• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA D

C. Implementasi Prinsip-prinsip GCG, khususnya Prinsip

2. Akuntabilitas

Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban pelaku bisnis perusahaan, sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Dengan adanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban berarti akan lebih

jelas mengenai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab maupun menerangkan kinerja atau tindakan seseorang/Pimpinan kepada pihak yang memiliki hak/ kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban/ keterangan. Tujuan dari penerapan bisnis ini adalah agar setiap proses pengambilan keputusan ataupun kinerja masing-masing perilaku bisnis dalam perusahaan dapat dimonitor, dinilai,dikritisi atau dapat ditelusuri sampai bukti dasarnya.

Dalam hal ini dibutuhkan suatu sistem yang terbuka dan pengaturan kekuasaan yang seimbang antara pelaku bisnis perusahaan dan ditetapkan hak, tanggung jawab serta sistem pelaporannya.

Implementasi prinsip ini terkandung dalam beberapa pasal dari Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2008, antara lain :

1. Pasal 7

(1) Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa dilaksanakan oleh panitia pengadaan atau pejabat pengadaan, atau lembaga profesional yang memenuhi syarat.

(2) Panitia pengadaan atau pejabat pengadaan, atau lembaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menandatangani Pakta Integritas (letter of undertaking) untuk setiap Pengadaan Barang dan Jasa dengan format.

(3) Sebagai penerapan dari prinsip tata kelola perusahaan yang baik, Direksi melaporkan kepada Dewan Komisaris mengenai proses dan hasil

Pengadaan Barang dan Jasa tertentu yang bersifat substansial (bukan bersifat rutin).

(4) Pengadaan Barang dan Jasa tertentu yang bersifat substansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini ditentukan oleh Direksi dengan persetujuan Dewan Komisaris.

2. Pasal 13, yang memberikan kewajiban terhadap direksi BUMN untuk menyusun ketentuan internal (Standard Operating and Procedure) untuk penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa, termasuk prosedur sanggahan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara BUMN, membuat daftar dan rekam jejak (track record)

Penyedia Barang dan Jasa 3. Pasal 11

(1) Kontrak antara Pengguna Barang dan Jasa dengan Penyedia Barang dan Jasa dilakukan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya aspek-aspek sebagai berikut:

a. identitas yang meliputi nama, jabatan, alamat badan usaha masing- masing dan ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan;

b. pokok pekerjaan yang diperjanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlah barang dan jasa yang diperjanjikan;

c. hak dan kewajiban para pihak yang terikat di dalam perjanjian; d. nilai atau harga pekerjaan, serta syarat-syarat pembayaran; e. persyaratan dan spesifikasi teknis yang jelas dan terinci; f. keluaran atau hasil (output) dari pengadaan barang dan jasa; g. jadwal pelaksanaan dan kondisi serah terima;

h. jaminan teknis hasil pekerjaan yang dilaksanakan dan/atau ketentuan mengenai kelayakan;

i. ciderajanji dan sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi kewajibannya;

j. pemutusan kontrak secara sepihak; k. keadaan memaksa (force majeure)

1. penyelesaian sengketa yang mengutamakan penyelesaian melalui musyawarah dan altematif penyelesaian sengketa;

n. Pakta Integritas (letter of undertaking) yang ditandatangani oleh Penyedia Barang dan Jasa;

o. kepastian adanya jaminan terhadap barang dan/atau jasa yang diperjanjikan.

(2) Kontrak: sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap harus mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) serta prinsip kehati- hatian da1am pengambilan keputusan bisnis (business judgment rule).

3. Pertanggungjawaban

Kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan terhadap kebijakan korporasi, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat merupakan prisip pertanggungjawaban yang harus dipedomani oleh pelaku bisnis-pelaku bisnis perusahaan. Dalam hal ini, Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, sedangkan kebijakan tersebut dibuat harus sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat.

