Dari data Dinas kelautan dan perikanan (2006) diketahui bahwa jumlah RTP dan RTBP (nelayan) Kabupaten Sukabumi mencapai 12.206 orang, pembudidaya ikan sebanyak 25.945 orang dan pengolah ikan sebanyak 1.457 orang. Sarana dan prasarana yang tersedia meliputi satu unit pasar ikan, empat unit Balai Budidaya Ikan (BBI), satu unit Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), satu unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan enam unit Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sedangkan armada penangkapan yang ada berkisar 1.173 unit (terdiri dari congkreng/sampan, kapal payang, kapal diesel, kapal rumpon, dan kapal long line) serta 2.953 unit alat tangkap (pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, alat pengumpul, dll).
Kecamatan Palabuhanratu dan Cisolok merupakan dua kecamatan di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu yang menjadi pusat fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di kabupaten Sukabumi. Hal ini dikarenakan di kedua kecamatan tersebut mempunyai kapasitas ruang dan fasilitas lelang yang cukup besar untuk menampung ikan yang didaratkan, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu di kecamatan Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan Ikan Cisolok (PPI) di kecamatan Cisolok. Sementara fasilitas perikanan yang terdapat diempat kecamatan lainnya, hanya berstatus Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu TPI Simpenan- Simpenan, TPI Ciwaru–Ciemas, TPI Ujunggenteng-Ciracap dan TPI Surade-Surade.
Produksi perikanan laut di pesisir Kabupaten Sukabumi sampai dengan tahun 2004 berkisar 9.168.54 ton/tahun. Dimana dari hasil penelitian, diduga pemanfaatan sumberdaya ikan perairan laut Kabupaten Sukabumi baru mencapai
36 persen, sehingga peluang pengembangan perikanan tangkap di perairan ini masih besar apalagi untuk daerah lepas pantai dan ZEEI (Dislutkan, 2006).
Teknologi penangkapan umumnya belum berkembang dan masih terbilang tradisional, nelayan skala kecil umumnya menangkap ikan di sekitar perairan artisanal (di bawah 3 mil) terutama disekitar perairan teluk. Namun jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan sangat beragam, diantaranya; layur, tuna, tongkol, kakap, tenggiri, kerapu, jambal, beronang, jangilus, kembung, kuwe, lobster, pisang-pisang, teri dan ikan kecil lainnya. Semua hasil tangkapan tadi didaratkan di lima TPI/PPI dan satu PPN dengan proses lelang. Sedangkan untuk kegiatan budidaya laut bisa dikatakan hampir tidak ada mengingat kondisi geografis yang tidak memungkinkan, kalaupun ada hanya sebatas pengumpul ikan hidup yang berfungsi sebagai penyuplai ikan hidup ke Jakarta (kerapu, lobster dan sidat). Selain dijual oleh pedagang ikan dalam keadaan segar, ikan hasil tangkapan juga oleh pengolah ikan diolah menjadi berbagai macam produk olahan tradisonal seperti ikan pindang, ikan asin, ikan panggang, ikan presto, abon, dendeng, baso, terasi dan lainnya, walaupun produk olahannya masih berskala kecil.
Salah satu kecamatan yang cukup berkembang sebagai daerah pengolahan ikan adalah kecamatan Cisolok. Di Kecamatan ini berkembang berbagai kegiatan deversifikasi produk perikanan, seperti abon ikan, dendeng ikan, kerupuk ikan dan ikan asin, sedangkan aktivitas pengolahan ikan di wilayah kecamatan lainnya hanya berkembang pada kegiatan pengolahan ikan pindang dan ikan asin. Produksi ikan baik dalam bentuk segar dengan menggunakan teknologi ice box
maupun dalam bentuk produk olahan tadi pada umumnya masih dipasarkan secara lokal atau didistribusikan ke daerah lain seperti kota Bandung, Jakarta.
VI. PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) BERDASARKAN SASARAN DAN
PRIORITAS DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI
6.1 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir peserta program PEMP tahun anggaran 2006 yang berjumlah 58 orang dengan jenis mata pencaharian adalah penangkap (nelayan), pedagang dan pengecer/bakul serta pengolah. Sebagian besar dari mereka mendapatkan dana bergulir dari program PEMP dikarenakan adanya hubungan kekerabatan dengan ketua ataupun pengurus koperasi lainnya. Hal ini cukup berpengaruh dikarenakan ketatnya penyeleksian dalam mencari anggota koperasi, mengingat sebelumnya di lokasi penelitian telah banyak dana-dana bantuan modal yang diberikan untuk masyarakat pesisir, namun tidak berjalan sebagaimana mestinya yang lebih dianggap sebagai hibah.
Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pengeluaran keluarga, jenis usaha, dan pengalaman usaha.
Lebih dari 51 tahun 9% 41-50 tahun 33% 31-40 tahun 42% 21-30 tahun 16%
Gambar 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (Tahun)
Gambar 3 menunjukkan sebaran responden berdasarkan kelompok usia dengan responden tertua berusia 67 tahun dan responden terumuda berusia 26
tahun. Pada sebaran usia responden di enam kecamatan pesisir ini, 98,28 persen atau sebanyak 57 orang responden masih tergolong usia produktif (15-64 tahun), hanya satu orang responden yang berada pada di luar usia produktif.
Bila ditinjau dari jenis kelamin (Gambar 4), dari total responden sebanyak 58 orang, hanya terdapat 3 orang atau 5,17 persen responden perempuan. Hal ini berbeda jauh dengan responden Laki-laki yang mencapai 94,83 persen atau sebesar 55 orang. Rendahnya responden perempuan tersebut disebabkan karena mata pencarian responden masih di dominasi oleh nelayan dan karakteristik kebudayaan setempat yang masih menempatkan Istri sebagai ibu rumah tangga bukan sebagai tenaga kerja utama dalam keluarga yang dapat membantu menghasilkan pendapatan tambahan. Kalaupun bekerja mereka hanya sebatas menjadi tenaga pembantu sesekali saja. Adapun tiga orang responden perempuan yang di peroleh merupakan responden dari jenis usaha pengolah pedagang.
Laki-laki 94,83% 5,17%
Perempuan
Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 5 menunjukkan rincian jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan. Secara umum kualitas SDM peserta program masih tergolong rendah, dimana mayoritas responden masih di dominasi lulusan SD yakni sebesar 47 orang atau 81,03 persen. selanjutnya responden yang berpendidikan SMP sebesar 7 (tujuh) orang atau 12,07 persen. sedangkan responden yang berpendidikan SMA
hanya sebesar 4 (empat) orang atau 6,90 persen dan tidak ada satupun responden yang pernah mengenyam pendidikan pada level Perguruan tinggi.
Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Gambar 6 menunjukkan sebaran jumlah anggota keluarga responden. Sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang yakni sebesar 46 responden atau 79,31 persen. 9 (sembilan) responden atau 15,52 persen beranggota keluarga lebih dari 5 orang, dan hanya tiga orang responden atau 5,17 persen beranggota keluarga 1-2 orang.
SD 81,03% SMP 12,07% SMA 6,90% 3-4 orang 79,31% 1-2 orang 5,17% Lebih dari 5 orang
15,52%
Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pengeluaran keluarga, dimana semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin besar juga pengeluaran rumah tangga. Walaupun disisi lain juga
Gambar 7 menunjukkan tingkat pengeluaran keluarga perbulan, sebesar 17,24 persen atau sebanyak 10 orang responden memiliki pengeluaran keluarga antara Rp 500.001 – Rp 1.000.000, sebesar 27,59 persen atau sebanyak 16 orang memiliki pengeluaran antara Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000, sebesar 37,93 persen atau sebanyak 22 orang responden memiliki pengeluaran antara Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000, dan hanya 17,24 persen atau sebanyak 10 orang yang memiliki pengeluaran keluarga lebih dari Rp 2.000.001. Karakteristik responden penelitian secara menyeluruh dapat dilihat pada Lampiran 3.
Rp 500.001 – Rp 1.000.000 17,24% Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 27,59% Rp 1.500.0001 – Rp 2.000.000 37,93% Lebih dari Rp 2.000.001 17,24%
Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran Keluarga
6.2 Karakteristik Usaha Responden
Jumlah responden pada penelitian ini terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan jenis usaha yakni nelayan (penangkap), pedagang dan pengecer (bakul) serta pengolah (Gambar 8). Dari total responden sebanyak 58 orang, sebesar 48,28 persen atau sebanyak 28 orang berprofesi sebagai nelayan, sebesar 25,86 persen atau sebanyak 15 orang berprofesi sebagai pedagang, dan sebesar 25,86 persen atau sebanyak 15 orang berprofesi sebagai pengolah.
