• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah skala sikap terhadap pernikahan. Skala ini disusun dan

dikembangkan oleh peneliti sendiri. Pada masing-masing indikator

atau aspek terdapat pernyataan favourable dan pernyataan

unfavourable.

Skala sikap terhadap pernikahan terdiri dari 30 aitem, yang

terdiri dari 15 aitem favourable dan 15 aitem unfavourable. Tabel 3.1

merupakan distribusi skala aitem sikap terhadap pernikahan.

Tabel 3.1

Distribusi Aitem Skala Sikap Terhadap Pernikahan

Aspek Aitem Jumlah

Favourable Unfavourable

Kognitif 1, 7, 13, 19, 25 4, 10, 16, 22, 28 10 Afektif 2, 8, 14, 20, 26 5, 11, 17, 23, 29 10 Konatif 3, 9, 15, 21, 27 6, 12, 18, 24, 30 10

Jumlah 15 15 30

2. Pemberian Skor Skala Sikap Terhadap Pernikahan dan Perceraian

Pemberian skor pada skala dilakukan dengan menggunakan

metode rating yang dijumlahkan (summated rating), yaitu metode penskalaan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar

penentuan nilai skalanya (Gable dalam Azwar, 2005). Dalam skala

yang menggunakan rating dijumlahkan ini, subjek diminta untuk

dengan menentukan faktor yang berpengaruh terhadap suatu sikap

secara favourable dan unfavourable tentang sesuatu. Pernyataan favourable adalah pernyataan yang mendukung secara teknis atau memihak obyek (sikap) yang akan diukur, sebaliknya pernyataan yang

tidak mendukung atau kontra terhadap obyek yang diukur disebut

pernyataan yang unfavourable.

Jawaban yang bersifat favourable dan unfavourable terdiri dari

empat pilihan jawaban yaitu “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S), “Tidak

Setuju (TS)” dan “Sangat Tidak Setuju (STS)”. Pada pernyataan

favourable skor yang diperoleh untuk masing-masing jawaban adalah Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju

(TS) diberi skor 2 dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1,

sedangkan untuk pernyataan unfavorable jawaban Sangat Tidak

Setuju (STS) diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Setuju (S)

diberi skor 2 dan Sangat Setuju (SS) diberi skor 1.

Skor untuk tiap-tiap aitem pada skala dijumlahkan sehingga

menjadi skor total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh oleh

subjek maka menunjukkan bahwa subjek memiliki sikap yang

mengarah kepada sikap positif dan sebaliknya skor yang rendah

menunjukkan bahwa subjek memiliki sikap yang mengarah kepada

F. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas

Sebelum mengolah hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan tiga pengujian,

yakni: validitas, uji daya beda, dan reliabilitas. Berikut adalah penjelasan dari

masing-masing uji menurut Azwar (2008):

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut

menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai

dengan maksud dilakukannya pengukuran terebut Azwar (2008).

Pada penelitian ini akan digunakan validitas isi atau yang

disebut juga dengan content validity yang merupakan validitas yang

diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional

atau lewat professional judgement (Azwar, 2008). Pertanyaan yang

dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana aitem-aitem

dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak

diukur” atau “sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang

hendak diukur” (Azwar, 2008).

Validitas isi terbagi menjadi dua tipe yakni validitas muka (face

validity) dan validitas logik (sampling validity). Pada penelitian ini akan menggunakan validitas logik karena validitas muka mempunyai

logik akan menunjukkan sejauhmana isi tes merupakan representasi

dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur.

Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi suatu tes harus

dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya aitem

yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Suatu

objek ukur yang hendak diungkap oleh tes haruslah dibatasi lebih

dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkret. Batasan

perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikutnya aitem-aitem

yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur

yang seharusnya masuk sebagai bagian dari tes yang bersangkutan.

Pada penelitian ini yang akan diukur adalah sikap terhadap

pernikahan pada individu dewasa awal yang mengalami perceraian

orang tua. Menurut Walgito (1999), atribut sikap adalah komponen

kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Sehingga dalam

penelitian ini, atribut-atribut tersebut yang dipakai dan pengujian

terhadap isi tes telah disetujui oleh dosen pembimbing selaku

professional judgement. 2. Uji Daya Beda

Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes

menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara

distributor skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan

yaitu distribusi skor total tes itu sendiri. Prosedur pengujian

aitem-total (rix

Secara teknis, pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan

menghitung koefisien korelasi antara skor subjek pada aitem yang

bersangkutan dengan skor total tes (korelasi aitem-total). Bagi tes

yang setiap aitemnya diberi skor kontinyu dapat digunakan formula

koefisien korelasi product-moment Pearson. Semakin tinggi korelasi

positif antara skor aitem dengan skor tes berarti semakin tinggi

konsistensi antara aitem tersebut dengan tes keseluruhan yang berarti

semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisien korelasinya rendah

mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak cocok dengan fungsi

ukur tes dan daya bedanya tidak baik. Untuk mengetahui aitem mana

yang memiliki daya beda tinggi dan tidak maka hasil dari r

) yang umum juga dikenal dengan sebutan indeks daya beda

aitem. Sebutan ini adalah benar dikarenakan pada hakikatnya suatu

aitem yang konsisten merupakan aitem yang mampu menunjukkan

perbedaan antar subjek pada aspek yang diukur oleh tes yang

bersangkutan (Azwar, 2008).

