• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Lokomotor dan Postur Per Aktivitas Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Lokomotor dan Postur Per Aktivitas Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ASEP ZANUANSYAH

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK

ASEP ZANUANSYAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

ASEP ZANUANSYAH. Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1978) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh DONES RINALDI dan LILIK BUDI PRASETYO.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798). Pada setiap aktifitas hariannya owa jawa menggunakan ruang habitat yang berbeda, sehingga perlu adanya kajian mengenai perilaku pergerakan dan posturnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan pelestarian populasi dan habitat owa jawa berbasis ekologi-perilaku.

Penelitian dilakukan di stasiun penelitian Cikaniki – Citalahab Resort Gunung Botol. Alat yang digunakan adalah range finder, binokuler, phi band, kompas, kamera, alat tulis dan stopwatch. Objek yang diamati adalah dua kelompok owa jawa yaitu kelompok A dan B yang telah terhabituasi dengan baik. Metode pengamatan menggunakan scan sampling, focal animal sampling, diagram profil pohon dan direct encounter. Analisis data menggunakan persentase yang disajikan dalam bentuk grafik, tabel dan deskriptif. Analisis wilayah jelajah menggunakan Minimum Convex Polygon dan Fixed Kernel 95 %.

Rata-rata waktu aktif owa jawa adalah 9 jam, dimulai pada pukul 07.35 – 16.50 WIB. Aktivitas harian didominasi oleh perilaku beristirahat sebesar 48,18 %. Tipe lokomotor dominan dalam setiap aktivitas owa jawa adalah berayun dengan frekuensi dan durasi sebesar 46,07 – 79,33% dan 11,52 – 15,26 jam sedangkan tipe postur adalah duduk sebesar 72,78% - 84,12% dan 11,12 – 19,04 jam. Terdapat 24 spesies vegetasi yang digunakan owa jawa untuk lokomotor dan 16 spesies vegetasi untuk postur. Spesies vegetasi dominan yaitu puspa (Schima wallichii) sedangkan famili dominan adalah Fagaceae. Persentase penutupan tajuk pada ruang wilayah jelajah kedua kelompok studi yeitu sebesar 62,2%. Dugaan pergerakan harian rata-rata selama waktu pengamatan kelompok A sebesar 641,96 m sedangkan kelompok B sebesar 1.278,18 m. Perhitungan dengan FK 95% memberikan rata-rata luas wilayah jelajah 50,27 ha sedangkan dengan metode MCP 100% memberikan rata-rata luas wilayah jelajah sebesar 24,38 ha. Analisis dengan Digital Elevation Model (DEM), luas wilayah jelajah kelompok studi memiliki rata – rata sebesar 25,65 ha untuk hasil analisis dengan MCP dan sebesar 53,25 ha untuk hasil analisis dengan FK 95%.

Hasil studi lokomotor dan postur dapat digunakan sebagai pertimbangan desain pembuatan kandang dan pengkayaan lingkungan pada pengelolaan konservasi eks-situ. Peta pergerakan harian dan wilayah jelajah owa jawa dapat digunakan sebagai data pendukung untuk atraksi objek ekowisata minat khusus, pendidikan dan penelitian. Selain itu, dapat menjadi acuan pengelola taman nasional dalam memonitoring keberadaan owa jawa dengan pengontrolan habitat.

(4)

ASEP ZANUANSYAH. Locomotion Behavior and Posture of Javan Gibbon (Hylobates moloch Audebert, 1798) in Gunung Halimun Salak National Park. Under Supervision of DONES RINALDI and LILIK BUDI PRASETYO.

Gunung Halimun Salak National Park is the largest mountainous tropical rainforest remaining in Java island and it is an important habitat for the preservation of javan gibbon (Hylobates moloch Audebert 1798), an endemic primate in Java island. A study of posture and locomotion of javan gibbon is needed considering within their daily activities, javan gibbon using different spatial habitat structure and therefor the information is important as reference to make a better decision in conserving habitat and population of javan gibbon based on aspect of behavioral and ecology.

This study was conducted in an area of Cikaniki – Citalahab, Gunung Botol resort for one month (June – July 2012). Equipments used in the study were range finder, binoculars, phi bands, compass, camera, stationery and stopwatch as a tools. Data were collected from two groups of well-habituated javan gibbon, named group A and B, by using scan and focal animal sampling in order to get collected behavioral data. Profile diagram of the habitat was also developed. To determine home range, convex polygon and fixed kernel 95% were applied.

The mean active period of javan gibbon was 9 hours at 07.35 am – 4.50 pm and dominated by resting activity for 48.18%. The dominant locomotor type during their active period was brachiation with frequency and duration of 46,07 – 79,33% and 11,52 – 15,26 hours. Meanwhile the percentage of sitting posture type with frequency and duration was 72,78% - 84,12% and 11,12 – 19,04 hours. There was 24 species of trees used as locomotion mediums and 16 trees for postures. The most dominant species was puspa (Schima wallichii) with most dominant family was from family Fagaceae. The percentage of crown covers for the two groups was 62.2%. Alleged average daily range during the observation time of 641.96 m group A while group B of 1278.18 m. Calculations with FK 95% giving an average cruising area of 50.27 ha, while the 100% MCP method gives an average cruising area of 24.38 ha. Analysis of the Digital Elevation Model (DEM), wide ranges of the study group had a mean - average of 25.65 ha for the analysis of the MCP and 53.25 ha for FK analysis results with 95%.

Result of posture and locomotor study could be used as consideration to design of ex situ conservation area of javan gibbon beyond, that includes also habitat enrichment. Map of the daily movements and home ranges of Javan gibbon can be used as supporting data for the object ecotourism attractions of special interest, education and research. Also, it can be a reference park managers in monitoring the presence of a controlling Javan gibbon habitat.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(6)

Nama : Asep Zanuansyah

NIM : E34080052

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Dones Rinaldi, MScF Prof.Dr.Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc NIP 196105 18 198803 1 002 NIP. 196203 16 198803 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof.Dr.Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809 15 198403 1 003

(7)

Asep Zanuansyah dilahirkan di Subang pada tanggal 28 Januari 1990 sebagai anak terakhir dari Sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Wasna dan Ibu Ruminah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1996 di SD Taman Siswa Pamanukan Subang dan lulus pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan di SMP Negeri 1 Pamanukan. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pamanukan Subang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus Himakova dan Anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna pada organisasi Himakova periode 2009 – 2011 dan pernah menjadi ketua ekspedisi Rafflesia Himakova pada periode 2010 – 2011. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang antara lain : Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Burangrang Jawa Barat (2010) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (2011), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Seblat tahun (2011), Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PEEH) di Perhutan Baturraden dan Cilacap (2010), Praktek Pengenalan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walad (2011), serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur (2012).

(8)

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji dan syukur ke-Hadirat Allah SWT yang telah membrikan Rahmat dan Hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta para pengikutnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Almarhumah Ibunda tersayang yang selalu mendoakan, membantu dan mendukung secara moril serta kakak-kakakku (Suharja, Suharto, Suhaemi, Ajat Sudrajat dan Caryono) yang selalu memberi motivasi dan dukungan baik secara moril maupun materil.

2. Ir. Dones Rinaldi, M.Scf dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dorongan semangat, nasehat dan bimbingannya.

3. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si selaku ketua sidang yang telah mengatur jalannya ujian komprehensif serta memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak, KSBTU, Kepala Seksi, Kepala Resort dan seluruh Jajaran Staff TNGHS yang telah memberikan izin dan informasi kepada penulis.

6. Rahayu Oktaviani, S.Hut, M.Sc yang telah memberikan dukungan berupa fasilitas, masukan informasi dan sharing ilmu pengetahuan serta pengalaman yang diberikan selama di lapangan .

7. Bang Aris, Bang Nuy, dan Bang Sahri yang selalu menemani dan membantu pencarian data di lapangan.

8. Teman teman Lab. Analisis Lingkungan Malau, Juan, Nuga, Ardhi, Bang Irham, Intan, atas bantuan dan sharing ilmu SIG.

(9)

kebersamaan dan bantuan yang selalu membuat penulis menjadi lebih mudah mengatasi segala masalah.

11. Saudari Meyliana Astriyantika yang telah memberikan dukungan dan motivasi agar penulis segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

12. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweis” angkatan unik dengan jargon “SIAL”

atas kebersamaan, kekompakan, canda tawa dan seluruh rasa saling asih selama ini. Semoga semua hal tersebut akan abadi seperti nama angkatan kita!.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT, Amien.

