• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ali S., 1) dan Asri Mursawal 2)

Dalam dokumen BIOTIK 2017 (Halaman 40-128)

BIDANG EKOLOGI

M. Ali S., 1) dan Asri Mursawal 2)

1)Guru Besar Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unversitas Syiah Kuala, Banda Aceh

2)Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email: ali_sarong@yahoo.com

ABSTRAK

Kegiatan penelitian dilaksanakan di kawasan Perairan Payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar, pada Bulan April 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi tipe cangkang spesies dari Neritidae, di kawasan perairan payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar.

Anggota spesies masing-masing dari Neritidae diambil pada tiga stasion perairan payau Sungai Reuleung Leupung, dengan metode sampling. Anggota Neritidae yang diambil lalu diperhatikan tipe cangkang, dan panjang masing-masing bagian cangkang yang dimiliki. Analisis komposisi tipe cangkang digunakan rumus persentase dimodivikasi. Hasil diperoleh adalah komposisi tipe cangkang anggota Neritidae di perairan payau Sungai Reuleung berkisar antara 11,11% (Spherical dan Patelliform) sampai 77,78% (Globose). Kesimpulan diperoleh adalah komposisi tipe cangkang Globose lebih dominan dibandingkan dengan komposisi tipe cangkang Spherical dan Patelliform anggota Neritidae di kawasan perairan payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar.

Kata Kunci: Neritidae, Cangkang, Reuleung Leupung

PENDAHULUAN

eritidae merupakan salah satu famili dari Kelas Gastropoda, dan memiliki berbagai spesies (Suwignyo, 2005).

Tubuh anggota Neritidae dilindungi oleh cangkang dengan bentuk cangkang bervariasi. Cangkang ada yang bertipe gelungan benang, gelungan benang berbahu, dan bertipe membulat (Marwoto, 2011).

Bagian cangkang Nerithidae diantaranya adalah body whorl (seluk badan), lip (bibir), spire (sulur) dan sutura (garis penghubung).

Tubuh anggota Nerithidae dilindungi oleh cangkang, dengan bentuk bervariasi. Tubuhnya lunak, yang memiliki bagian kepala dan bagian badan. Tubuhnya yang dimiliki oleh masing-masing anggota Nerithidae terdapat dalam cangkang, dan pada bagian apeture ditutupi oleh operculum. Tubuh dari Neritidae dimanfaatkan oleh manusia untuk lauk makanan berupa tumisan keong, sate, dan rendang. Sementara itu cangkangnya dapat dijadikan sebagai sumber kapur, dan sumber pakan bagi hewan lain untuk pertumbuhan cangkang telur atau untuk pertumbuhan tulang.

Neritidae memiliki tipe cangkang yang bervariasi. Cangkang dari anggota Nerithidae memiliki morfologi mulai dari tipe gelungan benang, gelungan benang berbahu, dan tipe membulat (Marwoto, 2011). Sementara menurut Oemarjati (1990) menyebutkan bahwa pada Gastropoda termasuk Nerithidae terdapat 17 tipe cangkang diantaranya adalah Conical, Biconical, Globose, Turbinet, Lenticular, Obovatus, Spherical, Trochoid, dan tipe cangkang Lenticular. Pada anggota Nerithidae yang memiliki body whall yang besar dan panjang, memiliki tipe cangkang membulat, sementara pada anggota Nerithidae yang memiliki body whall dan bagian spare yang hampir sama panjang atau salah satu diantaranya pendek, maka bentuk cangkangnya didominasi oleh tipe gulungan benang.

Habitat utama Neritidae adalah di kawasan perairan. Perairan yang menjadi habitat utama diantaranya adalah perairan tawar, payau, dan perairan asin. Dharma (1988) dan Marwoto (2011) menyatakan bahwa spesies dari Nerithidae yang hidup di perairan payau, tawar, dan perairan asin diantaranya adalah Nerita polita, Nerita maxima,

Komposisi Tipe Cangkang Neritidae di Perairan Payau...

Nerita signata, Septaria porsellana, Clithon oulanlensis, dan Septaria tesselata. Salah satu perairan payau yang dihuni oleh Nerithidae yang terdapat di Kabupaten Aceh Besar adalah perairan payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar.

