• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas yang menimbulkan dampak di dermaga dan TPI PPP Lampulo Lampulo

PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5.2 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Sanitasi dan Higienitas Dermaga dan TPI di PPP Lampulo Dermaga dan TPI di PPP Lampulo

5.2.1 Aktivitas yang menimbulkan dampak di dermaga dan TPI PPP Lampulo Lampulo

(1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan

Aktivitas pendaratan didahului dengan aktivitas pembongkaran hasil tangkapan (HT) dari palka/boks pendingin ke dek. Aktivitas pembongkaran ini dilakukan sesaat setelah kapal merapat ke dermaga. Pembongkaran HT dari palka ke dek kapal dilakukan dengan mengeluarkan hasil tangkapan terlebih dahulu ke atas dek kapal secara manual atau dengan menggunakan alat bantu berupa ember plastik kecil atau keranjang plastik kecil yang diikat dengan tali (Gambar 24). Hasil tangkapan yang diletakkan di atas dek tidak ditutup sehingga terkena sinar matahari langsung. Setelah ikan diletakkan di atas dek, dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran relatif hasil tangkapan dan jenisnya masing-masing. Hasil tangkapan yang sudah disortir dimasukkan ke dalam keranjang lalu didaratkan ke dermaga.

Gambar 24 Aktivitas pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek di PPP Lampulo tahun 2010.

65

Menurut Moeljanto (1982), langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pembongkaran ikan adalah sebagai berikut:

1) Pembongkaran dilakukan dengan hati-hati dan sedapat mungkin jangan memakai sekop atau garpu, untuk menghindari luka/memar pada ikan;

2) Pisahkan es dari ikan, sehingga memudahkan penimbangan. Setelah ditimbang, ikan harus segera diberi es kembali;

3) Wadah, sebaiknya dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan seperti aluminium, plastik keras tapi tidak mudah pecah, atau peti kayu yang ringan, kuat, dan mudah dibersihkan;

4) Hindari ikan-ikan tersebut dari sinar matahari langsung dan selalu menambahkan es pada saat pelelangan, pengangkutan, atau pengolahan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan panglima laot PPP Lampulo diketahui bahwa aktivitas pendaratan di PPP Lampulo terjadi setiap hari yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pendaratan yang dilakukan pada pagi hari biasanya dilakukan oleh 15 unit kapal, sedangkan pada sore biasanya dilakukan oleh 10 unit kapal. Kapal yang melakukan pendaratan didominasi oleh jenis kapal purse

seine yang merupakan jenis kapal yang paling dominan yang terdapat di PPP

Lampulo. Pendaratan hasil tangkapan dari kapal ke dermaga dilakukan secara manual yaitu keranjang yang berisi hasil tangkapan yang sudah disortir langsung didaratkan di dermaga oleh nelayan.

Kegiatan penyortiran dilakukan oleh 6-8 orang nelayan secara manual dengan menggunakan tangan. Berdasarkan gambar terlihat bahwa nelayan yang melakukan penyortiran terhadap hasil tangkapan tidak peduli dengan kebersihan, ini terlihat dari tidak adanya nelayan yang menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan hasil tangkapan. Kontak langsung dengan hasil tangkapan dapat menyebabkan penyebaran bakteri pada tubuh ikan menjadi lebih cepat sehingga dapat menyebabkan kebusukan atau penurunan kualitas hasil tangkapan yang lebih cepat (Gambar 25).

Proses pembongkaran hasil tangkapan dari palka ke dek yang tidak memperhatikan sanitasi ini juga terjadi di pelabuhan perikanan lainnya seperti di Pangkalan Pandaratan Ikan (PPI) Muara Angke. Nelayan yang melakukan

66

pembongkaran hasil tangkapan di PPP Muara Angke belum terlalu memperhatikan masalah sanitasi dan kebersihan kapal. Lantai dek masih kotor dan licin akibat adanya lendir ikan yang bercampur dengan air dan bongkahan-bongkahan es. Selain itu, keranjang yang digunakan masih terlihat kotor, bekas darah dan lendir ikan masih tersisa di sisi keranjang (Faubiany, 2008).

Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pendaratan di PPP Lampulo adalah adanya genangan darah dari ikan/hasil tangkapan yang didaratkan dikarenakan hasil tangkapan tersebut diletakkan dalam keranjang bambu yang memiliki celah. Darah ikan yang mengalir dari keranjang tersebut mengakibatkan genangan darah ikan di dermaga atau lantai dermaga menjadi licin, kotor, dan bau sehingga aktivitas yang dilakukan menjadi terganggu.