Bogor, Februari 2013

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia, taufik dan hidayah-Nya serta doa yang tulus dari orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul ”Studi Lokomotor dan Postur Owa Jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak” yang dibimbing oleh Ir.

Dones Rinaldi, M.Scf dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1798). Perilaku pergerakan dan postur adalah salah satu bidang kajian yang dapat diperdalam dalam tindakan konservasi owa jawa dengan berbasis ekologi perilaku. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(11)

DAFTAR ISI

2.1.7 Pola penggunaan strata pohon... 12

2.1.8 Pergerakan harian dan wilayah jelajah. ... 13

2.1.9 Status konservasi ... 14

(12)

3.4.1 Diagram profil pohon pendukung lokomotor dan

3.5.2 Aktivitas harian dan perilaku bergerak . ... 21

3.5.3 Jelajah harian dan wilayah jelajah . ... 22 5.1 Karakteristik Individu Owa Jawa Kelompok Studi ... 28

5.1.1 Kelompok studi A . ... 28

5.1.2 Kelompok studi B . ... 29

5.2 Aktivitas Harian ... 30

5.3 Lokomotor . ... 34

5.4 Postur . ... 37

5.5 Deskripsi Lokomotor dan Postur Setiap Aktivitas Harian. ... 41

5.5.1 Aktivitas berpindah . ... 41

5.5.2 Aktivitas makan . ... 42

5.5.3 Akktivitas istirahat . ... 44

5.5.4 Aktivitas sosial . ... 46

5.6 Karakterristik dan Profil Pohon Pendukung Lokomotor dan Postur . ... 49

5.7 Wilayah Jelajah . ... 55

5.7.1 Pergerakan horizontal . ... 55

(13)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan .. ... 68

6.2 Saran dan Rekomendasi . ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... ... 70

(14)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Rumus pohon masa kini, masa datang dan masa lampau ... 18

2 Pencatatan perilaku bergerak dan postur owa jawa ... 20

3 Ukuran Kelompok dan karakteristik individu owa jawa ... 28

a. Kelompok A . ... 28

b. Kelompok B. ... 29

4 Alokasi waktu awal dan akhir aktivitas harian dua kelompok studi ... 30

5 Alokasi waktu aktivitas harian kedua kelompok studi owa jawa . ... 34

6 Alokasi waktu harian untuk lokomotor dan postur kedua kelompok studi owa jawa . ... 40

7 Jenis-jenis pohon pendukung lokomotor dan postur dalam plot contoh ... 51

8 Penutupan tajuk pada plot contoh . ... 53

9 Kerapatan pohon per hektar dari 4 plot contoh ... 54

10 Pergerakan harian dua kelompok studi owa jawa ... 55

(15)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) ... 4

2 Peta penyebaran owa jawa (Hylobates moloch) (Nijman 2001) ... 6

3 Peta penyebaran owa jawa di TNGHS . ... 6

4 Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa ... ... 23

5 (a) Aris (jantan dewasa kelompok A) (b) Ayu dan Amore (betina dewasa dan bayi kelompok A). ... 28

6 (a) Kumis (jantan dewasa kelompok B), (b) Kumkum (anakan kelompok B), (c) Kety dan Kimkim (betina dewasa dan bayi). ... 29

7 Persentase aktivitas harian . ... 31

8 Aktivitas harian dua kelompok studi ... 31

9 Diagram batang aktivitas harian setiap individu owa jawa . ... 32

10 Persentase setiap tipe lokomotor owa jawa . ... 34

11 Persentase lokomotor per aktivitas owa jawa . ... 35

12 Persentase setiap tipe postur owa jawa . ... 37

13 Persentase postur per aktivitas owa jawa . ... 39

14 Postur aktivitas makan (a) bergelantung , (b) duduk . ... 44

15 Postur aktivitas istirahat (a) duduk dewasa, (b) Postur duduk anakan. ... 46

16 Postur allogrooming jantan dan betina dewasa . ... 48

17 Komposisi famili pohon pendukung lokomotor dan postur . ... 50

18 Diagram profil pohon . ... 52

19 Peta pergerakan harian kelompok A ... 59

20 Peta pergerakan harian kelompok B . ... 60

21 Peta bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok A yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95% ... 64

22 Peta bentuk wilayah jelajah owa jawa kelompok B yang dibangun dengan metode MCP 100% dan FK 95% ... 65

23 Peta wilayah jelajah dua kelompok studi owa jawa berdasarkan MCP 100% . ... 66

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Hasil kerapatan pohon masa kini, masa datang dan masa lampau ... 74

2 Data profil pohon pada plot contoh ... 75

3 (a) Posisi koordinat titik perjumpaan owa jawa kelompok A . ... 76

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki tiga spesies satwa kunci yaitu elang jawa (Spizaetus bartelsi), macan tutul (Panthera pardus), dan owa jawa (Hylobates moloch). Kawasan ini merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa dan merupakan lokasi penting bagi pelestarian satwa di dalamnya dan kawasan ini juga adalah salah satu habitat yang sesuai bagi primata endemik pulau jawa yaitu owa jawa (Hylobates moloch).

Menurut IUCN (2009), owa jawa termasuk kedalam red list jenis primata dengan kategori terancam (endangered) dan populasinya cenderung terus menurun. Selain itu, owa jawa juga terdaftar dalam APPENDIX 1 CITES (Convention International of Trade Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora). Owa jawa termasuk ke dalam daftar 25 jenis primata yang paling rentan terhadap kepunahan sejak tahun 2000 (Mittermier et al. 2007). Hal ini terjadi karena adanya tekanan atau degradasi terhadap habitat owa jawa dan perdagangan liar satwa owa jawa sebagai hewan peliharaan (Supriatna 2006), saat ini diperkirakan hanya tersisa antara 2.000-4.000 individu spesies kera kecil di habitat alaminya.

Data dan informasi akurat baik mengenai populasi, karakteristik pohon pendukung aktivitas maupun perilaku sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian owa jawa di habitat alaminya. Berbagai penelitian mengenai populasi, habitat, pakan, aktivitas harian bahkan aspek pengelolaan telah banyak dilakukan. Salah satu aspek penting dalam mendukung penyempurnaan pengelolaan owa jawa yaitu perilaku bergerak (locomotion behavior). Selain itu, pemetaan wilayah aktivitas harian (pergerakan) spasial owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak perlu dilakukan guna memperbaharui data dalam monitoring keberadaan, sebaran spasial dan wilayah jelajahnya.

(18)

dilakukan mengingat dalam setiap aktivitas hariannya yang meliputi perilaku makan, bergerak, beristirahat dan perilaku sosial seperti bersuara, owa jawa menggunakan ruang habitat yang berbeda. Pengetahuan mengenai perilaku dan wilayah jelajah owa jawa penting dilakukan dalam pengambilan kebijakan pelestarian populasi dan habitatnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Mengetahui lokomotor dan postur owa jawa (Hylobates moloch). 2. Mengetahui karakteristik pohon pendukung lokomotor dan postur owa

jawa (Hylobates moloch).

3. Mengetahui pola pergerakan dan luas wilayah jelajah owa jawa (Hylobates moloch).

1.3 Manfaat Penelitian

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bio Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan taksonomi

Berdasarkan Napier dan Napier (1967), owa jawa (Hylobates molloch

Audebert 1798), diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Primata Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates

Spesies : Hylobates moloch Audebert (1798).

Owa jawa dalam bahasa Inggris disebut javan gibbon atau silvery gibbon, sedangkan nama lokalnya adalah owa atau wau-wau kelabu. Arti kata hylobates menurut Nowak (1999) adalah penghuni pohon, oleh karena itu ketangkasan genus ini dikenal melebihi satwa lain pada saat bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya.

2.1.2 Morfologi

(20)

Gambar 1 Owa jawa (Hylobates moloch).

Owa jawa jantan dewasa memilki berat berkisar antara 4300–7928 gram sedangkan betina dewasa 4100–6800 gram. Panjang badan dan kepala berkisar antara 400–635 mm untuk jantan dewasa dan 403–635 mm untuk betina dewasa (Napier & Napier 1967). Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), berat tubuh jantan dewasa berkisar 4–8 kg dan betina dewasa antara 4–7 kg, panjang tubuh jantan dan betina dewasa berkisar antara 75–80 cm.