Pedagang 25,86% Penangkap (Nelayan) 48,28% Pengolah 25,86%
Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha
Masyarakat Pesisir di enam kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi umumnya memiliki pengalaman usaha yang relatif lama yakni lebih dari lima tahun dan bahkan ada yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun. Hal ini dikarenakan usaha yang dilakukan pada umumnya merupakan usaha turun temurun keluarga. Karakteristik responden berdasarkan pengalaman usaha ditunjukkan oleh Gambar 8. Sebanyak 53 orang responden atau sebesar 91,38 persen menyatakan bahwa mereka telah menjalani profesinya lebih dari lima tahun, empat orang atau sebesar 6,90 persen telah menjalani usahanya 2-5 tahun, dan hanya satu orang atau sebesar 1,72 persen responden yang menjalani usahanya kurang dari dua tahun.
Kurang dari 2 tahun
1,72% 2-5 tahun 6,90%
Lebih dari 5 tahun 91,38%
Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha
sebanyak 25 orang telah menjalankan aktivitas sebagai nelayan selama lebih dari lima tahun, dan hanya 10,71 persen atau tiga orang responden yang baru menjalani aktivitasnya sebagai nelayan kurang dari lima tahun. Kapal yang digunakan terdiri dari empat jenis yakni Kapal Payang, Kapal Rumpon, Kapal Diesel, dan cangkring/sampan dengan kapasitas mesin terkecil 5 PK (mesin tempel) dan terbesar 60 PK. Jenis alat tangkap yang digunakan adalah jaring dengan berbagai turunannya dan pancing.
Berdasarkan total 28 orang responden jenis usaha nelayan, 23 orang atau sebesar 82,14 persen merupakan pemilik kapal sedangkan lima orang atau sebesar 17,86 persen menjalankan usaha orang lain. Sebanyak 18 orang atau sebesar 64,29 persen dari total responden memiliki pekerjaan sampingan yakni sebagai tukang ojek, pedagang maupun pengolah yang dilakukan saat sedang tidak melaut. Hasil tangkapan juga beragam bergantung kepada lokasi, waktu dan jenis alat tangkap, namun biasanya yang dihasilkan adalah Layur, eteman, cumi, cakalang, tuna, tongkol, kakap, tenggiri, kerapu, jambal, kembung, kuwe, pisang-pisang, teri dan ikan kecil lainnya. Jumlah tangkapan untuk jenis kapal Rumpon mencapai 30 ton perbulan, untuk jenis kapal Payang mencapai 30 ton perbulan, sedangkan untuk jenis kapal Diesel jumlah tangkapan mencapai 10 ton perbulan, dan untuk jenis kapal cangkring/sampan jumlah tangkapan mencapai 700 kg perbulan.
Untuk kapal jenis Rumpon waktu melaut biasanya mencapai 24 jam perhari dengan total hari melaut maksimal 20 hari dalam sebulan (rata-rata tiap lima hari). Pada kapal jenis Payang waktu melaut biasanya beragam mulai dari 8- 24 jam perhari dengan total hari melaut rata-rata 20-25 hari dalam sebulan (hampir setiap hari). Sedangkan untuk kapal jenis Diesel waktu melaut perhari
biasanya mencapai 8-24 jam perhari dengan total hari melaut berkisar antara 20- 23 hari dalam sebulan (dua kali seminggu). kapal jenis Cangkring/sampan waktu melaut biasanya 7-12 jam perhari, dengan total hari melaut dalam sebulan berkisar antara 25-27 hari (hampir setiap hari kecuali hari Jum’at).
Jenis usaha penangkapan juga mempunyai tenaga kerja harian lepas yang biasa juga bertugas sebagai anak buah kapal (ABK) berkisar antara enam hingga delapan orang untuk kapal Rumpon, atau berkisar antara 10 hingga 15 orang untuk kapal Payang, dan untuk kapal Diesel berkisar antara enam hingga delapan orang. Upah harian ABK dihitung berdasarkan nilai 40 persen pendapatan bersih dibagi dengan jumlah nelayan yang melaut. Sedangkan 60 persennya untuk pemilik kapal. Profil responden jenis usaha Penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Responden jenis usaha Pengolahan berjumlah 15 orang, terdiri dari delapan orang atau sebesar 53,33 persen pengolahan pindang dan tujuh orang atau sebesar 46,67 persen pengolahan asin, dimana semua responden telah menjalani usahanya lebih dari 5 tahun. Dari total 15 responden, terdapat empat responden atau sebesar 26,67 persen yang bekerja untuk orang lain dan sebanyak 11 responden atau sebesar 73,33 persen memiliki usahanya sendiri. Waktu produksi biasanya berkisar antara 7-12 jam perhari dengan total hari produksi dalam sebulan mencapai 28 hari (rata-rata tiap hari).
