• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR:

C. Alasan Hakim memutus perkara Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj

penolakan penetapan ahli waris

Menurut pendapat dari seorang Bapak ketua majelis persidangan dalam perkara Nomor 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj, yaitu Bapak Drs. Muh. Mahfudz mengatakan bahwa:

“Yang saya pahami tentang permasalahan Pemohon dalam perkara ini adalah mengenai penetapan ahli waris. Perkara ini merupakan penetapan ahli waris tunggal yakni sebagai anak tunggal dari Pingi alias Sopi’i Bin

52

Matrawi yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon. Dari perkara tersebut Pemohon mengajukan permohonan bertujuan untuk keperluan memenuhi persyaratan pendaftaran Sertifikat kepemilikan atas harta yang ditinggalkan oleh Pingi alias Sopi’i Bin Matrawi (Alm).2

Bapak Drs. Sunaryo, M.Si menambahkan bahwa:

“Selain itu alasan dalam pertimbangan hakim mengenai putusan tersebut dimana permohonan (Pemohon) tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaart)..3

Menurut hakim anggota yaitu Bapak Drs. H. A. Bashori, MAbeliau mengatakan bahwa:

“Alasan yang sangat mendasar adalah bahwa ternyata antara posita dan petitum saling bertentangan. Karena yang diminta penetapan ahli waris sedangkan dalam petitum minta warisan.4

Menurut hakim anggota bapak Haitami, SH. MH. beliau mengatakan bahwa:

“Hakim memutuskannya menggunakan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama yang berlandaskan Undang-undang dan Hukum Islam termasuk perkara tersebut.5

Bapak Drs. H. Syaiful Heja, MH. Selaku ketua Pengadilan Agama mengatakan bahwa: “Dalam perkara ini Pemohon dalam posita telah menguraikan silsilah keluarganya dari Ayahnya, tetapi dalam petita

2 Mahfudz, Wawancara, Nganjuk pada tanggal 27 Maret 2017.

3 Sunaryo, Wawancara, Nganjuk pada tanggal 27 Maret 2017.

4 Bashori. MA, wawancara, Nganjuk pada tanggal 27 Maret 2017.

53

pemohon mohon agar ditetapkan sebagai satu-satunya ahli waris. Pada posita nomor 4 Pemohon menyebutkan bahwa Ayahnya meninggal dunia dan posita nomor 5 Pemohon menyebutkan Ibunya (Pemohon) sekarang masih hidup, artinya sewaktu Ayahnya (Pemohon) meninggal dunia Ibunya (Pemohon) masih hidup. Jadi sudah jelas Ibunya (Pemohon) termasuk Ahli waris dari Ayahnya (pemohon).6

Menurut pendapat dari Bapak ketua majelis persidangan dalam perkara Nomor 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj, yaitu Bapak Drs. Muh. Mahfudz mengatakan bahwa:

“Suatu permohonan harus memenuhi persyaratan yakni jelas dan tegas kalau tidak maka permohonan dianggap kabur (obscuur libel) hasil akhirnya permohonan tersebut di NO (tidak dapat diterima) sebagaimana dalam penetapan Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj, ada beberapa hal yang dianggap kabur oleh Majelis Hakim sebagaimana terurai dalam pertimbangan hukum. Majelis hakim telah menemukan fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa telah ternyata antara posita dan petitum saling bertentangan dan tidak saling mendukung, yaitu ada keluarga yang tidak dimasukkan sebagai ahli waris yaitu Ibu SUKINEM Binti SURADI, padahal jelas- jelas dalam Posita angka 3 Pemohon menyatakan bahwa PINGI alias SOPII Bin MATRAWI bercerai dengan SUKINEM Binti SURADI namun PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI menikah kembali dengan