Genus Hylobates merupakan primata tidak berekor, memiliki kepala kecil dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar, rambut tebal dan halus. Owa jawa memiliki gigi seri kecil dan sedikit ke depan, sehingga memudahkan untuk menggigit dan memotong makanan. Gigi taring panjang dan berbentuk seperti pedang yang berfungsi untuk mengigit dan mengupas makanan. Gigi geraham atas dan bawah untuk mengunyah makanan (Napier & Napier 1967).

Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, Kappeler (1984) membagi Owa jawa ke dalam 4 kelas umur, yaitu sebagai berikut :

1. Bayi (infant) : 0-18 bulan, individu dengan ukuran tubuh sangat kecil, masih dibawa dan digendong oleh induk betinanya.

2. Anak-anak (juvenille) : 18 bulan-5 tahun, individu yang belum tumbuh dengan maksimal, warna bulu mendekati dewasa, mampu melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung masih dekat dengan induk.

(21)

4. Dewasa (adult) : > 7 tahun, individu yang telah memiliki ukuran tubuh maksimal, dan hidup berpasang-pasangan.

2.1.3 Habitat dan penyebaran

Owa jawa dapat ditemukan pada berbagai habitat mulai dari pantai sampai dengan ketinggian 1.400–1.600 m dpl (Supriatna & Wahyono 2000). Jenis ini jarang ditemukan di hutan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m dpl karena umumnya vegetasi dan jenis tumbuhan di daerah setinggi ini bukan merupakan sumber pakan owa jawa. Selain itu banyaknya lumut yang menutupi cabang pohon di pegunungan menyulitkan pergerakan brakhiasi owa jawa. Selain itu suhu pada ketinggian di atas 1.500 m dpl lebih rendah dibandingkan suhu di bawahnya sehingga tidak sesuai bagi owa jawa (Rowe 1996).

Owa jawa merupakan genus Hylobates yang membutuhkan pepohonan besar dengan tajuk rapat dan memiliki percabangan yang tumbuh horizontal untuk membantu mereka dalam berpindah. Jenis ini juga merupakan satwa yang benar-benar hidup arboreal sehingga membutuhkan hutan dengan kanopi antar pohon yang berdekatan (Kappeler 1984).

(22)

Gambar 2 Peta penyebaran owa jawa (Hylobates moloch) (Nijman 2001).

Supriatna dan Wahyono (2000) membedakan owa jawa menjadi dua subspesies, yaitu H. moloch moloch yang memilki warna rambut lebih gelap, dan

H. moloch pangoalsoni dengan rambut berwarna lebih terang. Pola penyebaran H. moloch moloch memiliki daerah sebaran di wilayah Jawa Barat sedangkan H. moloch pangoalsoni di Jawa Tengah. Di Taman Nasional Ujung Kulon, owa jawa bisa ditemukan di daerah Curug Cikacang dan Cikanolong (Rinaldi 1999). Daerah lain dari wilayah Gunung Honje yang bisa ditemukan owa adalah Cipunaga, Cihonje, Cinimbung, Cilimus, Cibiuk dan Ermokla (Atmoko et al. 2008).

(23)

2.1.4 Aktivitas harian

2.1.4. 1 Aktivitas bersuara

Aktivitas owa jawa diawali dengan bersuara disertai pergerakan akrobatik sebelum mencari pakan (Rinaldi 1999). Pada pagi hari, owa jawa akan mengeluarkan suara berupa lengkingan nyaring yang disebut morning call, dengan durasi antara 10–30 menit. Suara owa jawa dapat diidentifikasi hingga radius 500–1.500 m. Suara yang dapat diidentifikasi adalah suara betina untuk menandai teritorinya, suara jantan ketika bertemu dengan kelompok lainnya, suara antar individu ketika terjadi konflik, dan suara anggota kelompok ketika melihat bahaya (Geissman et al. 2005).

2.1.4. 2 Aktivitas beristirahat

Pohon tidur adalah jenis pohon yang digunakan owa jawa sebagai tempat beristirahat, tidur dan tempat berlindung dari predator. Kelompok famili owa akan melakukan perpindahan pohon tidur secara berkala. Jantan dan betina tidur pada pohon yang berbeda. Pada saat berada di pohon tidur, owa tidak akan bersuara untuk menghindari bahaya (Islam & Feeroz 1992). Setelah melakukan jelajah harian, owa jawa akan kembali ke pohon tidur beberapa jam sebelum matahari terbenam, dan tinggal di pohon tersebut sampai kira-kira 14–17 jam. Biasanya betina dewasa dan bayi menuju pohon tidur terlebih dahulu, diikuti anak yang beranjak dewasa dan terakhir jantan dewasa.

Iskandar (2008) menyatakan bahwa di TN Gunung Gede Pangrango terdapat sekitar 17 jenis vegetasi yang merupakan tempat tidur owa jawa yang tergolong kedalam 7 famili. Pohon tidur owa jawa tersebut adalah teureup (Artocarpus elasticus), rasamala (Altingia excelsa), kondang (Ficus variegata), Afrika (Maesopsis eminii), dan manggong (Macaranga rhizinoides).

Pada umumnya vegetasi yang dimanfaatkan owa jawa sebagai pohon pakan dan pohon tidur adalah vegetasi tingkat pohon. Hal tersebut disebabkan pola hidup owa jawa yang bersifat arboreal dengan memanfaatkan strata pohon tengah dan atas (Iskandar 2007).

2.1.4. 3 Aktivitas makan

(24)

memakan buah), folivorus (banyak memakan dedaunan) dan insectivorus (banyak memakan serangga) (Rowe 1996).

Pohon tempat aktivitas owa jawa dapat dibedakan menjadi pohon pakan dan pohon tidur. Pohon pakan adalah jenis pohon yang dimanfaatkan owa jawa sebagai pakan. Bagian pohon yang biasanya dimanfaatkan adalah buah, daun, bunga dan hewan-hewan kecil (serangga, ulat dan rayap). Kelompok famili owa pada umumnya mengonsumsi buah matang dalam proporsi yang tinggi. Persentase jenis pakan tertinggi adalah buah-buahan matang (61%), dedaunan (38%) dan bunga (1%) (Kappeler 1984).

Sekitar 44 jenis pohon pakan owa jawa yang terdapat di TN Gunung Gede Pangrango, yang merupakan anggota dari 24 famili. Pohon pakan tersebut adalah rasamala (Altingia excelsa), kayu afrika (Maesopsis eminii), teureup (Artocarpus elasticus), saninten (Castanopsis argentea) dan puspa (Schima wallichii) (Iskandar 2008). Di Taman Nasional Ujung Kulon setidaknya terdapat 27 jenis tumbuhan sumber pakan bagi owa jawa (Rinaldi 1999). Bagian vegetasi yang dijadikan makanan owa jawa adalah daun muda, buah dan bunga.

2.1.4. 4 Kelompok sosial

Sebagaimana owa lainnya, owa jawa hidup berpasangan dalam system keluarga monogami. Dalam kelompok owa terdapat sepasang individu dewasa,termasuk satu bayi (infant) (0-2 atau 2,5 tahun), satu anak (juvenil) (2-4 tahun, pergerakan tetap dipantau induknya), satu remaja (adolescent) (4-6 tahun, ukuran tubuh tidak sama dengan individu dewasa), dan satu pra remaja (sub adult) (lebih dari 6 tahun, pertumbuhan lengkap tapi belum matang kelamin) (Leighton 1986). Individu yang sudah mulai dewasa dihalau dari koloni untuk membentuk koloni baru dengan pasangannya (Supriatna & Wahyono 2000).

Masa hamil owa jawa berkisar antara 197-210 hari, dengan jarak kelahiran anak yang satu dengan yang lainnya berkisar 3-4 tahun, dan umumnya owa jawa dapat hidup hingga 35 tahun (Supriatna & Wahyono 2000).

(25)

dengan pola perkawinan ini adalah owa jawa. Berbeda hal nya dengan owa jawa terdapat jenis primata lain yang hidup dalam kelompok besar seperti bekantan, simpai dengan pola perkawinan harem (satu jantan dengan banyak betina) atau banyak jantan dengan banyak betina seperti pada Macaca fascicularis. Bentuk pengkayaan yang menempatkan individu-individu dalam satu kandang yang sama atau penempatan boneka indukan betina bagi bayi primata yang kehilangan induk betinanya merupakan suatu bentuk pengkayaan sosial yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi kandang yang hampir mirip dengan kondisi alaminya sehingga berbagai aktivitas sosial seperti bermain, kawin, memelihara dan meminta dipelihara termasuk didalamnya grooming dapat dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok tersebut.

