• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

G. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari :

1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.

2. Penjualan dan PPN terutang.

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

4. dan lain-lain

Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedua jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya.

Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu:

1. pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan

2. pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.

Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan (berkaitan dengan PPN Masukan) :

1. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 2008 seharga Rp 10.000,00 dengan kredit dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian 10.000,00 PPN Masukan 1.000,00

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan

PT X membeli mesin seharga Rp 100.000 dengan kredit pada bulan Juni 2008 dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Mesin 100.000,00

PPN Masukan 10.000,00

Utang 110.000,00

3. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli tunai alat tulis seharga Rp 5.000,00 ditambah PPN 10% karena alat tulis ini tidak mempunyai hubungan lansung dengan proses produksi. Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Alat tulis 5.000,00 Biaya PPN 500,00

Kas 5.500,00

4. Pembelian barang/modal yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan

PT X membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp 20.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat dikreditkan. Namun, pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibedakan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tariff penyusutannya. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Kendaraan sedan 22.000,00

Kas 22.000,00

5. Pembelian dengan potongan

PT X membeli barang seharga Rp 12.000,00 dengan potongan pembelian Rp 2.000,00 jika pembayaran dilakukan dengan periode yang ditentukan tarif PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Pembelian 12.000,00

Cadangan potongan pembelian (2.000,00)

PPN Masukan 1.000,00

Utang 11.000,00

Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan maka pembelian tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal :

Utang 11.000,00

PPN Masukan 200,00

Rugi karena potongan tidak

diambil 2.000,00

Kas 13.200,00

Karena potongan tidak diambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan. Demikian pula penjualan harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama.

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

6. Pengembalian pembelian

Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp 1.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:

Utang 1.100,00

Pembelian 1.000,00

PPN Masukan 100,00

Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjual akan mengurangkan PPN terhutang.

Ada 3 (tiga) metode pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu: 1. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan pada satu perkiraan.

Pembukuan dengan cara ini, hanya menggunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin Debit atau Kredit, tergantung mana yang lebih besar antara pajak masukan atau pajak keluaran untuk suatu masa pajak tertentu. Misal, PT A membeli barang dengan perhitungan :

Pembelian barang X 100kg dengan harga Rp 10.000.000,-

PPN 10% Rp 1.000.000,-

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Transaksi ini akan dijurnal oleh PT A sebagai berikut : Persediaan barang 10.000.000

PPN 1.000.000

Kas 11.000.000

Bila dalam bulan atau masa pajak yang sama PT A menjual seluruh barang tersebut dengan perhitungan :

Harga barang X (Rp 120.000/kg) Rp 12.000.000,-

PPN 10% Rp 1.200.000,-

Jumlah yang akan diterima Rp 13.200.000,- Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN 1.200.000

Pada akhir bulan / akhir periode, PPN akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp 200.000 (1.200.000 – 1.000.000) yang akan disetor ke Kas Negara pada bulan berikutnya dengan mendebet perkiraan PPN.

Bila selama bulan yang bersangkutan hanya terjual sebagian saja, misalnya 50kg dengan perhitungan :

Harga barang X Rp 6.000.000,-

PPN 10% Rp 600.000,-

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Maka PT A akan menjurnal :

Piutang/kas 6.600.000

Penjualan 6.000.000

PPN 600.000

Pada akhir periode, PPN akan mempunyai saldo debet sebesar Rp 400.000 (1.000.000 – 600.000) yang dapat dimintakan restitusi atau diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya.

Bila kelebihan pajak ini akan diperhitungkan dengan masa pajak berikutnya, maka perusahaan tidak perlu membuat jurnal, sedangkan bila akan dimintakan kembali (restetusi), pada saat restitusi diterima akan dijurnal :

Kas 400.000

PPN 400.000

2. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak.

Dengan cara ini, PPN Masukan dan PPN Keluaran dibukukan pada perkiraan yang berbeda, dimana saldo masing-masing perkiraan akan terus-menerus bertambah karena terjadi akumulasi PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tertentu.

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Berdasarkan contoh pada alternative pertama, PT A akan membukukan transaksi – transaksi tersebut sebagai berikut :

Pada saat pembelian

Persediaan Barang 10.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Kas 11.000.000

Pada saat penjualan

Piutang / Kas 13.200.000

Penjualan 12.000.000

PPN Keluaran 1.200.000

Apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, menyebabkan perusahaan harus menyetor selisihnya ke Kas Negara, dan atas penyetoran ini akan dijurnal :

PPN Keluaran 200.000

Kas 200.000

Dengan prosedur pembukuan seperti ini, setiap terjadi penyetoran ke Kas Negara, PPN Masukan akan sama besarnya dengan PPN Keluaran.

Dalam hal terjadi restetusi, maka pada saat uang diterima dari Kas Negara, akan dijurnal :

Kas 400.000

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

3. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang dibukukan secara terpisah, dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak.

Dengan cara ini prosedur pembukuan sampai dengan penyetoran selisih PPN Masukan dan PPN Keluaran ke Kas Negara atau penerimaan restitusi dari kas Negara sama seperti prosedur pembukuan pada alternative kedua. Pada akhir masa pajak (akhir bulan) dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN Masukan dan PPN Keluaran pada saat selesainya pembuatan SPT PPN bulan yang bersangkutan.

Berdasarkan contoh yang sebelumnya, pada akhir masa pajak PT A akan menjurnal :

PPN Keluaran 1.000.000

PPN Masukan 1.000.000

Dengan jurnal ini, PPN Keluaran akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp 200.000,- yang akan menjadi nihil dengan terjadinya pendebetan pada saat penyetoran ke Kas Negara.

Pada contoh berikut, dimana terdapat restetusi sebesar Rp 400.000,- jurnal pada saat SPT selesai dibuat adalah :

PPN Keluaran 600.000

PPN Masukan 600.000

Dengan membukukan jurnal ini, PPN Masukan akan mempunyai saldo debet sebesar Rp 400.000,- yang akan menjadi nihil dengan diterimanya restetusi dari Kas Negara.

Andre H Pakpahan : Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT Enam Enam Group Medan, 2009.

Dokumen terkait