4.3 Kandungan Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Caulerpa
4.3.2 Aktivitas antioksidan ekstrak Caulerpa racemosa metode DPPH
DPPH adalah senyawa yang memiliki nitrogen sebagai radikal bebas. Pengujian dengan DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan senyawa antioksidan sebagai proton penangkal senyawa radikal atau donor hidrogen (Singh dan Rajini 2004). Elektron ganjil pada radikal bebas DPPH menghasilkan penyerapan kuat maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan berwarna ungu. Warna ungu berubah menjadi kuning ketika elektron ganjil radikal DPPH menjadi
berpasangan dengan hidrogen dari antioksidan penangkal radikal bebas untuk membentuk DPPH-H (Prakash 2001).
Dalam penentuan aktivitas antioksidan Caulerpa racemosa digunakan tiga paramater yaitu AEAC, IC 50 dan persen penghambatan. Hasil pengukuran AEAC dan persen penghambatan disajikan pada Gambar 19 sedangkan hasil pengukuran IC 50 disajikan pada Tabel 8.
Keterangan : Angka - angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a,b,c) pada masing-masing kondisi rumput laut menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 19 Grafik hubungan persiapan sampel dan perbedaan pelarut terhadap aktifitas antioksidan (AEAC) dan persen penghambatan
Tabel 8. IC 50 dengan metode DPPH Ekstrak Rumput Laut Caulerpa racemosa
Keterangan : Angka angka-angka pada baris yang sama dan diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) pada masing-masing kondisi sampel menunjukkan berbeda nyata (p < 0,05).
Berdasarkan pengukuran parameter aktivitas antioksidan diketahui bahwa pada sampel segar, ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan AEAC 36.78 mg AAE/100 g, persen penghambatan 71.2 % dan IC 50 11.41 mg/ml. Pada sampel kering, ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan AEAC 24.45 mg AAE/100 g, persen penghambatan 46.71 % dan IC 50 17.97 mg/ml.
Variabel Unit Kondisi
Sampel Pelarut metanol Etil asetat heksana IC50 mg/ml Segar 17.17 a 11.41a 1186.62 b
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik jenis pelarut maupun kondisi sampel berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan. Perbedaan jenis pelarut yang mempengaruhi aktivitas antioksidan serupa dengan penelitian Duffy dan Power (2001) yang menggambarkan ekstraksi sampel dengan pelarut yang berbeda menghasilkan perbedaan potensi antioksidan. Ekstraksi sampel licorice dengan etanol memiliki potensi antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel yang diesktrak dengan air.
Perbedaan polaritas pelarut yang mempengaruhi aktivitas antioksidan juga tampak pada penelitian (Ismail 2002) dimana total antioksidan 4 jenis rumput laut berturut turut dari yang tertinggi hingga terendah pada ekstrak air adalah Kumbu > Nori > Hijiki > Wakame. Sedangkan pada ekstrak etanol hasilnya berbeda Wakame > Hijiki > Nori > Kumbu.
Menurut Marinova dan Yanishlivea (1997) in Ismail (2002) aktivitas penangkal radikal DPPH pada setiap sampel di dalam pelarut yang berbeda, akan mempengaruhi potensi penangkal radikal. Hal ini disebabkan kerena perbedaan polaritas masing-masing senyawa group antioksidan yang ada dalam rumput laut.
Berdasarkan pengukuran AEAC, IC 50 dan persen penghambatan. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi pada sampel segar dan secara statistik berbeda nyata dengan ekstrak metanol dan heksana, sedangkan ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan tertinggi pada sampel kering dan secara statistik berbeda nyata dengan ekstrak etil asetat dan heksana.
