BAB III PENGALAMAN SANTRI DALAM BERINTERAKSI DENGAN AL-
A. Karakter Santri Sebelum Berinteraksi Dengan Al-Qur‟an
Muhammad Sirojul Munir, biasa dipanggil Munir. Ia asal dari
daerah Mijen, Gajah, Demak. Munir adalah anak yang terlahir dari keluarga Kiai, ia salah satu santri yang berbeda dengan teman-temannya. Ia malas untuk mengaji, biarpun sudah mempunyai hafalan sebelum mondok, dan pendiam tetapi agak cerdas, mungkin dari faktor keturunan yang membuatnya begitu. Sebelum ke pesantren Munir sudah mempunyai hafalan 5 juz, tidak heran apabila Munir khatam dengan cepat, karena keinginannya untuk menjadi Hafidzul Qur’an begitu tinggi, serta dukungan dari keluarganya begitu kuat. Munir khatam meghafalkan al-Qur’an dalam waktu 1,5 tahun.124
Muhammad Ridwan, biasa dipanggil Ridwan, asli Bendosari,
Sukoharjo. Ia adalah anak yang terlahir dari keluarga yang penuh dengan kedisiplinan. Itu yang membuatnya terbiasa dengan kedisiplinan waktu yang di buat oleh pesantren. Namun Ridwan adalah anak yang sering menangis dan tidak terbiasa dengan kehidupan yang serba sederhana yang ada di pesantren. Sikapnya yang
124
Wawancara dengan Muhammad Sirojul Munir (santri kelas VIII), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 1), h. 120-121.
sering manja kepada ibunya, membuatnya sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan dan kebiasaan yang ada di pesantren.125
Muhammad Mu’tashim Billah, biasa dipanggil Mu’tashim, ia
asli dari daerah Manyaran, Wonogiri. Mu’tashim adalah anak yang agak cerdas, tetapi suka ngerjai temannya. Dia juga suka ngelawak, dimanapun tempat kalau ada Mu’tashim pasti suasananya jadi seru dan tertawa sampai perut sakit dibuatnya. Mu’tashim anak yang jarang membaca dan menghafal al-Qur’an, ia hanya ikut sekolah TPA/TPQ di masjid dekat rumahnya. Mu’tashim tergolong rajin shalat berjama’ah dimasjid karena rumahnya yang dekat dengan masjid, dan hidup dari kluarga yang taat beragama.126
Luthfi As’adi, biasa dipanggil Luthfi. Ia adalah santri berasal
dari Gebog Kudus. Ia anak berkepribadian keras kepala dan egois. Luthfi sering mengerjai teman sebayanya dan tidak pernah peduli dengan apa yang telah dilakukannya. Sering mengabaikan perintah dari orang tuanya, kadang lebih memilih pergi dari rumah untuk bermain dengan temannya daripada di rumah di marahi orang tuanya. Membaca al-Qur’an jarang dilakukan apalagi untuk menghafalnya.127
Agim Nastiyar, biasa dipanggil Agim. Santri asli dari Bekonang
Sukoharjo. Ia adalah anak cenderung pemalas, jarang melaksanakan
125
Wawancara dengan Muhammad Ridwan (santri kelas VIII), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 2), h. 127-128.
126
Wawancara dengan Muhammad Mu’tashim Billah (santri kelas IX), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 3), h. 135-136.
127
Wawancara dengan Luthfi As’adi (santri kelas IX), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 4), h. 143-144.
shalat apalagi berjama’ah di masjid, shalat Shubuh seringkali terlewatkan karena masih terlelap tidur. Kegiatan sehari-hari hanya sekolah, sepulang dari sekolah Agim menghabiskan waktunya untuk bermain dengan temannya, dan tidak pernah ikut ngaji TPQ/TPA, apalagi menghafal al-Qur’an. Sehari-hari sepulang sekolah waktunya dihabiskan untuk memancing dengan teman-teman.128
Ichwan Mushthofa, biasa dipanggil Ichwan, ia adalah santri
berasal dari Kradenan Grobogan. Ichwan adalah anak yang sering berpindah-pindah tempat tinggal selama beberapa kali karena orang tuanya yang sering berpindah tempat kerja. Sebelum mulai menghafal al-Qur’an dan menetap di pesantren, kesehariannya hanya sekolah dan mengaji TPQ setiap bakda Ashar di dekat tempat tinggalnya. Ichwan sering sekali mengejek dan menghina teman-temannya sampai dikata tidak bisa menghargai dan menghormati terhadap sesamanya. Ia juga terlalu menghabiskan waktu untuk bermain sampai kadang tidak masuk TPQ. Shalat jama’ah juga jarang, kalau ada ayahnya di rumah baru mau berjama’ah di masjid. Apalagi shalat Shubuhnya sering sekali kesiangan, karena saking hobinya main Playstation sampai pulang larut malam, maka dari itu, orang tua Ichwan mempunyai niat
128
Wawancara dengan Agim Nastiyar (santri kelas VIII), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 5), h. 154-155.
untuk memasukkannya ke pesantren DAQU Colomadu, karena bapaknya kerja ngajar di sekolah khusus perhotelan dekat DAQU.129
R. Bagaskara Aulia Adi Negara biasa dipanggil Bagas, ia
adalah santri yang berasal dari Banyumanik Semarang, Bagas terlahir dari keluarga yang hidup dengan penuh kedisiplinan, itu yang membuat Bagas lebih cepat dalam memulai menghafal-Qur’an dengan waktu yang telah ditentukan oleh orang tuanya di rumah. Namun waktu-waktu menghafalnya tidak sesering dan serutin waktu menghafal seperti yang ada di pesantren, dan shalat berjama’ahnya tidak serutin ketika berada di pesantren. Sebelumnya Bagas adalah anak pendiam dan sulit bergaul dengan teman-teman yang seumurannya karena lebih sering di rumah. Sebelum nyantri Bagas keras kepala, susah diatur dan menghafal al-Qur’an hanya ketika dia sedang ingin menghafal saja.130
Sandi Pratama biasa dipanggil Sandi, ia adalah santri dari
Bengkulu. Sandi anak yang senang bermain dan mengganggu teman-temannya ketika di sekolah, namun dia patuh dengan peraturan-peraturan yang diberikan dari orang tuanya. Kegiatan sehari-hari hanya bersekolah, setelah bersekolah sandi menghabiskan waktu untuk bermain dengan teman-temannya. Kadang sampai lupa mengerjakan Pekerjaan Rumah yang diberikan guru ketika di sekolah. Waktu luang
129
Wawancara dengan Ichwan Mushthofa (santri kelas IX), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 6), h. 161-162.
130
Wawancara dengan R. Bagaskara Aulia Adi Negara (santri kelas IX), pada Tanggal 15 September 2018, pukul 09.00 wib. (W 7), h. 170-171.
yang dimiliki hanya dilewati dengan begitu saja dan tidak dipergunakan semaksimal mungkin seperti halnya ketika berada di pesantren.131
Rata-rata santri DAQU Colomadu sebelum nyantri atau mondok mereka mempunyai kepribadian yang kurang baik, diantaranya malas membaca al-Qur’an, tidak menghafalkan al-Qur’an, malas shalat berjama’ah, suka berantem, suka ngambek dan lain sebagainya. Hal yang demikian karena minimnya pendidikan agama dirumahnya, atau orang tua yang tidak bisa mendampingi setelah kegiatan sekolah karena sibuk dengan kerjaannya. Maka dari itu orang tua yang menginginkan anaknya menjadi anak yang shaleh, mereka memasukkan anaknya ke Pesantren Tahfidz Daarul Qur’an Colomadu.