2.1. 5 Perilaku lokomotor dan postur

Kata lokomotor merupakan bahasa serapan dari bahasa Inggris yaitu

locomotion yang berarti pergerakan. Locomotion behavior secara bahasa memiliki makna perilaku bergerak. Perilaku bergerak pada satwaliar dapat meliputi pergerakan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan pergerakan anggota tubuh dalam mendukung setiap aktivitasnya.

Lokomotor dan postur setiap aktivitas satwa terdiri atas (Gebo & Chapman 1991) dengan modifikasi :

1. Lokomotor, meliputi :

Quadrapedalism : Keempat tungkai satwa bergerak secara umum diatas suatu tempat pendukung seperti tanah, ranting, batang, dan kanopi pohon termasuk pergerakan berjalan, berlari, dan mencongak. Melompat (Leaping) : Pergerakan melompat pada satwa meliputi berdiri

(26)

Memanjat (Climbing) : Pergerakan vertikal baik ke atas maupun ke bawah secara bertahap. Gerakan naik atau turun secara vertikal atau curam cenderung melalui dukungan kecil tidak teratur dan saling terkait; empat kaki bergerak dalam pola yang sering tidak teratur dengan lengan dan lutut dengan variabel posisi tangan dan kaki; lengan yang digunakan untuk menarik tubuh sementara kaki bergantian mendorong tubuh ke atas atau ke depan.

Berayun (brachiasi) : Gerakan mengayunkan badan dengan tangan menempel ke ranting-ranting pohon dapat bergerak dari satu pohon ke pohon lainnya. Lainnya, meliputi : Bipedalism, satwa bergerak dengan

menggunakan kedua tungkai belakangnya 2. Postur (Posisional), meliputi :

Duduk (Sitting) : Satwa duduk dengan menyandarkan bahu dan tangan menekuk kedepan, kaki mendekati tubuh dan memegang ranting. Kaki menekuk tajam dan mendekatkan lutut mereka ke dagu dan kedua tangan melipat di atas lutut dan kepala disembunyikan diantara lutut dan dada.

Berdiri (Standing) : Satwa berdiri dengan menggunakan keempat tungkai nya.

Berbaring (Reclining) : Posisi satwa berbaring baik telentang, telengkup, dan memiringkan (sisi) badan.

(27)

Menurut Kartono et. al. (2002), pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa terdiri atas: brakhiasi, berjalan secara bipedal, memanjat secara quadropedal, melompat dan mamanjat melalui akar atau liana serta menjatuhkan diri dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah.

Proporsi masing-masing bentuk pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa rehabilitan adalah sebagai berikut: berayun (brachiasi) 38,9% – 49,2%, lompat (leaping) 30,9% – 41,1%, manjat (climbing) 15,7% – 18,8%, dan bipedal 2,4% - 4% sedangkan proporsi bentuk aktivitas istirahat adalah duduk 97,1% – 97,8% dan berbaring 2,2% – 2,8% (Ario 2010).

Pada saat melakukan aktivitas harian, owa jawa lebih bersifat arboreal dan jarang turun ke tanah. Pergerakan dari pohon ke pohon dilakukan dengan cara bergelayutan atau brakhiasi. Pohon yang tinggi dapat digunakan untuk bergelayutan, berpindah tempat, tidur, menelisik (grooming) antara jantan dan betina atau antara induk betina dan anaknya serta mencari makan (Supriatna & Wahyono 2000).

Menurut Iskandar (2007), aktivitas pergerakan dilakukan terutama bertujuan untuk mencari sumber pakan. Mengingat sebaran sumber pakan owa yang lebih banyak mengkonsumsi daun,di hutan rasamala Taman Nasional Gunung Gede Pangrango tersebar merata, maka kelompok tersebut tidak perlu melakukan perjalanan yang jauh. Selain itu, pakan daun memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dibandingkan dengan buah, sehingga mengurangi aktivitas pergerakan merupakan pilihan strategi dalam menyikapi sedikitnya pilihan sumber pakan buah dan untuk menghemat energi.

2.1. 6 Profil dan arsitektur pohon

(28)

Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978).

Menurut Halle dan Oldeman (1975) model arsitektur pohon dapat dibedakan menjadi :

1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner.

2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain.

3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook.

4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot.

Profil vegetasi merupakan gambaran vertikal dan horisontal serta struktur dan komposisi jenis dari suatu vegetasi meliputi dominasi penutupan tajuk, keanekaragaman jenis, frekuensi jenis, kerapatan jenis dan tumbuhan bawahnya. Profil vertikal dan horizontal ini di bentuk oleh model arsitektur dari jenis-jenis yang ada di dalamnya (Setiadi 1998).

2.1.7 Pola penggunaan strata pohon

Terdapat 25 jenis pohon yang sering digunakan Owa Jawa dalam melakukan aktivitas harian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi jenis pohon rasamala (Altingia excelsa) yang dominan. Jenis pohon lainnya meliputi saninten (Castanopsis argentea), puspa (Schima walichii), ki hiur (Castanopsis javanica) dan pasang (Quercus sundaica) (Oktaviani 2009).

(29)

pegunungan rendah dengan ketinggian 700-1.500 mdpl (Kappeler 1984, Supriatna dan Wahyono 2000, Suryanti 2006). Menurut Nijman (2001) owa jawa melakukan sebagian besar aktivitas hariannya pada lapisan atas kanopi dengan ketinggian 20-25 m. Menurut Usman (2003), 91,7% selang ketinggian yang paling sering digunakan owa jawa di Bodogol yaitu antara ketinggian 16-35 m.

Berdasarkan beberapa penelitian, diketahui bahwa dalam melakukan aktivitasnya, owa jawa sering menggunakan strata kanopi tengah. Hal tersebut berkaitan dengan ketersediaan sumber pakan yang lebih banyak terdistribusi di bagian tengah dan strategi perlindungan terhadap predator dengan cara menghindar, berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain (Iskandar 2007). Menurut Indriyanto (2008), pepohonan yang menyusun strata tengah membentuk lapisan tajuk yang tebal, sehingga memudahkan bagi Owa jawa untuk melakukan brakiasi.

2.18 Pergerakan harian dan wilayah jelajah

Wilayah jelajah (home range) merupakan daerah yang dikunjungi satwaliar secara tetap karena dapat mensuplai pakan, minuman serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung, bersembunyi, tempat tidur dan tempat kawin. Sedangkan teritori adalah tempat yang khas yang selalu dipertahankan dengan aktif misalnya tempat tidur untuk primanta, tempat istirahat untuk binatang pengerat dan tempat bersarang untuk burung (Alikodra 1990). Home range adalah satu wilayah yang biasa dikunjungi dan digunakan sebagai tempat berlangsungnya aktivitas satwaliar (Owen 1980 diacu dalam Priatna 2012). Wilayah jelajah dapat diketahui melalui tanda – tanda satwaliar seperti feses, jejak tapak kaki dan sebagainya.

(30)

Menurut Fleagle (1988), spesies folivorous cenderung mempunyai wilayah jelajah yang lebih sempit dibandingkan dengan spesies frugivorous karena ketersediaan dedaunan lebih umum dan merata dibandingkan ketersediaan buah. Selain itu, spesies dengan ukuran tubuh besar cenderung membutuhkan wilayah jelajah yang lebih luas untuk mendukung kebutuhan hidupnya dibandingkan dengan satwa yang tubuhnya kecil (Fleagle 1988).

Setiap kelompok owa jawa membatasi pergerakannya pada bagian tertentu dari hutan, menggunakan pohon – pohon tertentu di areal tersebut untuk tidur dan bersuara serta menetapkan rute untuk mempertahankan wilayah jelajahnya dengan mengusir kelompok owa jawa lain dan adanya dominasi diantara kelompok – kelompok tersebut. Pada zona batas wilayah jelajah tertentu, pertahanan wilayah tidak dilakukan, areal selain daerah zona batas disebut teritori (Kappeler 1981).

Wilayah jelajah setiap kelompok owa jawa dapat bertumpang tindih (overlap) dengan wilayah jelajah kelompok lain yang berdekatan. Sikap saling intoleran antar kelompok juga dapat dijumpai pada areal yang tumpang tindih tersebut. Areal teritori kelompok yang saling berdekatan disebut areal pelanggaran (Kappeler 1981). Rata-rata luas wilayah jelajah harian owa jawa di Cikaniki – Citalahab adalah sebesar 5,9 – 36,6 ha dan overlap wilayah jelajah setiap group sebesar 1,1 – 3,3 ha (Kim et al. 2011).