54

SUKINEM Binti SURADI dan pada posita nomor 4 Pemohon menyebutkan bahwa PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 27 Desember 2011 dan posita Nomor 5 Pemohon menyebutkan Ibu SUKINEM Binti SURADI sekarang masih

hidup, artinya sewaktu PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI meninggal

dunia SUKINEM Binti SURADI masih hidup, oleh karenanya SUKINEM Binti SURADI termasuk ahli waris;

b. Bahwa pemohon dalam posita telah menguraikan silsilah keluarga dari

almarhum PINGI alias SOPI’I bin MATRAWI tetapi dalam petita pemohon mohon agar ditetapkan sebagai satu-satunya ahli waris;

c. Bahwa pemohon memohon penetapan ahli waris akan tetapi dalam

petita pemohon meminta ditetapkan sebagai ahli waris terhadap tanah sawah 1, 2, dan 3 sebagaimana yang disebut di posita nomor 9, sehingga pemohon tidak hanya memohon penetapan ahli waris, akan tetapi juga memohon obyek harta warisan

Dalam petita/petitum minta ditetapkan sebagai ahli waris almarhum PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI terhadap tanah sawah 1, 2 dan 3 tersebut, padahal dalam posita no 14 Pemohon hanya minta ditetapkan sebagai ahli waris almarhum PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI tidak minta mewarisi harta warisan almarhum, apalagi dilihat permohonannya hanya minta ditetapkan sebagai ahli waris namun dalam kenyataannya minta ditetapkan ahli waris terhadap tanah sehingga tidak singkron antara posita dengan petitum. Sebenarnya yang di mohonkan pemohon itu apa penetapan

55

ahli waris apa minta warisan itu yang tidak jelas, yang kedua Pemohon masih mempunyai ibu yang masih hidup yang juga sebagai ahli waris tetapi Pemohon minta supaya di tetapkan sebagai ahli waris kenapa ibunya tidak dimohonkan juga sebagai ahli waris hal inilah yg dianggap majelis tidak jelas oleh karenanya permohonan pemohon tidak dapat di terima/NO. Dasar hukum bisa dibaca psl 8 Rv (reglement op de burgerlijke rechts vordering).7

Bapak Drs. H. Syaiful Heja, MH selaku ketua Pengadilan Agama Nganjuk mengatakan bahwa: melihat perkara tersebut majelis hakim sudah benar dalam memutuskan perkara tersebut.8

7

Mahfudz, Wawancara, Nganjuk pada tanggal 27 Maret 2017.

8

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR: 0030/PDT.P/2016/PA.NGJ TENTANG PENOLAKAN PENETAPAN AHLI

WARIS

A. Dasar Pertimbangan dan dasar hukum Majelis Hakim dalam Penolakan

Penetapan Ahli Waris Dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj

Setiap perkara yang terkait dengan kewarisan merupakan salah satu kompetensi yang diproses atau ditangani oleh Pengadilan Agama, termasuk didalamnya permasalahan tentang penetapan ahli waris.

Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009, Pasal 2 menyatakan: “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini”.

Berdasarkan Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009 amandemen dari UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang kewenangan absolute Pengadilan Agama dan pasal 2 dalam UU

57

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 50 Tahun 2009, serta Aturan Mahkamah Agung dalam pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi Peradilan Agama buku II edisi 2010. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang kewarisan pada perkara permohonan penetapan ahli waris sepanjang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan atau jika ada kepentingan hukum.

Penetapan merupakan salah satu bentuk putusan yang ditetapkan oleh hakim Pengadilan Agama yang merupakan hak dari seseorang atas permohonan yan diajukan oleh pihak pemohon. Permohonan sendiri dalam pengertian yuridis adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada hakim Pengadilan Agama. Salah satu jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Agama adalah Permohonan penetapan ahli waris. Kewarisan secara rinci telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 171 ayat (1) “Bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris dan jumlah bagiannya masing-masing”.

