• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Aktivitas Harian

Data kemudian akan disajikan dan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk pemaparan hasil serta secara kuantitatif. Penyajian secara deskriptif dilakukan untuk menguraikan perilaku bergerak yang dilakukan owa jawa.

Penyajian persentase dan grafik untuk mengGambarkan proporsi aktivitas bergerak. Metode One-Zero digunakan untuk mendapatkan persentase dan durasi perilaku bergerak makro dan mikro yang diamati dengan menghitung jumlah perilaku sejenis yang dilakukan oleh setiap individu (X) dalam n jam berbanding dengan jumlah perilaku yang diamati dalam n jam pada individu tersebut (Y).

3. 5.3 Jelajah harian dan wilayah jelajah

Untuk mendapatkan informasi pergerakan harian dan wilayah jelajah owa jawa, data yang berhasil dikumpulkan melalui identifikasi titik posisi owa jawa yang berupa file gpx di-upload ke dalam ArcGIS 9.3 untuk dijadikan file shp. Selanjutnya dengan ekstensi X-tool pada ArcGIS 9.3 dilakukan pengukuran jarak antar point (data posisi) yang terkumpul setiap hari, namun sebelumnya data posisi telah dipisahkan terlebih dahulu setiap ulangannya.

Wilayah jelajah owa jawa dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif penghitungan luas wilayah jelajah dilakukan dengan mengunggah seluruh data koordinat posisi masing-masing kelompok studi dalam bentuk file database ke ArcGIS 9.3, kemudian dianalisis dengan menggunakan ekstensi Hawstool v. 3.6 yang dioprasikan melalui ArcGIS 9.3. luas wilayah jelajah ditentukan dengan menggunakan metode MCP (Minimum Convex Polygon) dan FK (Fixed Kernel) (Barlow et al 2011 diacu dalam Priatna 2012). MCP merupakan metode tertua yang telah umum digunakan dalam memperkirakan daerah jelajah satwa (Sankar et al 2010). Metode ini menghubungkan titik – titik koordinat terluar tempat owa jawa beraktivitas. Pendugaan luas jelajah dengan FK memberikan hasil yang lebih baik daripada MCP (Nilsen et al. 2001 diacu dalam Priatna 2012). Pendugaan luas daerah jelajah pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode FK 95 % . Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan peta wilayah jelajah dugaan dua kelompok studi owa jawa yang telah ditumpang tindih dengan peta digital kontur dan sungai RBI (Rupa Bumi Indonesia) Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta menggunakan data hasil pengamatan terhadap posisi owa jawa dalam strata tajuk pada saat beraktivitas.

Pendugaan luas daerah jelajah sebenarnya dilakukan dengan analisis tiga dimensi measure volume (cut and fill) yang terdapat dalam software Global Mapper v.11. Analisis tersebut dilakukan dengan analisis cut and fill seluruh

polygon hasil analisis berdasarkan metode MCP dan FK 95 % yang ditumpang tindih dengan DEM citra landsat kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak kemudian dicari luas polygon tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar

3Dimensi 2Dimensi

Extention Hawstool

pendugaan luas wilayah jelajah owa jawa sebenarnya dilapang dapat diketahui dengan mempertimbangkan kontur yang terdapat di lapangan.

3. 5.4 Diagram alur pemetaan wilayah jelajah

Langkah-langkah pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa di lokasi penelitian disajikan pada Gambar berikut :

Keterangan : U.1 - 7 = ulangan data posisi owa jawa ke 1-7

Gambar 4 Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa.

