• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berlari, berjalan, berolahraga serta lainnya. Energi yang diperlukan untuk melakukan aktifitas fisik bervariasi menurut tingkatan intensitas dan lama melakukan aktifitas fisik, sehingga semakin lama dan

Kategori TKP Skor TKP n %

Defisit tingkat berat <70% AKG 0 0.0

Defisit tingkat sedang 70-79% AKG 3 10.0

Defisit tingkat ringan 80-89% AKG 9 30.0

Normal 90-119% AKG 16 53.3

Kelebihan >120% AKG 2 6.7

Total 30 100

Rata-rata skor TKP ± SD 96% ±14.5

semakin berat aktifitas fisik maka semakin tinggi energi yang diperlukan (Sandjaja 2010). Aktifitas fisik ini dilihat dari kegiatan yang dilakukan contoh mulai dari bangun tidur sampai dengan tidur lagi lalu dihitung dengan menngunakan PAR (Physically Activity Ratio). Setelah didapatkan aktifitas masing-masing kegiatan, maka total aktifitas fisik dibagi kedalam 24 jam dan diukur dengan menggunakan kriteria PAL (Physically Activity Level) yang dibagi kedalam 4 kriteria yaitu sangat ringan, ringan, sedang, serta berat. Adapaun sebaran aktifitas fisik contoh dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran peserta senam berdasarkan aktifitas fisik

Tabel 20 menjelaskan bahwa tingkatan aktifitas fisik pada peserta senam bervariasi. Dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh memiliki aktifitas yang ringan (80%), selebihnya sangat ringan (13.3%) dan sedang (6.7%). Beda halnya dengan aktifitas berat, tidak ada satupun contoh yang masuk kedalam kriteria ini. Senam merupakan salah satu jenis olahraga yang sangat dianjurkan untuk dapat meningkatkan aktivitas fisik.

Senam lansia adalah olahraga ringan yang mudah dilakukan dan tidak memberatkan lansia.aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh untuk tetap segar dan bugar. Adapun jenis senam yang sering diterapkan pada lansia meliputi senam diabetes mellitus, senam kebugaran, senam hipertensi, senam osteoporosis, senam otak dan jalan santai. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus. Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam. Senam tersebut khusus dirancang untuk pasien DM dan gerakan senam DM tidak jauh beda dari senam kesehatan jasmani (SKJ) yaitu pemanasan, gerakan inti, pendinginan. Senam diabetes mellitus dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 30-60 menit. Gerakan yang mudah dilakukan, serta ekonomis (Sinaga 2012).

Status Kesehatan Sebaran Penyakit

Dalam penelitian ini status kesehatan dilihat dari penyakit yang sedang diderita, penyakit yang pernah dialami keluarga, keluarga yang pernah mengalami diabetes dan tekanan darah peserta senam. Jenis penyakit yang ada pada kuisioner

Aktifitas fisik Skor PAL n %

Sangat ringan 1,40< 4 13.3 Ringan 1,40-1,69 24 80.0 Sedang 1,70-1,99 2 6.7 Berat 2,00-2,39 0 0.0 Total 30 100 Rata-skor PAL ± SD 1.53 ± 0.1 Min / Max 1.35 / 1.79

didasarkan atas pertimbangan jenis-jenis penyakit komplikasi diabetes yang sering dialami oleh masyarakat.

Senam diabetes ini diadakan oleh pihak rumah sakit untuk membantu para penderita diabetes agar dapat melakukan aktifitas fisik serta dapat mengontrol kesehatannya, sehingga Jenis penyakit yang sedang diderita pada peserta senam paling besar yaitu diabetes mellitus (39.6%). Penyakit diabetes mellitus ini kerap hubungannya dengan penyakit-penyakit lainnya dan sering menimbullkan gejala komplikasi. Sehingga seorang dapat memiliki lebih dari satu jenis penyakit komplikasi yang dialami.

Tabel 21 Sebaran peserta senam berdasarkan jenis penyakit yang sedang diderita

Penyakit yang sedang diderita n %

Diabetes 19 39.6

Hipertensi 8 16.7

Kolesterol tinggi 9 18.8

Infeksi saluran pencernaan 0 0.0

Infeksi ginjal 4 8.3

Jantung 1 2.1

Lainnya 7 14.6

Tabel 21 menggambarkan bahwa satus kesehatan masing-masing individu berbeda, ternyata dapat disimpulkan bahwa peserta senam diabetes tidak semuannya menderita penyakit diabetes, ada sebagian orang yang hanya mengikuti senam tersebut untuk berolahraga. Selain penyakit diabetes kolesterol tinggi merupakan penyakit tertinggi kedua (18.8%). Penyakit hipertensi sebesar 16.7%, infeksi ginjal 8.3%, jantung 2.1% serta lainnya berupa penyakit asam urat, asma, maag, insomnia, serta katarak (14.6%). Untuk infeksi saluran cerna tidak ada seorangpun yang menderita penyakit ini.

