• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.1.2 Aliran Fisik

Untuk memenuhi permintaan yang datang dari konsumen sebagaimana dijelaskan pada aliran informasi, perusahaan harus menyiapkan bahan baku yang akan digunakan untuk diolah menjadi produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dan adapun aliran penyediaan bahan baku sampai proses pengolahan bahan baku menjadi produk yang siap dipasarkan ke konsumen pada PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Aliran penyediaan material dimulai dengan adanya kebutuhan material antara lain, bahan / zat aktif (Delthamethrin), bahan pelarut / pengencer (Solvesso), packaging material (Tin can, Cap, kardus,dan box karton), pallet, dan tinta. Dan lead time pengiriman material maksimal 4 hari.

2. Setiap material yang datang dari supplier akan dicek dulu oleh pihak QC. Untuk material seperti bahan aktif dan bahan pelarut atau pengencer akan diambil sampelnya terlebih dahulu untuk di lakukan uji laboratorium. Dan

untuk material lainnya, seperti bahan pengemas akan dilakukan pengecekkan 100 % dari sejumlah yang dikirim oleh supplier. Jika hasilnya tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas yang diinginkan, maka material tersebut akan dikembalikan ke supplier.

3. Material yang sudah lulus uji dan pengecekkan oleh pihak QC, selanjutnya kan dikirim dan disimpan di gudang bahan baku.

4. Setelah semua kebutuhan material tesedia di gudang, maka selanjutnya material akan dikirim ke bagian produksi untuk diproses hingga menjadi produk jadi.

5. Proses produksi dimulai dari proses formulasi, dimana sebelum material dimasukkan kedalam mesin Lodige Mixer, material harus ditimbang dan ditakar dosisnya terlebih dahulu. Dan dilanjutkan dengan proses pencampuran material (mixing), diman dalam proses ini juga ditambahkan bahan pengencer (Solvesso). Setelah proses ini selesai, pihak QC akan mengambil sampel HF Product / produk setengah jadi ini untuk dilakukan uji laboratorium. Jika hasil analisa laboratorium masih belum sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, maka HF product tersebut akan melalui proses mixing kembali. Dan jika sudah didapat hasil sesuai spesifikasi yang diinginkan maka lanjut ke proses pengadukkan pada mesin Ribbon Blander, selain sebagai tempat pengadukan mesin ini juga berfungsi sebagai tempat penampungan sementara HF product

sebelum ke proses yang selanjutnya. Oleh karena itu dalam tahap ini perlu dilakukan pengaturan suhu mesin, supaya kualitas HF product tetap terjaga. 6. Selanjutnya HF product akan dialirkan melalui pipa – pipa menuju mesin

pengemas berupa tin can, oleh karena itu sebelum proses ini berlangsung tin can harus sudah tertata pada rorary table. Tahap selanjutnya adalah proses capping pada mesin Wolf Capper, pada proses ini membutuhkan bahan Cap (tutup tin can). Setelah melalui proses ini, produk yang sudah dalam kemasan tin can akan melalui mesin Check Weigher untuk dicek nettonya, jika netto produk tidak sesuai dengan yang diinginkan maka produk akan tersortir secara otomatis dengan keluar dari jalur konveyor dan masuk dalam tong khusus yang telah tersedia.

7. Proses selanjutnya adalah proses printing, pada proses ini nomor batch akan dicetak pada setiap produk. Selanjutnya produk akan dikemas dalam kardus dan dimasukkan dalan box karton, dimana untuk produk DECIS 25 EC 50 ml setiap box karton berisi 50 pcs produk.

8. Selanjutnya box karton disusun pada pallet lalu diangkut ke gudang produk jadi. Dan produk pestisida siap untuk dikirim ke konsumen.

Big Picture Mapping gambar 4.1 menjelaskan tentang gambaran umum dari seluruh aktivitas yang terjadi diperusahaan. Keseluruhan aktivitas tersebut digambarkan dalam bentuk aliran informasi serta aliran fisik material yang terjadi antar departemen dan stasiun kerja yang ada dalam perusahaan.

Dari Big Picture Mapping tersebut dapat ditemukan masalah-masalah apa saja yang sebenarnya terjadi pada sistem yang ada. Dapat diketahui permasalahan yang terjadi pada proses produksi pestisida DECIS 25 EC 50 ml yaitu lead time produksi yang terlalu lama yaitu sebesar 420 menit.