Gambar 25 Kegiatan penyortiran hasil tangkapan di atas dek kapal di PPP

Lampulo tahun 2010. (2) Aktivitas penanganan hasil tangkapan

Sebagian besar nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Lampulo adalah nelayan dengan unit penangkapan purse seine yang melakukan trip penangkapan selama 1 hari. Nelayan menggunakan es curah/es balok untuk menangani hasil tangkapan selama berada di kapal. Teknik pengesan ini adalah teknik yang biasanya digunakan oleh nelayan PPP Lampulo untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang telah ditangkap, biasanya

67

dimasukkan kedalam palka atau cool box yang sudah diberi es terlebih dahulu. Perbandingan jumlah es dengan hasil tangkapan yaitu 2 : 1. Ikan yang telah dimasukkan ke dalam palka dan cool box ditambahkan es dengan jumlah yang telah disebutkan di atas. Saat hendak didaratkan, ikan dikeluarkan dari dalam palka atau cool box dan ditaruh di atas dek. Lalu 6-8 orang nelayan memasukkan hasil tangkapan tersebut ke dalam keranjang untuk dipasarkan. Proses pemindahan hasil tangkapan ke keranjang dilakukan dibawah sinar matahari langsung. Sinar matahari langsung adalah salah satu penyebab yang mempercepat proses kemunduran mutu ikan sehingga ikan akan lebih cepat busuk dari waktu yang seharusnya.

Setelah semua ikan selesai dimasukkan kedalam keranjang, ikan tersebut langsung diambil oleh toke bangku untuk dijual. Toke bangku adalah orang bertugas untuk menawarkan hasil tangkapan dan mencatat seluruh penjualan hasil tangkapan yang dipasarkan. Ada beberapa toke bangku yang sebenarnya adalah pemilik kapal, namun sebagian besar toke bangku adalah orang kepercayaan pemilik kapal untuk menjual hasil tangkapan dari kapal yang bersangkutan. Pendapatan toke bangku berasal dari keuntungan penjualan hasil tangkapan, besarnya adalah 15% dari hasil penjualan ikan yang dijualnya.

Tidak ada penanganan khusus yang dilakukan untuk menjaga kesegaran hasil tangkapan yang akan dipasarkan. Ikan hanya dibiarkan dalam keranjang bambu tanpa diberi es atau dilindungi dari sinar matahari langsung. Padahal proses pemasaran dilakukan dalam waktu yang lama, berkisar antara 4-5 jam setelah ikan didaratkan. Tidak adanya penanganan hasil tangkapan seperti yang dijelaskan diatas juga terjadi di PPI Muara Angke (Faubiany, 2008), sehingga memungkinkan terjadinya penurunan mutu hasil tangkapan.

Ikan yang dipasarkan juga bukan hanya ikan-ikan atau hasil tangkapan yang didaratkan pada hari yang sama. Ada beberapa ikan yang telah didaratkan sehari sebelum dilakukannya proses pemasaran. Ikan yang disimpan tersebut tetap diletakkan pada cool box dengan diberi es. Namun beberapa jam sebelum ikan tersebut dijual, ikan tersebut dimasukkan kedalam keranjang tanpa diberi es. Kebanyakan ikan yang didaratkan sehari sebelum dipasarkan mengalami kemunduran mutu yang ditandai dengan tekstur daging tidak elastis dan mata

68

yang mulai berlendir pada ikan tersebut. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap harga ikan tersebut yang juga akan mengalami penurunan.

(3) Aktivitas pemasaran hasil tangkapan

Terdapat 2 jenis aktivitas pemasaran yang terjadi di PPP Lampulo, yaitu pemasaran oleh pengecer dan pemasaran oleh toke bangku. Pemasaran oleh pengecer dilakukan di belakang, di depan dan di dalam gedung TPI. Berdasarkan pengamatan saat penelitian, diketahui bahwa posisi tempat pemasaran ini cukup buruk, hal ini dikarenakan tidak adanya tempat khusus untuk menaruh hasil tangkapan yang akan dijual. Ikan yang akan dijual hanya diletakkan di plastik atau terpal besar di atas tanah becek atau terdapat banyak genangan air (Gambar 26) dan hanya dipercikkan air sesekali untuk penyegaran sehingga hal tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas ikan lebih cepat. Berbeda dengan sebagian aktivitas pemasaran yang terjadi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Hasil tangkapan yang dipasarkan sebagian besar telah menggunakan wadah dan ditaburi es curah, walau sebagian lainnya masih ada yang diletakkan di atas lantai TPI (Pane, 2008b).

