• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Aktinomiset dipilih untuk dikembangkan sebagai agens hayati mikrob patogen karena kemampuannya dalam menghasilkan beragam senyawa bioaktif yang dapat berfungsi misalnya sebagai antibiotik dan beragam enzim pendegradasi bahan organik di alam. Aktinomiset memiliki beragam peran dan fungsi dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan kebugaran tanaman misalnya sebagai agens hayati untuk pengendalian mikrob patogen (Sabaratnam & Tranquair 2002; Chung et al. 2005). Streptomyces spp. yang merupakan anggota aktinomiset adalah bakteri Gram negatif, berspora yang tahan terhadap kondisi kering dan panas (Emmert & Handelsman 1999). Di lingkungan, aktinomiset berperan aktif dalam beragam proses biologi termasuk proses dekomposisi bahan organik yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Pengembangan dan pemanfaatan mikrob sebagai agens hayati pengendali mikrob patogen tanaman memerlukan pendekatan strategis mulai dari penapisan potensi mikrob, kajian mekanisme pengendalian, karakterisasi senyawa aktif dan mikrob potensial. Lebih lanjut diperlukan formulasi agens hayati untuk pengembangannya kearah komersial.

Pengendalian mikrob patogen tanaman dapat melalui mekanisme langsung seperti antibiosis. kemampuan berkompetisi, dan lisis sel mikrob target melalui aktivitas enzim pendegradasi yang dihasilkannya (Berg & Hallman 2006). Mikrob berperan dalam menjaga bahkan meningkatkan kebugaran tanaman antara lain melalui kemampuannya dalam menghasilkan fitohormon, antibiotik, enzim dan siderofor (Rosenblueth & Martinez-Romero 2005; Montanez et al. 2009).

Secara tidak langsung dapat melalui induksi sistem resisten (induced systemic resistance/ISR) dan dihasilkannya fitohormon. Menurut Compant et al.

(2005) kemampuan perlindungan tanaman melalui sistem ISR telah dibuktikan pada rhizobakteri dan bakteri endofit. Pseudomonas fluorescens strain G8-4 yang dapat mengkolonisasi jaringan internal akar, mampu merangsang perlindungan sistemik terhadap penyakit antraknose yang menyerang ketimun

dengan cara diaplikasikan pada benihnya (Wei et al. cit. Berg & Hallman 2006).

Menurut Berg dan Hallman (2006), faktor tumbuh secara tidak langsung terkait dengan pertahanan tanaman terhadap patogen, misalnya ketimun, dapat tumbuh sehat walaupun terserang patogen seperti powdery mildew.

Untuk mikrob endofit, selain karakter pengendalian tersebut, kemampuan mengkolonisasi jaringan tanaman dapat memberikan keuntungan (Nawangsih et al. 2011) karena relung ekologi (niche) yang ditempatinya terlindung dari beragam faktor lingkungan. Mikrob endofit hidup dan menempati jaringan intraseluler dan atau interseluler tanaman tanpa menyebabkan gejala-gejala yang merugikan bagi tanaman inangnya. Hallmann et al. (1997) mengemukakan bahwa suatu bakteri dikatakan sebagai endofit jika bakteri ini tidak membahayakan bagi tanaman inangnya dan dapat diisolasi dari permukaan jaringan tanaman yang sehat atau diekstraksi dari dalam tanaman.