Implementasi prinsip ini terkandung dalam beberapa pasal dari Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2008, antara lain :

1. Pasal 2

(2) Pengguna Barang dan Jasa mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri, rancang bangun dan perekayasaan nasional, serta perluasan

kesempatan bagi usaha kecil, sepanjang kualitas, harga, dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Dalam rangka mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, Pengguna Barang dan Jasa dapat memberikan preferensi penggunaan penggunaan produksi dalam negeri dengan tetap mengindahkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pasal 8

(1) Untuk pekerjaan yang memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau

multi-year, maka BUMN dapat melakukan pengadaan barang dan jasa 1

(satu) kali untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari masing-masing BUMN, sepanjang kualitas, harga, dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Dalam hal pengadaan jangka panjang atau multi-year, Direksi perlu membuat formula penyesuaian harga tertentu (price adjustment) baik untuk kenaikan maupun penurunan yang disesuaikan dengan kondisi pasar dan

best practice yang berlaku.

4. Kewajaran

Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan perusahaan. Komisaris, Direksi dan jajaran manajemennya dalam mengambilan keputusan, atau bertindak harus memperhatikan prisip-prinsip keadilan bagi semua pihak yang berkepentingan atau terkait baik secara langsung

maupun tidak langsung. Untuk itu dibutuhkan suatu aturan yang jelas mengenai perlakuan pengelolah perusahaan terhadap pihak - pihak yang berkepentingan, mencakup hak dan kewajiban serta pola hubungan dengan yang bersangkutan.

Implementasi prinsip ini terkandung dalam beberapa pasal dari Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2008, antara lain :

1. Pasal 8

(1) Untuk pekerjaan yang memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau

multi-year, maka BUMN dapat melakukan pengadaan barang dan jasa 1

(satu) kali untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari masing-masing BUMN, sepanjang kualitas, harga, dan tujuannya dapat dipertanggungjawabkan.

(2) Dalam hal pengadaan jangka panjang atau multi-year, Direksi perlu membuat formula penyesuaian harga tertentu (price adjustment) baik untuk kenaikan maupun penurunan yang disesuaikan dengan kondisi pasar dan

best practice yang berlaku.

2. Pasal 9

(1) Pengadaan Barang dan Jasa melalui penunjukan langsung dilakukan dengan menunjuk langsung 1 (satu) atau lebih Penyedia Barang dan Jasa. (2) Penunjukan lengsung hanya dapat dilakukan sepanjang Direksi terlebih

dahulu merumuskan ketentuan internal dan kriteria yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (3) Pasal ini .

(3) Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila memenuhi minimal salah satu dari 'persyaratan sebagai berikut :

a. Barang dan jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama perusahaan dan tidak dapat ditunda keberadaannya (business critical asset);

b. Penyedia barang dan jasa hanya satu-satunya (barang spesifik);

c. Barang dan jasa yang bersifat knowledge intensive dimana untuk menggunakan dan memelihara produk tersebut membutuhkan kelangsungan pengetahuan dari Penyedia Barang dan Jasa;

d. Bila pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dan b telah dua kali dilakukan namun peserta pelelangan atau pemilihan langsung tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran;

e. Barang dan jasa yang dimiliki oleh pemegang hak atas kekayaan intelektual (HAKl) atau yang memiliki jaminan (warranty) dari

Original Equipment Manufacture;

f. Penanganan darurat untuk keamanan, keselamatan masyarakat, dan aset strategis perusahaan;

g. Barang dan jasa yang merupakan pembelian berulang (repeat order) sepanjang harga yang ditawarkan menguntungkan dengan tidak mengorbankan kualitas barang dan jasa;

h. Penanganan darurat akibat bencana alam, baik yang bersifat lokal maupun nasional;

1. Barang dan jasa lanjutan yang secara teknis merupakan satu kesatuan yang sifatnya tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya;

j. Penyedia Barang dan Jasa adalah BUMN dan/atau Anak Perusahaan90 sepanjang barang dan/atau jasa yang dibutuhkan merupakan produk atau layanan dari BUMN atau Anak Perusahaan dimaksud dengan ketentuan apabila BUMN dan/atau Anak Perusahaan yang memproduksi atau memberi pelayanan yang dibutuhkan lebih dari satu, maka harus dilakukan pemilihan langsung terhadap BUMN dan/atau Anak Perusahaan tersebut.