Sungai Reuleung terdapat dalam Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, memiliki hulu di kawasan gugusan Pegunungan Bukit Barisan sebelah Timur dan muaranya ke Samudera Indonesia (Samudera Hindia) sebelah Barat.

Salinitas yang dikandungnya terdiri dari salinitas 0-0,5 %o dan salinitas 0,5 %o-30 %o, sehingga Sungai Reuleung Leupung memiliki kawasan perairan Tawar dan kawasan Perairan Payau. Pada bagian hulu terdapat kawasan perairan tawar, sedangkan pada bagian hilir dan muara terdapat kawasan perairan kawasan perairan (Sarong, 2015).

Banyak fauna yang menempati perairan tawar dan perairan payau Sungai Reuleung Leupung (Sarong, 2015; 2010), yang termasuk ke dalam Kelas Gastropoda, Bivalvia, Oligochaeta, Crustacea, dan Kelas Hirudinea (Suwignyo, S.

2005 ; Oemarjati, 1990). Salah satu famili dengan spesies yang termasuk ke dalam Kelas Gastropoda adalah Famili Nerithidae. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ali (2016) di kawasan Ekosistem Mangrove Sungai Reuleung Leupung, ditemukan 9 spesies dari Famili Nerithidae.

Anggota dari masing-masing spesies dari Nerithidae di Sungai Reuleung Leupung ini memiliki tipe cangkang bervariasi mulai dari tipe cangkang gulung benang sampai tipe cangkang membulat.

Belum ada data yang terdokumentasi secara sistematis tentang tipe cangkang anggota Nerithidae hingga saat ini, di Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Pada hal banyak anggota Nerithidae dengan berbagai tipe cangkang, hidup di kawasan Peiran Payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Hingga saat ini belum ada data yang jelas tentang bagian tubuh dari anggota Nerithidae, yang hidup di Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar.

Kondisi seperti ini perlu dilakukan pengkajian secara sistematis dan terencana, sehingga dapat

menghasilkan informasi untuk pengembangan ilmu pada waktu mendatang.

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi tipe cangkang anggota Neritidae, di kawasan perairan payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi pengembangan ilmu terutama dalam bidang Zoologi Invertebrata, pada masa yang akan datang.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di perairan payau Sungai Reuleung Leupung, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi penelitian dibagi menjadi tiga stasion berdasarkan topografi sungai secara memanjang, yaitu stasion satu pada bagian awal perairan payau, stasion dua pada kawasan aliran perairan payau, dan stasion tiga pada kawasan akhir muara sungai berbatasan langsung dengan aliran Sungai Leupung. Pengambilan data anggota Nerithidae dan mengidentifikasi masing-masing spesiesnya dilakukan pada Bulan April 2016.

Pengambilan Anggota Nerithidae

Anggota Nerithidae sebagai hewan kajian diambil dari stasion satu kawasan awal perairan payau, dari stasion dua kawasan aliran perairan payau, dan dari stasion tiga kawasan muara sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Pada setiap stasion ditetapkan dua kawasan pengambilan, yaitu pada kawasan sisi kiri dan kawasan sisi kanan sungai. Setiap sisi kanan dan sisi kiri masing-masing stasion, ditetapkan masing-masing dua area pengumpulan Nerithidae secara acak dengan luas 2 m x 2 m. Anggota Nerithidae yang ditemukan dalam plot sampling dikumpulkan dalam botol preparat, untuk diidentifikasi bentuk cangkang dan nama spesies masing-masing, berpedoman pada buku Indonesia Shells (Dharma, 2005), Keong Air Tawar Pulau Jawa (Marwoto, 2011), Leaflet Keong Air Tawar Pulau Jawa (Marwoto, 2011), dan Buku Siput dan Kerang Indonesia (Dharma, 1988).

M. Ali S. dan Asri Mursawal

Apabila nama spesies dan tipe cangkang dari masing-masing spesies telah diketahui, lalu dimasukkan ke dalam tabel pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya. Masing-masing nama spesies dihitung komposisi individu dan komposisi tipe cangkang, sesuai dengan stasion masing-masing.