4.2.2 Mengidentifikasi waste

Pemborosan yang terjadi di PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya dapat diidentifikasikan melalui gambar Big Picture Mapping, dengan mendefinisikan kedalam tiga jenis aktivitas yang berbeda yaitu aktivitas yang bernilai tambah (Value Adding Activity), aktivitas yang tidak bernilai tambah (Non Value Adding Activity), dan aktivitas yang tidak bernilai tambah tetapi dibutuhkan (Necessary Non Value Adding Activity).

Berdasarkan aliran fisik dan aliran informasi yang telah dibuat, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang terjadi secara umum, yaitu : a) Perusahaan menggunakan sistem make to stock untuk mengantisipasi

permintaan yang melonjak dari pelanggan atau konsumen. Tetapi hal ini juga berdampak lain, yaitu kadang terjadi kelebihan inventory produk dalam gudang produk jadi akibat produksi yang berlebih.

b) Dari total waktu berdasarkan Big Picture Mapping (BPM) dalam Gambar 4.1 yaitu production lead time dan value adding activity masing - masing 420 menit dan 205 menit, maka dapat diprosentasekan bahwa 51,19% merupakan non value adding activity dan 48,81% merupakan value added activity.  51,19 % diperoleh dari : menit menit 420 215 x 100 % = 51,19 %  48,81 % diperoleh dari : menit menit 420 205 x 100 % = 48,81 %

c) Brainstorming yang dilakukan mengindikasi adanya beberapa waste

terjadi pada perusahaan berdasarkan pengamatan langsung dan

brainstorming akan dipaparkan lebih lanjut pada fase analyse.

Identifikasi waste menurut konsep lean dilakukan dengan

brainstorming yang dilakukan beriringan dengan pengisian kuisioner identifikasi terhadap 9 macam waste. Dengan melakukan brainstorming maka akan diperoleh informasi sebagai input sebanyak mungkin mengenai kondisi perusahaan. Dengan demikian didapatkan persamaan persepsi mengenai waste sehingga diperoleh kesamaan visi yang nantinya akan memudahkan proses

improvement yang lebih terarah.

Kegiatan ini dilakukan terhadap pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan sistem produksi di PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya yaitu:

1. Manajer Produksi 2. Kepala Regu Produksi

3. Kepala Regu Jaminan Mutu (QC) 4. Kepala Regu Gudang

5. Kepala Regu Finish Product

6. Kepala Regu Pemeliharaan Mesin.

Setiap pihak yang menjadi responden membaca dan memahami konsep

nine waste yang biasa dekenal dengan istilah E-DOWNTIME, kemudian memberikan bobot penilaian terhadap tiap waste sesuai dengan pengamatan dan kenyataan yang terjadi di perusahaan. Dengan ketentuan range bobot untuk setiap waste adalah 0 – 10, dimana 0 adalah bobot minimum dan 10 adalah bobot maksimum untuk tiap-tiap waste, semakin tinggi bobot untuk

waste berarti waste tersebut semakin sering terjadi di perusahaan. Kuisioner identifikasi waste dapat dilihat pada lampiran I.

Berikut ini merupakan rekap hasil kuisioner untuk mengetahui waste yang paling sering terjadi pada proses produksi pestisida DECIS 25 EC 50 ml.

Tabel 4.7. Rekap Hasil Kuisioner Waste Pada Produksi DECIS 25 EC 50 ml

Responden Waste 1 2 3 4 5 6 Rata-rata Rangking Defects 7 5 8 8 7 5 6.67 1 Waiting 6 7 3 7 6 6 5.83 2 Inventories 6 8 3 8 4 3 5.33 3 Overproduction 7 5 5 7 5 2 5.17 4 Transportation 5 3 4 6 7 5 5 5 Motion 5 3 0 4 3 4 3.17 6 Excess processing 2 3 1 0 2 2 1.67 7

Environmental, Health and

Safety (EHS) 0 0 4 1 2 2 1.5 8

Not utilizing employees

knowladge skills and abilities 2 0 1 1 0 3 1.17 9

( Sumber : Hasil pengolahan data pada Lampiran J )

4.3. Measure

Pada tahap measure ini, akan dibuat proses mapping yang akan memberikan gambaran yang lebih detail tentang waste yang terjadi dengan menggunakan Value Stream Tool yang sesuai dengan waste yang terjadi serta menentukan kapabilitas sigma saat ini.