90

Dalam Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2008, Anak Perusahaan diartikan sebagai perusahaan yang sahamnya minimum 90% dimiliki oleh BUMN (Pasal 1 ayat (6)

3. Pasal 14

Dalam proses pelelangan terbuka/seleksi terbuka dan pemilihan langsung yang memerlukan Term Of Reference (TOR) atau dokumen pengadaan/ pelelangan Pengadaan Barang dan Jasa, Direksi wajib membuat kriteria dan/atau persyaratan yang adil dan wajar sesuai dengan kebutuhan BUMN dan tidak mengarah untuk memenangkan pihak tertentu.

3. Penerapan prinsip keterbukaan dalam ketentuan pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan Badan Usaha Milik Negara Persero Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan infomasi yang material dan relevan mengenai perusahaan kepada stakeholders yang terkait. Prinsip ini harus dipegang teguh dan diwajibkan bagi seluruh pelaku bisnis dalam perusahaan dan secara bersama-sama harus mencegah usaha persembunyian informasi terutama yang menyangkut kepentingan publik, pemegang saham atau stakeholders secara keseluruhan. Tujuan dari transparansi ini adalah agar setiap pihak yang berkepentingan dapat mengukur segala sesuatu yang menyangkut perusahaan berdasarkan kepentingannya.

Prinsip “transparansi” (selanjutnya disebut “keterbukaan”) penting untuk mencegah penipuan (fraud) atau KKN. Sangat baik untuk dipahami ungkapan yang pernah diungkapkan Barry A.K Rider: “sun light is the best disinfectant and

“more disclosure will inevitably discourage wrongdoing and abuse.”91 Pendapat ini relevan dengan fungsi prinsip keterbukaan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN. Keterbukaan dalam pengadaan barang dan jasa BUMN dapat menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa BUMN. Hal ini dapat mengeleminir stigma negatif proses pengadaan barang dan jasa BUMN yang sarat dengan praktek KKN.

Dalam suatu kesempatan Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiqurrahman Ruki, mengatakan korupsi terbesar di pemerintahan dan BUMN terjadi pada proyek-proyek pengadaan barang dan jasa. Selama 2005 KPK menangani 33 kasus korupsi, 24 di antaranya dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Modus korupsi dalam proyek pengadaan kebanyakan penggelembungan biaya, penyusutan biaya, suap, penggelapan, dan proyek fiktif. Korupsi terjadi akibat persekongkolan penguasa dengan pengusaha yang terjadi sejak proyek masih dalam perencanaan. persekongkolan semacam itu juga membuat iklim usaha tak sehat. Oleh karena itu, menurut Taufiqurrahman, komisinya telah memberikan rekomendasi agar mengumumkan setiap proyek lewat media massa secara jelas agar diketahui oleh publik.92

Potensi penyimpangan dalam proses pengadaan barang dan jasa dapat terjadi pada setiap tahapan pengadaan barang. Khusus terkait dengan penerapan

91

Bismar Nasution, “Aspek Hukum dalam Transparansi Pengelolaan Perusahaan BUMN/BUMD sebagai Upaya Pemberantasan KKN”, Disampaikan pada Semiloka Peran Masyarakat (Stakeholder) melalui lembaga pengawasan pengelolaan perusahaan dalam mendukung pelaksanaan good corporate governance di Sumatera Utara pada tanggal 30 April 2003, Hal. 1

92

Tempo Interakif, “ Korupsi Pengadaan Barang Luar Biasa,” dikutip dalam

http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2006/02/09/brk,20060209-73691,id.html, diakses terakhir tanggal 15 Nopember 2010.