Dalam upaya pengembangan aktinomiset endofit sebagai agens hayati penyakit HDB pada tanaman padi, karakterisasi dan identifikasi serta uji hipersensitivitas aktinomiset terpilih perlu dilakukan. Menurut Vobis Gernot dalam Miyadoh (1997) kriteria yang digunakan dalam identifikasi aktinomiset memerlukan pendekatan polyphasic yang meliputi karakter morfologi, biokimiawi, kimiawi dan molekuler secara komprehensif. Karakter morfologi meliputi spora, ornamen permukaan spora, warna spora dan pigmen substrat. Standar karakterisasi Streptomyces spp. tercantum juga dalam Manual International Streptomyces Project. Pendekatan karakter biokimiawi dapat dilakukan berdasarkan beragam reaksi biokimia yang mengacu pada Bergeys Manual Determintative Bacteriology sebagai standar identifikasi. Secara molekular dapat dilakukan dengan menggunakan gen 16S rDNA yang bersifat ubiquitus. Sekuen gen 16S rDNA mikrob target dan mensejajarkan dengan database yang ada dalam Gene Bank dapat digunakan sebagai petunjuk identifikasi mikrob. Untuk keamanan pemanfaatan aktinomiset terpilih perlu

juga dilakukan uji hipersensitivitas. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui indikasi bahwa atinomiset terpilih nantinya dari hasil kajian ini tidak bersifat patogen.

Bakteri endofit masuk ke dalam tanaman melalui luka pada epidermis, tempat terbuka pada saat munculnya akar lateral atau radikula, lentisel, stomata, hidatoda, dan kotiledon (Roos & Hattings 1983; Kobayashi & Palumbo 2000) Selanjutnya bakteri akan tinggal pada lokasi masuk atau menyebar kedalam korteks, sel endodermis, xylem, dan floem (Hallman et al. 1997; Koomnok et al. 2007). Di dalam jaringan tanaman, bakteri endofit akan hidup di apoplas yang berada dalam jaringan parenkim dan kortek. Apoplas adalah ruang berpori yang terletak diantara sel dan merupakan tempat pengangkutan unsur hara dari tanah ke daun. Ruang tersebut terdapat air dan udara, serta mengandung nutrisi organik (seperti karbohidrat dan asam amino) dan an-organik (seperti potasium, kalsium, sulfur, fosfor, dan klor) yang dapat digunakan bakteri untuk pertumbuhannya (Bacon & Hinton 2006). Apoplas terdapat di seluruh organ tanaman karena merupakan tempat aliran unsur hara sehingga bakteri endofit dapat dijumpai dari akar sampai pucuk tanaman, meskipun tidak terdistribusi merata di dalam tanaman (Bacon & Hinton, 2006). Pada tanaman padi, aktinomiset endofit jumlahnya akan meningkat sesuai dengan periode pertumbuhan tanaman dan populasi tertinggi aktinomiset endofit pada tanaman padi terjadi pada saat atau mendekati fase heading (60 hari setelah pindah tanam) tetapi jumlahnya mengalami fluktuasi (Koomnok et al. 2007; Jelita 2011). Proses ini menandakan adanya peran bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman.

Pada Bab III ini dipaparkan hasil kajian tentang uji hipersensitivitas dari aktinomiset yang digunakan dalam penelitian, karakter pengendalian aktinomiset terpilih dari hasil uji in planta (Bab II), studi kolonisasi aktinomiset pada jaringan tanaman padi serta identifikasi berdasarkan gen 16S rDNA aktinomiset terpilih.

Bahan dan Metode

Bahan. Sembilan isolat aktinomiset endofit, Xoo patotipe IV, bakteri Gram positif, Gram negatif dan cendawan, tanaman tembakau, Potato Sukrose

Agar (PSA), Potato Dektrose agar (PDA), Yeast Starch Agar (YSA), Nutrient Agar (NA), Yeast Malt Ekstrak (YMA), Pikovskaya medium, Khitin Agar, medium King’s B, mikroskop cahaya dan mikroskop elektron.

Uji Hipersensitivitas Aktinomiset Endofit. Uji hipersensitivitas dilakukan dengan menginokulasikan filtrat kultur dari sembilan aktinomiset endofit uji pada daun tembakau sebagai perlakuan, inokulasi mikrob patogen sebagai kontrol positif, dan inokulasi dengan air steril sebagai kontrol negatif. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan jarum suntik steril ukuran 3 ml dan diamati setelah 24 dan 48 jam inokulasi. Reaksi hipersensitivitas ditandai dengan timbulnya gejala nekrosis pada daerah bekas suntikan pada daun tembakau.