Analisis Data

Komposisi tipe cangkang masing-masing anggota Nerithidae, dianalisis dengan rumus komposisi yang dimodifikasi. Formulasi rumus adalah sebagai berikut.

Keterangan:

KTCT= Komposisi Tipe Cangkang Tertentu HASIL DAN PEMBAHASAN

Musim Berbiak

Hasil pengamatan tentang tipe cangkang masing-masing spesies anggota Nerithidae, yang terdapat di ekosistem mangrove Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar disajikan pada Tabel 1. berikut.

Tabel 1. Komposisi tipe Cangkang anggota Nerithidae di Perairan Payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar

No Spesies

Tipe cangkang Globose

(Gulungan benang)

Throchoid Conical Spherical

Bulloid (Gulungan

benang berbahu)

Obova-tus

Patelli-form

1 Neritina turrita - - - - -

-2 Neritina sp1 - - - - -

-3 Neritina sp2 - - - - -

-4 Clithon ovalunensis - - - - -

-5 Neritanaz zigzag - - - - -

-6 Clithon coronata - - - - -

-7 Clithon diadema - - - - -

-8 Neritina bicanaliculata - - - - -

-9 Septaria lineata - - - - - -

Komposisi (%) 77,78 0 0 11,11 0 0 11,11

Kawasan perairan Payau Sungai Reuleung Leupung ditemukan 9 spesies dari Neritidae, dengan tipe cangkang Globose, Spherical, dan Patelliform. Tipe cangkang yang paling banyak ditemukan adalah tipe Globose dengan komposisi 77,78%, sedangkan tipe cangkang spherical dan patelliform sedikit masing-masing 11,11%. Terdapatnya spesies yang memiliki tipe cangkang globose di kawasan ini, menunjukkan bahwa anggota Nerithidae memiliki habitat yang sesuai dalam hidupnya. Dharma (1988) menyebutkan bahwa Nerihidae hidup di kawasan muara sungai, yang menempel pada batu-batuan dasar perairan. Sementara itu Ali (2016) menyatakan bahwa kawasan perairan Sungai Reuleung Leupung memiliki substrat dasar perairan yang terdiri dari batu-batuan, akar kayu dan lumpur. Baatu-batuan yang ada adalah sebagai tempat melekat anggota

Nerithidae, sedangkan lumpur sebagai sumber makanan, bagi kehidupan anggota Nerithidae.

Sementara itu tipe cangkang Spherical, dan Patelliform memiliki spesies yang sedikit, yang menunjukkan bahwa hanya kedua spesies ini dengan tipe cangkang seperti ini yang mampu hidup di kawasan ini.

Tipe cangkang Globose yang memiliki bentuk seperti gulungan benang, dengan body whorl yang panjang dan gemuk, aperture yang lebar dan bibir cangkang melebar. Pada aperture terdapat operkulum, sebagai pelindung tubuh pada waktu adanya bahaya dari luar. Operkulum ini menutup lubang aperture pada waktu tubuhnya dalam bahaya. Bentuk cangkang Globose ini merupakan tipe cangkang yang mendominasi anggota Nerithidae, baik di perairan payau maupun di perairan tawar.

Oemarjati (1990) menyatakan bahwa

Komposisi Tipe Cangkang Neritidae di Perairan Payau...

Gastropoda termasuk di dalamnya Famili Nerithidae memiliki berbagai tipe cangkang, diantaranya adalah Conical, Biconical, Globose, Turbinet, Lenticular, Obovatus, Spherical, Trochoid, dan tipe cangkang Lenticular.

Anggota dari Gastropoda hidup di perairan tawar, payau maupun di perairan asin.

Sementara itu Ali (2016) menyatakan bahwa body whorl setiap spesies dari Neritidae yang ditemukan di kawasan penelitian lebih panjang, jika dibandingkan dengan panjang spire dari masing-masing spesies tersebut. Panjang body whorl secara keseluruhan lebih panjang tiga kali dari panjang spire setiap spesies anggota.

