Pendahuluan Latar Belakang
Perubahan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya erosi yang dapat berdampak pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site). Dampak erosi di luar lahan pertanian (off-site) yaitu terjadi di bagian hilir berupa sedimen. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang ikut terbawa dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Secara rinci dampak erosi tanah di luar lahan pertanian (off-site) terlihat dalam bentuk : (1) pelumpuran dan pendangkalan waduk/teluk di bagian hilir (muara); (2) pendangkalan pada saluran irigasi/drainase; (3) tertimbunnya lahan pertanian dan permukiman (bangunan); (4) memburuknya kualitas air; dan (5) kerugian ekosistem perairan (Arsyad 2010).
Terkait dengan dampak perubahan penggunaan lahan maka diperlukan metode untuk mengetahui perubahan pennggunaan lahan. Salah satu metode adalah dengan penginderaan jarak jauh. Teknologi pemotretan udara mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19, teknologi ini kemudian dikembangkan menjadi teknologi penginderaan jauh atau remote sensing. Di Indoneisa teknologi remote sensing telah banyak digunakan untuk melihat pengaruh aktivitas manusia terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar. Beberapa definisi mengenai penginderaan jauh : 1. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah, atau gejala, dengan cara menganalisis data yang diperoleh atau gejala yang akan dikaji (Lillesand & Kiefer 1997).
2. Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi (Lymburner et al. 2016). Penginderaan jauh dapat disebut sebagai seni atau ilmu karena perolehan informasi secara tidak langsung dilakukan menggunakan metoda matematis dan statik berdasarkan algoritma tertentu (ilmu), dan proses interpretasi terhadap citra tidak hanya berdasar pada ilmu namun juga pengalaman dan kemampuan menangkap kesan dari kenampakan objek pada citra (seni) (Jensen 2000 dalam Suprayogi 2009).
Citra (image atau scene) merupakan representasi dua dimensi dari suatu objek di dunia nyata. Dalam penginderaan jauh, citra merupakan gambaran bagian permukaan bumi sebagaimana terlihat dari ruang angkasa (satelit) atau dari udara (pesawat terbang) (Prahasta 2008). Citra dapat diimplementasikan dalam dua bentuk yaitu analog dan digital. Salah satu bentuk citra analog adalah foto udara atau peta foto (hardcopy), sedangkan satelit yang merupakan data hasil rekaman sistem sensor merupakan bentuk citra digital.
Lymburner et al. (2016) menjelaskan bahwa teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore Beam Vidcin) dan MSS (Multi
22
Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang diorbitkan tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.
Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi Lymburner et al. (2016).
Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Tabel 2 berisi karakterisktik band-band yang terdapat pada citra landast 8 .
Tabel 2 Panjang gelombang, resolusi, dan sensor pada Band citra landsat 8 Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi
1 0,43 -.0,45 Visible 30 m 2 0,45 – 0,51 Visible 30 m 3 0,53 – 0,59 Visible 30 m 4 0,64 – 0,67 Near-infrared 30 m 5 0,85 – 0,88 Near-infrared 30 m 6 1,57 – 1,65 SWIR 1 30 m 7 2,11 – 2,29 SWIR 2 30 m 8 0,50 – 0,68 Pankromatik 15 m 9 1,36 – 1,38 Cirrus 30 m 10 10,6 11,19 TIRS 1 100 m 11 11,5 – 12,51 TIRS 2 100 m Sumber: Http://www.usgs.gov.2013
Interpretasi citra adalah proses pengkajian citra melalui proses identifikasi dan penilaian mengenai objek yang tampak pada citra. Dengan kata lain, interpretasi
23 citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, geodesi dan disiplin ilmu lainnya.
Obyek penelitian ini adalah DAS Citarum bagian hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir meliputi 4 Sub DAS yaitu Sub DAS Cibeet, Sub DAS Cikao, Sub DAS daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur, dan Sub DAS Citarum hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir terletak di Kabupaten Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat. Wilayah ini terletak antara 2 kota besar yaitu Kota Jakarta dan Kota Bandung dengan kepadatan penduduk yang sangat besar. Seiring pembangunan infrastruktur yang menghubungkan 2 kota besar tersebut, wilayah DAS Citarum bagian hilir mengalami perubahan alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan kawasan pemukiman dan kawasan industri di DAS Citarum bagian hilir menyebabkan perubahan penggunaan lahan di wilayah ini berlangsung cepat pada area yang luas. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu diperlukan suatu metode yang relatif cepat dan terjangkau biayanya. Metode perhitungan luas penggunaan lahan yang cepat saat ini dengan menggunakan penginderaan jarak jauh yaitu dengan pemotretan citra satelit. Penginderaan jarak jauh memiliki keunggulan dalam waktu yang cepat dan luasan yang besar.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengetahui/menganalisis perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir.
Metode Penelitian Tempat dan waktu Penelitian
DAS Citarum bagian hilir merupakan bagian dari DAS Citarum secara keseluruhan. DAS Citarum terbagi menjadi DAS Citarum bagian hilir, DAS Citarum bagian tengah, dan DAS Citarum bagian hulu. Perhitungan luas penggunaan lahan dilakukan di wilayah DAS Citarum bagian hilir (Gambar 3), karena erosi dari daratan yang berpengaruh besar terhadap sedimentasi di wilayah pesisir adalah DAS Citarum bagian hilir. DAS Citarum bagian hilir terletak mulai daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur ke arah hilir sampai di wilayah Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pada DAS yang tidak terdapat bendungan, maka analisis erosi yang berpengaruh terhadap sedimentasi di wilayah pesisir harus dilakukan secara keseluruhan.
