• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di Indonesia, padi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat. Peningkatan produktivitas padi perlu terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Namun demikian, peningkatan produksi padi menghadapi kendala antara lain disebabkan oleh penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pathovar oryzae (Xoo). Penyakit HDB merupakan penyakit utama pada tanaman padi baik di Indonesia maupun di dunia. Pengendalian HDB pada umumnya menggunakan bakterisida sintetik dan pemakaiannya dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan akumulasi residu yang berdampak merusak lingkungan. Oleh karena itu solusi alternatif perlu dikaji, seperti pemanfaatan agens pengendali hayati berbasis aktinomiset endofit.

Pengembangan agens hayati berbasis mikrob biasanya dilakukan melalui pendekatan penapisan potensi secara in vitro dan dilanjutkan dengan evaluasi efektivitasnya secara in planta. Namun pendekatan tersebut sering berdampak pada menurunnya kemampuan agens hayati di lapangan. Dalam penelitian ini, pengembangan agens hayati menggunakan aktinomiset endofit dilakukan dengan pendekatan terbalik yaitu evaluasi efektivitasnya secara in planta, dilanjutkan dengan kajian mekanisme pengendaliannya secara in vitro. Berdasarkan kajian literatur, informasi ilmiah peran aktinomiset endofit pengendali penyakit HDB pada tanaman padi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, paparan hasil penelitian ini merupakan informasi ilmiah baru tentang potensi aktinomiset endofit sebagai pengendali HDB pada tanaman padi di Indonesia.

Penyakit HDB yang disebabkan oleh Xoo dapat menginfeksi daun padi melalui pori air pada hidatoda, dan memperbanyak diri dalam sistem vascular (Ezuka &Kaku 2000). Pada tanaman terinfeksi, Xoo akan terangkut keseluruh bagian tanaman bahkan dapat menyumbat saluran pembuluh pada tanaman, sehingga air dan zat makanan tidak dapat masuk ke bagian tanaman. Serangan Xoo pada daun menyebabkan gejala kekuningan, layu dan mati, pada bagian ujung daun dan tepi daun akan mengering. Kondisi ini dapat menurunkan aktivitas fotosintesis yang akhirnya produksi padi tidak maksimal, berat gabah kurang bernas, banyak butir hijau dan hampa, serta warna gabah yang kusam.

Berdasarkan hasil uji in planta di lapangan dalam 2 musim berturut-turut di lokasi yang sama, diketahui bahwa PS4-16 memiliki nilai LADKP yang lebih rendah dibandingkan kontrol tanpa pengendalian, namun tidak beda nyata nilainya dengan perlakuan bakterisida sintetik. Kemampuan PS4-16 lebih baik dibandingkan LBR02. Aktinomiset endofit PS4-16 yang diaplikasikan melalui pelapisan benih dan perendaman bibit, memiliki nilai LADKP 1458 unit pada umur 70 hari setelah tanaman, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan bakterisida sintetis dan secara simultan memacu pertumbuhan tinggi tanaman dan hasil gabah tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Kemampuan LBR02 terlihat pengaruhnya pada musim hujan, yang ditunjukkan dengan parameter LADKT, jumlah anakan dan bobot basah jerami yang lebih tinggi dari aplikasi bakterisida dan kontrol.

Hasil uji in planta di rumah kaca menunjukkan bahwa aktinomiset endofit memiliki kemampuan pengendalian HDB beragam. Dari sembilan aktinomiset yang diuji, empat isolat aktinomiset yaitu PS4-16, LBR02 asal tanah, ditambah dengan AB131-1 dan AB131-2 asal tanaman padi, tidak secara nyata menurunkan LADKP. Namun, keempat isolat tersebut memberikan respon tumbuh yang lebih baik dibandingkan isolat uji yang lain dan kontrol. Fenomena ini mengindikasikan bahwa peran aktinomiset endofit dalam mengendalikan HDB dapat melalui beberapa mekanisme. Respon pengendalian HDB oleh aktinomiset endofit yang berbeda antara uji in planta di lapangan selama 2 musim tanam dibandingkan dengan uji in planta dalam pot di rumah kaca, kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang berbeda. Lebih lanjut, pada tanaman padi terdapat dinamika populasi aktinomiset endofit yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: faktor genetik tanaman padi (ragam varietas padi); umur tanaman padi dan faktor kondisi habitat (padi sawah, padi rawa dan padi gogo), yang diindikasikan dari data populasi dan keragaman aktinomiset endofit yang berbeda (Jelita 2011). Pemanfaatan aktinomiset endofit seperti Actinoplanes campanulatus, Micromonospora chalcea dan Streptomyces spiralis di lapang dilaporkan dapat berperan sebagai pemacu tumbuh tanaman dan telah terbukti mampu mengendalikan fungi patogen Phytium aphanidermatum pada tanaman mentimum (El-Tarabily et al. 2010). Kajian

