BAB III PENGALAMAN SANTRI DALAM BERINTERAKSI DENGAN AL-
F. Al-Qur‟an Menghadirkan Rasa Cinta (mahabbah)
Harus diakui, menghafal Al-Qur’an memang tidak semudah membalikkan tangan. Bagi yang belum terbiasa, aktivitas ini bisa jadi sangat membosankan bahkan jenuh, namun bagi orang-orang yang sudah mampu merasakan nikmatnya menghafal, hal ini terasa sangat menyenangkan layaknya seorang pujangga yang mendendangkan puisi-puisi untuk kekasih tercintanya.
Ustadz Himawan menjelaskan mengenai kehadiran rasa cinta terhadap kitab suci al-Qur’an, “Sesungguhnya diantara sebab yang
bisa mendatangkan kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah membaca al-Qur’an dengan khusyu’ dan berusaha memahaminya. Sehingga tidak mengherankan, apabila kedekatan dengan al-Qur’an merupakan perwujudan ibadah yang bisa mendatangkan cinta Allah. Para ulama salafush shalih, ketika membaca al-Qur’an, mereka sangat menghayati maknanya. Sehingga ketika membaca al-Qur’an, seolah-olah seperti seorang perantau yang sedang membaca sebuah surat dari kekasihnya tercinta”.118
118
Wawancara dengan Ustadz Himawan Hadi Amrullah, selaku Mudir Ma’had DAQU Colmadu periode 2017-2018, pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib.(W 13), h. 231-232.
Ustadz Agus Sulaiman menambahkan: “Orang yang mencintai
al-Qur’an, mestinya cinta kepada Allah swt., karena sifat-sifat Allah terdapat di dalam al-Qur’an. Dan semestinya, ia juga cinta kepada Rasulullah saw., karena beliaulah yang menyampaikan al-Qur’an. Hal tersebut menjadi landasan utama untuk menghadirkan kecintaan Allah dan rasul-Nya melalui cinta kepada al-Qur’an”.119
Sedangkan Munir menjelaskan tentang kecintaannya terhadap al-Qur’an, “Setiap kali saya mempunyai waktu luang (selain kegiatan
pesantren), saya selalu membaca dan menghafalkan al-Qur’an, entah itu faham atau tidak yang penting saya baca. Hal ini saya lakukan karena saya senang membaca dan menghafal al-Qur’an. Dengan saya sering membaca dan menghafalkan al-Qur’an, maksiyat saya berkurang, dan insya Allah dicintai Allah swt. dan Rasul-Nya”.120
Bagas juga memaparkan kecintaannya kepada al-Qur’an, “Saya
kemana-mana selalu membawa al-Qur’an (selain tempat-tempat terlarang) dan saya usahakan selalu mempunyai wudhu, agar saya selalu bisa membaca dan menghafalkan al-Qur’an dimanapun saya berada. Ketika ada jam SMP/MADIN kosong, saya gunakan untuk membaca dan menghafal al-Qur’an. Motivasi saya agar menjadi hafidz al-Qur’an yang benar-benar lancar hafalannya, serta menumbuhkan rasa cinta kepada al-Qur’an. Dengan demikian, saya akan mendapatkan cinta dari sang Khaliq”.121
Ridwan juga menjelaskan kecintaannya kepada al-Qur’an, “Saya
harus selalu sabar dan ikhlas untuk membaca dan menghafalkan al-Qur’an, karena termasuk lemah hafalan saya. Saya sering
119
Wawancara dengan Ustadz Agus Sulaiman selaku Mas’ul Tahfidz periode 2018-2021, pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib. (W 10), h. 201.
120
Wawancara dengan M. Sirojul Munir (santri kelas VIII), pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib. (W 1), h.125-126.
121
Wawancara dengan R. Bagaskara Aulia Adi Negara, (santri kelas IX), pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib. (W 7), h. 175-176.
ulang dalam satu halaman sampai 21 kali terkadang sampai 40 kali, agar hafalannya benar-benar menempel di otak dan hati. Saya juga sering sekali tidur malam jam 12, karena membuat hafalan baru paling enak menurut saya di malam hari ketika teman-teman sudah tidur. Suasana tidak ramai, fikiran segar, maka mudah untuk menghafal walaupun harus diulang-ulang”.122
Sedangkan menurut Mu’tashim, kecintaannya kepada al-Qur’an seperti cinta kepada sang pacar, ia berkata: “Membaca dan menghafalkan al-Qur’an adalah suatu anugerah terindah buat saya, karena dengan membaca al-Qur’an dan menghafalnya, Allah dan kanjeng Nabi akan cinta kepada saya (insya Allah), kecintaanku terhadap al-Qur’an seperti kecintaan seseorang kepada pacarnya. Hingga saya memanggil al-Qur’an dengan sebutan “dek Al”, maksudnya adalah “dek al-Qur’an”, agar saya selalu membawanya dimanapun berada, kangen dan rindu membaca ketika jauh darinya”.123
Bukti terbesar cinta kepada al-Qur’an, yaitu seseorang berusaha untuk mehamami, merenungi dan memikirkan makna-maknanya. Sebaliknya, bukti kelemahan cinta kepada al-Qur’an atau tidak cinta sama sekali, yaitu tidak membaca, tidak merenungi maknanya, apalagi tidak mengamalkannya. Seseorang yang membaca al-Qur’an, hendaknya berusaha untuk memahami setiap ayat yang ia baca. Karena dengan merenungi dan memahaminya, serta mengulanginya,
122
Wawancara dengan Muhammad Ridwan, (santri kelas VIII), pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib. (W 2), h. 133-134.
123
Wawancara dengan Muhammad Mu’tashim Billah, (santri kelas IX), pada Tanggal 15 Januari 2018, pukul 20.30 wib. (W 3), h. 140-141.
maka seseorang akan bisa merasakan nikmatnya berinteraksi dengan al-Qur’an.
Oleh karena itu apabila seseorang ingin mendapatkan kecintaan dari Allah, maka hendaklah ia memiliki perhatian yang besar kepada al-Qur’an, berusaha membacanya, mentadabburi dan mengamalka isi kandungannya. Jika sudah bertekad untuk mengambil pelajaran darinya, maka hendaklah ia mengamalkan adab-adab dengan baik.
Dari sini penulis bisa menyimpulkan bahwa Allah swt. telah memberikan izin kepada santri DAQU untuk bermunajat kepada-Nya. Dengan demikian, berarti Allah telah memberikan rahasia cinta-Nya kepada para santri. Dan al-Qur’an, merupakan bukti kecintaan-Nya. Karena al-Qur’an memberikan petunjuk tentang Allah dan yang dicintai-Nya. Maka, tentu cinta kepada-Nya merupakan jalan hati dan akal untuk mengetahui sifat-sifat Allah dan hal-hal yang dicintai-Nya. Melalui al-Qur’an, bisa diketahui nama-nama-Nya, apa yang layak dan yang tidak layak bagi-Nya, serta diketahui secara rinci syari’at yang diperintahkan dan yang dilarang Allah, dan mengantarkan seseorang menuju cinta dan ridha-Nya.
BAB IV
Internalisasi Nilai-nilai Al-Qur’an dalam Kehidupan Santri Sehari-hari di Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Colomadu Karanganyar