Rata-rata produksi olahan perbulan adalah mencapai 30 ton untuk pindang dan 20 ton untuk asin. Guna membantu pekerjaannya biasanya pekerjaan mengolah ikan dibantu oleh tenaga kerja yang berkisar antara satu sampai dua orang dengan upah berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000 perbulan.
Produk olahan yang dihasilkan ini tergantung dari ketersediaan bahan baku ikan hasil tangkapan nelayan dan tingkat permintaan pasar. Area pemasaran produk bervariasi mulai dari pasar lokal hingga di kirim ke Bandung maupun Jakarta. Seluruh responden jenis usaha pengolahan memiliki pekerjaan sampingan yakni sebagai tukang ojek maupun pedagang yang dilakukan saat sedang tidak mengolah ikan. Profil responden jenis usaha Pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Responden jenis usaha perdagangan terdiri dari 15 orang, dengan 14 orang atau sebesar 93,33 persen responden telah menjalani usahanya lebih dari lima tahun dan hanya satu orang atau sebesar 6,67 persen responden baru menjalani usahanya kurang dari 2 tahun. Waktu operasi (berdagang) biasanya berkisar antara 7-10 jam perhari dengan total hari berdagang mencapai 28 hari dalam sebulan. Dari total 15 orang responden didapati bahwa sebanyak sembilan orang atau sebesar 60 persen menjalankan usaha milik orang lain dan sebanyak enam orang atau sebesar 40 persen menjalankan usaha milik sendiri.
Volume penjualan ikan dalam satu bulan berkisar antara 600 kg hingga 20 ton. Namun kegiatan perdagangan ini sangat bergantung dari hasil tangkapan nelayan. Tempat usaha yang digunakan adalah dengan menyewa kios-kios di pasar. Sebanyak lima orang atau sebesar 33,33 persen dari total responden memiliki tenaga kerja dengan upah perbulan berkisar antara Rp 450.000 hingga Rp 750.000. Guna menambah penghasilannya, sebanyak lima orang atau sebesar 33,33 persen dari total responden memiliki pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek maupun berdagang barang lainnya yang dilakukan saat sedang tidak musim ikan dan sisanya sebanyak 10 orang atau sebesar 66,67 persen tidak memiliki
pekerjaan sampingan. Profil responden jenis usaha Pedagang dapat dilihat pada Lampiran 6.
6.3 Pelaksanaan Program PEMP
Pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2006 dilaksanakan di enam kecamatan pesisir yakni Cisolok, Cikakak, Pelabuhan Ratu, Simpenan, Ciemas, dan Ciracap dengan 18 desa pesisir. Alasan Dinas Kelautan dan Perikanan memilih enam kecamatan dari sembilan kecamatan pesisir ini didasarkan pada sebaran aktivitas masyarakat pesisir yang masih didominasi di wilayah teluk Pelabuhan Ratu. Pemilihan ini juga dimaksudkan guna memudahkan dalam koordinasi dan pengawasan program selanjutnya dikarenakan kondisi geografis yang sulit untuk di jangkau. Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Lokasi Program PEMP di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006. No. Kecamatan Luas Wilayah (ha) Desa Pantai
Pasirbaru Cikahuripan Cisolok 1 Cisolok 16.057,72 Karangpapak Cimaja 2 Cikakak 11.644,26 Cikakak Citarik Palabuhanratu 3 Palabuhanratu 10.287,91 Citepus Kertajaya Loji 4 Simpenan 16.922,16 Cidadap Cibenda Ciwaru 5 Ciemas 26.696,00 Girimukti Gunung Batu Cikangkung 6 Ciracap 16.056,10 Purwasedar Sumber : Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu, 2007.