literatur yang telah dilakukan, tidak mendapatkan informasi tentang pengendalian HDB pada tanaman padi menggunakan aktinomiset endofit, pengendalian HDB biasanya menggunakan bakterisida sintetis. Teknologi aplikasi aktinomiset endofit dengan cara melapisi benih (seed coating) sebelum disemai dan pencelupan bibit sebelum ditanam merupakan cara inokulasi aktinomiset endofit yang lebih baik dibandingkan dengan cara penyemprotan dan kombinasi keduanya. Informasi ilmiah yang merupakan luaran dari uji in planta di lapangan ini merupakan informasi baru yang menunjukkan potensi aktinomiset endofit dalam mengendalikan HDB pada tanaman padi. Aktinomiset sebagai penghasil sejumlah besar metabolit agroaktif juga mempunyai peran penting sebagai agens biokontrol. Aktinomiset banyak ditemukan di tanah dan dapat hidup sebagai endofit dalam jaringan tanaman. Keunggulan aktinomiset dalam mengkolonisasi akar biasanya digunakan sebagai agens biokontrol melawan mikrob patogen tular tanah (Gonzales-Franco & Hernandez 2009).

Pengendalian mikrob patogen dapat melalui mekanisme langsung seperti antibiosis terhadap mikrob kompetitor, produksi siderofor yang merupakan senyawa pengkelat besi (Fe3+) menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi organisme lain, produksi enzim litik ekstraseluler seperti kitinase dan selulase; dan secara tidak langsung melalui induksi resisten sistemik (Induce Systemic Resistance/ISR), dihasilkannya fitohormon seperti asam indol asetat (Indole Acetic Acid/IAA) dan kemampuan melarutkan fosfat yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan kebugaran tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan patogen.

Tanaman memiliki kemampuan pertahanan yang diaktivasi oleh infeksi patogen. Mekanisme induksi ketahanan tanaman oleh penginduksi biotik dan abiotik telah dilaporkan pada berbagai tanaman (Baker et al. 1997). Penginduksi yang sudah dikenal antara lain patogen, bahan kimia, plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) dan produk tanaman (Nandakumar et al. 2001). Induser ini mengaktifkan gen pengkode kitinase, -1,3-glukanase, peroksidase dan enzim yang terlibat dalam sintesis senyawa fitoaleksin (Van Peer et al. 1991). Ekspresi awal dan peningkatan gen ini menghasilkan ISR pada tanaman terhadap patogen (Ward et al. 1991). Molekul signal tanaman asam salisilat (SA), asam jasmonat

(JA), dan etilen memegang peranan penting dalam jaringan signal dalam ISR, dimana blokade salah satu molekul signal dapat menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan patogen (Van Loon et al. 2006; Nandakumar et al. 2001).

Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa semua aktinomiset endofit uji memiliki aktivitas antibiosis. Empat isolat aktinomiset endofit terpilih yaitu LBR02, PS4-16, AB131-1 dan AB131-2 menunjukkan akivitas antibiosis yang tinggi dengan LBR02 menghambat Xoo terkuat (diameter penghambatan 25 mm dengan uji antagonis koloni langsung, dan 15 mm uji antagonis dengan filtrat kultur). Sebagian besar isolat dapat melarutkan fosfat dan memproduksi siderofor, namun tidak menghasilkan gas HCN. Isolat AB131-1 dan LBR02 mempunyai kemampuan memproduksi siderofor. Kemampuan memproduksi atau mengambil siderofor merupakan salah satu cara yang membuat keberhasilan suatu mikrob dalam berkompetisi dalam berbagai lingkungan (Miethke 2007), memfasilitasi asosiasi antara bakteri dan tanaman serta berkontribusi pada kolonisasi akar, batang dan daun (Compant et al. 2005). Mekanisme ini terkait dengan ketersediaan Fe3+ yang terbatas diikuti dengan pengambilan iron-charged siderofor oleh sel. Isolat AB131-1, LBR02 dan PS4- 16 mempunyai kemampuan melepaskan fosfat dari bentuk yang tidak tersedia (tricalcium phophate) pada medium Pikovskaya menjadi tersedia yang ditunjukkan terbentuknya zona bening disekitar koloni. Hamdali et al. (2008a) menyatakan bahwa semakin aktif suatu bakteri melarutkan rock phosphate maka semakin tinggi kemampuannya dalam meningkatkan bobot basah tanaman. Lebih lanjut, Hamdali et al. (2008b) mendapatkan bahwa Streptomyces dan Micromonospora dapat diformulasikan sebagai novel bio-phosphate fertilizer karena kemampuannya melarutkan rock phosphate dalam SMM medium. Pada penelitian ini, kemampuan melarutkan fosfat yang tinggi dapat membantu meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering jerami dan jumlah anakan tanaman padi. Selain mempunyai kemampuan melarutkan fosfat, strain AB131-1 mempunyai kemampuan memproduksi Indole acetic acid yang tinggi sebesar 99,2 ppm (Yusepi 2011). De Oliveira et al. (2010) melaporkan bahwa Streptomyces sp. R18(6) yang diisolasi dari jaringan tanaman tomat berpotensi

sebagai agens pengendali hayati untuk penyakit tomat melalui aktivitas antimikrob, memproduksi siderofor, asam indol asetat dan pelarut fosfat serta mempunyai aktivitas antagonis terhadap semua bakteri dan cendawan patogen yang uji.