Antibiosis Aktinomiset terhadap Mikrob Target. Pengujian antibiosis aktinomiset terhadap Xoo sebagai mikrob target terdiri dari beberapa tahap yaitu:(1) Perbanyakan Xoo, satu ose kultur Xoo diinokulasikan pada 100 ml medium sari kentang sukrosa cair (PSB Wakimoto). Inkubasi dilakukan diatas inkubator bergoyang yang bergerak dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 30oC selama 2 hari; (2) Pengukuran jumlah bakteri Xoo per ml sebagai standar pengujian. Bakteri Xoo yang telah diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang, diukur absorbansinya pada (λ) 540 nm, kemudian diencerkan secara serial hingga pengenceran 10-7 dengan menggunakan media sari kentang sukrosa cair. Sebanyak 0,1ml larutan dari tiap tabung pengenceran (10-1 sampai dengan 10-6) disebarkan diatas media agar sari kentang sukrosa padat (PSA), diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh; (3) Uji antibiosis secara in vitro dilakukan menggunakan kultur ganda dengan menggunakan medium PSA. Antibiosis aktinomiset terhadap mikrob target ini dilakukan dengan menggunakan koloni langsung dan filtrat kultur. Produksi filtrat kultur dilakukan dengan menumbuhkan aktinomiset terpilih pada media YEMA selama 10 hari pada suhu ruang dengan pengocokan berkecepatan 100 rpm. Kemudian filtrat kultur disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8944xg pada suhu 4oC. Filtrat kultur dari aktinomiset endofit ini selain diuji daya hambatnya terhadap bakteri Xoo juga digunakan untuk pengujian daya hambatnya terhadap bakteri Gram positif, Gram negatif lain dan cendawan.

Satu agar disc dengan diameter 5 mm dari masing-masing aktinomiset endofit terpilih dari kultur umur 10 hari pada medium YSA diletakkan pada cawan Petri yang berisi medium agar lapis ganda dengan lapisan atas adalah agar semi solid yang telah diinokulasi dengan 106 sel/ml bakteri Gram positif atau Gram negative sebagai mikrob target.Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 24 jam.

Koloni cendawan berdiameter 5 mm diletakkan ditengah cawan berisi media PDA. Koloni aktinomiset diambil dengan sedotan plastik steril berdiameter 5 mm diletakkan berhadapan pada jarak 3 cm dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 3 hari (R. solani) dan 5-7 hari (Fusarium oxysporum dan Aspergillus niger). Tingkat kekuatan penghambatan pertumbuhan dihitung menurut metode yang dikemukakan oleh El-Tarabily et al. (2000).

Kemampuan penghambatan isolat aktinomiset uji terhadap pertumbuhan Xoo dan mikrob target lain ditentukan dengan mengukur besarnya diameter zona hambat yang dihasilkan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 30oC. Uji antibiosis ini dilakukan sebanyak tiga ulangan. Tingkat kekuatan penghambatan pertumbuhan ditentukan dari selisih antara zona bening yang terbentuk ( o) dan jari-jari kultur isolat uji ( ) atau dengan persamaan Δ = o – , yang terbagi dalam empat kategori yaitu jika Δ > 20 mm (+++);Δ > 10-19 (++); Δ > 5-9 mm (+) dan Δ < 5 mm (tidak ada aktivitas penghambatan) (El-Tarabily et al. 2000).

Aktivitas Perombakan Kitin. Pengujian ini dilakukan dengan mengacu pada metode Taechowisan et al. (2003). Satu disc agar dengan diameter 5 mm dari setiap kultur aktinomiset endofit yang sudah ditumbuhkan pada media yeast malt extract (YMA) medium selama 7 hari ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi medium khitin agar (20 g colloidal chitin, 0,1g K2HPO4, 0,1g MgSO4.7H2O, 1g NaCl, 2,5g (NH4)2SO4, 1 g yeast extract, 20 g agar and 1000 ml akuades). Inkubasi dilakukan selama 6 hari pada suhu 30oC dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening (halo) di sekeliling koloni yang mengindikasikan kelarutan kitin oleh bakteri penghasil kitinase.