2.1.9 Status konservasi

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, owa jawa termasuk jenis satwa yang dilindungi. Dalam daftar Red List IUCN tahun 1999, owa jawa dikategorikan sebagai jenis kritis (Critically endangered). Mulai tahun 2000– 2004, owa jawa termasuk ke dalam salah satu dari 25 spesies primata yang paling terancam punah di dunia (Mittermier et al. 2007). Namun berdasarkan Red List

(31)

punah sehingga perdagangan internasional untuk tujuan komersil tidak diperbolehkan.

2.2 Analisis Spasial untuk Menentukan Home Range (MCP dan FK)

Luas wilayah jelajah satwa liar termasuk primata owa jawa dapat diduga dengan analisis spasial. Titik-titik koordinat posisi owa jawa yang didapatkan berdasarkan pengamatan lapangan diunggah dan dianalisis dengan menggunakan software hingga membentuk suatu polygon. Pendugaan luas wilayah jelajah owa jawa dapat diketahui dengan melakukan penghitungan luas area polygon tersebut. Pembentukan polygon berdasarkan titik-titik koordinat geografi tersebut dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode Minimum Convex Polygon (MCP) dan Fixed Kernel (FK).

Mohr (1947) memperkenalkan konsep dari “minimum wilayah jelajah” dengan ide menggunakan Minimum Convex Polygon (MCP) untuk menduga luasan wilayah jelajah suatu satwa liar. Semenjak itu, MCP menjadi metode yang paling popular dan banyak digunakan untuk menduga luasan wilayah jelajah. MCP akan memudahkan untuk membandingkan dengan hasil pendugaan lain pada spesies yang sama (Sankar et al. 2010 dalam Priatna 2012).

Pendugaan luas jelajah dengan FK (Fixed Kernel) memberikan hasil yang lebih baik untuk membandingkan dengan hasil dari MCP (Nilsen et al. 2008). Perkiraan ukuran daerah jelajah dengan metode FK memberikan hasil yang akurat namun membutuhkan sampel data yang banyak (Mitchell 2007). Pendugaan luas wilayah jelajah dengan FK, lebih akurat karena mempertimbangkan faktor

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2012 di Citalahab Resort Gunung Botol Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Pengambilan data mengenai perilaku bergerak dan postur owa jawa dilakukan di resort Citalahab dengan objek penelitian owa jawa yang telah terhabituasi dengan baik. Waktu khusus yang dibutuhkan untuk habituasi objek penelitian yaitu dua sampai sembilan bulan pada Juli 2007 – Maret 2008 (Kim et al 2011).

3.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengamatan lapangan dalam penelitian ini antara lain: range finder, binokuler, alat ukur panjang (meteran), alat pengukur waktu (stopwatch), kompas, kamera, alat tulis, Global Positioning System (GPS) dan lembar kerja untuk mencatat data di lapangan. Peralatan untuk pengolahan dan analisis data penggunaan waktu (time budget) terdiri atas perangkat lunak Microsoft Excell 2007 sedangkan analisis data posisi owa setiap aktivitasnya terdiri atas perangkat lunak Map source, ArcGIS 9.3 dan Global Mapper v.11.

Objek penelitian ini terdiri dari tujuh individu owa jawa dari dua kelompok yang terdiri atas klasifikasi umur bayi (infant), anakan (juvenile) serta dewasa (adult) meliputi dua jantan (adult males) dan dua betina (adult females).

3.3 Jenis Data

3.3.1 Data primer

Istilah data primer digunakan untuk data yang diperoleh secara langsung di lapangan dan berkaitan langsung dalam menunjang pencapaian tujuan dari penelitian. Data ini meliputi:

(33)

dilakukan setiap aktivitas meliputi frekuensi dan durasi yang dilakukan owa jawa.

b) Data Karakteristik pohon pendukung lokomotor dan postur per aktivitas owa jawa meliputi: jenis pohon, titik koordinat posisi pohon dalam plot sample (X dan Y), tinggi pohon (Tinggi Bebas Cabang dan Tinggi total), diameter setinggi dada (Dbh), luas serta kerapatan tajuk.

c) Data jelajah haian dan wilayah jelajah meliputi parameter : jarak pergerakan dalam satu hari (daily range), radius maksimum (radius maximum), jarak perpindahan pohon tidur (night position shift), dan luas daerah jelajah .

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder digunakan untuk data yang diperoleh dari dokumen-dokumen dan publikasi yang terkait dengan penelitian ini melalui studi literatur. Data sekunder yang diperlukan antara lain: kondisi umum lokasi penelitian, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi peta kawasan, garis kontur dan aliran sungai, serta citra landsat dengan resolusi 30 m untuk olah data Digital Elevation Model (DEM) yang diunduh dari

www.usgs.gov .

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Diagram profil pohon pendukung lokomotor dan postur

Penelitian terhadap karakteristik habitat owa jawa bertujuan untuk mengetahui pohon pendukung lokomotor dan postur per aktivitas owa jawa. Pengambilan data profil dan arsitektur pohon dengan menggunakan plot sampling berukuran 50 x 10 m. Jumlah plot sampling yang diambil yaitu sebanyak 4 plot

sample (2 plot kelompok A dan 2 plot kelompok B) dari 19 plot pengamatan yang terdapat dalam wilayah jelajah kedua kelompok studi dengan Intensitas Sampling

(IS) yaitu sebesar 21,05 %.

(34)

adalah pohon yang memiliki tinggi > 30 m, strata B untuk pohon dengan tinggi 30-20 m, strata C untuk pohon dengan tinggi 20-10 m, strata D untuk pohon dengan tinggi < 10 m, dan starata E adalah tumbuhan penutup tanah. Pohon yang teridentifikasi selanjutnya dibuat profil vegetasinya dalam kertas milimeter dengan skala 1:200. Tinggi pohon dan arsitektur tajuknya dibuat secara vertikal kemudian diproyeksikan secara horisontal untuk luas penutupan tajuk. Penentuan pohon yang termasuk ke dalam pohon masa kini, masa datang dan masa lampau ditentukan dengan rumus:

Tabel 1 Rumus pohon masa kini, masa datang, dan masa lampau

Pohon masa kini Pohon masa datang Pohon masa lampau

Tt < 2. Tbc Tt > 2. Tbc Tt << 2. Tbc Tt < 100.Dtd Tt> 100. Dtd Tt << 100.Dtd

Tbc < ⁄ . Tt Tbc > ⁄ Tt Tbc >> ⁄ Tt

Keterangan :

Tt : Tinggi pohon total

Tbc : Tinggi pohon bebas cabang Dtd : Diameter pohon setinggi dada

Hasil pengenalan vegetasi pada jalur pengamatan dilakukan untuk mencari jenis-jenis vegetasi yang sering digunakan owa jawa untuk mendukung lokomotor serta postur dalam setiap aktivitas owa jawa. Data ini akan memberikan Gambaran jenis-jenis vegetasi yang dapat ditemui pada jalur pengamatan dan dapat dipakai untuk mengambil kesimpulan mengenai kondisi vegetasi di habitat owa jawa. Bila dihubungkan dengan jenis vegetasi yang paling sering dimanfaatkan owa jawa, maka dapat diambil kesimpulan mengenai ketersediaan sumberdaya vegetasi yang dapat mendukung kehidupan owa jawa.

3.4.2 Aktivitas harian dan perilaku bergerak

(35)

dewasa (Kumis) , satu betina dewasa (Kety), satu anakan (Kumkum) dan satu bayi (Kimkim).

Waktu total yang dibutuhkan dalam pengambilan data kedua group owa jawa tersebut yaitu 15 hari dengan waktu bersih pengamatan selama 3.536 menit dengan total ulangan yaitu sebanyak tiga kali ulangan untuk setiap individu owa yang diamati. Alokasi waktu pengambilan data baik perilaku maupun penandaan posisi koordinat owa jawa dilakukan secara bergantian. Dalam satu minggu, alokasi pengambilan data untuk kelompok A sebanyak tiga hari dan tiga hari berikutnya untuk pengambilan data kelompok B.

Pengamatan perilaku bergerak owa jawa dilakukan dengan menggunakan metode Focal Animal Sampling dengan interval waktu 1 menit untuk individu dewasa (jantan dan betina) serta individu anakan, sedangkan pengambilan data keseluruhan aktivitas harian dengan menggunakan metode scan sampling dengan interval waktu 15 menit untuk seluruh individu owa jawa dalam setiap kelompok yang terdiri dari dewasa (jantan dan betina), anakan dan bayi. Pengamatan dilakukan setiap hari mengikuti pola aktivitas owa jawa yang diurnal, yaitu pada saat owa jawa memulai aktivitas pada pagi hari pukul 05.30 – 06.25 WIB dan disore hari pada pukul 16.00 – 17.25 WIB.