Peta wilayah jelajah berdasarkan FK 95 % Peta wilayah jelajah

berdasarkan MCP 100 % Peta pergerakan

harian setiap kelompok

Measure volume : Cut and Fill

Luas wilayah jelajah 3 Dimensi. Peta RBI digital kontur

dan sungai TNGHS

Overlay

DEM Citra Landsat TNGHS resolusi 30 m. Data posisi dua kelompok studi owa jawa

U.3 U.4 U.5 U.6

U.2 U.7

U.1

Overlay

Penentuan wilayah jelajah dengan MCP (100 %)

Merge → titik seluruh

posisi dalam kelompok

Penentuan wilayah jelajah dengan FK (95 %)

BAB 1V

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai kawasan taman nasional oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1992 atas perubahan fungsi Cagar Alam Gunung Halimun. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun awalnya dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, kemudian pada tahun 1997 dilaksanakan langsung oleh Balai taman Nasional Gunung Halimun. Pada tahun 2003 Taman Nasional Gunung Halimun diperluas dari hasil perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi Terbatas pada kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, sehingga saat ini disebut sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

4.2 Letak dan Luas

Kawasan hutan Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Mentan 175/Kpts-II/2003 seluas ± 113.357 ha. Secara astronomis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak diantara 106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara administrasi pemerintahan berada pada 3 Kabupaten dan 2 Propinsi yaitu Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat , Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak Propinsi Banten.

4.3 Geologi dan Tanah

Sejarah geologi menunjukan bahwa Taman Nasional Gunung Halimun dulunya merupakan salah satu rangkaian gunung berapi bagian selatan yang dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia. Sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun terdiri dari batuan vulkanik seperti breksi, lava basalt, dan andesit dari masa Pliocene-lower Pleistocene dan beberapa strata dari masa pra-Pliocene.

Selain itu terdapat batuan sedimen di bagian utara yang awalnya merupakan kubah, terutama terdiri dari batuan debu calcareous. Hal yang menarik serta luar biasa di daerah sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

adalah kandungan emas dan perak. Biji emas dan perak mungkin terangkat pada saat timbulnya kubah bawah pertama yang menghasilkan retakan-retakan tegangan yang kemudian terisi oleh batuan kwarsa, seperti yang ditemukan di DAS Ciburial dan Cihara.

Kawasan ini terdiri atas 12 tipe tanah yang digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu andosol dan latosol. Untuk tujuan pertanian, tanah di kawasan Gunung Halimun mempunyai kesuburan kimiawi yang minim sampai cukup, namun sifat-sifat fisiknya cukup bagus. Tanah dan batuannya memiliki tingkat porositas dan permeabilitas yang baik sebagai daerah tangkapan air. Tanah di kawasan ini peka erosi dengan tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel debu yang mudah tercuci. Sifat-sifat tanah juga menunjukan sifat vulkanik tua. Perkembangan tanah menunjukan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua yang sebenarnya sedang mengalami proses transisi dari andosol dan latosol.

4.4 Topografi

Kawasan ini merupakan daerah pegunungan tinggi, terdiri dari perbukitan dengan variasi kelerengan lebih dari 45% (75,7%), bergelombang 50% dan bentuk curam berbatu 35%. Kawasan ini memiliki ketinggian antara 1000-14000 mdpl, Gunung Halimun (± 1.929 mdpl), Gunung Sanggabuana (± 1.919 m. Dpl)

4. 5 Iklim

Berdasarkan data lima tahun terakhir (1992-1996) yang diperoleh dari Stasiun Pengamatan Curah Hujan Wanayasa, curah hujan di kawasan dan sekitarnya tercatat 4000–6000 mm per tahun, yang jika dikonversi pada klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, termasuk tipe iklim A. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Juni dan bulan Juli sampai September. Kelembaban berkisar 5%-6% dengan Temperatur : 20° C-30° C.

4. 6 Ekosistem

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan kawasan yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis yang masih baik kondisinya. Kawasan ini merupakan habitat terbaik bagi satwa langka Elang Jawa (Spizaetus bartelsi).

Tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi : 1. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona collin)

2. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona sub montana) 3. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona montana)

4.7 Fauna

Beberapa jenis fauna yang ditemui di kawasan taman nasional ini, yaitu : Mamalia: Owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), , macan tutul (Panthera pardus), dan anjing hutan (Cuon alpinus).

Burung; terdapat kurang lebih 204 jenis burung dan 90 jenis diantaranya merupakan burung yang menetap serta 35 jenis merupakan jenis endemik Jawa termasuk burung elang jawa (Spizaetus bartelsi) cukup banyak dijumpai disini. Selain itu terdapat dua jenis burung yang terancam punah yaitu burung cica matahari (Crocias albonotatus) dan burung poksai kuda (Garrulax rufifrons).