Aktivitas Melarutkan Fosfat. Kemampuan isolat aktinomiset endofit dalam melarutkan fosfat diuji dengan menggunakan medium agar Pikovskaya.

Isolat uji ditumbuhkan pada medium YSA umur 7 hari dan diambil koloni berdiameter 5 mm diletakkan ditengah cawan petri yang berisi medium Pikovskaya dengan konsentrasi P sebesar 5% (5 g (Ca3(PO4)2), 0,5 g (NH4)2.SO4, 0,2 g NaCl, 0,1 g MgSO4.7H2O, 0.2 g KCl, 10 g glucose, 0,5 g yeast extract, 20g agar, 0,0025g MnSO4, 0,0025 g FeSO4 dan 1000 ml akuades). Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Inkubasi dilakukan pada suhu 28oC dalam kondisi gelap selama 2 minggu. Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (dalam mm). Diameter zona bening yang berukuran >20 mm dikategorikan memiliki aktivitas tinggi.

Aktivitas Menghasilkan Siderofor. Isolat aktinomiset ditumbuhkan pada medium King’s B (KB) cair, untuk perlakuan kontrol medium KB ditambah dengan 2 µ mol L-1 Fe3+ yang berasal dari larutan FeSO4.7H2O yang di sterilisasi dengan menggunakan kertas saring millipore (Macagnan et al. 2008). Kultur disentrifugasi pada kecepatan 559 x g selama 10 menit pada suhu 4oC Sebanyak 1 ml supernatan dicampur dengan 1 ml larutan Chromo-azurol S yang dibuat menurut Schwyn dan Neylands (1987). Perubahan campuran warna dari kebiru- biruan mejadi merah kecoklatan dalam 15 menit menunjukkan indikasi adanya siderofor. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali.

Kemampuan Memproduksi HCN. Isolat aktinomiset endofit ditumbuhkan dalam medium agar miring Yeast Soluble Starch (YSS) yang ditambahkan 4,4 g/l glisin. Pada dinding tabung bagian dalam dan diatas medium agar miring ditempelkan potongan kertas saring Whatman No.1 yang telah dicelupkan ke dalam larutan 0,5% asam pikrat, 2% sodium karbonat (Na2CO3). Inkubasi dilakukan pada suhu 28ºC selama 3 sampai 5 hari. Pengujian diulang dua kali. Perubahan dari warna kuning menjadi oranye kecoklatan pada kertas saring menunjukkan adanya produksi sianida (Ramette et al. 2003).

Karakterisasi Morfologi Aktinomiset Endofit Terpilih. Morfologi koloni aktinomiset endofit terpilih dikaji dengan mengacu pada Miyadoh (1997). Isolat aktinomiset terpilih ditumbuhkan pada 4 (empat) jenis medium yaitu Yeast Extract Malt Extract Agar (YMA), Oatmeal Agar (OA), Yeast Extract Starch Agar (YSA), dan Glycerol Asparagin Agar (GAA) kemudian diinkubasi pada kondisi gelap pada suhu ruang selama 7 hari. Ulangan dilakukan sebanyak dua

kali. Pengamatan karakteristik morfologi dilakukan melalui pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop cahaya dan mikrokop elektron. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap warna pigmen yang terlarut.