Penetapan ahli waris merupakan bentuk perkara kewarisan yang dilakukan oleh para ahli waris untuk mengurus kepentingan hak-hak yang

58

harus diterima oleh ahli waris. Penetapan ahli waris dapat dilihat dalam Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.3 Tahun 2006 yang telah diamandemen dengan Undang-undang No.50 Tahun 2009, Kompilasi Hukum Islam Pasal 171-193 KHI menjelaskan orang-orang yang berhak mewarisi adalah keluarga yang sedarah, baik sah maupun luar kawin dan sisuami atau isteri yang telah hidup bersama sampai pewaris meninggal.

Oleh karena itu pada hakikatnya hakim merupakan suatu peran yang sangat penting di lingkungan Peradilan, karena lewat hakimlah suatu perkara bisa diputuskan. Seorang hakim bukan hanya mempunyai dasar hukum yang kuat, akan tetapi juga harus cermat dalam memeriksa bukti- bukti dari Perkara itu. Untuk menyelidiki kebenaran adanya suatu hubungan hukum yang menjadi dasar permohonan itu benar-benar ada, agar ia bisa memberikan suatu putusan yang seadil-adilnya baik hukum Islam yang berlaku di Peradilan Agama maupun hukum cara perdata yang terikat dengan perkara yang sedang ditangani.

Begitu juga yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Agama Nganjuk yang memutuskan suatu perkara Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj, majelis hakim Pengadilan Agama Nganjuk harus memiliki sikap atau perilaku yang bijaksana dan cermat dalam memeriksa bukti-bukti di persidangan. Agar dapat memutuskan perkara yang diajukan kepadanya dengan adil dan benar.

59

Dalam menyelesaikan dan menetapkan perkara atau sengketa, seorang hakim dituntut untuk memutuskan perkara yang menjadi pokok permasalahan yang sebenarnya melalui pembuktian dan keterangan para saksi, kemudian dari pembuktian dan keterangan para saksi tersebut dapat diketahui secara pasti benar tidaknya suatu peristiwa yang sedang disengketakan itu, yang selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim.

Pokok masalah dalam putusan Pengadilan Agama Nganjuk Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang penolakan penetapan ahli waris yang diteliti kali ini adalah mengenai pelaksanaan kewarisan dalam menentukan ahli waris yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Nganjuk. Dalam penetapan Nomor 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj tersebut merupakan perkara penetapan ahli waris tunggal yakni sebagai anak tunggal dari Pingi alias Sopi’I Bin Matrawi yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pada proses persidangan perkara penolakan penetapan ahli waris Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj majelis hakim telah meneliti berdasarkan pasal 8 Rv (reglement op de burgerlijke rechts vordering). Perkara tidak memenuhi syarat, permohonan menjadi tidak sempurna maka permohonan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Ketidaksempurnaan dapat dihindarkan jika penggugat atau kuasanya sebelum memasukkan permohonan meminta nasihat dulu ke Ketua Pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokad atau pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulis baca.

60

Permohonan tidak diterima adalah permohonan yang tidak berdasarkan hukum yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak permohonan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali permohonannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.

Isi gugatan menurut pasal 8 Rv (reglement op de burgerlijke rechts vordering) gugatan memuat:

1. Identitas para pihak

2. Dasar atau dalil gugatan/posita/fundamentum petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan hukum

3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan tuntutan

subside/tambahan.

B. Analisis Yuridis Terhadap Penetapan Hakim dalam Putusan Pengadilan

Agama Nganjuk Nomor: 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj tentang Penolakan Penetapan Ahli Waris

Berdasarkan ketentuan Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan asas-asas kewarisan yang ada pada KHI, untuk memindahkan hak

61

kepemilikan dari almarhum kepada ahli warisnya, para ahli waris terlebih dahulu harus membuktikan secara hukum bahwasannya memang sebagai ahli waris yang sah dari almarhum.

