat dibedakan lagi, misalnya mengenai tanah dapat dibedakan berdasarkan alas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan (UU

37

No.5 Tahun 1960) sehingga beberapa hak atas tanah di Indonesia, baik yang terdaftar maupun yang belum terdaftar di Kantor Pertanahan.43

b. Penilaian jaminan kredit barang bergerak berupa Kendaraan bermotor, alat transportasi dan Alat Berat.

Di samping barang tidak bergerak, maka banyak pula diantara barang bergerak secara tersendiri atau bersama dengan barang tidak bergerak diterima bank sebagai jaminan kredit. Sangat sulit untuk menguraikan semua barang bergerak yang sering dijadikan sebagai jaminan kredit. Walaupun demikian masih dapat dikelompokkan atas beberapa kelompok kendaraan bermotor dan alat-alat berat, kelompok barang perhiasan dan logam mulia, kelompok persediaan barang dagangan, kelompok mesin yang tidak terpasang secara utuh yang mempunyai harga, kelompok mesin yang terpasang secara tetap di tanah atau bangunan, kelompok perlengkapan rumah tangga dan barang inventaris kantor, kelompok ternak serta kelompok produk pertanian dan produk perindustrian tertentu.

Terhadap barang bergerak seperti yang disebabkan di atas sebelum ditetapkan sebagai jaminan kredit harus dinilai oleh bank tentang kelayakaannya.

Sebagaimana penilaian yang seharusnya diikuti, terhadap barang bergerak harus dinilai dari segi hukum, segi ekonomi, dan ditetapkan nilai taksirnya yang wajar dengan memperhatikan margin pengaman yang ditetapkan untuk masing-masing jenis barang bergerak, dengan demikian masing-masing jenis barang bergerak yang diajukan oleh pemohon kredit harus dinilai berbeda. Penilaian terhadap jaminan kredit yang berupa mobil sedan tentunya berbeda dengan penilaian

43 H. Budi Untung, Op.Cit., h. 213.

jaminan kredit yang berupa bus atau kendaraan lainnya sesuai dengan berbagai kekhususan dari masing-masing kendaraan bermotor tersebut. Demikian pula terhadap barang-barang bergerak lainnya yang diajukan oleh pemohon kredit akan sangat berbeda perlakuan penilaiannya sesuai dengan kekhususannya.44

Dokumen terkait