Sedangkan untuk melihat presentase perilaku makro dan mikro tertentu terhadap perilaku bergerak lainnya digunakan dengan metode one zero sampling.

Pencatatan data dilakukan dengan metode continuous recording untuk mencatat kejadian perilaku yang terjadi baik frekuensi maupun lama (durasi) terjadinya suatu perilaku.

(36)

Tabel 2 Pencatatan perilaku bergerak dan postur owa jawa, terdiri atas (Gebo & Chapman 1990)

No Perilaku bergerak dan postur Penguraian

1 Lokomotor Quadropedal pengambilan data adalah sebagai berikut :

1. Travel (Perpindahan jarak jauh diantara dua pohon, perpindahannya selalu dari pohon satu ke pohon yang lainnya dari atau ke pohon pakan atau pohon tempat beristirahat).

2. Feeding (Pergerakan atau perpindahan posisi dalam satu pohon mendukung aktivitas makan dan postur ketika makan).

3. Resting (Pergerakan dalam selang waktu ketika tidak beraktivitas , postur ketika tidak melakukan aktivitas atau istirahat).

4. Social (Pergerakan atau perpindahan dan postur ketika melakukan kegiatan sosial seperti bersuara, berkutu-kutuan, kopulasi, berkelahi dan bermain).

3.3.4 Jelajah harian dan wilayah jelajah.

Wilayah jelajah owa berdasarkan pergerakan harian owa jawa yang meliputi jauhnya pergerakan dalam satu hari (daily range), radius maksimum (radius maximum) yang dicapai dari satu titik posisi ke titik posisi lainnya dan perpindahan lokasi tempat tidur pada hari berikutnya (night position shift).

(37)

lokasi tidur selanjutnya pada pukul 16.00 – 17.25 WIB. Dalam setiap enam hari pengamatan setiap minggunya, pembagian waktu pengamatan dilakukan tiga hari pengamatan untuk kelompok A dan tiga hari pengamatan untuk kelompok B. Sedangkan pada saat hari keenam setiap minggunya, pengamatan dilakukan setengah hari. Sehingga pada saat peralihan jadwal dari kelompok A ke kelompok B atau sebaliknya posisi pohon tidur sebelumnya tidak diketahui.

Pengambilan data titik koordinat geografi posisi owa jawa dalam melakukan setiap aktivitas hariannya dilakukan ketika owa jawa mulai melakukan aktivitas harian seperti aktivitas makan, berisitirahat dan sosial khususnya ketika kelompok studi owa jawa menempati suatu pohon untuk beraktivitas. Pengambilan data posisi dilakukan pada setiap owa jawa berada pada satu pohon untuk melakukan aktivitas dan pada setiap owa jawa berpindah ke pohon berikutnya untuk melakukan aktivitas (dalam satu pohon).

3. 5 Analisis Data

3. 5.1 Diagram profil pohon

Dari diagram profil tajuk dapat diketahui stratifikasi vegetasi di habitat owa jawa (Soerianegara dan Indrawan 1998), yaitu :

a. Strata A : Lapisan teratas, pohon – pohon yang tinggi total 30 m ke atas

b. Strata B : Pohon – pohon dengan tinggi total 20 – 30 m. c. Strata C : Pohon – pohon dengan tinggi total 4 – 20 m.

3. 5.2 Aktivitas harian dan perilaku bergerak

Data kemudian akan disajikan dan dianalisis secara deskriptif dalam bentuk pemaparan hasil serta secara kuantitatif. Penyajian secara deskriptif dilakukan untuk menguraikan perilaku bergerak yang dilakukan owa jawa.

Penyajian persentase dan grafik untuk mengGambarkan proporsi aktivitas bergerak. Metode One-Zero digunakan untuk mendapatkan persentase dan durasi perilaku bergerak makro dan mikro yang diamati dengan menghitung jumlah perilaku sejenis yang dilakukan oleh setiap individu (X) dalam n jam berbanding dengan jumlah perilaku yang diamati dalam n jam pada individu tersebut (Y).

(38)

3. 5.3 Jelajah harian dan wilayah jelajah

Untuk mendapatkan informasi pergerakan harian dan wilayah jelajah owa jawa, data yang berhasil dikumpulkan melalui identifikasi titik posisi owa jawa yang berupa file gpx di-upload ke dalam ArcGIS 9.3 untuk dijadikan file shp. Selanjutnya dengan ekstensi X-tool pada ArcGIS 9.3 dilakukan pengukuran jarak antar point (data posisi) yang terkumpul setiap hari, namun sebelumnya data posisi telah dipisahkan terlebih dahulu setiap ulangannya.

Wilayah jelajah owa jawa dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis kuantitatif penghitungan luas wilayah jelajah dilakukan dengan mengunggah seluruh data koordinat posisi masing-masing kelompok studi dalam bentuk file database ke ArcGIS 9.3, kemudian dianalisis dengan menggunakan ekstensi Hawstool v. 3.6 yang dioprasikan melalui ArcGIS 9.3. luas wilayah jelajah ditentukan dengan menggunakan metode MCP (Minimum Convex Polygon) dan FK (Fixed Kernel) (Barlow et al 2011 diacu dalam Priatna 2012). MCP merupakan metode tertua yang telah umum digunakan dalam memperkirakan daerah jelajah satwa (Sankar et al 2010). Metode ini menghubungkan titik – titik koordinat terluar tempat owa jawa beraktivitas. Pendugaan luas jelajah dengan FK memberikan hasil yang lebih baik daripada MCP (Nilsen et al. 2001 diacu dalam Priatna 2012). Pendugaan luas daerah jelajah pada penelitian ini dihitung berdasarkan metode FK 95 % . Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggunakan peta wilayah jelajah dugaan dua kelompok studi owa jawa yang telah ditumpang tindih dengan peta digital kontur dan sungai RBI (Rupa Bumi Indonesia) Taman Nasional Gunung Halimun Salak serta menggunakan data hasil pengamatan terhadap posisi owa jawa dalam strata tajuk pada saat beraktivitas.

Pendugaan luas daerah jelajah sebenarnya dilakukan dengan analisis tiga dimensi measure volume (cut and fill) yang terdapat dalam software Global Mapper v.11. Analisis tersebut dilakukan dengan analisis cut and fill seluruh

(39)

3Dimensi 2Dimensi

Extention Hawstool

pendugaan luas wilayah jelajah owa jawa sebenarnya dilapang dapat diketahui dengan mempertimbangkan kontur yang terdapat di lapangan.

3. 5.4 Diagram alur pemetaan wilayah jelajah

Langkah-langkah pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa di lokasi penelitian disajikan pada Gambar berikut :

Keterangan : U.1 - 7 = ulangan data posisi owa jawa ke 1-7

Gambar 4 Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa.

Peta wilayah jelajah Data posisi dua kelompok studi owa jawa

(40)

BAB 1V

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Singkat Kawasan

Taman Nasional Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai kawasan taman nasional oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1992 atas perubahan fungsi Cagar Alam Gunung Halimun. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun awalnya dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, kemudian pada tahun 1997 dilaksanakan langsung oleh Balai taman Nasional Gunung Halimun. Pada tahun 2003 Taman Nasional Gunung Halimun diperluas dari hasil perubahan fungsi kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan Hutan Produksi Terbatas pada kelompok Hutan Gunung Halimun dan Kelompok Hutan Gunung Salak di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, sehingga saat ini disebut sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

4.2 Letak dan Luas

Kawasan hutan Gunung Halimun Salak ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Mentan 175/Kpts-II/2003 seluas ± 113.357 ha. Secara astronomis kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak diantara 106° 13' - 106° 46' BT dan 06° 32' - 06° 55' LS. Secara administrasi pemerintahan berada pada 3 Kabupaten dan 2 Propinsi yaitu Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat , Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak Propinsi Banten.

4.3 Geologi dan Tanah

Sejarah geologi menunjukan bahwa Taman Nasional Gunung Halimun dulunya merupakan salah satu rangkaian gunung berapi bagian selatan yang dipengaruhi oleh kondisi Samudra Hindia. Sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun terdiri dari batuan vulkanik seperti breksi, lava basalt, dan andesit dari masa Pliocene-lower Pleistocene dan beberapa strata dari masa pra-Pliocene.