Selain itu, seharusnya pelaksanaan aktivitas pemasaran di PPP Lampulo yang dilakukan oleh pengecer tidak boleh dilaksanakan di gedung TPI karena gedung TPI adalah sarana yang disediakan untuk melaksanakan aktivitas pelelangan. Hasil tangkapan yang dipasarkan oleh pengecer biasanya memiliki harga yang lebih tinggi dari harga ikan yang dipasarkan oleh toke bangku. Namun, jumlah ikan yang dapat dibeli oleh pengecer dapat dilakukan sesuai kebutuhan atau keinginan konsumen.

69

Gambar 26 Kondisi tempat pengecer menjual hasil tangkapannya di depan gedung TPI PPP Lampulo tahun 2010.

Lain halnya dengan pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku, toke bangku hanya memasarkan ikan per keranjangnya, dimana harga ikan untuk satu keranjang berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 300.000,00 bergantung pada jenis ikan. Pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku hanya dilakukan di dermaga pendaratan (Gambar 27). Menurut pengamatan dan wawancara terhadap 10 orang responden diketahui bahwa masyarakat menganggap pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku merupakan aktivitas pelelangan yang termasuk dalam jenis pelelangan tradisional. Anggapan ini diduga terjadi karena penjualan hasil tangkapan harus dilakukan per keranjang; tidak boleh menjual dalam bentuk eceran seperti per kilogram; dan terdapat aturan yaitu ketika penawaran dari satu pembeli berlangsung, pembeli yang lain tidak boleh melakukan penawaran pada waktu yang bersamaan. Namun, menurut Lubis (2010) aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku tidak bisa disebut sebagai aktivitas pelelangan karena dalam aktivitas pelelangan terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain:

1) Setiap kapal yang ingin melelang hasil tangkapan harus melapor atas kedatangan kapal dan melakukan pendaftaran lelang serta mengambil nomor urut lelang.

70

2) Setelah itu hasil tangkapan yang akan dilelang ditimbang lalu dimasukkan ke dalam wadah yang disediakan untuk dilelang dan kemudian diletakkan di gedung TPI untuk dilelang.

3) Pelelangan akan dimulai ketika pemimpin lelang menawarkan harga mulai dari yang paling rendah hingga paling tinggi, dan ketika sudah ada pembeli yang menyetujui dengan harga tertinggi yang ditawarkan maka dianggap sebagai pemenang lelang.

4) Selain itu, pada pelelangan terdapat biaya retribusi lelang yang didapat dari pemenang lelang dan nelayan/pemilik hasil tangkapan yang dibeli oleh pemenang lelang tersebut.

Gambar 27 Aktivitas pemasaran oleh toke bangku di dermaga pendaratan PPP Lampulo tahun 2010.

Ada beberapa hal yang menyebabkan proses pemasaran oleh toke bangku di PPP Lampulo ini tidak dapat dikategorikan sebagai aktivitas pelelangan yaitu: 1) Tidak adanya syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum hasil tangkapan

tersebut dipasarkan. Dalam proses pemasaran yang dilakukan, terdapat syarat yang tidak dipenuhi agar hasil tangkapan yang didaratkan bisa dijual melalui proses lelang, seperti nelayan yang melelang hasil tangkapannya tidak melakukan pendaftaran terlebih dahulu pada petugas lelang;

2) Sistem penentuan harga pada proses pemasaran oleh toke bangku ini tidak seperti pada proses pelelangan di pelabuhan lainnya, dimana harga terus

71

menerus akan naik hingga mencapai harga yang disepakati oleh peserta lelang. Di PPP Lampulo, penentuan harga ikan disesuaikan dengan proses tawar menawar antara penjual (toke bangku) dan pembeli (pengecer). Pertama kali penjual akan menawarkan harga, jika pembeli tidak setuju pembeli bisa menawar lagi harga tersebut hingga mencapai kesepakatan. Kondisi ini menggambarkan bahwa proses pemasaran di PPP Lampulo seperti proses jual beli yang biasa dilakukan antara penjual dan pembeli.

