BAB II PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK YANG BERASAL DAR
D. Sertifikat Sebagai Bukti Hak Dasar
2. Macam-Macam Alat Bukti
Dalam KUHPerdata mengakui adanya akta dibawah tangan, yaitu apabila memenuhi syarat sah suatu perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pembuktian dalam hukum acara perdata, keberadaan akta dibawah tangan diakui dalam Pasal 268 ayat (1) RBg yang dipandang sebagai akta- akta yang ditanda tangani dibawah tangan, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-surat yang dibuat tanpa campur tangan pejabat pemerintah.
Kekuatan nilai pembuktian suatu akta di bawah tangan adalah sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Didalam pasal 1869 KUHPerdata disebutkan:
“Suatu akta yang karena tidak berkuasa untuk itu tidak cakapnya pegawai termaksud diatas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak
diberlakukan sebagai akta outentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditanda tangani oleh pihak.”
Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Pasal 24 ayat (1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis dimana bukti-bukti tersebut sebagai dasar kepemilikan dan penguasaan tanah tersebut. Dasar kepemilikan dan penguasaan tanah disebut sebagai alas hak. Alas hak pemilikan hak atas tanah yang dijadikan dasar penerbitan sertifikat kepemilikan hak atas tanah di kantor pertanahan merupakan alat bukti yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian data yuridis atas kepemilikan atau pengusaaan suatu bidang tanah, baik secara tertulis ataupun berdasarkan keterangan saksi.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa:
A. Grose Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eingendom yang bersangkutan dikonversi mnejadi hak milik;
B. Grose Akta Hak Eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings
Ordonantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sanpai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut PP Nomor. 10 tahun 1961 didaerah yang bersangkutan;
C. Surat tanda bukti Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja
yang bersangkutan;
D. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Mentri Agraria
Nomor 9 tahun 1959;
E. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari Pejabat yang berwenang, baik
sebelum atau pun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;
F. Akta pemindahan yang dibuat yang dibawah tangan yang dibubuhitanda
kesaksian oleh Kepala Ada/kepala desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini;
G. Akta Pemindahan Hak Atas tanah yang dibuat oleh Ppat, yang tanahnya belum
H. Akta Ikrar Wakaf/Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum atau sejak dimulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977;
I. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang yang tanahnya
belum dibukukan;
J. Surat Penunjukan atau Pembelian kavling tanah pengganti tanah yang diambil
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
K. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia
sebelum berlaku Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961;
L. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor Pelayan Pajak
Bumi dan Bangunan;
M. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-
ketentuan Konversi UUPA. 63
B. Bukti Saksi
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh Undang-Undang Pasal 1895 KUHPerdata. Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian Pasal 1907 KUHPerdata. Dengan kata lain, Saksi adalah seseorang yang melihat, mengalami atau mendengar sendiri kejadian (atau peristiwa hukum) yang
diperkarakan. Testimonium de auditu (kesaksian de auditu) adalah keterangan yang
saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya sendiri,
hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian itu. Pada prinsipnya, testimonium de
auditu tidak dapat diterima sebagai alat bukti. Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain tidak dapat dipercaya, disebut juga dalam Pasal 1905 KUHPerdata.
Didalam Pasal 24 ayat (1) PP No 24 tahun 1997 yang menyebutkan:
63
“Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya”.
Saksi yang dimaksud disini adalah saksi yang cakap dan selain itu saksi tersebut mengetahui kepemilikan tanah tersebut sesuai dengan kebenarannya.
C. Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh Undang-Undang atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum Pasal 1915 KUHPerdata, Pasal 310 RBg. Persangkaan Undang- Undang atau persangkaan hukum adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan khusus Undang-Undang berkenaan atau berhubungan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu Pasal 1916 KUHPerdata.
Persangkaan-persangkaan semacam ini, antara lain:
1. Perbuatan yang oleh Undang-Undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi
sifat dan wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan Undang-Undang.
2. Perbuatan yang oleh Undang-Undang diterangkan bahwa hak milik atau
pembebasan utang disimpulkan dari keadaan tertentu.
3. Kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada suatu putusan hakim yg
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
4. Kekuatan yang oleh Undang-Undang diberikan kepada pengakuan atau sumpah
salah satu pihak.64
64
D. Pengakuan Pasal 1923 KUHPerdata
Didalam UUPA pengakuan disebut juga dengan konversi namun setelah berlakunya PP No 24 tahun 1997 pelaksanaan konversi tersebut disebut dengan pembuktian hak lama.
Pasal 24 ayat (2) PP No 24 menyebutkan:
“Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.”
Panitia Ajudikasi mengambil kesimpulan tentang status tanah tersebut dan mengakui hak kepemilikan seseorang tesebut sebelum dilakukannya proses pengukuran dan penelitian data yuridis dan pengumuman dari konversi tersebut.
E. Sumpah
Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyatan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu takut atas murka Tuhan apabila dia berbohong, dianggap sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Sesuai dengan PP no 24 tahun 1997 Pasal 24 untuk keperluan suatu pembuktian didalam hukum pembuktian, diperlukan alat bukti secara tertulis maupun
pernyataan mengenai suatu hak penguasaan tanah secara nyata serta itikad baik yang tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat setempat, kemudian dikuatkan dengan keterangan saksi-saksi.
Sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, alat bukti hak tersebut dapat digunakan untuk :
1. mendalilkan mempunyai sesuatu hak; atau 2. meneguhkan haknya sendiri; atau
3. membantah suatu hak orang lain; atau
4. menunjuk pada suatu peristiwa hukum tertentu.65
65
Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Perdata
Pembuktian yang wajib dimiliki pemegang hak selain sertipikat sebagai alat bukti formal, berdasarkan Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat pula dipergunakan alat bukti lain berupa kesaksian seperti untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama berdasarkan Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan alat bukti yang dipergunakan selain bukti tertulis dipergunakan juga keterangan saksi.