Program PEMP pada awal mulanya di tahun 2000 merupakan salah satu program dari Pemerintah yang dijalankan sebagai upaya kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Dalam perjalanannya hingga saat ini resmi menjadi program yang di biayai APBN, program PEMP juga terus mengalami perbaikan- perbaikan guna kesempurnaan pelaksanaannya. Khusus untuk Program PEMP tahun 2006, pelaksanaannya dilakukan di 135 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, dengan total anggaran sebesar Rp 132.425.000.000 (Humas Ditjen KP3K, 2008). Sedangkan pada pelaksanaan Program PEMP tahun 2006 untuk Kabupaten Sukabumi, dana yang diterima adalah sebesar Rp 1.475.000.000, dana tersebut terbagi menjadi tiga komponen penting, yakni administrasi program, pendampingan, dan program pendukung peningkatan SDM pesisir sebesar Rp 424.250.000, Solar Packed Dealer fon Nelayan (SPDN) sebesar Rp 475.000.000, dan Dana Ekonomi Produktif (DEP) sebesar Rp 575.750.000.
Program PEMP di Kabupaten Sukabumi dilaksanaan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dengan bantuan Konsultan Manajemen (KM) dalam aspek teknis dan manajemen Program PEMP dalam hal ini, hal terpentingnya adalah pemilihan dan penyiapan koperasi LEPP Mitra Mina Ratu sebagai ujung tombak holding company di tingkat masyarakat. Pemilihan Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu ini sendiri tentunya melalui seleksi yang ketat dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi antara lain, merupakan koperasi yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan, terletak dilokasi yang strategis, dan memiliki badan hukum sehingga diperbolehkan untuk melakukan kegiatan simpan pinjam.
Sesuai dengan hasil kerjasama di tingkat pusat dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan dengan salah satu bank pelaksana yakni Bank BRI, Dana ekonomi produktif (DEP) yang diberikan kepada Kabupaten Sukabumi sebesar Rp 575.380.000 melalui Dinas Kelautan dan Perikanan untuk kegiatan unit simpan pinjam Koperasi terpilih akan di jaminkan seluruhnya di Bank BRI cabang Pelabuhan ratu, untuk kemudian Bank Bank BRI cabang Pelabuhan ratu akan mengeluarkan kredit kepada unit simpan pinjam koperasi sebesar yang dijaminkan tersebut dengan perjanian yang disepakati. Dalam hal ini koperasi bekerjasama dengan Bank BRI selama tiga tahun hingga 2009.
Ditahun sebelumnya yakni tahun 2005, melalui APBN-P, Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu sendiri telah menerima bantuan dari program PEMP berupa pendirian Kedai pesisir sebesar Rp 139.805.000 yang diperuntukkan guna menyediakan kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan usaha masyarakat pesisir dengan harga yang layak. Sedangkan untuk bantuan sarana Solar Packet Dealer for Nelayan (SPDN) tahun anggaran 2006 sebesar Rp 475.000.000 yang masih merupakan bagian dari program PEMP sebagai upaya guna membantu Masyarakat Pesisir yang membutuhkan bahan bakar guna kegiatan usahanya dengan harga resmi sesuai yang ditetapkan pemerintah, sampai saat in masih dalam tahap penentuan lokasi strategis dan negosiasi Dinas Kelautan dan Perikanan dengan pihak Pertamina selaku penyedia bahan bakar. Sehingga dalam pelaksanaanya di tahun 2006 Koperasi LEPP M2R telah memiliki dua unit usaha yang telah beroperasi, yakni unit usaha simpan pinjam (Lembaga Keuangan Mikro) dan kedai pesisir. Struktur organisasi koperasi dan unit usaha koperasi LEPP Mitra mina Ratu dapat dilihat pada Lampiran 7.
Dari hasil verifikasi terhadap pedoman pelaksanaan dilapangan, diketahui bahwa pada pelaksanaan program PEMP tahun 2006 ini koperasi LEPP M2R lebih berpatokan pada standar dari Bank BRI yang lebih dominan dalam melihat kelayakan bisnis dengan mempertimbangkan lokasi geografisnya, disamping hal ini juga dilakukan sebagai upaya pembelajaran dalam mengakses dana perbankan. Tetapi tentunya hal ini menyimpang dari sasaran utamanya, dimana bila dilihat dari omset perbulan responden penerima DEP yang kebanyakan berkisar antara 50 juta ke atas (Gambar 10) yang tidak lagi dapat digolongkan sebagai peserta program skala mikro.
Omset lebih dari 50 juta 38%
Omset kurang dari 50 Juta 62%
Gambar 10. Perbandingan Omset Usaha perbulan Peserta Program PEMP.
