BAB II. LANDASAN TEOR
4. Aktivitas Belajar
Kata aktivitas berasal dari bahasa Inggris activity yang artinya kegiatan. Dalam proses belajar mengajar, keaktifan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dan
perlu diperhatikan oleh guru sehingga proses belajar mengajar yang ditempuh benar-
benar memperoleh hasil yang optimal.
Dalam kegiatan pembelajaran, aktivitas belajar yang dimaksud adalah aktivitas
Sebagai contoh, seseorang sedang belajar dengan membaca. Secara fisik terlihat bahwa
orang tadi membaca, tetapi mungkin pikirannya tidak tertuju pada buku yang sedang
dibaca, kalau sudah demikian belajar itu tidak akan optimal. Dengan demikian jelas
bahwa aktivitas itu dalam arti yang luas, baik yang bersifat fisik maupun mental.
Menurut M. Hasbi (2000: 77) anak didik yang aktif secara mental menemukan
pengetahuan yang berupa konsep, prinsip maupun keterampilan matematika sehingga
pengetahuan dapat bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan untuk
selajutnya dapat meningkatkan daya nalar anak didik. Meningkatkan aktivitas anak
didik merupakan kewajiban dari pendidikan.
Dalam belajar sangat diperlukan aktivitas, karena menurut Sardiman A.M
(2001: 93) “Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah
laku, jadi melakukan kegiatan”. Sehingga tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas.
Itulah sebabnya aktivitas diperlukan dalam proses belajar mengajar.
Rosseau dalam Sardiman A.M (2001: 94) mengatakan bahwa “ Dalam
kegiatan belajar segala pengetahuan harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri,
baik secara rohani maupun teknis”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang yang
bekerja harus aktif sendiri, tanpa adanya aktivitas maka proses belajar tidak mungkin
terjadi. Lebih lanjut Montessori dalam Sardiman A.M (2001: 94) menegaskan bahwa
“Anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri.
Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan
anak didiknya”. Dari dua pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa yang lebih banyak
memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh
anak didiknya.
Dari uraian di atas jelas bahwa dalam kegiatan belajar, siswa harus aktif
berbuat. Dengan kata lain dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa
aktivitas, belajar itu tidak mungkin berlangsung dengan baik.
Prinsip-prinsip aktivitas dalam belajar dapat dilihat dari sudut pandang
perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Menurut Sardiman A.M (2001: 95-98)
secara garis besar prinsip aktivitas dapat dibagi menjadi dua pandangan, yakni:
1) Menurut pandangan ilmu jiwa lama
John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa (psyche)
seseorang bagaikan kertas putih yang tidak tertulis. Kemudian kertas ini akan
mendapat coretan atau tulisan dari luar, terserah kepada unsur dari luar yang
akan menulis. Siswa diibaratkan kertas putih, sedang unsur dari luar yang
menulis adalah guru. Terserah pada guru mau dibawa kemana, mau diapakan
siswa itu, karena guru adalah yang memberi dan mengatur isinya. Dengan
demikian aktivitas didominasi oleh guru, sedangkan siswa bersifat pasif dan
menerima begitu saja. Hal ini sudah tentu tidak sesuai dengan hakikat pribadi
siswa sebagai subyek belajar.
2) Menurut pandangan ilmu jiwa modern
Aliran ilmu jiwa modern menganggap jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang
dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu secara alami anak
kondisi agar anak didik mengembangkan bakat dan potensinya. Sehingga
siswalah yang beraktivitas, berbuat, dan harus aktif sendiri.
Dalam kegiatan belajar mengajar aktivitas belajar yang dimaksud adalah
aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam belajar kedua aktivitas itu harus
selalu terkait. Sebagai contoh, seseorang sedang belajar dengan membaca. Secara fisik
terlihat bahwa orang tadi membaca, tetapi mungkin fikirannya tidak tertuju pada buku
yang sedang dibaca, kalau sudah demikian belajar itu tidak akan optimal. Atau ada
seseorang yang berfikir tentang sesuatu ide-ide yang perlu diketahui oleh orang lain,
tapi kalau tidak disertai dengan aktivitas fisik misalnya dituangkan dalam tulisan atau
disampaikan pada orang lain, maka ide atau pemikiran tadi tidak ada gunanya. Dengan
demikian jelas bahwa aktivitas itu dalam arti luas, baik yang bersifat fisik maupun
mental. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal.
Pada literatur lain Paul B. Diedrich dalam Sardiman A, M (2001: 99)
menyusun macam-macam aktivitas belajar, yaitu:
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7. Mental activities, sebagai contohnya, menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan mengambil keputusan.
8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Aktivitas belajar pada penelitian ini dibatasi pada aktivitas siswa dalam belajar
matematika yang meliputi kegiatan bertanya, mencatat, mengerjakan soal, mempelajari
kembali catatan matematika. Aktivitas belajar ini merupakan sebagian dari macam-
macam aktivitas belajar yang disusun oleh Paul B. Diedrich dalam Sardiman A, M
yang telah dikemukakan di atas.
Jadi dalam proses pembelajaran guru harus dapat membangkitkan aktivitas
siswa dalam berfikir dan bertindak. Dengan aktivitas siswa, kemungkinan pelajaran
akan menjadi berkesan dan dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk
yang berbeda, misalnya bertanya, mengajukan pendapat, melaksanakan tugas dan lain-
lain. Bila siswa aktif, maka ia akan memiliki pengetahuan dan keterampilan dengan baik,
sehingga proses pembelajaran yang ditempuh akan memperoleh hasil yang optimal.