prinsip keterbukaan, potensi penyimpangan dapat terjadi dalam bentuk, antara lain:

a. Pengumuman lelang yang semu atau fiktif b. Jangka waktu pengumuman yang sangat singkat c. Pengumuman lelang tidak lengkap

d. Waktu pendistribusian dokumen dibuat singkat e. Lokasi pemberian dokumen sulit dicari

f. Gambaran nilai harga perhitungan sendiri (HPS) ditutup-tutupi g. Informasi dan deskripsi dalam aanwijzing sangat terbatas h. Penjelasan dibuat controversial

i. Evaluasi penawaran tertutup dan tersembunyi

j. Tanggal pengumuman calon pemenang sangat terbatas k. Tanggap pengumuman calon pemenang ditunda-tunda l. Pengumuman calon pemenang tidak informative

m. Sanggahan peserta tidak ditanggapi atau ditanggapi tidak seluruhnya n. Penandatanganan kontrak secara tertutup93

Transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa BUMN mendapat perhatian yang sangat serius dalam Permeneg BUMN No. PER 05/MBU/2010. Meskipun Pasal 99 PP No. 45 Tahun 2010 memberikan wewenang kepada direksi untuk menetapkan aturan pengadaan barang dan jasa BUMN yang tidak menggunakan dana langsung dari APBN, akan tetapi proses tersebut harus tetap mengacu pada prinsip-prinsip GCG yang salah satunya adalah transparansi. Pasal 2 ayat (1) d dari Permeneg BUMN tersebut mewajibkan pengadaan barang dan jasa BUMN (Persero) menerapkan prinsip transparan. Transparan diartikan bahwa semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon Penyedia Barang dan Jasa, sifatnya terbuka bagi peserta Penyedia Barang

93

BRR, “Strategi dan Tool Kit Anti Korupsi untuk Memerangi KKN di Bidang pengadaan barang dan Jasa, diakses dari http://know.brr.go.id/ tanggal 15 Nopember 2010.

dan Jasa yang berminat. Terkait dengan hal tersebut Pasal 6 Permeneg BUMN No. PER 05/MBU/2008 menyebutkan :

(1) Cara Pengadaan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 depat dilakukan dengan menggunakan sarana e-procurement yang persyaratan teknisnya ditetapkan oleh Direksi.

(2) Dalam hal pengadaan barang dan jasa BUMN menggunakan sistem e-

procurement, maka sistem tersebut wajib dihubungkan dengan portal

utama Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara.

Dengan kata lain kemajuan teknologi informasi dimanfaatkan secara tepat guna untuk menunjang terwujudnya transparansi dalam pengadaan barang dan jasa BUMN dengan menggunakan sarana e-procurement.

Implementasi prinsip transparansi dalam pengaturan pengadaan barang dan jasa BUMN secara tegas juga dicantumkan dalam Pasal 10 Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2010 tentang proses sanggahan. Untuk: menjamin adanya transparansi dan perlakuan yang sama (equal treatment) dalam setiap pengadaan barang dan jasa, maka pihak yang kalah pada saat pengumuman pemenang, berhak untuk mengajukan sanggahan. Sanggahan hanya yang berkaitan dengan kesesuaian pelaksanaan pelelangan/seleksi dengan prosedur atau tata cara pelelangan/seleksi. Sanggahan dapat diterima apabila diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diumumkannya pemenang atau sebelum kontrak ditandatangani, mana yang lebih dahulu. Direksi atau pejabat yang ditunjuk sebagai pemilik pekerjaan di internal BUMN wajib menyampaikan keputusan atas sanggahan tersebut selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender dari tanggal diterimanya pengajuan sanggahan. Direksi atau pejabat yang ditunjuk rnenangani dan memeriksa sanggahan dapat melibatkan pihak yang tidak

terkait langsung dengan proses pengadaan barang dan jasa yang bersangkutan. Direksi dapat mengatur persyaratan untuk dapat melayani sanggahan antara lain dengan mensyaratkan penyetoran uang jaminan sanggahan sebesar maksimum nilai jaminan penawaran (bid bond) atau pencairan jaminan penawaran (bid bond), termasuk mensyaratkan adanya pembuktian dari pihak yang menyanggah. Uang jaminan sanggahan tersebut dikembalikan kepada penyanggah apabila sanggahannya terbukti benar secara hukum dan menjadi hak BUMN yang bersangkutan apabila sanggahannya terbukti tidak benar secara.hukum.94