Status kesehatan kita juga sangat dipengaruhi terhadap penyakit yang pernah dialami keluarga. oleh karena itu keluarga sangat berperan penting dalam pemeliharaan status kesehatan. Adapun sebaran penyakit yang pernah dialami oleh keluarga dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Sebaran peserta senam berdasarkan jenis penyakit yang pernah dialami keluarga

Penyakit yang pernah dialami keluarga n %

Diabetes 11 30.6

Hipertensi 10 27.8

Kolesterol tinggi 2 5.6

Infeksi saluran pencernaan 1 2.8

Infeksi ginjal 2 5.6

Jantung 3 8.3

Lainnya 7 19.4

Pada Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar contoh menyatakan bahwa penyakit yang pernah dialami keluarga adalah penyakit diabetes dan hipertensi yakni masing-masing memiliki persentase sebesar 30.6% dan 27.8%.

Penyakit lainnya merupakan penyakit yang memiliki persentase terbanyak berikutnya yakni sebesar 19.4%. jenis penyakit berupa sakit pinggang, asma, kanker rahim, alergi stroke, dan tumor hati. Penyakit jantung 8.3%, penyakit kolesterol tinggi dan infeksi ginjal sama-sama memiliki persentase 5.6%. penyakit yang paling sedikit dialami keluarga adalah penyakit infeksi saluran pencernaan 2.8%, hal ini sama dengan paling sedikit penyakit yang sedang diderita contoh.

Faktor keturunan sangat mendukung terhadap penyakit yang akan diderita seseorang, sehingga pengaturan pola makan sangat mendukung terhadap pencegahan penurunan penyakit tersebut. Salah satu contoh penyakit keturunan adalah penyakit diabetes mellitus tipe 1. Menurut arisandi (2009) Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh ketiadaan insulin yang dikenal dengan diabetes melitus tipe 1 atau berkurangnya kepekaan hormon insulin dalam tubuh atau dikenal dengan sebutan diabetes melitus tipe 2. Munculnya penyakit diabetes melitus tipe 2 diantaranya disebabkan oleh faktor keturunan, gaya hidup dan pola makan yang salah. Tabel 23 menjelaskan tentang keluarga peserta senam yang pernah menderita diabetes. Adapun tabelnya dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 23 Sebaran peserta senam berdasarkan keluarga yang pernah menderita diabetes

Keluarga yang pernah menderita diabetes n %

Ayah 8 33.3 Ibu 5 20.8 Kakek 2 8.3 Nenek 1 4.2 Paman 2 8.3 Bibi 2 8.3 Lainnya 4 16.7

Tabel diatas dapat menjelaskan bahwa keluarga yang pernah menderita diabetes paling banyak terdapat pada ayah contoh (33.3%), selanjutnya adalah ibu (20.8%). Apabila ayah dan ibu memiliki penyakit diabetes yang dapat diturunkan maka sangat beresiko bagi anak untuk menderita penyakit ini, perlunya faktor gaya hidup yang sehat serta pengaturan pola makan yang baik agar diabetes ini dapat dicegah. Selain pada ayah dan ibu, ada juga terdapat pada kakek, nenek, paman dan bibi yakni dengan masing-masing persentase 8.3%, 4.2%, 8.3%, dan 8.3%. selajutnya keluarga lainnya yaitu kakak, dan keponakan sebesar 16.7%.

Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kuatnya darah menekan dinding pembuluh darah saat dipompa dari jantung menuju seluruh jaringan. Tekanan darah seseorang dapat lebih atau kurang dari batasan nilai normal. Jika melebihi batas normal, orang tersebut menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi. Sebaliknya, jika kurang dari nilai normal, orang tersebut menderita tekanan darah rendah atau hipotensi (purwati et all 2002). Menurut penelitian Adriany dalam venny, zaimah (2013) salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hipertensi antara

lain: umur, jenis kelamin, merokok, stress, konsumsi alkohol, konsumsi garam, pendapatan, status gizi dan obesitas.

