• Tidak ada hasil yang ditemukan

al-Ithfayyasy

Dalam dokumen KONSEP SYAFAAT DALAM AL-QUR AN (Halaman 55-58)

BAB I PENDAHULUAN

C. Penolakan Syafaat Terhadap Pelaku Dosa Besar

3. al-Ithfayyasy

a. al-Baqarah ayat 48

ٌةَغاَف َش اٍَْيِن ُلَبْقُي لََو اًئْيَش ٍسْفَن ْوَع ٌسْفَن يِزَْ تَ َ لَ اًنََْي اَُقَّتاَوَ

َ

لََو

َنوُ َصَْيُي ْمٌُ لََو ٌلْدَغ اٍَْيِن ُذَخْؤُيَ

٤٨

Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (al-Baqarah/2: 48)

al-Ithfayyasy mengatakan bahwa ayat diatas diturunkan pada Bani Israil, ketika mereka berkata “kami adalah anak para nabi Allah, kelak bapak kami akan memberikan syafaat” maka Allah pun membuat mereka benar-benar berputus asa. „al-syafa‟ah‟ dari kata „al-syaf‟u‟ sesungguhnya orang yang meminta syafaat hanyalah satu, kemudian menjadi genap dengan adanya pemberi syafaat, „al-„adl‟ adalah tebusan sebagaimana yang dikatakan abu al-Aliyah. „Iyadh berkata adil terhadap sesuatu berarti sama dalam kualitas dan kuantitasnya meskipun dari jenis yang berbeda. Adapun „al-„adl‟ dengan mengkasrah huruf „dal‟ berarti sesuatu dari jenis yang sama. Pada ayat diatas, cakupannya meluas pada tebusan baik dari jenis yang sama maupun yang berbeda meskipun diterima. Asal dari kata „al-adl‟ ialah dengan kasrah atau fathah berarti sama. lafaz „al-nashr‟ lebih khusus dari pada „al-Ma‟ûnah‟ karena Nashr‟ untuk menolak mudarat sedangkan

„al-Ma‟ûnah‟ untuk menolak bahaya dan mengambil manfaat.

Sesungguhnya jiwa yang disebutkan pada ayat tersebut tidak akan

40Ahmad bin Hamd al-Khalîlî, Jawâhir al-Tafsîr Anwâ Min Bayân al-Tanzîl, hal. 261.

41 Abd al-Jabbar bin Ahmad, Syarh al-Ushûl al-Khamsah, Qâhirah: Maktabah Wahbah, 1996, hal. 688.

mendapat tanggungan dari orang lain, tidak diterima lagi pemberi syafaat dan tebusan untuknya dan tidak akan ditolong, yaitu orang-orang yang mati dalam kemaksiatannya. Manusia yang demikian, tidak akan mendapatkan syafaat, baik musyrik maupun fasiq, dan tidak ada syafaat bagi pelaku maksiat. “Dan bertakwalah kalian” meskipun khusus bagi Bani Israil tapi firman-Nya “Tak

seorangpun yang dapat membela orang lain” bersifat umum dan

tidak bisa dikatakan bersifat khusus.42 Pernyataan al-Ithfayyasy bisa disimpulkan bahwa ayat ini tidak khusus bagi Yahudi Bani Israil, namun bersifat umum kepada orang musyrik dan juga orang fasiq.

Pernyataan ini berbeda dengan pendapat imam al-Qurthubi bahwa ayat ini bersifat khusus meskipun redaksinya umum, dalam tafsirnya al-Qurthubi menakwilkan firman-Nya yang berbunyi “Dan tidak diterima darinya syafaat” (al-Baqarah/2:48), beliau mengatakan bahwa ayat ini tidak umum pada semua orang zalim, yang umum itu tidak memiliki bentuk sehingga ayat ini tidak mencakup semua yang melakukan keburukan dan semua manusia. Yang dimaksud ayat ini adalah orang kafir bukan orang mukmin berdasarkan ayat-ayat yang menetapkan syafaat pada kaum tertentu dan menolaknya pada kaum yang lain. Adapun firman-Nya ketika menceritakan sifat orang kafir, “Maka tidak berguna lagi bagi

mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat”

(al-Muddatstsir/74:49), dan firman-Nya, “Dan mereka tidak

memberikan syafaat kecuali pada orang yang diridhai”