Sebagai akibat dari pelaksanaan metode tersebut, jumlah peminjam di USP koperasi menjadi sangat terbatas, dikarenakan jumlah pinjaman per orang yang menjadi lebih besar. Namun hal ini berdampak pada laba yang dihasilkan Koperasi mengingat tingkat bunga yang gunakan kebanyakan adalah 20 persen pertahun. Dalam hal ini, terlihat bahwa Koperasi terkesan mengesampingkan tugas utamanya yang secara sosial membantu keberlangsungan usaha masyarakat pesisir skala mikro, namun lebih berorientasi pada sisi ekonomi yang mengutamakan laba usaha. Tetapi setidaknya hal ini sudah sedikit lebih baik karena peserta program tidak lagi perlu meminjam dari juragan setempat yang
6.3.1 Jenis Usaha Peserta Program PEMP
Sesuai dengan sasarannya, yang dapat menjadi peserta program PEMP adalah masyarakat pesisir yang berusaha di sektor kelautan dan perikanan baik itu yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Untuk kabupaten sukabumi, dari hasil identifikasi dan verifikasi dilapangan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Koperasi LEPP M2R dan TPD, sampai dengan bulan juni 2008 sebanyak 123 orang masyarakat pesisir telah terpilih menjadi peserta Program PEMP yang terdiri dari Penangkap (nelayan), Pengolah, Pedagang dan Pengecer/Bakul, dan Wisata Bahari. Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan jenis Usahanya dapat dilihat pada Gambar 11.
Penangkapan 44,72%
Pengolahan 24,39% Pedagang & Pengecer
28,46%
Wisata Bahari 2,44%
Gambar 11. Peserta Program PEMP Kabupaten Sukabumi berdasarkan
Jenis Usahanya.
Peserta program PEMP tahun 2006 di Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh jenis usaha penangkapan (nelayan) yakni sebesar 44,72 persen atau sebanyak 55 orang, diikuti oleh jenis usaha perdagangan sebesar 28,46 persen atau sebanyak 35 orang dan jenis usaha pengolahan sebesar 24,39 persen atau sebanyak 30 orang. Adapun untuk jenis usaha wisata bahari dalam hal ini persentase keikutsertaannya dalam program PEMP hanya sebesar 2,44 persen atau sebanyak tiga orang, hal ini dapat dimaklumi mengingat untuk jenis usaha
pariwisata telah banyak program pemerintah yang dilaksanakan untuk membantu permodalan usaha. Sehingga dalam hal ini, pelaksanaan program lebih di prioritaskan pada sektor di luar pariwisata.
Jenis usaha penangkapan mendominasi peserta program dikarenakan wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi yang lebih cocok untuk kegiatan penangkapan dibandingkan untuk jenis usaha lain seperti budidaya, sehingga penangkapan merupakan jenis usaha mayoritas yang ada. Sedangkan untuk jenis usaha pedagang dan pengolah merupakan aktivitas turunan dari kegiatan penangkapan.
Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa pada prinsipnya program PEMP di Sukabumi dilaksanakan sesuai dengan konsep dasar nasional dimana salah satunya adalah lebih mengutamakan pemberian bantuan pinjaman permodalan bagi pelaku usaha perikanan dan kelautan, namun terdapat beberapa hal yang menyesuaikan dengan kondisi setempat. Perubahan mendasar yang terjadi adalah masyarakat pesisir peserta program yang didominasi oleh pelaku usaha yang bukan tergolong skala mikro. Alasan Koperasi LEPP M2R dalam melakukan hal ini adalah guna meminimalisir permasalahan dalam pengembalian pinjaman (menekan kredit macet) seperti yang sering terjadi pada pelaksanaan program PEMP di tahun-tahun sebelumnya.
6.3.2 Mekanisme Penyaluran Dana Ekonomi Produktif
Tahap awal dalam implementasi penyaluran DEP program PEMP dilapangan adalah mempersiapkan Koperasi LEPP M2R sebagai lembaga berbadan Hukum yang siap dan layak untuk melaksanakan kegiatan simpan
mempersiapkan Koperasi LEPP M2R untuk mendapatkan bantuan dana DEP sehingga tahap selanjutnya dapat dijalankan.
Tahap selanjutnya adalah melakukan Sosialisasi, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan Koperasi LEPP Mitra Mina Ratu mengadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat pesisir di enam kecamatan pesisir. Tujuan dari dilaksanakannya sosialisasi adalah agar masyarakat calon peserta program mengerti tentang manfaat program dan teknis pelaksanaan program nantinya. Kegiatan selanjutnya adalah pihak Koperasi akan memberikan