Menurut ESC/ESH (2003) tekanan darah dikelompokkan menjadi 7 golongan yaitu optimal, normal, normal tinggi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, hipertensi derajat 3, dan hipertensi sistol terisolasi. Adapun sebaran tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Sebaran peserta senam berdasarkan tekanan darah

Tekanan darah Sistolik Diastolik n %

Optimal <120 <80 5 16.7 Normal 120-129 80-84 4 13.3 Normal tinggi 130-139 85-89 2 6.7 Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 6 20 Hipertensi derajat 2 160-179 100-110 1 3.3 Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥100 1 3.3

Hipertensi sistol terisolasi ≥140 ≤90 11 36.7

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh dikategorikan kedalam kategori tekanan darah hipertensi sistol terisolasi yaitu sebanyak 11 orang atau 36.7%. Hal ini sejalan dengan Krummel (2004) yang menyatakan bahwa tekanan sistolik terus meningkat sampai umur 80 tahun dan dan tekanan diastolik terus meningkat sampai umur 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Oleh karena itu pada lansia cenderung lebih banyak yang tekanan darahnya tergolong kedalam tekanan darah hipertensi sistolik terisolasi.

Hubungan antar Variabel Tekanan Darah dengan Variabel Lainnya

Masalah gizi berlebih (obesitas) merupakan status gizi yang rawan terhadap penyakit karena dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif seperti hipertensi. Sama halnya dengan aktifitas fisik yang rendah yang dapat meningkatkan tekanan darah. Berikut disajikan Tabel tentang hubungan tekanan darah dengan status gizi, aktivitas fisik dan karakteristik responden pada Tabel 25.

Tabel 25 Hubungan tekanan darah dengan karakteristik responden, status gizi, dan aktivitas fisik. Variabel r p Pendidikan -0.381 0.038* Status pernikahan 0.243 0.196 Pekerjaan 0.178 0.346 Umur 0.171 0.366 IMT -0.498 0.606 PAL 0.059 0.757 *Korelasi signifikan p<0.05

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson pada Tabel 25 didapatkan adanya hubungan antara pendidikan dengan tekanan darah yang ditandai dengan nilai signifikansi (p<0.05). Hasil ini menunjukan adanya hubungan negatif (r= -0.381 dan p=0.038) antara pendidikan dengan tekanan darah yang berarti semakin tingginya pendidikan seseorang maka semakin rendah untuk menderita tekanan darah tinggi. Hal ini dapat terjadi karena orang yang memiliki pendidikan yang tinggi lebih mengetahui tentang tekanan darah dan dampaknya terhadap kesehatan dibandingkan dengan orang yang pendidikannya rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian terhadap wanita ras Kaukasian antara usia 50 dan 89 tahun yang dilakukan oleh Reaven (1991) yang menyatakan adanya hubungan negatif tekanan darah sistolik dengan tingkatan pendapatan atau pendidikan pada perempuan. Hal ini dikaitkan dengan indeks massa tubuh, obesitas abdominal dan diabetes. Tidak ada hubungan yang konsisten antara pendidikan atau pendapatan dan tekanan darah. Berbeda halnya dengan pekerjaan, status pernikahan dan umur contoh yang tidak signifikan terhadap tekanan darah yang ditandai hasil uji korelasi Spearman dan dilihat dari nilai signifikansinya (P>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Hasanah (2012) yang dilakukan tehadap lansia yang ada di panti Salam Sejahterah Bogor. Hasil penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik responden (pekerjaan, status pernikahan dan umur) dengan tekanan darah.

Terdapat bukti bahwa tekanan darah pada wanita lanjut usia dapat dikurangi salah satunya dengan melakukan aktivitas fisik. Namun hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari hasil uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tekanan darah dengan status gizi yang ditandai dengan nilai signifikansi (p=0.540). Hasil penelitian yang sama juga ditemukan oleh Destyana (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dengan tekanan darah di kecamatan Purwokerto Timur. Hal ini diduga karena tekanan darah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor genetik, aktivitas saraf simpatis konsumsi garam yang berlebihan dan aktivitas fisik. Sebaran tekanan darah contoh berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26 Sebaran tekanan darah contoh berdasarkan status gizi