(al-Anbiyâ/21:29), dan “Dan Syafaat (pertolomgan) disisi-Nya hanya

berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu)” (Saba‟/34:23). Berdasarkan pemaparan ini diketahui bahwa

syafaat itu berlaku bagi orang-orang beriman bukan pada orang kafir. Para mufassir sepakat bahwa maksud dari firman Allah SWT “Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari

itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun, dan begitu pula tidak diterima syafaat darinya.” (al-Baqarah/2:48)

adalah orang-orang kafir bukan semua manusia.43

al-Ithfayyasy menyebutkan: Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid dari Nabi SAW “Tak ada seorangpun diantara kalian yang akan

memasuki surga kecuali dengan amal saleh, rahmat Allah dan dengan syafaatku”, diriwayatkan dari Jabir dari Nabi SAW

42 Muhammad bin Yûsûf al-Wahbî al-Ibâdhî al-Mash‟abî al-Ithfayyasy, Tafsîr Haymân al-Zâd ilâ Dâr al-Mî‟âd, Juz. 2 Cet. 2, „Ammân: t.p, 1993, hal. 23.

43 Abû „Abd Allâh Muhammad bin Ahmad bin Abî Bak‟r bin Farah Anshârî al-Khazrajî Syams al-Dîn al-Qurthubî, al-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟ân, hal. 379.

“Syafaatku tidak berlaku bagi pelaku dosa besar dari umatku” kemudian Jabir bersumpah bahwa tidak ada syafaat bagi pelaku dosa besar, karena sesungguhnya Allah menjanjikan neraka bagi pelaku dosa besar, meskipun hadis dari Anas menyatakan bahwa syafaat untuk pelaku dosa besar. Maka demi Allah, bukankah yang dimaksud adalah pembunuh, pezina, dan penyihir. Sesungguhnya mereka telah dijanjikan neraka. Disebutkan bahwa anas berkata: “sesungguhnya kalian benar-benar mengetahui amal-amal yang di

mata kalian lebih tipis daripada rambut, tetapi tiadalah kami

mengira di zaman Nabi Muhammad SAW kecuali dosa besar”.44

b. al-Isra‟ ayat 79

اًدَُهْ َمَ اًناَقَن َكُّبَر َكَثَػْبَي ْنَأ َٰ َسََغ َكَل ًةَلِفاَى ًِِب ْدَّجٍََتَف ِلْيَّللا َوِنَو

٧٩

Dan pada sebagian malam hari bershalat tahajudlah kamu, sebagai suatu (ibadah) tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ketempat yang terpuji. (al-Isrâ‟/17:

79)

Dalam Tafsîr Haymân Zâd ilâ Dâr Mî‟âd dijelaskan: al-Rabi‟ bin Habib, Jabir bin Zaid berkata, Rasulullah SAW bersabda tidak ada syafaat bagi umatku pelaku dosa besar, kemudian bersumpah bahwa tak ada syafaat bagi pelaku dosa besar karena Allah telah menjanjikan mereka neraka dalam kitab-Nya.45

al-Ithfayyasy kemudian mengatakan bahwa Abu Hayyan dan mazhab kami berkata bahwa syafaat tidak berlaku bagi pelaku dosa besar berdasarkan firman-Nya “Tidak ada bagi orang yang zalim

kerabat dekat dan tidak ada pemberi syafaat yang diterima pertolongannya” (Gâfir/40:18)sebagaimana dalam hadis Nabi

“Syafaatku tidak berlaku bagi orang zalim dan seseorang yang

tidak memperhatikan anak yatim” dan sabdanya, “Dua golongan yang tidak mendapatkan syafaatku Qadariyyah dan

al-Murjiah”.46

44 Muhammad bin Yûsûf al-Wahbî al-Ibâdhî al-Mash‟abî al-Ithfayyasy, Tafsîr Haymân al-Zâd ilâ Dâr al-Mî‟âd, hal. 23-24.

45 Muhammad bin Yûsûf al-Wahbî al-Ibâdhî al-Mash‟abî al-Ithfayyasy, Tafsîr Haymân al-Zâd ilâ Dâr al-Mî‟âd, Juz 9 hal. 300.

46 Muhammad bin Yûsûf al-Wahbî al-Ibâdhî al-Mash‟abî al-Ithfayyasy, Tafsîr Haymân al-Zâd ilâ Dâr al-Mî‟âd, Juz 9 hal. 313-314.

Dalam dokumen KONSEP SYAFAAT DALAM AL-QUR AN (Halaman 55-58)

Dokumen terkait