Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari :
1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.
2. Penjualan dan PPN terutang
3. PPN yang masih harus dibayar atau lebih dan lain-lain.
Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang
tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya.
Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu :
a. pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan
b. pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.
Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan (berkaitan PPN Masukan) :
1. Pembelian barang / persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan.
Misal, PT.Gerindra membeli barang untuk persediaan dalam bulan April 2014 seharga Rp 50.000.000,00 dengan kredit dari PT.PDI. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Pembelian Rp. 50.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 5.000.000
Utang Rp. 55.000.000
2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan.
PT.Gerindra membeli mesin seharga Rp 20.000.000 dengan kredit bulan Maret 2013 dari PT.PDI. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Mesin Rp. 20.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 2.000.000
Utang Rp. 22.000.000
3. Pembelian barang / persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan.
PT.Gerindra membeli tunai alat tulis seharga Rp 1.000.000,00 ditambah PPN 10% Karena alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi. Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi.
Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Alat tulis Rp. 1.000.000
Biaya PPN (VAT in) Rp. 100.000
Kas Rp. 1.100.000
4. Pembelian barang / modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan.
PT.Gerindra membeli motor untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp 18.000.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaraan tidak dapat dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibedakan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tarif penyusutannya.
Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kendaraan motor Rp. 19.800.000
Kas Rp. 19.800.000
Keterangan : PPN Rp. 1.800.000 ditambahkan ke harga perolehan kendaraan.
5. Pembelian dengan potongan.
PT.Gerindra membeli barang seharga Rp 16.000.000,00 dengan potongan pembelian Rp 6.000.000,00 jika pembayaran dilakukan dengan periode yang ditentukan tarif PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Pembelian Rp. 16.000.000
Cadangan Potongan pembelian Rp. (6.000.000) PPN Masukan (VAT in) Rp. 1.000.000
Utang Rp. 11.000.000
Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan maka pembelian tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Utang Rp. 11.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 6.000.000 Rugi karena potongan tidak
diambil Rp. 600.000
Kas Rp. 17.600.000
Karena potongan tidak diambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan.
Demikian pula penjualan harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama.
6. Pengembalian pembelian.
Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp 5.000.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini di catat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Utang Rp. 5.500.000
Retur Pembelian Rp. 5.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 500.000
Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjualan akan mengurangkan PPN terhutang.
7. Penjualan Tunai
Contoh: PT.Gerindra menjual barang secara tunai Rp. 50.000.000 dengan PPN 10% maka transaksi ini catat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kas Rp. 55.000.000
Penjualan Rp. 50.000.000
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 5.000.000
8. Pengembalian penjualan
Contoh: Masih dengan contoh no.5 barang yang dijual dikembalikan Rp.
8.000.000 Pengembalian ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Retur Penjualan Rp. 8.000.000 PPN Keluaran (VAT out) Rp. 800.000
Kas Rp. 8.800.000
9. Penjualan dengan uang muka
Contoh : Pada tanggal 3 April 2014 PKP “ABC” menerima uang muka dari PKP “DEF” atas pembelian BKP peralatan kantor yaitu sebesar Rp.
10.000.000 ditambah PPN 10%. Pada tanggal 3 Mei 2014 yaitu pada saat penyerahan BKP, diterima sisa pembayaran Rp. 5.000.000 dimana dalam pembayaran tersebut belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Karena itu, ada dua transaksi yang harus dicatat yaitu :
a. Pada saat pembayaran uang muka
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kas Rp. 11.000.000
Uang muka penjualan Rp. 10.000.000
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 1.000.000
b. Pada saat penyerahan barang
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kas Rp. 5.500.000
Uang muka penjualan Rp. 10.000.000
Penjualan Rp. 15.000.000
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 500.000 Sesuai dengan ketentuan bahwa PPN sudah terutang pada saat pembayaran. Karena itu, pada saat pembayaran uang muka PKP menerima uang muka harus memungut PPN.
10. Penjualan dengan angsuran
Contoh: PT.Gerindra menjual suatu barang dengan angsuran seharga Rp.
50.000.000 pembayaran dilakukan dengan 10 kali cicilan. Transaksi
penjualan dan angsuran setiap bulan dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
a. Pada saat penyerahan barang
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Piutang penjualan
angsuran Rp. 55.000.000
Penjualan Rp. 50.000.000
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 5.000.000 b. Pada saat pembayaran angsuran
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kas Rp. 5.500.000
Piutang penjualan
angsuran Rp. 5.500.000
Ada 3 (tiga) metode pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu : 1. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan pada satu perkiraan.