Pengamatan Morfologi Koloni Aktinomiset dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Akar tanaman padi direndam dalam buffer caccodyalte selama 2 jam, diagitasi dalam Ultrasonic cleaner selama 5 menit , lalu dipisahkan untuk setiap bagian akar. Setelah itu sampel direndam dalam larutan glutaraldehida 2,5 % selama 2 hari. Sampel selanjutnya difiksasi dengan asam tannat 2% selama 6 jam dan dicuci degan caccodylate sebanyak 4 kali selama 5 menit. Sampel yang telah difiksasi kemudian didehidrasi dalam alkohol 50% selama 5 menit sebanyak 4 kali, direndam dalam alkohol 70, 80 dan 95% selama 20 menit, dan direndam dalam alkohol absolut selama 10 menit sebanyak 2 kali. Proses pengeringan sampel dilakukan dengan perendaman sampel dalam tert butanol selama 10 menit sebanyak 2 kali, dibekukan dalam freezer, lalu dimasukkan ke dalam freeze dryer untuk proses pengeringan. Sampel kemudian diamati dengan Scanning Electron Micrographs (SEM) JSM-5000.

Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Tanaman Padi.

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kelompok Biologi Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor. Media tanah yang digunakan berasal dari Kebun Percobaan Cikeumeuh, BB-Biogen. Tanah dikering anginkan, diayak, disteril dan ditimbang sebanyak 2 kg tanah per pot dan diberi pupuk dasar dengan dosis 200 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg KCl per hektar. Varietas tanaman yang digunakan yaitu IR 64. Perlakuan yang digunakan adalah kontrol negatif (tanpa inokulasi) dan diinokulasi dengan Streptomyces sp. asal rizosfer dan bukan endofit (isolat B1), perlakuan diberikan dengan inokulasi isolat aktinomiset terpilih yaitu AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16. Setiap perlakuan diulang 3 kali. Pengambilan sampel untuk pengamatan kolonisasi aktinomiset endofit diakukan pada tanaman padi umur 2, 4 dan 6 minggu. Pengamatan kolonisasi aktinomiset dalam jaringan tanaman padi dilakukan dengan menggunakan metoda pewarnaan tetrazolium.

Penyiapan TanamanUji. Benih padi disterilisasi permukaannya dengan merendamnya dalam alkohol 95% selama satu menit, dibilas air steril sebanyak tiga kali, dan dikocok diatas inkubator bergoyang selama 10 menit kemudian

benih ditiriskan. Benih direndam kembali dengan larutan HgCl2 0,2% selama delapan menit, dibilas air steril sebanyak enam kali, dan direndam selama satu malam. Benih disebar pada media persemaian steril, yang dibuat dari perbandingan kompos dan tanah steril (1:1). Bibit umur 12 hari di inokulasi dengan isolat uji dengan cara dicelupkan kedalam suspensi aktinomiset selama 15 menit. Selanjutnya bibit dipindahkan ke pot yang berisi 2 kg tanah steril (2 bibit per pot). Pengambilan sampel untuk pengamatan kolonisasi dilakukan pada saat tanaman berumur 2, 4 dan 6 minggu setelah diinokulasi dan dipindah ke pot.

Pengamatan Kolonisasi Aktinomiset Endofit Menggunakan Metode Pewarnaan Tetrazolium (Patriquin & Dobereiner 1978). Akar dan batang tanaman padi dibersihkan dengan air kran, kemudian dibilas dengan akuades steril dan direndam dalam chloramin T 1% selama satu jam sambil dikocok. Selanjutnya, sampel dibilas air steril, dan direndam kembali dalam tetrazolium buffer fosfat selama satu malam. Akar dan batang dipotong-potong kecil (kurang lebih 0,5 cm) untuk kemudian dipotong melintang menggunakan alat Freeze Microtom (Yamato RV-240) dan Yamato Electro Freezer MC-802A. Irisan sampel kemudian diletakkan diatas gelas objek yang telah ditetesi gliserin 50%, ditutup dengan deck glass dan diamati dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 40 x10 atau 100 x10.