(41)

adalah kandungan emas dan perak. Biji emas dan perak mungkin terangkat pada saat timbulnya kubah bawah pertama yang menghasilkan retakan-retakan tegangan yang kemudian terisi oleh batuan kwarsa, seperti yang ditemukan di DAS Ciburial dan Cihara.

Kawasan ini terdiri atas 12 tipe tanah yang digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu andosol dan latosol. Untuk tujuan pertanian, tanah di kawasan Gunung Halimun mempunyai kesuburan kimiawi yang minim sampai cukup, namun sifat-sifat fisiknya cukup bagus. Tanah dan batuannya memiliki tingkat porositas dan permeabilitas yang baik sebagai daerah tangkapan air. Tanah di kawasan ini peka erosi dengan tekstur tanah umumnya didominasi oleh partikel debu yang mudah tercuci. Sifat-sifat tanah juga menunjukan sifat vulkanik tua. Perkembangan tanah menunjukan adanya evolusi tanah dari vulkanik tua yang sebenarnya sedang mengalami proses transisi dari andosol dan latosol.

4.4 Topografi

Kawasan ini merupakan daerah pegunungan tinggi, terdiri dari perbukitan dengan variasi kelerengan lebih dari 45% (75,7%), bergelombang 50% dan bentuk curam berbatu 35%. Kawasan ini memiliki ketinggian antara 1000-14000 mdpl, Gunung Halimun (± 1.929 mdpl), Gunung Sanggabuana (± 1.919 m. Dpl)

4. 5 Iklim

Berdasarkan data lima tahun terakhir (1992-1996) yang diperoleh dari Stasiun Pengamatan Curah Hujan Wanayasa, curah hujan di kawasan dan sekitarnya tercatat 4000–6000 mm per tahun, yang jika dikonversi pada klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, termasuk tipe iklim A. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober sampai dengan bulan Juni dan bulan Juli sampai September. Kelembaban berkisar 5%-6% dengan Temperatur : 20° C-30° C.

4. 6 Ekosistem

(42)

Tipe ekosistem di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak meliputi : 1. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona collin)

2. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona sub montana) 3. Ekosistem hutan hujan tropis pegunungan (zona montana)

4.7 Fauna

Beberapa jenis fauna yang ditemui di kawasan taman nasional ini, yaitu : Mamalia: Owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), , macan tutul (Panthera pardus), dan anjing hutan (Cuon alpinus).

Burung; terdapat kurang lebih 204 jenis burung dan 90 jenis diantaranya merupakan burung yang menetap serta 35 jenis merupakan jenis endemik Jawa termasuk burung elang jawa (Spizaetus bartelsi) cukup banyak dijumpai disini. Selain itu terdapat dua jenis burung yang terancam punah yaitu burung cica matahari (Crocias albonotatus) dan burung poksai kuda (Garrulax rufifrons).

Reptil dan Amphibi ; Gonydactilus marmoratus, tokek (Gecko gecko), cecak terbang (Draco volans), kodok (Bufo bipocartus), katak (Rana hosii), Ahaetulla prasina, Lycodon subcinctus, dan Ptyas korros. Ikan: terdapat sekitar 31 jenis ikan yang sebagian besar (37,5%) tergolong ikan-ikan Gobiid dan Eleotriid, yaitu jenis-jenis ikan komplementer air tawar, antara lain paray, Rasbora aprotaenia, Puntius binotus, bogo, Chana gachua, belut, Monopterus album, kehkel, Glyptothorax platypogon, bungkreng, Poecilia reticulata, dan Sicyopterus cf microcephalus.

4.8 Flora

(43)

Bulbophylum binnendykii, B. angustifolium, Cymbidium ensifolium, dan

Dendrobium macrophyllum.

4.9 Ekowisata

(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Individu Owa Jawa Kelompok Studi

5.1.1 Kelompok studi A

Kelompok studi owa jawa yang pertama adalah kelompok A. Komposisi kelompok A terdiri atas tiga individu yaitu induk jantan dewasa (Aris), induk betina dewasa (Ayu) dan bayi (Amore). Kelompok A memiliki wilayah jelajah disekitar jalur interpretasi (loop trail) dari Cikaniki sampai dengan enclave

kampung Citalahab sentral sehingga kelompok A cenderung lebih mudah diamati karena terbiasa dengan kehadiran pengunjung. Ukuran kelompok dan karakteristik setiap individu dapat dibedakan sehingga mudah dikenali (Tabel 3a).

Tabel 3a Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A

No Nama Jenis

Kelamin Kelas umur Karakteristik

1 Aris Jantan Dewasa (>7 tahun) Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar 2 Ayu Betina Dewasa (>7 tahun) Memiliki puting susu besar,

menggendong bayi

3 Amore Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu dalam gendongan Ayu

(a) (b)

(45)

5.1.2 Kelompok studi B

Kelompok B terdiri atas empat individu yaitu induk jantan dewasa (Kumis), induk betina dewasa (Kety), anak jantan (Kumkum) dan bayi (Kimkim). Ukuran kelompok B lebih besar daripada kelompok A dengan wilayah pergerakan lebih luas daripada kelompok A. Pembedaan pencatatan data perilaku setiap individu tidak terlalu sulit karena setiap individu memiliki perbedaan karakteristik tubuh yang mudah diamati (Tabel 3b).

Tabel 3b Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok B

No Nama Jenis

Kelamin Kelas umur Karakteristik

1 Kumis Jantan Dewasa (> 7 tahun)

Memiliki buah zakar (kelamin jantan terlihat jelas), ukuran tubuh lebih besar, rambut sekitar wajah lebih tebal dengan warna gelap 2 Kety Betina Dewasa

(> 7 tahun)

Memiliki puting susu besar, menggendong bayi, ukuran tubuh lebih kecil dari kumis

3 Kumkum Jantan Anak-anak (2-5 tahun)

Ukuran tubuh lebih kecil dari kedua induk, rambut sekitar muka tebal. 4 Kimkim Jantan Bayi (0-2 tahun) Ukuran tubuh paling kecil, selalu

dalam gendongan Kety

(a) (b) (c)

(46)

5.2 Aktivitas Harian

Aktivitas harian dua kelompok owa jawa di Citalahab,Taman Nasional Gunung Halimun Salak tercatat dimulai pada pagi hari yaitu sekitar pukul 06.30 – 07.15 WIB dan diakhiri pada sore hari menjelang malam yaitu sekitar pukul 16.30 – 17.30 WIB. Total waktu perjumpaan selama penelitian berlangsung adalah 5.288 menit atau 88 Jam 8 menit untuk seluruh individu owa. Rata-rata waktu aktivitas harian dua kelompok tersebut adalah 8 jam 48 menit. Penggunaan waktu tersebut termasuk dalam kisaran masa aktif Hylobatidae yang disebutkan oleh Leighton (1986) diacu dalam Ario (2011) yaitu delapan hingga sepuluh jam setiap hari.

Tabel 4 Alokasi waktu awal dan akhir aktivitas harian dua kelompok studi

No Kelompok Owa Waktu awal aktivitas Waktu akhir aktivitas

1 Kelompok A 06.25 – 06.45 16.00 – 16.30 2 Kelompok B 06.30 – 07.00 17.00 – 17.30

Kelompok B memiliki waktu rata-rata aktivitas harian lebih besar daripada waktu rata aktivitas harian kelompok A. Kelompok A memiliki waktu rata-rata aktivitas harian yaitu 8 jam 7 menit sedangkan kelompok B memiliki waktu rata-rata harian yaitu 9 jam 55 menit.

Secara umum aktivitas harian owa jawa dibagi ke dalam empat aktivitas utama, yaitu aktivitas makan (makan atau minum), istirahat (duduk, berdiri, berbaring, dan bergantung), bergerak (bipedalism, memanjat, melompat dan berayun) dan sosial (bersuara, bermain, berkelahi, dan berkutu-kutuan).

(47)

14%

34% 48%

4%

Berpindah Makan Istirahat Sosial

waktunya untuk aktivitas makan, 41% aktivitas beristirahat, 15% aktivitas berpindah, 6% terlibat dalam aktivitas sosial, dan 2% dalam interaksi agresif.

Gambar 7 Persentase aktivitas harian owa jawa.