Sebelum mengajukan permohonan atau fatwa waris kepada Pengadilan Agama, ahli waris terlebih dahulu harus membuktikan secara hukum berdasarkan dirinya memang sebagai ahli waris yang sah dari almarhum, dengan membawa beberapa bukti diantaranya adalah:

1. Surat permohonan rangkap

2. Keterangan Ahli Waris dari lurah atau Desa

3. Foto copy Akte Kematian dari Catatan Sipil bermaterai Rp.6000,- + Cap

Pos

4. Foto copy Surat Nikah yang meninggal bermaterai Rp.6.000,- + Cap Pos

5. Foto copy KTP Pemohon (Ahli Waris) bermaterai Rp.6.000,- + Cap Pos

6. Foto copy Akte Kelahiran Ahli Waris bermaterai Rp.6.000,- + Cap Pos 7. Foto copy Harta kekayaan (Rekening, dll) + Cap Pos.

Menurut analisis penulis melihat perkara tersebut majelis hakim sudah benar dalam memutuskan perkara tersebut. Karena antara posita dan petitum saling bertentangan. Karena yang diminta penetapan ahli waris sedangkan dalam petitum minta warisan. Dan Pemohon masih mempunyai ibu yang masih hidup yang juga sebagai ahli waris tetapi Pemohon minta supaya di tetapkan sebagai ahli waris kenapa ibunya tidak dimohonkan juga sebagai ahli waris hal inilah yang dianggap majelis tidak jelas, oleh karenanya permohonan pemohon tidak dapat di terima.

62

Hakim juga berhak menolak sesuatu yang disodorkan, jika terdapat kebohongan, kepalsuan dan di rasa kurang kuat atau kurang meyakinkannya alat bukti yang diajukan kepadanya. Dari bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon terdapat kekurangan atau kurang lengkapnya. Dalam posita dan petitum Pemohon saling bertentangan dan tidak saling mendukung, yakni ada keluarga yang tidak dimasukkan sebagai ahli waris yaitu Ibu (Pemohon) yang sudah benar-benar masih hidup dan termasuk ahli waris dari PINGI alias SOPI’I Bin MATRAWI.

Mengingat perkara waris sangat rentang dengan adanya pihak- pihak yang mengaku sebagai orang yang berhak atas harta waris. Majelis Hakim sudah benar dalam memutuskan perkara tersebut.

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dan dianalisis, maka dalam penelitian ini dihasilkan beberapa kesimpulan yang menjadi jawaban yang telah dirumuskan, kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam menetapkan penetapan ahli

waris dalam kasus perkara Nomor 0030/Pdt.P/2016/PA.Ngj menggunakan dasar pasal 8 Rv (reglement op de burgerlijke rechts vordering). Dalam putusan tersebut Pengadilan Agama Nganjuk menolak penetapan ahli waris kepada pemohon, karena Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonannya tersebut tidak berdasarkan hukum dan tidak memenuhi rumusan siapa yang mempunyai kepentingan hukum dapat mengajukan

tuntutan hak (poin d’interest poin d’action) dan hal-hal tersebut

menjadikan surat permohonan pemohon kabur (obscuur libel). Jadi dalam perkara tersebut tidak memenuhi syarat, permohonan menjadi tidak sempurna maka permohonan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

64

2. Dalam prespektif yuridis penelitian ini memiliki kelemahan, seharusya

ahli waris terlebih dahulu harus membuktikan secara hukum bahwasannya dirinya memang sebagai ahli waris yang sah dari almarhum, dengan membawa beberapa bukti diantaranya adalah:

a. Surat permohonan rangkap

b. Keterangan Ahli Waris dari lurah atau Desa

c. Foto copy Akte Kematian dari Catatan Sipil bermaterai Rp.6000,- +

Cap Pos

d. Foto copy Surat Nikah yang meninggal bermaterai Rp.6.000,- + Cap

Pos

e. Foto copy KTP Pemohon (Ahli Waris) bermaterai Rp.6.000,- + Cap

Pos

f. Foto copy Akte Kelahiran Ahli Waris bermaterai Rp.6.000,- + Cap

Pos

g. Foto copy Harta kekayaan (Rekening, dll) + Cap Pos.