Suwignyo (2005) menyatakan bahwa anggota Kelas Gastropoda memiliki alat dalam yang terdapat di kawasan body whorl. Akibatnya

tampilan cangkangnya pada kawasan ini lebih besar, sehingga memunculkan body whorl yang gemuk dibandingkan dengan sphire. Sementara itu Munandar (2003) menyatakan bahwa dalam melakukan identifikasi suatu spesies dari anggota Gastropoda termasuk Nerithidae, spesies dari anggota Gastropoda termasuk Nerithidae, diperlukan tipe cangkang.

KESIMPULAN

Kesimpulan diperoleh adalah komposisi tipe cangkang Globose lebih dominan dibandingkan dengan komposisi tipe cangkang Spherical dan Patelliform anggota Neritidae, di kawasan perairan payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, SM., dan A. Mursawal. 2016. Komposisi Bentuk Cangkang Neritidae di Perairan Payau Sungai Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016. Banda Aceh: UIN Ar-Raniry.

Dharma, B. 2005. Indonesia Shells. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi Indonesia

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia.

Jakarta: PT Sarana Graha.

Marwoto, R.M., Nur, M., Isnaningsih, Nova, M., Haryanto. 2011. Keong Air Tawar Pulau Jawa (Moluska, Gastropoda).

Bogor: LIPI.

Munandar, A., dan Susilowati, P. 2003. Keong dari Taman Nasional Gunung Halimun.

Cibinong: JICA Biodiversity Conservation Project.

Mursawal, A. 2015. Makrozoobenthos di Kawasan Terlindung dan Tidak Terlindung Perairan Krueng Reuleung Leupung Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh: Fakultas Kelautan dan Perikanan . Oemarjati, B. S., dan W. Wardana. 1990.

Taksonomi Avertebrata. Jakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Sarong, M.A., Asiah,. dan Mimie, S. 2015.

Analisis Struktur Umur dan Teknik Penetapan Geloina Erosa Layak Panen sebagai Upaya Konservasi di Kawasan Mangrove Perairan Payau Sungai Reuleng Leupung Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh: Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala.

Sarong, MA., M. Boer, R. Dahuri, Y. Wardiatno dan M. Kamal. 2010a. Pengambilan Kerang Mangrove Geloina yang Ramah Lingkungan Dalam Masyarakat Leupung Kabupaten Aceh Besar. J. Moluska Indonesia: (I) 59-64.

Sarong, MA., M. Boer, R. Dahuri, Y. Wardiatno dan M. Kamal. 2010a. Pengelolaan Kerang Mangrove Geloina erosa Berdasarkan Aspek Biologi di Kawasan Pesisir Barat Kabupaten Aceh Besar.

Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suwignyo, S. 2005. Avertebrata Air. Bogor:

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8

PERILAKU BERBIAK BURUNG MADU SRIGANTI (Nectarinia jugularis)

Aida Fithri

Program Studi Biologi FMIPA Unversitas Syiah Kuala, Banda Aceh Email: aida_fithri@unsyiah.ac.id

ABSTRAK

Penelitian Perilaku berbiak burung madu sriganti dilakukan di kota Banda Aceh selama tiga kali musim berbiak dalam rentang waktu 2013-2016. Pemantauan sarang dilakukan sejak induk membuat sarang, meletakkan telur hingga anak lepas sarang. Hasil penelitian menunjukkan hanya induk betina yang membuat sarang dan mengerami telur. Kedua induk baik jantan maupun betina merawat anak hingga lepas sarang.

Kata Kunci: Nectarinia jugularis, perilaku berbiak

PENDAHULUAN

urung madu sriganti Nectarinia jugularis merupakan jenis burung berkicau yang umum dijumpai di kota Banda Aceh (Fithri, 2012a: Fithri, 2012b). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan memperlihatkan banyaknya burung madu sriganti yang berbiak di kawasan perkotaan Banda Aceh. Burung madu sriganti sering terlihat membuat sarang di ranting pohon dan kabel. Burung madu sriganti yang tergolong dalam famili nectarinidae termasuk jenis satwa yang dilindungi di Indonesia (PP no 7 tahun 1999). Mengingat pentingnya peran burung madu sriganti dalam ekosistem, menggugah peneliti mencoba mengetahui perilaku berbiak burung madu sriganti.

Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap perilaku berbiak burung madu sriganti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi penelitian lanjutan yang akan mengungkap biologi berbiak burung madu sriganti

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di kawasan kampus Universitas Syiah Kuala, kecamatan Syiah Kuala dan di perumahan penduduk di kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh.

Penelitian berlangsung dari bulan Desember 2013 hingga Juni 2016. Penelitian dilakukan dengan mengamati perilaku induk mulai tahap membuat sarang, bertelur hingga anak lepas

sarang. Metode focal animal sampling (Altmann, 1974) digunakan dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN Musim Berbiak

Musim berbiak burung madu sriganti di kota Banda Aceh tiap tahunnya dimulai pada bulan November/Desember hingga Juni. Pada saat musim berbiak 2013/2014 dimulai pembuatan sarang pada bulan Desember 2013 dan berakhir pada bulan Juni 2014 saat anak lepas sarang . Pada musim berbiak 2014/2015 burung madu sriganti mulai membuat sarang pada akhir bulan November 2014 dan berakhir pada bulan Juni 2015. Musim berbiak berikutnya dimulai bulan Desember 2015 hingga Juni 2016.

Musim berbiak burung madu sriganti di kota Banda Aceh yang merupakan daerah tropis dimulai bulan Desember hingga Juni sedangkan di daerah temperate Australia dimulai pada bulan Agustus hingga Pebruari tiap tahunnya (Maher, 1992). Kurang lebih tujuh bulan masa berbiak burung madu sriganti baik di daerah tropis maupun di daerah temperate.

Karakteristik Sarang

Sarang burung madu sriganti berbentuk tabung memanjang dengan bagian peletakan

Perilaku Berbiak Burung Madu Sriganti ...

telur lebih melebar dibanding bagian lainnya sehingga terlihat seperti buah alpukat. Sebuah pintu masuk terletak dibagian sisi berbentuk bulat atau oval, dengan kanopi pada bagian atas pintu. Pada bagian bawah sarang terdapat rumbai-rumbai memanjang. Induk betina membawa dan menyusun bahan sarang sepanjang hari hingga sarang selesai dan siap digunakan. Ketinggian sarang bervariasi 2-5 meter. Setiap sarang dapat digunakan sekali atau beberapa kali selama sarang tersebut tidak rusak. Sarang biasanya digantungkan pada ranting pohon atau kabel.

Proses pembuatan sarang, meskipun hanya dilakukan oleh betina, namun jantan sangat aktif menjaga keamanan selama betina membuat sarang. Selama penelitian berlangsung seringkali terlihat betina lain mencuri bahan sarang. Umumnya pencurian berlangsung saat sarang tidak dijaga oleh induk..

Perilaku Induk saat Berbiak

Masa berbiak dimulai dengan tahap pembentukan pasangan. Jantan akan mengundang betina dengan tarian (display) dan berkicau nyaring dari tempat yang tinggi di kabel maupun kanopi pohon. Selanjutnya jantan mengajak betina untuk mengunjungi tempat yang akan dijadikan lokasi bersarang. Bila pasangan telah terbentuk, induk betina mulai membawa bahan sarang dan menyusun sarang.

Bahan sarang terdiri atas bahan alami berupa bagian tumbuhan dan hewan serta bahan non alami serta buatan manusia seperti plastik.

Setelah sarang selesai, induk betina mulai bertelur .

Telur berjumlah satu atau dua butir dan mulai aktif dierami oleh betina bila jumlah telur telah lengkap. Induk betina mengerami telur dengan kepala mengarah ke pintu sarang sehingga ujung paruh jelas terlihat dari luar sarang. Selama mengerami telur, induk sesekali menggulir telur dengan menggunakan paruhnya sambil menegakkan tubuh di atas telur yang sedang dierami. Induk betina keluar sarang berulang kali sepanjang hari untuk makan, preening dan istirahat. Menjelang matahari

terbenam induk betina akan masuk ke dalam sarang dan bermalam di dalam sarang. Induk jantan tidak pernah masuk ke dalam sarang.