Reptil dan Amphibi ; Gonydactilus marmoratus, tokek (Gecko gecko), cecak terbang (Draco volans), kodok (Bufo bipocartus), katak (Rana hosii), Ahaetulla prasina, Lycodon subcinctus, dan Ptyas korros. Ikan: terdapat sekitar 31 jenis ikan yang sebagian besar (37,5%) tergolong ikan-ikan Gobiid dan Eleotriid, yaitu jenis-jenis ikan komplementer air tawar, antara lain paray, Rasbora aprotaenia, Puntius binotus, bogo, Chana gachua, belut, Monopterus album, kehkel, Glyptothorax platypogon, bungkreng, Poecilia reticulata, dan Sicyopterus cf microcephalus.

4.8 Flora

Vegetasi kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis dimana sebagian besar tersusun oleh tumbuh-tumbuhan berkayu, juga dilengkapi dengan berbagai jenis liana dan epifit. Jenis-jenis pohon yang ada diantaranyalain rasamala (Altingia excelsa), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima wallichii). Sekitar 75 jenis anggrek terdapat di taman nasional ini dan beberapa jenis diantaranya merupakan jenis langka seperti

Bulbophylum binnendykii, B. angustifolium, Cymbidium ensifolium, dan

Dendrobium macrophyllum.

4.9 Ekowisata

TN Gunung Halimun Salak memiliki potensi ekowisata yang cukup besar. Jasa lingkungan yang ada di dalamnya menyediakan fenomena unik dan khas. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan curug dan topografi yang berbukit sehingga menyediakan berbagai keanekaragaman jenis yang dapat dilihat. Kawasan ini merupakan tempat rekreasi atau pariwisata alam yang sangat menarik karena beragam obyek dan daya tarik wisata alam yang dimilikinya. Suasana alami dengan suara kicauan burung dan suara satwa lainnya merupakan tempat yang ideal bagi pengamatan hidupan liar. Terdapat fasilitas canopy trail, yaitu sarana untuk berjalan dati tajuk pohon ke tajuk pohon yang lain yang terdapat di stasiun penelitian Cikaniki.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Individu Owa Jawa Kelompok Studi 5.1.1 Kelompok studi A

Kelompok studi owa jawa yang pertama adalah kelompok A. Komposisi kelompok A terdiri atas tiga individu yaitu induk jantan dewasa (Aris), induk betina dewasa (Ayu) dan bayi (Amore). Kelompok A memiliki wilayah jelajah disekitar jalur interpretasi (loop trail) dari Cikaniki sampai dengan enclave

kampung Citalahab sentral sehingga kelompok A cenderung lebih mudah diamati karena terbiasa dengan kehadiran pengunjung. Ukuran kelompok dan karakteristik setiap individu dapat dibedakan sehingga mudah dikenali (Tabel 3a).

Tabel 3a Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A

No Nama Jenis

Kelamin Kelas umur Karakteristik

1 Aris Jantan Dewasa (>7 tahun) Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar 2 Ayu Betina Dewasa (>7 tahun) Memiliki puting susu besar,

menggendong bayi

3 Amore Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu dalam gendongan Ayu

(a) (b)

5.1.2 Kelompok studi B

Kelompok B terdiri atas empat individu yaitu induk jantan dewasa (Kumis), induk betina dewasa (Kety), anak jantan (Kumkum) dan bayi (Kimkim). Ukuran kelompok B lebih besar daripada kelompok A dengan wilayah pergerakan lebih luas daripada kelompok A. Pembedaan pencatatan data perilaku setiap individu tidak terlalu sulit karena setiap individu memiliki perbedaan karakteristik tubuh yang mudah diamati (Tabel 3b).