Selanjutnya direksi BUMN yang memiliki wewenang menetapkan aturan pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN yang dipimpinnya wajib menjabarkan prinsip keterbukaan tersebut dalam tingkat keputusan direksi tentang pedoman pengadaan barang dan jasa untuk BUMN yang bersangkutan.

94

BAB IV

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE, KHUSUSNYA PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA DI LINGKUNGAN

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO)

A. Instrument Penerapan Prinsip-prinsip GCG di Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

1. Anggaran Dasar

Anggaran dasar merupakan salah satu instrumen penting dalam penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN, karena anggaran dasar berisikan tata kelola perusahaan BUMN secara umum yang pembuatannya mengacu pada UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Anggaran dasar PTPN III telah disesuaikan dengan UU No. 40 Tahun 2007 dan terakhir kali dilakukan perubahan pada tanggal 24 Desember 2009 berdasarkan Akte Pernyataan Keputusan RUPS PTPN III No. 8 dibuat oleh Syafnil Gani, SH.,M.Hum, Notaris di Medan dan telah disetujui perubahannya oleh Kementerian Hukum dan HAM RI berdasarkan Surat Nomor : AHU- AH.01.10-19656 tanggal 05 Nopember 2009. Anggaran dasar bagi PTPN III merupakan salah satu dokumen induk tata kelola yang dijadikan sebagai kerangka acuan tata kelola disamping peraturan perundang-undangan terkait. Anggaran dasar sebagai dokumen induk dijabarkan oleh direksi dalam sejumlah manual tata kelola dan keputusan-keputusan internal yang lebih rendah tingkatannya.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa anggaran dasar PTPN III mencerminkan secara utuh prinsip-prinsip GCG karena pembuatannya yang berpedoman pada UU No. 40 Tahun 2007, UU No. 19 Tahun 2003, PP No. 45 Tahun 2005, Kepmen BUMN No. 117/M-MBU/2002 dan peraturan terkait lainnya.

2. Code of Corporate Governance

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sebagai pelaku ekonomi nasional, tidak lepas dari keharusan untuk menerapkan praktek-praktek Good Corporate

Governance sehingga perusahaan dapat memfokuskan kepada usaha peningkatan

daya saing, pengembangan usaha dan penciptaan peluang-peluang baru melalui manajemen yang dinamis dan profesional untuk dapat memasuki pasar global.95

Good Corporate Governance merupakan struktur dan proses yang

digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dan corporate image dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai etika.

Untuk mewujudkan komitmen tersebut secara terstruktur, Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis tentang Corporate Governance atau disebut

Code of Corporate Governance yang berisikan kumpulan peraturan dan best practice sebagai pedoman atau arahan bagi organ perusahaan untuk menatakelola

95

perusahaan dengan baik, meliputi pembagian tugas, tanggung jawab, kewenangan Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi serta organ terkait.96

Code of Corporate Governance menjadi dasar dalam tata kelola

perusahaan, sehingga seluruh aturan dalam pengelolaan perusahaan harus mengacu pada dan tidak bertentangan dengan pedoman ini. Untuk memonitor kepatuhan penerapan Good Corporate Governance, Direksi mengimplementasikannya dengan adanya penandatanganan Fakta Integritas Direksi terhadap aktivitas perusahaan yang dilakukan sesuai izin Pemegang Saham dan melaksanakan penandatanganan Kontrak Manajemen terhadap Manajemen Kunci serta Serikat Pekerja Perkebunan dalam kaitannya untuk merealisasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.97

Selain itu sebagai wujud komitmen terhadap penerapan Good Corporate

Governance Direksi menetapkan dengan surat keputusan petugas atau tim yang

melakukan pemantauan dan pelaporan atas pelaksanaan Good Corporate

Governance di Perusahaan. Tugas dan tanggung jawab tim tersebut antara lain:98

1. Inventarisasi aspek-aspek yang memerlukan pengkajian dan perubahan seperti orientasi bisnis, visi, misi, struktur organisasi, kode etik, prilaku, dan lain-lain.