Status Gizi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Obese 139.9 81.8

Tidak obese 142.8 80.4

Berdasarkan Tabel 26 dapat dijelaskan bahwa contoh yang memiliki status gizi obese maupun tidak obese tergolong kedalam rataan golongan darah yang hipertensi sistolik terisolasi yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg serta diastolik ≤90 mmHg. Status gizi obese memiliki rataan tekanan darah sistolik sebesar 139.9 mmHg serta diastolik sebesar 81.8 mmHg, begitu juga dengan rataan tekanan darah sistolik dan diastolik yang berstatus gizi tidak obese yang tidak berbeda jauh dengan status gizi obese yaitu sebesar 142.8 mmHg dan 80.4 mmHg. Hubungan antara obesitas dan hipertensi telah lama diketahui namun mekanisme yang pasti bagaimana terjadinya hipertensi akibat obesitas hingga saat ini belum jelas. Sebagian peneliti menitikberatkan patofosiologi tersebut pada tiga hal utama yaitu adanya gangguan sistem autonom, resistensi insulin serta abnormalitas struktur dan

fungsi pembuluh darah. Patogenesis obesitas sehingga mengakibatkan suatu hipertensi merupakan hal yang kompleks karena penyebabnya multifaktor dan saling berhubungan (Lumoindong et al 2013).

Menurut Fatmah (2010), aktivitas fisik seperti olahraga dapat meningkatkan kesehatan apabila memperhatikan frekuensi, intensitas dan waktu. Penelitian Reaven (1991) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara aktivitas fisik dengan tekanan darah dimana level tekanan darah akan menurun seiring dengan peningkatan aktivitas fisik. Tidak adannya hubungan antara aktivitas fisik dengan tekanan darah diduga karena sebaran contoh rata-rata memililiki aktivitas yang ringan, kurang beragamnya data aktivitas ini dapat menyebabkan tidak adanya hubungan yang signifikan. Selain itu tekanan darah juga lebih dipengaruhi oleh faktor lainnya selain aktivitas fisik yaitu genetik (keturunan), obesitas, stres, asupan garam dan sebagainnya.

Tabel 27 Sebaran tekanan darah contoh berdasarkan aktivitas fisik

Aktivitas Fisik Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Ringan/sangat ringan 140.6 80.8

Sedang 150.0 86.0

Sebaran tekanan darah peserta senam berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 9. Sebaran tekanan darah berdasarkan aktivitas ini berada pada kategori tekanan darah hipertensi sistolik terisolasi. Tabel diatas menunjukkan bahwa contoh dengan aktivitas fisik yang ringan/sangat ringan memiliki rataan sistolik sebesar 140.6 mmHg dan rataan diastolik sebesar 80.8 mmHg. Aktivitas fisik yang sedang memiliki rataan sistolik sebesar 150 mmHg dan diastolik sebesar 86 mmHg. Menurut Padilla et al. (2004), aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Tingginya tekanan darah yang disajikan pada Tabel 9 dapat disebabkan karena aktivitas fisik contoh tergolong ringan/sangat ringan dan sedang. Selain itu riwayat penyakit contoh sebanyak 39.6% menderita diabetes yang akan mempengaruhi tingginya tekanan darah.

Pengetahuan Gizi dengan Variabel Lainnya

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi zat gizi terhadap status gizi, status kesehatan, serta konsumsi pangan. Pengetahuan gizi yang baik belum tentu berhubungan langsung dengan konsumsi pangan yang akan menjadi baik. Hubungan antara pengatahuan gizi dangan karakteristik responden dan konsumsi pangan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Hubungan pengetahuan gizi dengan karakteristik responden dan konsumsi pangan Variabel r p Umur 0.236 0.208 Pendidikan -0.554 0.002* Status pernikahan 0.024 0.901 Pekerjaan -0.085 0.654 TKE -0.098 0.605 TKP -0.025 0.895 *korelasi signifikan p<0.05

Hasil analisis korelasi Spearman yang dilakukan menunjukkan hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pengetahuan gizi (p<0.05) dan (r= -0.554). Adanya hubungan yang negatif antara pendidikan dengan pengetahuan gizi yang berarti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka resiko mengalami pengetahuan gizi rendah akan berkurang. Hal ini sesuai dengan Sediaotama (2008) yang menyatakan tingkat pendidikan yang tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang tinggi, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi termasuk informasi mengenai gizi.