Aktivitas antioksidan yang tinggi pada ekstrak etil asetat sampel segar, mengindikasikan bahwa etil asetat pada sampel segar mampu menarik substansi aktif yang berperan sebagai antioksidan. Hasil penelitian Munifah (2008) menyebutkan bahwa fraksi etil asetat Caulerpa racemosa mengandung protoklorofilide sebagai salah satu substansi yang aktif sebagai antioksidan. Protoklorofilide secara struktur merupakan satu molekul klorofil yang terdiri dari cincin porphirin yang diikat dengan struktur persegi yang rata dengan atom magnesium ditengahnya yang diikat dengan cincin nitrogen disetiap sisinya .Senyawa aktif penangkal radikal bebas fraksi protoklorofilid dari Caulerpa racemosa segar memiliki persen penghambatan 83%.
Novaczek (2001) in Chew et al. (2008) menyatakan bahwa Caulerpa racemosa kaya akan asam folat, asam askorbat, vitamin A dan B1 (thiamin). Santoso (2003) menyebutkan bahwa komponen polifenol yang terkandung dalam Caulerpa racemosa adalah katekol. Senyawa aktif penangkal radikal bebas fraksi karotenoid dari Caulerpa racemosa segar memiliki persen penghambatan 31.82% (Munifah 2008).
Pada ekstrak sampel kering, ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi sedangkan ekstrak etil asetat mengalami penurunan. Terjadinya hal ini disebabkan karena, selain pelarut kondisi sampel pun turut berpengaruh terhadap aktifitas antioksidan. Sehingga diduga pada ekstrak sampel kering komponen aktif seperti beta carotene dan protoklorofilid telah mengalami penurunan aktifitas antioksidan, karena kedua substansi tersebut sangat sensitif baik pada cahaya maupun pada panas. Sehingga walaupun pelarut etil asetat dapat menarik kedua senyawa ini, namun kemungkinan aktifitas antioksidannya sudah berkurang.
Pada sampel kering lebih tingginya antioksidan pada ekstrak metanol dibandingkan ekstrak etil asetat dan heksana menunjukkan bahwa senyawa antioksidan pada Caulerpa racemosa didominasi oleh komponen yang polar dan semi polar. lebih tingginya aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol dibandingkan ekstrak etil asetat pada sampel kering juga menunjukkan komponen aktif antioksidan yang polar lebih tahan panas dibandingkan komponen aktif antioksidan yang semi polar.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kondisi sampel berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Untuk mengetahui secara pasti apakah pengaruh tersebut positif atau negatif maka kita perlu mengkorversi nilai aktivitas antioksidan yang dinyatakan dalam mg AAE/100 gram ekstrak menjadi mg AAE/100 gram sampel segar. Hal ini diperlukan karena pada bobot yang sama, bobot sampel segar yang diperlukan untuk memperoleh ekstrak tersebut berbeda. Hasil konversi aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa proses pengeringan menurunkan aktifitas antioksidan pada pelarut metanol sebesar 0.68 %, pelarut etil asetat sebesar 14.16 % dan pelarut heksana sebesar 649.29 %.
Menurunnya aktivitas antioksidan karena pengeringan dimungkinkan karena pada proses pengeringan, senyawa volatil dapat turut menguap. Menurut Ibanez et al. (1999) suhu selama pengeringan dan ekstraksi mempengaruhi stabilitas senyawa berkaitan dengan kerusakan kimia dan enzimatik, kehilangan senyawa volatil dan dekomposisi akibat panas.
Larrauri et al. (1997) menemukan penurunan yang signifikan pada ekstrak polifenol dan tannin yang dipekatkan pada anggur merah yang dikeringkan dengan udara panas pada suhu 100 0C atau lebih. Antioksidan sampel yang dikeringkan pada 100 0C menurun 28 %, sedangkan pada 140 0C menurun setengahnya. Escrig (2001) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan rumput laut fucus dengan uji DPPH menurun 96 % pada pemanasan 50 0C 48 jam sedangkan pada uji FRAP menurun 77 %. Rumput laut komersial menunjukkan antioksidan yang lebih rendah dibanding rumput laut segar sehingga dapat dinyatakan bahwa proses dan penyimpanan dapat menurunkan kapasitas antioksidan. Ragan dan Glombitza (1986) in Escrig (2001) menyatakan bahwa kandungan polifenol pada pengeringan rumput laut dengan udara atau oven akan terpengaruh.