Lama waktu yang dibutuhkan untuk mengerami telur sekitar 14 hari. Setelah telur menetas kedua induk mulai merawat anak. Perawatan anak dilakukan dengan menyuapi makan anak dan membuang kantung kotoran anak (faecal sac). Sesaat setelah menetas induk mulai menyuapi anak. Pakan yang diberikan berupa hewan kecil seperti larva (ulat), serangga dewasa seperti belalang dan laba-laba.

Sesaat sebelum lepas sarang, anakan mulai berdiri tegak di dalam sarang dan mencoba memanjat tepi pintu sarang. Setelah cukup kuat anakan yang berusia lebih dari dua minggu terbang meninggalkan sarang dan tidak pernah kembali ke sarang. Anak akan mengikuti induk sepanjang hari dan masih disuapi hingga tiba masa penyapihan.

Jumlah telur yang dierami oleh burung madu sriganti umumnya sebanyak dua butir telur (94%) bersesuaian dengan hasil penelitian Maher (1992) yang menyebutkan delapan dari 11 sarang burung madu sriganti yang berbiak di Queensland Australia berisi dua butir telur. Hal sama juga terlihat pada kerabat dekatnya Nectarinia talatala dimana persentase terbesar (82,7%) berjumlah dua butir (Earlé 1982). Hal ini kemungkinan besar disebabkan kemampuan induk dalam mengasuh anak. Kedua induk baik jantan maupun betina terlihat aktif menyuapi anak dan membuang kantung feses (fecal sac).

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Fithri dan Susiriana, 2015), selama 5804 menit pengamatan sejumlah 622 kali induk menyuapi anak dan 134 kali membuang kantung feses.

Induk menyuapi anak sepanjang hari mulai pagi hari sekitar pukul 07.00 hingga menjelang matahari terbenam. Makanan dibawa induk dengan cara menjepit dengan paruhnya. Saat menyuapi anak, induk bertengger di pintu sarang dan menyuapi anak dengan cara membungkukkan tubuhnya sehingga menjangkau paruh induk. Semakin besar anak maka anak secara aktif akan mengambil makanan dari paruh induk. Penelitian yang

Aida Fithri

dilakukan oleh Maher (1996) juga memperlihatkan bahwa kedua induk Nectarinia jugularis yang berbiak di Australia juga menyuapi dan membuang fecal sac anak. Kedua induk menyuapi anak rata-rata 4.6 kali per jam.

KESIMPULAN

Perilaku berbiak burung madu sriganti terdiri atas mengundang pasangan, membuat sarang, bertelur dan mengerami telur, serta merawat anak hingga lepas sarang. Proses pembuatan sarang dan mengerami telur dilakukan oleh betina. Perawatan anak dilakukan oleh jantan dan betina.

DAFTAR PUSTAKA

Altmann, J. 1974. Observational sudy of behavior : sampling methods. Behaviour 49(4):227-267.

Earlé, R. A. 1982. Aspects of the breeding biology and ecology of the Whitebellied Sunbird. Ostrich 53:65-73.

Fithri, A. 2012a. Bird species of Hutan Kota BNI Banda Aceh Indonesia. The 2nd Annual International Conference In Conjunction With The 8thIMT-GT Unimet Bioscience Conference: Life science chapter, The 2nd Annual International Conference In Conjunction With The 8thIMT-GT Unimet Bioscience Conference, Banda Aceh, 22-24 November 2012, Banda Aceh, Syiah Kuala University Press, 122-124, 2089-208X. proceeding. http://www.

jurnal.unsyiah.ac.id/AICS-SciEng/article/

view/1740/1636.

Fithri, A. 2012b. Bird inventory on Syiah Kuala University Darussalam, Banda Aceh, Indonesia. The 2nd Annual International Conference In Conjunction With The 8thIMT-GT Unimet Bioscience Conference: Life science chapter, The 2nd Annual International Conference In Conjunction With The 8thIMT-GT Unimet Bioscience Conference, Banda Aceh,

22-24 November 2012, Banda Aceh, Syiah Kuala University Press, 122-124, 2089-208X. proceeding.

Fithri, A. dan Susiriana. 2015. Perilaku Perawatan Anak Burung Madu Sriganti Nectarinia jugularis yang Berbiak Di Kampus Universitas Syiah Kuala.