Tabel 3b Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B

No Nama Jenis

Kelamin Kelas umur Karakteristik

1 Kumis Jantan Dewasa (> 7 tahun)

Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar, rambut sekitar wajah lebih tebal dengan warna gelap 2 Kety Betina Dewasa

(> 7 tahun)

Memiliki puting susu besar, menggendong bayi, ukuran tubuh lebih kecil dari kumis

3 Kumkum Jantan Anak-anak (2-5 tahun)

Ukuran tubuh lebih kecil dari kedua induk, rambut sekitar muka tebal. 4 Kimkim Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu

dalam gendongan Kety

(a) (b) (c)

Gambar 6 (a) Kumis (jantan dewasa), (b) Kumkum (anakan), (c) Kety (betina dewasa) dan Kimkim (bayi).

5.2 Aktivitas Harian

Aktivitas harian dua kelompok owa jawa di Citalahab,Taman Nasional Gunung Halimun Salak tercatat dimulai pada pagi hari yaitu sekitar pukul 06.30 – 07.15 WIB dan diakhiri pada sore hari menjelang malam yaitu sekitar pukul 16.30 – 17.30 WIB. Total waktu perjumpaan selama penelitian berlangsung adalah 5.288 menit atau 88 Jam 8 menit untuk seluruh individu owa. Rata-rata waktu aktivitas harian dua kelompok tersebut adalah 8 jam 48 menit. Penggunaan waktu tersebut termasuk dalam kisaran masa aktif Hylobatidae yang disebutkan oleh Leighton (1986) diacu dalam Ario (2011) yaitu delapan hingga sepuluh jam setiap hari.

Tabel 4 Alokasi waktu awal dan akhir aktivitas harian dua kelompok studi

No Kelompok Owa Waktu awal aktivitas Waktu akhir aktivitas

1 Kelompok A 06.25 – 06.45 16.00 – 16.30 2 Kelompok B 06.30 – 07.00 17.00 – 17.30

Kelompok B memiliki waktu rata-rata aktivitas harian lebih besar daripada waktu rata-rata aktivitas harian kelompok A. Kelompok A memiliki waktu rata- rata aktivitas harian yaitu 8 jam 7 menit sedangkan kelompok B memiliki waktu rata-rata harian yaitu 9 jam 55 menit.

Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam empat aktivitas utama, yaitu aktivitas makan (makan atau minum), istirahat (duduk, berdiri, berbaring, dan bergantung), bergerak (bipedalism, memanjat, melompat dan berayun) dan sosial (bersuara, bermain, berkelahi, dan berkutu-kutuan).

Hasil pengamatan aktivitas harian pada Kelompok A dan kelompok B owa jawa di Citalahab diperoleh persentase aktivitas harian dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah 48,18% aktivitas istirahat; 33,88% aktivitas makan ; 14,30 % aktivitas bergerak; dan 3,64% aktivitas sosial. Aktivitas istirahat merupakan aktivitas dominan yang dilakukan individu jantan dan betina sepanjang hari yaitu sebesar 49,40% dan 46,99% sedangkan aktivitas sosial merupakan aktivitas dengan persentasi terkecil yaitu sebesar 3,71% dan 3,56% (Gambar 7). Persentase frekuensi setiap aktivitas harian owa jawa tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kim et al (2011) bahwa owa jawa di Citalahab menghabiskan 36% dari seluruh

14%

34% 48%

4%

Berpindah Makan Istirahat Sosial

waktunya untuk aktivitas makan, 41% aktivitas beristirahat, 15% aktivitas berpindah, 6% terlibat dalam aktivitas sosial, dan 2% dalam interaksi agresif.

Gambar 7 Persentase aktivitas harian owa jawa.

Setiap individu baik dalam kelompok A maupun kelompok B memiliki persentase aktivitas harian yang relatif sama dengan individu lainnya dalam satu kelompok. Hal tersebut disebabkan setiap individu owa dalam kelompok selalu bersama – sama dalam melakukan seluruh aktivitas hariannya dengan jarak antara satu individu dengan individu lainnya yang selalu berdekatan dalam melakukan setiap aktivitasnya.

Gambar 8 Aktivitas harian dua kelompok owa jawa.