Dari perhitungan kuisioner waste yang telah dibuat maka didapatkan skor rata-rata dari tiap jenis waste. Kemudian skor ini diranking untuk mengetahui mana jenis waste yang sering terjadi dan dari pengolahan data didapatkan tiga jenis waste yang paling besar skor rata-ratanya secara berurutan yaitu deffect, waiting, dan inventories. Selanjutnya skor rata-rata ini akan dikalikan dengan masing-masing bobot dari matriks VALSAT, kemudian ditotal dan didapatkanlah peringkat mapping dari VALSAT sebagai berikut:

Tabel 4.8(a). Tujuh pemetaan VALSAT

( Sumber : Hasil pengolahan data pada Lampiran K )

Tabel 4.8(b). Rekap hasil pemetaan VALSAT

Detail Mapping Tools Total Bobot Ranking Process Activity Mapping 171,53 1

Supply Chain Response Matrix

120,29 3

Production Variety Funnel

26,83 6

Quality Filter Mapping 122,77 2

Demand Amplification Mapping

80,97 4

Decision Point Analysis 51,83 5

Phisical Structure 13,84 7

Jenis Waste Rata-rata Process Activity Mapping Supply Chain Response Matrix Production Variety Funnel Quality Filter Mapping Demand Amplification Mapping Decision Point Analysis Physical Structure E = Environmental, Health and Safety

(EHS) 1.5 1.5 - - 13.5 - - - D = Defects 6.67 6.67 - - 60.03 - - - O = Overproduction 5.17 5.17 15.51 - 5.17 15.51 15.51 - W = Waiting 5.83 52.47 52.47 5.83 - 17.49 17.49 - N = Not utilizing employees knowladge skills and

abilities 1.17 1.17 1.17 - 10.53 - 1.17 3.51 T = Transportation 5 45 - - - - - 5 I = Inventories 5.33 15.99 47.97 15.99 - 47.97 15.99 5.33 M = Motion 3.17 28.53 3.17 - 28.53 - - - E = Excess processing 1.67 15.03 - 5.01 5.01 - 1.67 - Total Bobot 35.51 171.53 120.29 26.83 122.77 80.97 51.83 13.84

Untuk menangani permasalahan yang terjadi pada proses produksi DECIS 25 EC 50 ml di PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya, maka dari tujuh detail mapping tools yang ada maka dipilih dua tools yang memiliki nilai total bobot terbesar. Kedua tools tersebut adalah Process Activity Mapping (PAM) dan Quality Filter Mapping (QFM).

4.3.1. Process Activity Mapping (PAM)

Process Activity Mapping ini merupakan suatu tool (alat) yang digunakan untuk membuat detailed mapping dalam proses pemenuhuan kebutuhan (order fulfilment process). Secara lebih luas kita menggunakannya untuk mengidentifikasi lead time dan peluang produktivitas baik dari aliran fisik produk maupun aliran informasi, tidak hanya diarea pabrik tetapi juga pada area lainnya, mengeliminasi pemborosan pada tempat kerja dan menyediakan barang (goods) yang mempunyai kualitas tinggi serta pelayanan yang mudah, cepat dan tidak mahal. Dasar dari pendekatan ini adalah mencoba untuk mengeliminasi aktivitas yang tidak perlu, menyederhanakan, mengkombinasi serta mencari perubahan rangkaian yang akan mengurangi pemborosan.

Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan PAM adalah : a. Melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses, mencatat

aktivitas yang terjadi, jarak perpindahan yang ditempuh dan waktu yang diperlukan dan banyaknya tenaga kerja yang terlibat.

b. Melakukan pengelompokan dalam 5 kelompok aktivitas yaitu : operasi, transportasi, inspeksi, delay dan storage. Dengan kriteria sebagai berikut:

Operasi adalah aktivitas utama dalam kegiatan produksi, dimana setiap aktivitas operasi akan menghasilkan suatu transformasi / perubahan terhadap material yang dikenai.

Transportasi adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan pengangkutan barang (bahan baku, produk, dll) dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya, dari area gudang ke area produksi atau sebaliknya.

Inspeksi adalah segala aktivitas yang berhungan dengan pengontrolan kualitas, baik terhadap material maupun produk jadi.

Delay adalah aktivitas yang timbul karena harus menunggu proses sebelumnya selesai.

Storage adalah aktivitas yang berhubungan dengan penyimpanan barang digudang, baik material / bahan baku maupun produk jadi.

c. Menganalisa proporsi aktivitas yang bersifat value adding activity yaitu operasi dan non value adding activity yaitu : transportasi, inspeksi, delay dan storage.