ix perlu dibandingkan dengan r tabel dengan N adalah jumlah subjek yang

diteliti. Apabila rix

Dalam penelitian ini terdapat 38 subyek, sehingga r tabel yang

digunakan adalah 0,320 (Riduwan, 2006). Penggunaan r tabel dipilih

dikarenakan dianggap lebih cermat oleh peneliti. Jika indeks daya > r tabel maka aitem tersebut mempunyai daya

beda yang diperoleh di bawah 0,320 maka dikategorikan rendah, dan

berikut adalah hasil yang diperoleh:

Tabel 3.2

Uji Daya Beda 30 Aitem

No. Pernyataan Indeks Daya Beda aitem Daya Beda

1. Aitem 1 0,473 Tinggi 2. Aitem 2 0,548 Tinggi 3. Aitem 3 0,641 Tinggi 4. Aitem 4 0,476 Tinggi 5. Aitem 5 0,522 Tinggi 6. Aitem 6 0,657 Tinggi 7. Aitem 7 0,476 Tinggi 8. Aitem 8 0,486 Tinggi 9. Aitem 9 0,582 Tinggi 10. Aitem 10 0,242 Rendah 11. Aitem 11 0,105 Rendah 12. Aitem 12 0,654 Tinggi 13. Aitem 13 0,387 Tinggi 14. Aitem 14 0,418 Tinggi 15. Aitem 15 0,503 Tinggi 16. Aitem 16 0,387 Tinggi 17. Aitem 17 0,513 Tinggi 18. Aitem 18 0,457 Tinggi 19. Aitem 19 0,586 Tinggi 20. Aitem 20 0,518 Tinggi 21. Aitem 21 0,543 Tinggi 22. Aitem 22 0,481 Tinggi 23. Aitem 23 0,392 Tinggi 24. Aitem 24 0,567 Tinggi 25. Aitem 25 0,596 Tinggi 26. Aitem 26 0,541 Tinggi 27. Aitem 27 0,501 Tinggi 28. Aitem 28 0,631 Tinggi 29. Aitem 29 0,266 Rendah 30. Aitem 30 0,613 Tinggi

Pada Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa ada tiga aitem yang memiliki

indeks daya beda di bawah 0,320 yakni aitem 10, 11, dan 29. Hal ini

berarti ketiga aitem tersebut mempunyai indeks daya beda rendah

aspek yang diukur oleh tes ini. Sehingga ketiga aitem ini tidak

digunakan lagi. Oleh karena penelitian ini hanya diujikan satu kali

pada sekelompok subjek maka aitem yang mempunyai indeks daya

beda tinggi diuji lagi untuk melihat apakah ke-27 aitem sudah

mempunyai indeks daya beda tinggi. Indeks daya beda pada 27 aitem

ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3

Uji Daya Beda 27 Aitem

No. Pernyataan Indeks Daya Beda aitem Daya Beda

1. Aitem 1 0,424 Tinggi 2. Aitem 2 0,528 Tinggi 3. Aitem 3 0,617 Tinggi 4. Aitem 4 0,385 Tinggi 5. Aitem 5 0,502 Tinggi 6. Aitem 6 0,688 Tinggi 7. Aitem 7 0,489 Tinggi 8. Aitem 8 0,514 Tinggi 9. Aitem 9 0,639 Tinggi 10. Aitem 12 0,691 Tinggi 11. Aitem 13 0,397 Tinggi 12. Aitem 14 0,401 Tinggi 13. Aitem 15 0,538 Tinggi 14. Aitem 16 0,371 Tinggi 15. Aitem 17 0,517 Tinggi 16. Aitem 18 0,484 Tinggi 17. Aitem 19 0,603 Tinggi 18. Aitem 20 0,528 Tinggi 19. Aitem 21 0,607 Tinggi 20. Aitem 22 0,511 Tinggi 21. Aitem 23 0,435 Tinggi 22. Aitem 24 0,617 Tinggi 23. Aitem 25 0,618 Tinggi 24. Aitem 26 0,557 Tinggi 25. Aitem 27 0,486 Tinggi 26. Aitem 28 0,644 Tinggi 27. Aitem 30 0,656 Tinggi

Pada Tabel 3.3, indeks daya beda ke-27 aitem sudah masuk ke

dalam kategori tinggi karena sudah melebihi r tabel (0,320). Oleh

karena itu, ke-27 aitem sudah mampu menunjukkan perbedaan antar

subjek pada aspek yang diukur pada penelitian ini.

3. Reliabilitas

Ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah

sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang

memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel

(reliable). Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan

oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas yang

dilambangkan dengan rxx’.

Dalam penelitian ini untuk melakukan uji reliabilitas digunakan

formula dari Alpha Cronbach (Sugiyono, 2008). Dalam hal ini apabila

nilai koefisien α ≥ 0,6 maka dapat dikatakan bahwa skala yang digunakan tersebut reliabel. Hasil koefisien α yang dilakukan dengan menggunakan SPSS didapatkan bahwa reliabilitas dari ke-27 aitem

adalah 0.896. Diketahui bahwa koefisien α hasil pengujian lebih besar daripada 0,6 sehingga dapat dikatakan bahwa hasil pengukuran ini

dapat dipercaya.

Dokumen terkait