Identifikasi Aktinomiset Endofit Terpilih Berdasarkan Sekuen Gen 16S rDNA. Aktinomiset endofit umur 7 hari diinokulasikan ke medium Yeast Malt Extract (YME) cair sebanyak 500 l dan inkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Kultur dipanen dengan cara di sentrifugasi pada 559 x g selama 5 menit, pelet dicuci dengan 500 ul TE buffer (pH 8.0) (10 mM Tris-HCl [pH 8], 1 mM EDTA) kemudian ditambahkan 300 l buffer ekstraksi (200 mM Tris-HCl [pH 8,5], 250 mM NaCl, 25 mM EDTA dan 0,5% SDS). Sampel kemudian dimasukkan dalam tabung mikro, ditambahkan 150 l sodium acetate (pH 5,2), diinkubasi pada suhu 20oC selama 10 menit kemudian disentrifugasi pada 559 x g selama 5 menit. Supernatan diambil dan dimasukkan ke tabung Eppendorf baru, ditambahkan isopropanol dengan volume yang sama. DNA dipresipitasi dengan disentrifugasi pada 559 x g selama 10 menit dan dicuci dengan 500 l

70% ethanol, disentrifugasi 3 menit. Selanjutnya DNA dikeringkan dan dilarutkan dalam TE (20ul) (10 mM Tris-HCl [pH 8]. 1mM EDTA) kemudian disimpan pada suhu -20oC sampai digunakan (Abd-Elsalam et al. 2003).

Amplifikasi gen 16S rDNA dari aktinomiset endofit uji dilakukan dengan menggunakan dua primer: 9F (5’-GAGTTTGATCCTGGCTCAG-γ’) dan 1541R (5’-AGGAGGTGATCCAACC-γ’). Volume akhir dari reaksi campuran (15x) adalah 50 µ l mengandung KAPPA taq ready mix 25 µl, dd H2O 20 µl, primer F (20 pico-mol) 2 µl dan (20 pico-mol) 2 µl, DNA template 1 µl. Amplifikasi dilakukan dengan Swift Maxi Thermo-cycler (ESCO), dengan cara denaturasi siklus awal 96oC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus selanjutnya pada suhu 96oC selama 30 detik. Penempelan primer (annealing) dilakukan selama 30 detik pada suhu 55oC, polimerisasi dilakukan selama 1 menit pada suhu 72oC dan pada siklus terakhir yaitu siklus ke-30 dilakukan perpanjangan waktu polimerisasi selama 7 menit. Penurunan suhu ke 4oC dimaksudkan untuk menghentikan reaksi PCR. Produk hasil PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarose 1.0% dalam 0.5x buffer TBE dengan voltase 100 volt selama kurang lebih 45 menit kemudian dilihat dibawah sinar ultraviolet (UV) setelah di warnai dengan ethidium bromide. Sekuensing dilakukan dengan menggunakan ABI 3130 sequencer ( Applied Biosystems). Analisis sekuen DNA dilakukan menggunakan program BioEdit, Bank Gen NCBI, data Library, untuk membuat pohon phylogeni dengan program Philip.

Hasil

Uji Hipersensitivitas Isolat Aktinomiset Endofit. Uji hipersensitivitas dilakukan untuk menyakinkan bahwa isolat yang digunakan dalam pengujian termasuk bukan patogen. Jika isolat yang diuji bersifat patogen, daun tembakau akan memberikan respon hipersensitif dengan menampakkan luka bekas suntikan yang berwarna coklat dan kering akibat nekrosis. Respon hipersensitif diartikan sebagai reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman menghadapi patogen yang tidak kompatibel disertai dengan kematian sel yang cepat pada jaringan di daerah yang diinjeksi suspensi bakteri (Suwanto, 1996). Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh bahwa sepuluh isolat aktinomiset endofit tidak menyebabkan penyakit tanaman (Gambar 3).

Gambar 3. Penampakan daun tembakau hasil uji patogenitas, A. Perlakuan inokulasi aktinomiset endofit (1-10), Kontrol positif (Xoo) (11), Kontrol negatif (13). B. gejala klorosis pada kontrol positif setelah 48 jam.