Berdasarkan Tabel 28 diketahui nilai signifikansi antara pengetahuan gizi dan konsumsi pangan (p>0.05). Hal ini berarti pengetahuan gizi tidak berhubungan nyata dengan konsumsi pangan, sehingga menunjukkan bahwa pengetahuan gizi yang rendah maupun tinggi, tidak berpengaruh dalam pemilihan jenis makanan yang akan dikonsumsi. Kejadian ini disebabkan oleh sebagian besar ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik namun tidak menerapkan pengetahuan gizinya dalam tindakan pengaturan makan sehari-hari.

Tabel 29 Sebaran pengetahuan gizi contoh menurut konsumsi pangan

Pengetahuan Gizi TKE (%AKG) TKP (%AKG)

Baik 58.3 96.3

Sedang/kurang 59.0 94.9

Sebaran pengetahuan gizi berdasarkan konsumsi pangan dapat dilihat pada Tabel 29. Pengetahuan gizi yang baik maupun pengetahuan gizi yang sedang/kurang rataan TKE berada pada kategori defisit tingkat berat (<70%AKG) dan rataan TKP berada pada ketagori normal (90-119%AKG). Pengetahuan gizi yang baik memiliki rataan TKE sebesar 58.3% dan TKP sebesar 96.3%, pengetahuan gizi yang sedang/kurang memiliki rataan TKE sebesar 59% dan TKP sebesar 94.9%. Meskipun pengetahuan gizi contoh tergolong baik namun kategori TKE termasuk defisit tingkat berat. Pengetahuan gizi yang baik ini kemungkinan belum diterapkan dalam tindakan pengaturan makan. Menurut Khomsan (2000) seseorang dengan tingkat pengetahuan yang baik belum tentu mengubah kebiasaan makannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecukupan energi berupa berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan faktor-faktor2 lainnya.

Status Gizi dengan Variabel Lainnya

Pola konsumsi pangan seseorang yang tidak tepat dapat mengakibatkan berat badan berkurang atau berlebih yang tentu akan memicu berbagai penyakit. Banyak orang yang tidak menduga bahwa perilaku makan berpengaruh terhadap kegemukan. Frekuensi makan juga akan mempengaruhi status gizi (Sumanto 2009). Hubungan status gizi dengan konsumsi pangan disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30 Hubungan status gizi dengan konsumsi pangan

Variabel r p

TKE 0.342 0.064

TKP 0.454 0.012*

Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat nilai signifikansi (p=0.064) yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan status gizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yulizawati (2013) yang menduga status gizi seseorang yang sekarang merupakan akumulasi dari kebiasaan makan terdahulu, sehingga konsumsi seseorang hanya pada hari tertentu tidak langsung mempengaruhi status gizinya (p>0.05 dan r= 0.342).

Hasil uji korelasi Spearman yang ditujukan untuk Tingkat Kecukupan Protein (TKP) diperoleh nilai signifikansi (p=0.012). Nilai signifikansi menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi (p<0.05). Nilai r=0.454 menunjukan adanya hubungan positif antara TKP dengan status gizi, yang berarti semakin tinggi asupan protein seseorang maka semakin baik status gizinya. Puspitasari (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi pada lansia peserta dan buk peserta program home care (r=0.598 dan p<0.05).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi diketahui dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Pada penelitian ini diduga faktor yang berpengaruh yaitu penyakit diabetes mellitus dan obesitas. Persamaan garisnya sebagai berikut :

y = 0.627 + 0.136(x1) -0.149(x2) y = Kejadian hipertensi

x1 = Diabetes x2 = Obesitas

Uji regresi linier yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel diabetes dan obesitas berpengaruh terhadap kejadian hipertensi contoh, akan tetapi nilai pengaruh yang ditunjukkan sangat kecil yaitu sebesar 4.3% atau ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0.043. Dari nilai b=0,136 pada x1 (diabetes) berarti bahwa variabel tekanan darah akan meningkat sebesar 0,136 mmHg bila glukosa darah meningkat satu mg/dl. Nilai b= -0,149 pada x2 (obesitas) menunjukkan bahwa tekanan darah akan menurun sebesar 0.149 mmHg apabila berat badan individu menurun satu kg/m2. Hal ini berarti masih banyak faktor yang berpengaruh terhadap hipertensi pada contoh selain obesitas dan diabetes. Menurut Ilyas (2009), hipertensi dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti genetik, asupan natrium yang tinggi, aktivitas fisik yang rendah, obesitas, sistem saraf simpatis, gangguan pada endokrin, gangguan pada ginjal dan stress akut.

Dokumen terkait