Maka dapat dilakukan identifikasi masalah utama yang terjadi, penyebab masalah dan mencari solusi penyelesaiannya. Pendekatan yang digunakan meliputi : memahami aliran proses, mengidentifikasi adanya pemborosan, mempertimbangkan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mempertimbangkan aliran yang lebih baik dengan adanya perbedaan layout dan transportasi serta mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan benar-benar perlu dan apa hal yang berlebihan dapat dihilangkan.

Pada penelitian ini, pembuatan PAM dilakukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lantai produksi PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya.Berikut estimasi waktu yang diperlukan dalam tiap proses produksi DECIS 25 EC 50 ml.

 Proses Changing Material 35 menit

 Proses Mixing 55 menit

 Proses Pengadukan 25 menit

 Proses Filling 55 menit

 Proses Capping 55 menit

 Ishoma (Istirahat-Sholat-Makan) 60 menit

 Proses Check Weighter 35 menit

 Proses Printing 30 menit

 Proses Packaging 70 menit

 Proses Palleting 60 menit

Aktivitas setting mesin produksi dilakukan pada awal shift (bersamaan dengan aktivitas pada proses changing material) yang membutuhkan waktu selama 35 menit.

Untuk lebih jelasnya, aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi DECIS 25 EC 50 ml di PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Process Activity Mapping Pada Produksi DECIS 25 EC 50 ml di PT. BAYER INDONESIA – BAYER CropScience Surabaya

No Aktivitas Area Jarak

(meter) Waktu (menit) Jumlah Tenaga Kerja (Operator) Operasi Transportasi Inspeksi Storage Delay Kategori Aktivitas Changing Material

1 Mengambil bahan baku (Delthamethrin) Gudang bahan baku 10 15 O T I S D NVA

2 Menimbang bahan baku sesuai takaran / dosis Area produksi - 15 O T I S D VA

3 Menunggu setup mesin selesai Area produksi - 5

2

O T I S D NVA

Proses Mixing (Mesin Loedige)

4 Memasukkan bahan baku & bahan pengencer

(solvesso) Area produksi - 15 O T I S D VA

5 Proses mixing Area produksi - 25 O T I S D VA

6 Inspeksi Lab. pabrik - 15

2

O T I S D NNVA

Proses Pengadukan (Mesin Ribbon Blander)

7 Mengalirkan hasil pencampuran (mixing) Area produksi - 10 O T I S D NVA

8 Proses pengadukkan Area produksi - 15 1 O T I S D VA

Proses Filling (Mesin Wolf Filler)

9 Prepare tincan pada rotary table Area produksi - 15 O T I S D NVA

10 Proses filling Area produksi - 25 O T I S D VA

11 Inspeksi Area produksi - 15

1

O T I S D NNVA

Proses Capping (Mesin Wolf Capper)

12 Prepare cap (tutup tincan) pada mesin wolf

caper Area produksi - 15 O T I S D NVA

13 Proses caping Area produksi - 25 O T I S D VA

14 Inspeksi Area produksi - 15

1

Check Weighter

15 Penimbangan & penyortiran sesuai netto yang

diinginkan Area produksi - 15 O T I S D VA

16 Produk rejeck disisihkan Gudang - 20

1

O T I S D NVA

Proses Printing (Video Jet)

17 Pengisian tinta Area produksi - 5 O T I S D NVA

18 Proses printing pada produk Area produksi - 15 O T I S D VA

19 Inspeksi Area produksi - 10

1

O T I S D NNVA

Proses Packaging

20 Mengambil bahan pengemas (pack kardus) Gudang bahan

pengemas 10 15 O T I S D NVA

21 prepare pack kardus di meja packaging Area produksi - 10 O T I S D NVA

22 Memasukkan produk ke dalam pack kardus Area produksi - 30 O T I S D VA

23 Inspeksi Area produksi - 15

3

O T I S D NNVA

Proses Palleting

24 Memasukkan produk jadi ke dalam box

karton Area produksi - 15 O T I S D VA

25 Sealing karton Area produksi - 10 O T I S D VA

26 Check timbangan box karton Area produksi - 15 O T I S D NNVA

27 Mengangkut pallet ke gudang produk jadi Gudang produk jadi 15 20

3

O T I S D NVA

Total 35 420 15 11 4 6 1 5

Total Value Adding Activity 205

% Value Adding Activity 48,81%

Total Non Value Adding Activity 215

Dokumen terkait