Pada kontrol negatif tidak terjadi nekrosis, sedangkan pada kontrol positif, jaringan daun diinokulasikan Xoo terjadi nekrosis pada bekas suntikanya, yang menunjukan adanya respon hipersensitif.

Karakter Kemampuan Aktinomiset sebagai Agens Hayati. Berdasarkan tingkat penghambatan pertumbuhan Xoo pada media PSA menunjukkan bahwa isolat LBR02 dengan uji antagonis koloni secara langsung mampu menghambat pertumbuhan Xoo tertinggi (25 mm), diikuti oleh AB131-1 (13 mm), AB131-2 (12 mm) dan PS4-16. Secara in vitro, tujuh dari sembilan aktinomiset uji mampu memproduksi kitinase yang ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar koloni yang berkisar antara 11,5 – 21 mm dan enam aktinomiset (PS4- 16, LBR02, AB131-1, DImp6, AMemb dan AFat) yang mampu menghasilkan fosfatase, dua isolat aktinomiset (LBR02 dan AB131-1) yang memproduksi siderofor dan satu isolat (AImp6) yang menghasilkan HCN (Tabel 10, Gambar 4). Tabel 10 Karakter pengendalian hayati aktinomiset endofit

+ : ya, penghasil senyawa , - : tidak menghasilkan senyawa

Perlakuan Zona Hambatan terhadap Xoo (mm)* Skor Zona Hambatan Produksi Kitinase (mm) Pelarut Fosfat (mm) Produksi Siderofor Produksi HCN PS4-16 10 ++ 14.0 5.0 - - LBR02 25 +++ 17.0 4.5 + - AB131-1 13 ++ 14.5 6.5 + - AB131-2 12 ++ 11.5 0 - - AB131-3 7.0 + 16.0 0 - - A Imp 6 6.0 + 0 0 - + D Imp 6 2.0 - 21.0 2.0 - - AMemb 8.0 + 19.5 1.0 - - A Fat 4.0 - 0 2.0 - -

Gambar 4. Karakter pengendalian hayati dan aktivitas pertumbuhan tanaman aktinomiset endofit: A. penghambatan pertumbuhan Xoo oleh LBR02; B: aktivitas khitinolitik oleh LBR02, C: aktivitas pelarutan fosfat, oleh AB131- 1,yang diindikasikan dengan zona jernih disekitar koloni D:aktivitas produksi siderofor yang diindikasikan dengan warna oranye kecoklatan (+), E: produksi HCN diindikasikan oleh warna oranye pada filter paper (+), K: Kontrol dan – mengindikasikan tidak menghasilkan senyawa.

Apabila data in vitro ini dihubungkan dengan data in planta lapang dan rumah kaca yang menghasilkan empat isolat (AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16) yang berpotensi menekan perkembangan penyakit HDB dan meningkatkan pertumbuhan tanaman padi maka terlihat hubungan antara pendekatan in planta dan in vitro yaitu keempatnya mempunyai kemampuan antibiosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat uji lainnya. Selain kemampuan antibiosis, isolat LBR02 dan AB131-1 mampu memproduksi kitinase, fosfatase dan siderofor yang termasuk karakter pengendalian hayati.

Kemampuan Penghambatan Aktinomiset Endofit terhadap Mikrob Lain. Hasil uji antagonis dari empat aktinomiset endofit terpilih terhadap bakteri Gram positif, Gram negatif dan cendawan menunjukkan aktivitas penghambatan yang beragam (Tabel 11). Isolat PS4-16 dan AB131-1 mempunyai kemampuan penghambatan yang lebih luas karena dapat menghambat bakteri Gram positif (Bacillus sp.) dengan zona hambat sebesar 5 mm dan Gram-negatif Rhizobium (10 mm), Pseudomonas pseudomallei (4 mm), dan Azospirillum (2 mm).