Secara keseluruhan, aktivitas harian setiap individu kelompok A dan kelompok B tidak berbeda. Namun , perbedaan dapat dilihat pada frekuensi dan durasi setiap aktivitas yang dilakukan kelompok A dan kelompok B. Berdasarkan Gambar diatas , terlihat bahwa kelompok B memiliki frekuensi aktivitas bergerak

9.40% 17.93% 14.83% 14.48% 34.45% 28.29% 34.16% 37.40% 56.15% 51.09% 44.72% 43.90% 0.00% 2.59% 6.29% 4.23% Jantan Betina Jantan Betina Ke lomp o k A Ke lomp o k B

lebih besar dibandingkan dengan kelompok A. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok B cenderung lebih sering bergerak dan berpindah dalam aktivitas hariannya dibandingkan dengan kelompok A.

Gambar 9 Diagram batang aktivitas setiap individu owa jawa.

Berdasarkan Gambar 9, Persentase aktivitas bergerak Kumkum (anakan) lebih besar daripada aktivitas bergerak individu lainnya sedangkan persentase aktivitas beristirahat lebih kecil daripada aktivitas istirahat individu lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa individu anakan cenderung aktif bergerak dalam masa pembelajaran aktivitas bergerak apabila dibandingkan dengan individu dewasa. Aktivitas makan pada individu betina dewasa kelompok A (Ayu) lebih kecil daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Aris) sedangkan persentase aktivitas makan individu betina dewasa pada kelompok B lebih besar daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Kumis).

Individu jantan dewasa pada kelompok B akan mengalah pada individu dewasa betina dalam perebutan pakan hal tersebut diduga bahwa kedua betina dewasa pada masing – masing kelompok dalam masa menyusui sehingga membutuhkan masukan nutrisi yang besar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi melalui air susu. Alokasi waktu aktivitas harian kedua kelompok studi owa jawa dapat dilihat pada Tabel 5.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Aris Ayu Kumis Kety Kumkum

Sosial Beristirahat Makan Bergerak

Tabel 5 Alokasi waktu harian kedua kelompok studi owa jawa Tipe Aktivitas Kelompok A Kelompok B Jantan dewasa Betina Dewasa Jantan dewasa Betina Dewasa Anak % Durasi (jam) % Durasi (jam) % Durasi (jam) % Durasi (jam) % Durasi (jam) Berpindah 9,4 01,4 17,9 02,9 14,8 03,2 14,5 03,0 28,2 03,9 Makan 34,5 05,2 28,3 04,5 34,2 07,3 37,4 07,9 34,9 04,9 Beristirahat 56,2 08,4 51,1 08,2 44,7 09,6 43,9 09,2 32,0 04,5 Sosial 0 0 02,7 00,4 6,3 01,4 4,2 00,9 5,0 00,7 Total 100 15 100 16 100 21,5 100 21 100 14

Frekuensi dan durasi dari setiap aktivitas harian yang dilakukan kedua kelompok studi owa jawa memiliki hubungan yang berbanding lurus. Tipe aktivitas dengan frekuensi besar maka durasi atau lamanya waktu setiap aktivitas yang dilakukan owa jawa juga besar. Tipe aktivitas yang memiliki frekuensi dan durasi terbesar pada kelompok A secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 51,09 – 56,16% dan 08,17 - 08,42 jam. Sedangkan pada kelompok B frekuensi dan durasi terbesar secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 31,98 – 44,72% dan 04,48 – 09,61 jam.

Durasi setiap tipe aktivitas masing-masing kelomopok studi berbeda. Perbedaan yang jelas terlihat yaitu pada tipe aktivitas berpindah dan akivitas sosial. Pada aktivitas berpindah, kelompok B memiliki durasi waktu lebih lama daripada kelompok A selama waktu pengamatan. Hal ini dikarenakan bahwa wilayah jelajah kelompok B lebih luas dengan penyebaran pohon pakan yang menyebar diseluruh wilayah jelajah kelompok B. Sedangkan pada aktivitas sosial, durasi yang dilakukan kelompok B pun lama dibandingkan kelompok A. hal tersebut disebabkan jumlah dan komposisi anggota kelompok B lebih banyak dibandingkan kelompok A sehingga aktivitas sosial lebih sering dilakukan kelompok B dibandingkan kelompok A.

Dokumen terkait