2. Melakukan pengkajian berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan untuk mewujudkan penerapan Good Corporate Governance di masa yang akan datang.

96

Ibid.,

97

Code of Corporate Governance PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), Op.cit.,hal 77.

98

3. Merumuskan hasil kajian dan tindakan kongrit serta mengkomunikasikan kepada Direksi.

4. Mengimplementasikan tindak lanjut dari hasil kajian yang telah dirumuskan bekerja sama dengan pihak terkait.

5. Melakukan evaluasi secara berkelanjutan dan melakukan koreksi perbaikan jika diperlukan.

6. Membuat laporan atas pelaksanaan tugas tim.

3. Code of Conduct

Keberadaan code of conduct sebagai salah satu instrumen penerapan GCG dicantumkan dalam Pasal 32 Kepmen BUMN No. 117/M-MBU/2002 yang selengkapnya menyebutkan :

(1) Anggota Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan BUMN dilarang untuk memberikan atau menawarkan, atau menerima baik langsung ataupun tidak langsung sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau seorang pejabat Pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2) Suatu tanda terima kasih dalam kegiatan usaha, seperti hadiah, sumbangan atau “entertainment”, tidak boleh dilakukan pada suatu keadaan yang dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut.

(3) BUMN wajib membuat suatu pedoman tentang perilaku etis, yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika berusaha.

Code of Conduct PT Perkebunan Nusantara III (Persero) yang dikeluarkan

pada tanggal 30 Desember 2005 merupakan salah satu pedoman internal perusahaan yang wajib untuk disempurnakan mengingat dinamika dan perkembangan menuntut agar seluruh individu yang menyangkut perusahaan dapat melaksanakan aktivitas dengan tetap berpedoman kepada prinsip-prinsip

GCG sesuai Surat Keputusan Kementerian Negara BUMN No. 117/M- MBU/2002.

Code of Conduct PTPN III pada dasarnya berisi tentang pola perilaku etis

yang harus ditaati dan dikembangkan oleh seluruh pihak di perusahaan PTPN III. Pola perilaku etis yang diatur meliputi pola perilaku etis terhadap Rapat Umum Pemegang Saham, karyawan, pelanggan, pemasok/rekanan, investor, kreditur/bank, pemerintah, pesaing, auditor, masyarakat sekitar dan mitra binaan PTPN III, media massa, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, serikat pekerja, legislative, mitra usaha strategis, perguruan tinggi, anak perusahaan dan petani plasma.

Pemberian sanksi atas pelanggaran code of conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran code of

conduct.

Relevansi code of conduct PTPN III dengan upaya pengimplemntasian prinsip-prinsip GCG dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan PTPN III dapat dilihat dari Code of Conduct PTPN III, Bagian B Angka 2 tentang Komitmen Perusahaan terhadap Stakeholder, sub bagian (d) tentang pemasok, yang dengan tegas memerintahkan perlakuan etis sebagai berikut :

1. Memelihara komunikasi yang baik dengan pemasok atau rekanan sebagai mitra strategis yang berperan menjamin ketersediaan pasokan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kelancaran operasi perusahaan

2. Memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh pemasok atau rekanan. 3. Bersikap jujur dan adil serta beretika dalam berbisnis dengan pemasok atau

rekanan.

4. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara transparan dan sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Memilih calon pemasok atau rekanan yang mempunyai reputasi,

Dokumen terkait