E K - + D K - + B C A

Tabel 11 Kemampuan penghambatan aktinomiset endofit terhadap beberapa jenis mikrob*)

Jenis mikrob Zona bening (mm)

AB131-1 AB131-2 LBR02 PS4-16 Bakteri Gram Positif

Bacillus sp. - - - 5

Bacillus strain S5 10 - - 5

Bacillus strain G9 10 - - 10

Lactobacillus sp. - - - -

Bakteri Gram Negatif

Alcaligenes sp. - - - -

Rhizobium sp. - - - 10

Pseudomonas pseudomallei 6 2 6 4

Azospirillum sp. 6 1 7 2

Cendawan non patogen

Aspergillus niger 13 10 12 10

Cendawan Patogen

Fusarium sp. - - - -

Rhizoctonia solani 7 - 5 7

*) hasil uji antagonis koloni langsung

Isolat AB131-2 dan LBR02 menghambat pertumbuhan Pseudomonas pseudomallei (2- 6 mm) dan Azospirillum (1-7 mm) serta cendawan dari jenis Rhizoctonia solani dan Aspergillus niger. Filtrat kultur dari keempat aktinomiset endofit terpilih tidak menunjukkan adanya daya hambat pada mikrob uji, kecuali filtrat kultur LBR02 mampu menghambat pertumbuhan Xoo, dengan daya hambat 15 mm dan PS4-16 sebesar 0,2 mm (Gambar 3).

Gambar 5 Kemampuan penghambatan aktinomiset endofit terhadap (A) Rhizoctonia solani, (B) Pseudomonas, dan (C) Xoo patotipe IV vs filtrat aktinomiset endofit. (1) AB131-1;(2) AB131-2; (3)LBR02; (4)PS4-16.

Karakter Morfologi Aktinomiset Endofit. Morfologi koloni isolat AB131-1, AB131-2 dan LBR02 pada empat jenis media (Tabel 12) menunjukkan

bahwa ketiga isolat memiliki pertumbuhan yang baik pada media YMA, OA, YSA dan GAA, kecuali AB131-1 tidak tumbuh pada media GAA dengan

Tabel 12 Karakteristik aktinomiset endofit AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16 pada berbagai media

Medium Isolat

Pertumbuhan Miselium Aerial Miselium Substrat Pigmen terlarut YMA

AB131-1 ++++ Coklat muda Putih kecoklatan Tidak

AB131-2 ++++ Hijau kebiruan Hijau kebiruan Hijau kebiruan

LBR02 ++++ Coklat Coklat tua Tidak

PS4-16 +++ Coklat muda Putih kecoklatan Tidak OA

AB131-1 +++ Coklat muda Putih kecoklatan Bening

AB131-2 +++ Hijau kebiruan Hijau kebiruan Hijau kebiruan LBR02 +++ Coklat muda Coklat kekuningan Coklat kekuningan

PS4-16 +++ Coklat muda Coklat muda Tidak ada

YSA

AB131-1 ++++ Coklat muda Putih kecoklatan Bening

AB131-2 ++++ Hijau kebiuran Hijau kebiruan Hijau

LBR02 ++++ Coklat muda Coklat Coklat

PS4-16 ++++ Coklat muda Coklat muda Tidak

GAA

AB131-1 Tidak tumbuh - - -

AB131-2 +++ Abu-abu Coklat Bening

LBR02 +++ Abu-abu muda Abu-abu muda Tidak

PS4-16 +++ Abu-abu Abu-abu muda Tidak

miselium substrat berwarna coklat dan tidak menghasilkan pigmen terlarut substrat. Miselium aerial dan miselium substrat LBR02 berwarna coklat pada media YMA,OA ,YSA, dan isolat AB131-1 menghasilkan miselium aerial berwarna coklat muda pada semua media, miselium substrat berwarna putih kecoklatan dan tidak memproduksi pigmen.

Isolat AB131-2 pada media YMA, OA dan YSA mempunyai miselium

Dokumen terkait