• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS KESEHARIAN TERHADAP ENERGI TUBUH Kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 AKTIVITAS KESEHARIAN TERHADAP ENERGI TUBUH Kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik

(otot) dan kerja mental (otak) dengan intensitas yang berbeda. Tingkat intensitas yang terlampau tinggi memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan, sebaliknya intensitas yang terlalu rendah menimbulkan rasa bosan dan jenuh. Karena itu perlu diupayakan tingkat intensitas yang optimum yang ada diantara kedua batas ekstrim tadi dan tentunya untuk tiap individu berbeda.

Pemisahan antara kerja fisik dan mental tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena saling berhubungan erat. Dilihat dari energi yang dikeluarkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi dibandingkan dengan kerja fisik. Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi.

Wignjosoebroto (1991) menyatakan aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung. Menurut Sulistyadi dan Susanti (2003), aktivitas fisik manusia menghasilkan perubahan pada fungsi beberapa alat tubuh yang dapat dideteksi melalui konsumsi oksigen, denyut nadi per detik, peredaran udara dalam paru- paru, temperatur tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah, komposisi kimia dalam darah dan air seni, tingkat penguapan dan beberapa faktor lainnya. Pengukuran tersebut dapat digunakan untuk mengukur konsumsi energi. Kerja fisik dikelompokkan oleh Davis dan Miller, yaitu:

a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan duapertiga atau tiga perempat otot tubuh.

b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energi ekspenditur karena otot yang digunakan lebih sedikit.

c. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa kerja mekanik. Membutuhkan kontraksi sebagian otot.

Sampai saat ini metode pengukuran kerja fisik, dilakukan dengan menggunakan beberapa standar, yaitu:

commit to user

II - 5

1. Konsep horse-power (foot-pounds of work per minute) oleh Taylor, tetapi tidak memuaskan.

2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.

3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (metode terbaru).

Tiffin mengemukakan kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu: a. Kriteria faali meliputi kecepatan denyut nadi, konsumsi oksigen, tekanan darah, tingkat penguapan, temperatur tubuh, komposisi kimia dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh selama bekerja.

b. Kriteria kejiwaaan meliputi pengukuran hasil kerja yang diperoleh dari pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh kondisi kerja dengan meihat hasil kerja yang diperoleh dari pekerja.

Aktivitas fisik yang dilakukan secara terus menerus sering disebut dengan aktivitas cardiovasculer. Aktivitas cardiovasculer merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang saat beraktivitas dengan pola yang ritmis dan terus menerus pada suatu periode waktu tertentu. Selama aktivitas cardiovasculer

dilakukan, jantung memompa darah ke seluruh otot dalam tubuh manusia.

Aktivitas fisik menyebabkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Dalam hal penentuan konsumsi energi, biasanya digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan jantung. Indeks ini merupakan perbedaan antara kecepatan denyut nadi pada saat istirahat dengan kecepatan denyut nadi pada waktu bekerja (Sulistyadi dan Susanti, 2003). Konsumsi energi pada tubuh diukur dengan satuan kilo kalori (Kkal) sehingga dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa konsumsi energi menjadi tolak ukur yang dapat dipakai sebagai penentu berat atau ringannya suatu kerja fisik.

Menurut Grandjean (1993), konsumsi energi (kalori) merupakan indikator terhadap beban kerja dan dapat digunakan untuk mengukur waktu istirahat dan membandingkan tingkat efisiensi pekerjaan dari beberapa perbedaan alat dan metode yang digunakan dalam melakukan pekerjaan.

commit to user

II - 6

Menurut Kroemer (2010), pemakaian energi yang dibutuhkan berbeda oleh pria dan wanita berbeda maupun untuk melakukan beberapa macam pekerjaan ditampilkan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kebutuhan energi pria dan wanita

Sumber: Kroemer adapted from Astrand and Radahl, 1977

Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi energi yang dibutuhkan oleh pria lebih besar daripada wanita. Berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh tubuh juga menunjukkan tingkat konsumsi energi yang berbeda. Hal ini ditampilkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik manusia

Sumber: Kroemer adapted from Astrand and Rodahl 1977, Rohmert and Rutenfranz 1983, and Stegemann 1984

commit to user

II - 7

Tabel 2.4 Kebutuhan energi untuk aktivitas fisik manusia (lanjutan)

Sumber: Kroemer adapted from Astrand and Rodahl 1977, Rohmert and Rutenfranz 1983, and Stegemann 1984

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa dalam berjalan, manusia tidak hanya melewati bidang yang datar saja, tapi juga bidang yang tidak rata, tangga, dan bidang miring. Seperti yang diungkapkan oleh International Committee of the Red Cross USA dalam buku yang berjudul exercises for lower-limb amputees Gait

commit to user

II - 8

training, bahwa dalam beraktivitas, manusia akan melewati beberapa bidang.