Prosiding Konferensi Burung Indonesia.

IPB Bogor. Pebruari 2015.

Maher, W.J. 1992. Breeding biology of the Yellow-bellied Sunbird Nectarinia jugularis in Northern Queensland. EMU 92:57-60.

Maher, W.J. 1996. Nestling Food and Feeding Frequencies of the Brown-backed

Honeyeater Ramsayornis modestus and the yellow bellied sunbird Nectarinia jugularis in Northern Queensland. Emu 96(1):7-12.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8

KAJIAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Aedes DI GAMPOENG ULEE TUY KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR

Elita Agustina1)dan Kartini2)

1)Program Studi Pendidikan Biologi FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh

2)Jurusan Kesehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Aceh Besar Email: elita_97@yahoo.com

ABSTRAK

Upaya yang paling tepat untuk pengendalian nyamuk Aedes adalah dengan mengeliminasi dan pemetaan tempat perindukan nyamuk. Pemetaan tempat perindukan ini penting diketahui untuk mengkaji, menganalisa, memilih dan menentukan bentuk pengendalian larva nyamuk Aedes.

Penelitian ini bertujuan mengetahui tempat perindukan nyamuk Aedes di Gampoeng Ulee yang meliputi 4 dusun. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi dan purposive sampling dengan menentukan 100 rumah lokasi pengambilan sampel larva dan responden untuk diwawancarai pada setiap dusun. Perolehan data melalui kuesioner terhadap masyarakat, inventarisasi larva dan identifikasi habitat perindukan. Pengambilan sampel larva dengan metode pencidukan langsung di tempat perindukannya. Parameter yang diamati adalah jumlah spesies nyamuk Aedes dan jumlah wadah tempat perindukan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Gampoeng Ulee Tuy ditemukan dua spesies nyamuk Aedes, yaitu A. aegypti dan A. albopictus. Tempat perindukan nyamuk A.

aegypti dan A. albopictus ditemukan di genangan air relatif jernih pada wadah buatan manusia yang berada di dalam dan luar rumah. Sebagian besar tempat perindukan pradewasa nyamuk Aedes ditemukan di dalam rumah.

Kata Kunci: Tempat Perindukan, Spesies, Aedes.

PENDAHULUAN

yamuk adalah serangga yang sangat mampu memanfaatkan air lingkungan termasuk air alami, air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun sementara.

Siklus hidup nyamuk sangat dipengaruhi oleh tersedianya air sebagai media berkembangbiak dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa.

Nyamuk memerlukan tiga macam tempat untuk kelangsungan hidupnya yaitu tempat berkembangbiak, tempat istirahat dan tempat mencari darah. Tempat- tempat tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait untuk menunjang kelangsungan hidup nyamuk.

Gampong Ulee Tuy Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar merupakan gampoeng binaan Akademi Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan. Penduduk Gampong Ulee Tuy berjumlah 1245 jiwa dan tempat hunian mencapai 287 rumah. Gampong Ulee Tuy Aceh Besar yang terdiri dari Dusun T. Daroy, Selimu, Abu Chik dan Chik Dipaseh. Sejak tahun 2015

Akademi Kesehatan Lingkungan telah melakukan survei di Gampoeng Ulee Tuy Aceh Besar terkait nyamuk vektor Demam Berdarah Dengue.

Hasil survei lapangan dan penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan menemukan bahwa di Gampoeng Ulee Tuy Aceh Besar merupakan kawasan yang sangat potensial terjadi penularan penyakit demam berdarah bila dilihat dari kondisi lingkungannya, bentukan genangan air hujan dan sanitasi di wilayah perumahan penduduk serta banyaknya wadah-wadah tampungan air yang tersedia di sekitar masyarakat. Keadaan ini sangat sesuai bagi nyamuk Aedes sp. untuk menjadikan daerah tersebut sebagai tempat perindukan.

Kebiasaan hidup stadium pradewasa Aedes aegypti adalah pada wadah buatan manusia yang berada di dalam maupun di luar rumah.

Selain itu ada beberapa faktor yang berpengaruh

Dalam dokumen BIOTIK 2017 (Halaman 40-128)

Dokumen terkait