Setiap individu baik dalam kelompok A maupun kelompok B memiliki persentase aktivitas harian yang relatif sama dengan individu lainnya dalam satu kelompok. Hal tersebut disebabkan setiap individu owa dalam kelompok selalu bersama – sama dalam melakukan seluruh aktivitas hariannya dengan jarak antara satu individu dengan individu lainnya yang selalu berdekatan dalam melakukan setiap aktivitasnya.

Gambar 8 Aktivitas harian dua kelompok owa jawa.

Secara keseluruhan, aktivitas harian setiap individu kelompok A dan kelompok B tidak berbeda. Namun , perbedaan dapat dilihat pada frekuensi dan durasi setiap aktivitas yang dilakukan kelompok A dan kelompok B. Berdasarkan Gambar diatas , terlihat bahwa kelompok B memiliki frekuensi aktivitas bergerak

(48)

lebih besar dibandingkan dengan kelompok A. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kelompok B cenderung lebih sering bergerak dan berpindah dalam aktivitas hariannya dibandingkan dengan kelompok A.

Gambar 9 Diagram batang aktivitas setiap individu owa jawa.

Berdasarkan Gambar 9, Persentase aktivitas bergerak Kumkum (anakan) lebih besar daripada aktivitas bergerak individu lainnya sedangkan persentase aktivitas beristirahat lebih kecil daripada aktivitas istirahat individu lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa individu anakan cenderung aktif bergerak dalam masa pembelajaran aktivitas bergerak apabila dibandingkan dengan individu dewasa. Aktivitas makan pada individu betina dewasa kelompok A (Ayu) lebih kecil daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Aris) sedangkan persentase aktivitas makan individu betina dewasa pada kelompok B lebih besar daripada persentase aktivitas makan individu jantan dewasa (Kumis).

Individu jantan dewasa pada kelompok B akan mengalah pada individu dewasa betina dalam perebutan pakan hal tersebut diduga bahwa kedua betina dewasa pada masing – masing kelompok dalam masa menyusui sehingga membutuhkan masukan nutrisi yang besar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi melalui air susu. Alokasi waktu aktivitas harian kedua kelompok studi owa jawa dapat dilihat pada Tabel 5.

(49)

Tabel 5 Alokasi waktu harian kedua kelompok studi owa jawa

Frekuensi dan durasi dari setiap aktivitas harian yang dilakukan kedua kelompok studi owa jawa memiliki hubungan yang berbanding lurus. Tipe aktivitas dengan frekuensi besar maka durasi atau lamanya waktu setiap aktivitas yang dilakukan owa jawa juga besar. Tipe aktivitas yang memiliki frekuensi dan durasi terbesar pada kelompok A secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 51,09 – 56,16% dan 08,17 - 08,42 jam. Sedangkan pada kelompok B frekuensi dan durasi terbesar secara berturut-turut yaitu tipe aktivitas beristirahat sebesar 31,98 – 44,72% dan 04,48 – 09,61 jam.

(50)

5.3 Lokomotor

Pergerakan owa jawa merupakan proses perpindahan dari satu titik posisi ke titik posisi lainnya baik dalam satu pohon maupun dari satu pohon ke pohon lain dengan berbagai cara pergerakan yang bertujuan untuk mencari makan, tempat tidur, mengontrol wilayah, dan untuk menghindarkan diri dari bahaya. Menurut Kartono (2002), pergerakan yang dilakukan oleh owa jawa terdiri dari : brakhiasi, berjalan secara bipedal, memanjat secara quadropedal, melompat dan mamanjat melalui akar atau liana serta menjatuhkan diri dari tempat yang lebih tinggi ketempat yang lebih rendah.

Proporsi tipe lokomotor yang dilakukan oleh owa jawa yaitu sebagai berikut: Brakhiasi (46,07% – 64,60%), bipedal (16,55% - 28,84%), melompat (14,19% - 17,75%), dan memanjat (2,65% - 10,11%) (Gambar 10). Hal ini menunjukan bahwa berayun (brachiation) merupakan tipe pergerakan yang sering dilakukan setiap individu owa jawa daripada tipe pergerakan lainnya yaitu berjalan dengan menggunakan dua tungkai belakang (bipedal), berjalan dengan keempat tungkai (quadropedalism), melompat (leaping), dan memanjat (climbing). Tipe pergerakan berayun sering dilakukan karena owa jawa yang termasuk suku Hylobatidae memiliki tungkai depan yang lebih panjang dibandingkan dengan jenis primata lain.

Gambar 10 Persentase setiap tipe lokomotor owa jawa.

(51)

Gambar 11 Persentase lokomotor per aktivitas owa jawa.

Berdasarkan grafik diatas (Gambar 11), sebagian besar tipe lokomotor yang dilakukan owa jawa dalam setiap aktivitasnya adalah tipe lokomotor berayun (brakhiasi) kemudian disusul oleh tipe pergerakan bipedal, melompat dan memanjat.

5.3.1 Pergerakan berayun (brachiation)

(52)

5.3.2 Pergerakan melompat (leaping)

Tipe lokomotor melompat dilakukan pada saat aktivitas bergerak (traveling activity) terutama ketika jarak cabang yang membentuk tajuk pohon yang akan diseberangi cukup lebar dan biasanya dari tajuk yang lebih tinggi ke tajuk pohon yang lebih rendah. Tipe lokomotor melompat memiliki persentase sebesar 14,12% - 17,75% dari seluruh tipe lokomotor yang dilakukan selama aktivitas harian. Tipe pergerakan melompat biasa dimulai dengan ancang-ancang pergerakan awal sebagai lontaran maupun sebagai persiapan sebelum melakukan lompatan. Aba-aba tersebut dapat berupa pergerakan lain seperti brakhiasi kemudian melompat, berjalan secara bipedal kemudian melompat dan duduk sebagai titik awal lontaran kemudian melompat.

5.3.3 Pergerakan memanjat (climbing)

Pergerakan vertical (memanjat) terlihat banyak dilakukan kedua kelompok owa jawa pada saat aktivitas makan dan aktivitas berpindah. Tipe lokomotor ini memiliki persentase sebesar 2,65% - 10,11% dari seluruh tipe lokomotor selama aktivitas hharian. Pergerakan memanjat vertikal baik ke atas maupun ke bawah dilakukan owa jawa agar dapat menjangkau posisi yang lebih tinggi maupun lebih rendah dengan mudah. Tipe lokomotor ini dilakukan secara quadropedal (menggunakan keempat tungkainya untuk memanjat). Pada saat aktivitas makan, tipe lokomotor ini dilakukan agar owa jawa dapat menjangkau sumber-sumber pakan yang tersembunyi dengan mudah baik di tajuk bagian atas, tengah maupun bawah. Pada saat aktivitas bepindah , pergerakan memanjat dilakukan untuk menjangkau batang liana yang kemudian mengayunkannya menuju cabang pohon yang ditujui yang diakhiri dengan melompat dengan tepat.

5.3.4 Pergerakan bipedal dan quadropedal

Gambar

Gambar 3 Peta penyebaran owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Gambar 4 Diagram alur pembuatan peta wilayah jelajah owa jawa.
Tabel 3a Ukuran kelompok dan karakteristik individu owa jawa kelompok A
Gambar 7 Persentase aktivitas harian owa jawa.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Upaya-upaya ke depan yang dapat dilakukan untuk konservasi koridor TNGHS sebagai habitat owa jawa diantaranya adalah: Pertama selalu memantau keberadaan populasi owa jawa

Rowe (1996) menyatakan bahwa pada wilayah di atas ketinggian 1.500 m dpl, hanya terdapat sedikit spesies tumbuhan, dan jenis tumbuhan tersebut tidak sesuai untuk dimanfaatkan

Rowe (1996) menyatakan bahwa pada wilayah di atas ketinggian 1.500 m dpl, hanya terdapat sedikit spesies tumbuhan, dan jenis tumbuhan tersebut tidak sesuai untuk dimanfaatkan

Kondisi habitat owa jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1.83%) seperti penebangan individu pohon untuk

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Konservasi Koridor Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk Habitat Owa Jawa (Hylobates moloch Audebert 1797) adalah karya saya

Kondisi habitat Owa Jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1,83%) seperti penebangan individu pohon

Kondisi habitat Owa Jawa di kawasan Resor Cikaniki secara umum stabil, meskipun terjadi kerusakan habitat dalam skala kecil (1,83%) seperti penebangan individu pohon

Akhirnya dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Owa jawa di TNGH melaku- kan aktivitas hariannya yang berlangsung antara pukul 06.00 hingga 17.15 WIB. Rata-rata alokasi