Analisis yuridis terhadap penolakan penetapan ahli waris dalam putusan perkara nomor 0030/Pdt.P/2016/PA perkara tidak memenuhi syarat, permohonan menjadi tidak sempurna maka permohonan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Permohonan tidak diterima adalah permohonan yang tidak berdasarkan hukum yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak

65

membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak permohonan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali permohonannya atau banding.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis mencoba memberikan bebarapa saran yang terkait dengan permasalahan ini yakni pada hakikatnya hakim merupakan suatu peran yang sangat penting dilingkungan Peradilan, karena lewat hakimlah suatu perkara diputus. Seorang hakim bukan hanya harus mempunyai dasar pembuktian penetapan yang kuat dalam menyelidiki kebenaran adanya suatu hubungan hukum, yang menjadi dasar permohonan itu benar-benar ada.

Akan tetapi harus lebih cermat terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang berperkara. Khususnya dalam perkara permohonan atau penetapan mengingat perkara ini tidak adanya pihak lawan. Sehingga hakim bisa memberikan suatu putusan yang seadil-adilnya dan tidak menyimpang dari hukum baik hukum Islam yang berlaku di Pengadilan Agama maupun hukum acara perdata yang terikat dengan perkara yang sedang ditangani.

Sikap bijaksana dan cermat dalam menilai bukti-bukti di persidangan juga sangat dibutuhkan agar setiap perkara yang ditanganinya dapat diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku, sehingga tidak akan

66

terjadi putusan cacat hukum dan kekeliruan dalam memutus supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfin Nur, Dian. “Analisis Yuridis Terhadap Penolakan Gugatan Waris Dalam

Putusan Hakim Pengadilan Agama Jombang No.

1056/Pdt.G/2010/PA.JBG”. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013. Ahmad Saebani, Beni. Fiqh Mawaris. Bandung: CV Pustaka Setia, 2009.

Arto, A. Mukti. Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam. Solo: Balqis Queen, 2009.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata ada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

As-Sabuni, Muhammad Ali. Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam.

Surabaya: Mutiara Ilmu. 2002.

Departemen Agama Republik Indonesia.Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: Al-Hidayah, 2002.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya,. Tangerang: PT. Panca Cemerlang, 2010.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2005.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Hasan, M. Iqbal, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.

Ichwani Harisi, Ali. “Analisis Yuridis Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo nomor 2800/Pdt.G/2011/PA.Sda oleh Pengadilan Tinggi

Surabaya nomor 34/Pdt.G/2013/PTA.Sby tentang penetapan ahli waris pengganti”. Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah, 2013.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ++ Burgerlijk Wetboek. Rhedbook

Publisher. 2008.

K. Lubis, Suhrawardi Dan Simanjutak, Komis. Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Mahkamah Agung RI. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama Buku II. Jakarta: Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama. Mahkamah Agung RI. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama Buku II.

Nisnu, Abu. “Analisis Yuridis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Surabaya No: 262/Pdt.P/2010/PA.Sby tentang Permohonan Penetapan Ahli Waris Beda Agama”. Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015.

Otje Salman dan Mustofa Haffas. Hukum Waris Islam. Bandung: PT Refika Aditama, 2002.

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

Rasyid, Hamdan. Hukum Kewarisan Menurut Al-Qur’an Dan Sunnah. Jakarta: CV Pustaka Setia, 2005.

Ratna Cinthya Dewi, Dwi. “Analisis Hukum Islam Terhadap Ditolaknya

Gugatan Penetapan Ahli Waris Sebab Anak Perempuan Dapat Menghijab Saudara Kandung Ayah (Putusan No. 1685/Pdt.G/2013/PA.Sby)”. Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015.

Ramulyo, M. Idris. Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Menurut Hukum Perdata (BW). Jakarta: Sinar Grafika, 1994. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cetakan ke XIX. Jakarta: Intermasa,

1984.

Sugiyino, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kaulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2008.

Sayid, Sabiq. Fiqh Al-Sunnah Jilid 4. Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2004.

Triwulan, Titik. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:

Kencana, 2008.\

Dokumen terkait