Adapun proses pemasaran yang dilakukan oleh toke bangku di PPP lampulo adalah sebagai berikut:

1. Ikan yang sudah dimasukkan ke dalam keranjang didaratkan di dermaga. Ikan tersebut dibagi berdasarkan jenis dan ukuran relatif. Tiap keranjang memiliki berat sekitar 20 kg. Penentuan berat hasil tangkapan per keranjangnya hanya berdasarkan perkiraan karena tidak dilakukan proses penimbangan.

2. Setelah ikan selesai didaratkan, ikan tersebut langsung dijual oleh toke bangku. Satu orang toke bangku biasanya mencatat data penjualan hasil tangkapan untuk 4-5 kapal yang berbeda.

3. Penawaran dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli. Ketika satu pembeli sedang melakukan proses tawar menawar, pembeli yang lain tidak boleh ikut dalam proses tawar menawar tersebut. Jika pembeli yang satu tidak berhasil mencapai kesepakatan dengan penjual, maka pembeli yang lain baru boleh melakukan penawaran dengan penjual.

4. Setelah tercapai harga yang disepakati, maka pembeli bisa langsung membawa ikan yang telah dibeli.

Proses pemasaran yang berlangsung di dermaga dan TPI juga menimbulkan dampak antara lain terdapat potongan tubuh ikan di lantai dermaga dan TPI, adanya sampah makanan, puntung rokok, genangan darah ikan, dan genangan air. Adanya sampah fisik ini akan berpengaruh terhadap mutu hasil tangkapan yang dijual, apalagi pemasaran yang dilakukan di dermaga berlangsung di tempat terbuka sehingga hasil tangkapan terkena sinar matahari langsung dan terkontaminasi dengan udara kotor yang menyebabkan waktu pembusukan atau penurunan mutunya akan berjalan lebih cepat.

72

(4) Aktivitas pengangkutan hasil tangkapan

Setelah dilakukan proses pendaratan hasil tangkapan di dermaga pendaratan, hasil tangkapan yang akan dijual oleh toke bangku akan langsung diterima oleh toke bangku, sedangkan untuk hasil tangkapan yang tidak dijual oleh toke bangku akan diangkut ke gedung pengemasan atau ke TPI. Biasanya hasil tangkapan yang diangkut ke gedung pengemasan atau TPI adalah hasil tangkapan jenis cumi dan tongkol atau yang bernilai ekonomis tinggi seperti tuna atau cakalang yang akan diekspor ke luar daerah atau yang sudah memiliki pemilik.

Pengangkutan hasil tangkapan tersebut dilakukan dengan menggunakan gerobak dimana gerobak tersebut dapat mengangkut 4-6 keranjang dalam sekali angkut (Gambar 28). Pengangkutan tersebut dilakukan oleh kuli angkut. Di PPP Lampulo tidak ada organisasi perkumpulan dari kuli angkut. Kuli angkut yang terdapat di PPP Lampulo adalah kuli angkut bebas, dimana orang-orangnya berasal dari masyarakat sekitar. Selain itu, tidak ada pembagian kerja untuk kuli angkut, biasanya mereka mengangkut hasil tangkapan dari dermaga ke gedung pengemasan atau TPI. Upah kuli angkut Rp 3.500,00/keranjang untuk orang yang berasal dari luar PPP Lampulo dan Rp 2.500,00/keranjang untuk orang yang berasal dari dalam PPP Lampulo.

Gambar 28 Aktivitas pengangkutan ikan dengan menggunakan gerobak di PPP Lampulo tahun 2010.

73

Selama proses pengangkutan, hasil tangkapan tidak tertutup sehingga terkena sinar matahari langsung dan terkontaminasi dengan udara kotor yang akan mempercepat penurunan mutu hasil tangkapan sehingga akan lebih cepat busuk. Dampak dari aktivitas pengangkutan ini adalah adanya ceceran darah dan potongan tubuh ikan di sepanjang jalur pengangkutan. Hal ini juga terjadi pada proses pengangkutan yang berlangsung di PPI Muara Angke, bahkan di PPI muara Angke ikan yang akan diangkut tidak dicuci terlebih dahulu sehingga kotoran tetap menempel pada tubuh ikan (Faubiany, 2008).

5.2.2 Jumlah orang yang beraktivitas dan sampah fisik yang terdapat di