Pembukuan dengan cara ini, hanya menggunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin Debit atau Kredit, tergantung mana yang lebih besar antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu. Misal, PT A membeli barang dengan perhitungan :
Pembelian barang X 100 pcs dengan harga Rp. 100.000.000,-
PPN 10% Rp. 10.000.000,-
Jumlah yang harus dibayar Rp. 110.000.000,- Transaksi ini akan dijurnal oleh PT A sebagai berikut :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Pembelian Rp. 100.000.000 PPN Masukan (VAT in) Rp. 10.000.000
Kas Rp. 110.000.000
Bila dalam bulan atau masa pajak yang sama PT A menjual seluruh barang tersebut dengan perhitungan :
Harga barang X (Rp 1.200.000 / pcs) Rp. 120.000.000,-
PPN 10% Rp. 12.000.000,-
Jumlah yang akan diterima Rp. 132.000.000,- Maka PT A akan menjurnal :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Piutang / Kas Rp. 132.200.000
Penjualan Rp. 120.000.000
PPN Keluaran (VAT Out) Rp. 12.000.000
Pada akhir bulan / akhir periode, PPN akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp. 2.000.000 (Rp. 12.000.000 – Rp. 10.000.000) yang akan disetor ke Kas Negara pada bulan berikutnya dengan mendebet perkiraan PPN.
Bila selama bulan yang bersangkutan hanya terjual sebagian saja, misalnya 50 pcs dengan perhitungan :
Harga barang X (Rp 1.200.000 / pcs) Rp. 60.000.000,-
PPN 10% Rp. 6.000.000,-
Jumlah yang akan diterima Rp. 66.000.000,- Maka PT A akan menjurnal :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Piutang / Kas Rp. 66.000.000
Penjualan Rp. 60.000.000
PPN Keluaran (VAT Out) Rp. 6.000.000
Pada akhir periode, PPN akan mempunyai saldo debet sebesar Rp.
4.000.000,- (10.000.000 – 6.000.000) yang dapat dimintakan restitusi atau diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya.
Bila kelebihan pajak ini akan diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya, maka perusahaan tidak perlu membuat jurnal, sedangkan bila akan dimintakan kembali (restitusi), pada saat restitusi diterima akan dijurnal :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Kas Rp. 4.000.000
Hutang PPN – VAT out Rp. 4.000.000
2. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak.
Dengan cara ini, PPN Masukan dan PPN Keluaran dibukukan pada perkiraan yang berbeda, dimana saldo masing-masing perkiraan akan terus-menerus bertambah karena terjadi akumulasi PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tertentu.
Berdasarkan contoh pada alternative pertama, PT A akan membukukan transaksi – transaksi tersebut sebagai berikut :
Pada saat pembelian
Uraian Debet (D) Kredit (K)
Pembelian Rp. 100.000.000 PPN Masukan (VAT in) Rp. 10.000.000
Kas Rp. 110.000.000
Pada saat penjualan
Dengan prosedur pembukuan seperti ini, setiap terjadi penyetoran ke Kas Negara, PPN Masukan akan sama besarnya dengan PPN Keluaran.
dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak.
Dengan cara ini prosedur pembukuan sampai dengan penyetoran selisih PPN Masukan dan PPN Keluaran ke Kas Negara atau penerimaan restitusi dari kas Negara sama seperti prosedur pembukuan pada alternative kedua. Pada akhir masa pajak (akhir bulan) dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN Masukan dan PPN
Keluaran pada saat selesainya pembuatan SPT PPN bulan yang bersangkutan.
Berdasarkan contoh yang sebelumnya, pada akhir masa pajak PT A akan menjurnal :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 10.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 10.000.000
Dengan jurnal ini, PPN Keluaran akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp. 2.000.000,- yang akan menjadi nihil dengan terjadinya pendebetan pada saat penyetoran ke Kas Negara.
Pada contoh berikut, dimana terdapat restitusi sebesar Rp 4.000.000,- Jurnal pada saat SPT selesai dibuat adalah :
Uraian Debet (D) Kredit (K)
PPN Keluaran (VAT out) Rp. 6.000.000
PPN Masukan (VAT in) Rp. 6.000.000 Dengan membukukan jurnal ini, PPN Masukan akan mempunyai saldo debet sebesar Rp. 4.000.000,- yang akan menjadi nihil dengan diterimanya restitusi dari Kas Negara.