Bidang-bidang tersebut, sebagai berikut: 1. Bidang datar dan rata.

Manusia dikehidupan sehari-hari selalu melakukan aktivitas, salah satunya adalah berjalan. Dalam berjalan manusia akan melewati beberapa bidang dan yang sering dihadapi adalah bidang yang datar, seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bidang datar dan rata

Sumber: www.ICRC.org, 2008

Bidang datar adalah bidang yang paling mudah untuk dilalui. Saat berjalan di bidang ini, amputee mengalami kesulitan yang tidak berarti bila dibandingkan dengan bidang yang lain. Pola berjalan amputee di bidang datar masih dalam tingkatan yang stabil. Karena di bidang ini tidak terdapat halangan yang mengganggu amputee untuk melangkah.

2. Bidang tangga.

Selain di bidang datar, dikehidupan sehari-hari manusia akan melewati beberapa bidang lain dan salah satunya adalah bidang tangga. Bidang tangga telah digambarkan pada gambar 2.2.

commit to user

II - 9

(1b)

Gambar 2.2 Bidang tangga, (1a) naik tangga, (1b) turun tangga

Sumber: www.ICRC.org, 2008

Bidang tangga adalah bidang yang cukup sulit untuk dilalui. Bidang ini memiliki ketinggian, sudut elevasi/kemiringan, lebar, dan panjang tertentu. Saat berjalan normal di bidang tangga, amputee akan menaiki dan menuruni tangga. Umumnya, orang normal dalam berjalan di tangga akan lebih berhati- hati di setiap langkahnya. Hal ini, juga dialami amputee bahwa berjalan di tangga tidak semudah berjalan di bidang yang datar dan perlu untuk lebih berhati-hati. Diperlukan cara melangkah yang tepat untuk menaiki dan menuruni tangga, karena bidang tangga pada umumnya memiliki dimensi yang tidak seluas bidang datar. Saat menaiki tangga, kaki yang tidak teramputasi melangkah terlebih dahulu dan diikuti dengan kaki yang teramputasi. Sedangkan untuk menuruni tangga, kaki yang teramputasi melangkah terlebih diikuti dengan kaki yang normal.

3. Bidang miring.

Tidak hanya bidang datar dan bidang tangga. Manusia juga berjalan di bidang miring dengan ketinggian dan sudut tertentu. Bidang miring telah digambarkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bidang miring

commit to user

II - 10

Bidang miring adalah bidang selain tangga yang cukup sulit untuk dilalui pula. Bidang ini memiliki ketinggian dan sudut elevasi/kemiringan. Di bidang miring, amputee akan menaiki dan menuruni bidang tersebut. Diperlukan cara melangkah yang tepat untuk menaiki dan menuruni bidang miring, karena bidang miring memiliki dimensi tertentu. Saat berjalan di bidang miring, dibutuhkan keseimbangan yang baik. Tubuh akan cenderung condong ke depan dengan kaki yang sedikit melipat. Kekuatan dan keseimbangan kaki dalam melangkah diperlukan untuk menjaga agar saat berjalan di bidang miring tidak jatuh. Saat berjalan di bidang miring, berat tubuh dibebankan pada kaki yang menggunakan prosthetic.

4. Bidang tidak rata.

Selain bidang datar, miring, dan tangga, juga terdapat bidang yang tidak rata. Bidang tidak rata dapat disebabkan karena adanya batu/kerikil, tanah yang bergelombang, dan tanah yang ditumbuhi rerumputan. Bidang tidak rata telah digambarkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bidang tidak rata

Sumber: www.ICRC.org, 2008

Saat berjalan normal di bidang tidak rata, amputee akan mengalami cukup kesulitan. Diperlukan cara melangkah yang tepat dan keseimbangan yang baik. Tubuh akan cenderung condong ke depan dengan kaki melipat dengan sudut tertentu untuk melangkah mendapat bidang yang datar. Saat berjalan di bidang tidak rata, kaki harus menjaga cukup menjaga jarak dan menghindari daerah yang bergelombang/berbatu.

commit to user

II - 11

Dokumen terkait