Relevansi hasil kajian in planta yang kemudian diikuti dengan kajian mekanisme pengendalian secara in vitro menunjukkan adanya fenomena bahwa mekanisme pengendalian HDB beragam antar aktinomiset endofit. Mekanisme ketahanan terhadap penyakit tanaman oleh Streptomyces spp. endofit disebabkan oleh kemampuannya memproduksi senyawa bioaktif yang dapat bertindak sebagai antibiotik, dan atau berfungsi sebagai enzim pendegradasi dinding sel sehingga mampu berkompetisi dalam pengambilan hara (El-Tarabily & Sivasithamparan 2006). Dalam penelitian ini, aktinomiset endofit terpilih memiliki keunggulan kompetitif dan potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati HDB pada tanaman padi.

Uji kemampuan penghambatan aktinomiset endofit asal jaringan tanaman padi terhadap mikrob pemacu pertumbuhan tanaman (Bacillus sp., Rhizobium sp., Azospirillum sp., Lactobacillus sp. dan lainnya) dan patogen lain seperti Fusarium sp., Rhizoctonia solani dan Xoo menunjukkan bahwa aktinomiset endofit AB131-1 dan PS4-16 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif (Bacillus sp.) Gram negatif (Pseudomonas pseudomallei) dan cendawan (Aspergillus niger dan Rhizoctonia solani). Streptomyces spp. endofit AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16 mampu menghambat pertumbuhan cendawan kemungkinan disebabkan kemampuannya memproduksi kitinase yang ditunjukkan dari diameter zona jernih yang terbentuk: AB131-1 (14,5mm), AB131-2 (11,5mm), LBR02(17 mm) dan PS4-16 (14mm). Taechowisan et al. (2003) melaporkan bahwa Streptomyces aureofaciens CMUAc130 yang merupakan Streptomyces endofit penghasil kitinase terbukti sangat efektif dalam melisis dinding sel cendawan.

Produk komersial untuk pengendalian hayati yang berasal dari aktinobakteria antara lain Mycostop, Actinovate dan ActinoIron yang mengandung spora Streptomyces, anggota aktinomiset, sebagai komponen utamanya. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pemakaian aktinomiset

sebagai agens pengendali hayati dapat diterima masyarakat (Hamdali et al. 2008c). Mycostop terdaftar di beberapa negara di Eropa untuk digunakan pada tanaman pangan termasuk ketimun, tomat, melon, lada dan labu (Minuto et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian dan kondisi di masyarakat maka terbuka peluang pengembangan produk berbasis aktinomiset endofit pengendali HDB pada tanaman padi di Indonesia.

Karakter morfologi aktinomiset terpilih yang ditumbuhkan pada beberapa jenis media (YMA, OA, GAA dan YSA) menghasilkan miselia aerial, namun memiliki penampakan morfologi dan warna koloni yang berbeda. Pengamatan morfologi mikroskopis baik menggunakan mikroskop cahaya dan miroskop elektron SEM dengan jelas menunjukkan penataan rantai spora yang berbeda antar isolat. Menurut Awad et al. (2009) morfologi Streptomyces sp. dapat dilihat dari aerial hyphae, miselium substrat, bentuk permukaan koloni, dan warna, sedangkan dibawah scanning microscope electron (SEM) tampak bentuk rantai spora seperti spiral. Karakteristik tersebut dimiliki Streptomyces spp. Hal ini mengindikasikan bahwa AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16 termasuk dalam genus Streptomyces spp. dengan spesies yang berbeda.

Aktinomiset AB131-1, AB131-2, LBR02 dan PS4-16 ternyata mampu mengkolonisasi jaringan tanaman padi. Hal ini membuktikan bahwa aktinomiset endofit terpilih tersebut benar sebagai endofit yang dapat hidup dalam jaringan tanaman padi. Aktinomiset endofit PS4-16 dan LBR02 merupakan isolat asal tanah, sedangkan AB131-1 dan AB131-2 diisolasi dari tanaman padi. Namun keberhasilan keempat isolat tersebut dalam mengkolonisasi jaringan tanaman padi dapat menjelaskan bahwa aktinomiset yang banyak ditemukan di tanah dengan keunggulan kompetitifnya mampu masuk, mengkolonisasi dan hidup dalam jaringan tanaman dan membangun hubungan mutualisme dengan inangnya. Streptomyces sp. EN27 endofit yang dilabel dengan penanda molekuler, gen Green Flourescens Protein (GFP) terbukti mampu diekspresikan pada waktu mengkolonisasi tanaman gandum (Coombs & Franco 2003).

Identifikasi aktinomiset endofit AB131-1 secara molekuler dengan 16S rDNA termasuk Streptomyces sp. Dilihat dari pohon filogenetik Streptomyces sp. ini mempunyai kedekatan dengan Streptomyces felleus yang dikenal mampu

mendegradasi herbisida bromoxynil yang ada di tanah dengan ekstrak bebas selnya ( Kristurek et al. 1988; Neuzil J et al. 1988).

Dokumen terkait