24
Gambar 3 Batas administrasi DAS Citarum (BP DAS Citarum Ciliwung 2009) Metode Pengumpulan Data
Data penelitian yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data Citra landsat. Data citra landsat yang diakuisisi tersebut diunduh dari situs resmi NASA (http://usgs.gov.us) pada tahun 2016 dalam bentuk file TAR (*.tar). Citra satelit Landsat 8 ini sudah terkoreksi secara radiometrik tetapi belum terkoreksi secara geometrik (Lymburner et al. 2016).
Penelitian ini dilakukan dengan mengintegrasikan data penginderaan jauh (citra landsat) dan sistem informasi geografis (SIG). Input data berasal dari pengukuran lapangan, data citra, peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000, dan data sekunder yang telah dikumpulkan. Alur kegiatan penelitian ini meliputi pemasukan data (input data), penyusunan data baik spasial dan analisis data (Gambar 4).
Analisis data
Pengolahan data penelitian
Perhitungan luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dilakukan dengan pengolahan data citra satelit landsat 8. Tahap awal pengolahan data citra satelit dimulai dengan pembuatan training area berupa darat, perairan, dan hutan serta perkebunan dengan cara mendigitasi peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000. Selanjutnya dengan menggunakan data training area tersebut untuk menentukan klasifikasi terbimbing (supervised clasification), yaitu pengaturan warna pada region color untuk mencari perbedaan antara darat, laut dan mangrove lalu disimpan dalam bentuk *.ERS. Formula NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dimasukkan untuk mengetahui indikator kehijauan dari citra satelit dengan menggunakan kanal infra merah (NIR) dan band merah (VIS). Alur pengolahan data citra satelit landsat disajikan pada Gambar 5.
25
Gambar 4 Diagram tahap penelitian Pengumpulan data sekunder Registrasi Peta Digitasi Analisis spasial peta tematik
Citra satelit Landsat lokasi penelitian
Koresi geometrik, koreksi radiometrik
Data Landsat
Klasifikasi
Supervised Formula NDVI
Peta hasil Klasifikasi
26
Gambar 5 Diagram pengolahan data citra satelit.
Secara garis besar pengolahan data citra satelit terdiri dari tiga tahapan, yaitu pre processing, penajaman citra, dan klasifikasi hasil (Hashri 2014).
.
Pre-processing
Tahap pre-processing dilakukan dengan cara pemotongan citra (cropping), karena citra satelit landsat yang diperoleh tidak sepenuhnya bisa digunakan dalam analisis data. Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra yang diperlukan untuk tujuan analisis sesuai lokasi yang akan diteliti. Pemotongan citra terdiri atas dua proses yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan kualitas citra. Koreksi radiometrik yang digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram adjustment). Sedangkan koreksi geometri diperlukan untuk memperbaiki kesalahan posisi obyek-obyek yang terekam pada citra karena adanya distorsi/perbedaan yang bersifat geometri. Koreksi geometri dimulai dengan tahapan georeferensi, yaitu suatu proses menentukan sistem koordinat dan
Formula If I 1 ≥ a and i 1< b then 1 else If I 1 ≥ b and i 1< c then 2 else If I 1 ≥ e then 3 else null
(Pemberian nilai pada kelas tergantung pada rentang nilai histogram dan kebutuhan) Layout Data Training Area : 1. Darat 2. Perairan 3. Hutan/vegetasi Supervised clasification Penggabungan citra:
Band1=hasil supervised clasification Band2=hasil formula Pembagian kelas : 1. Darat 2. Perairan 3. Hutan/vegetasi Formula Landsat
27 proyeksi ke dalam suatu peta raster (image), dimana peta yang dijadikan acuan adalah peta yang telah terkoreksi (master map) yang dapat berbentuk citra ataupun dalam bentuk vektor (peta). Pengambilan titik kontrol bumi (ground control point / GCP)) dalam koreksi geometri harus memiliki posisi yang sama antara citra yang akan dikoreksi dengan peta/citra yang menjadi acuan. Pengambilan titik kontrol bumi dalam koreksi ini yaitu sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM). Pengambilan titik kontrol bumi dilakukan untuk membantu proses pengklasifikasian dan meningkatkan ketelitian hasil penafsiran citra (akurasi). Pengambilan titik kontrol bumi menggunakan alat bantu Global Positioning System (GPS). Pengambilan titik kontrol bumi disarankan sebanyak mungkin, menyebar merata dan mampu mewaklili dari setiap obyek. Setelah pemotongan citra langkah berikutnya dilakukan penajaman citra.
Penajaman citra
Proses penajaman citra menggunakan komposit/gabungan band RGB 542. Proses penajaman citra untuk mendapatkan nilai gambar luasan perubahan penggunaan lahan dengan membedakan vegetasi/hutan, daratan, dan perairan.
Penanjaman citra untuk vegetasi/hutan ditransformasi dengan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang prinsipnya memisahkan spectral reflektansi vegetasi dari spektral reflektansi tanah dan air yang melatar- belakanginya. Formula pada landsat yang digunakan untuk membedakan antara vegetasi, darat dan air berdasarkan kanal pada citra satelit menggunakan persamaan berikut:
NDVI = (IR-R)/(IR+R)
Keterangan : NIR (Near Infra Red) : Nilai digital citra kanal dekat Infra merah. IR (Infra Red) : Nilai digital citra kanal infra merah Klasifikasi Citra (Image Classification)
Klasifikasi citra merupakan proses pengelompokan nilai reflektansi dari setiap obyek ke dalam kelas-kelas tertentu sehingga mudah diintepretasikan. Klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervissed classification) dengan analisis maksimum likehood standard. Klasifikasi terbimbing merupakan metode klasifikasi citra berdasarkan data-data lapangan, peta atau hasil interpretasi visual potret udara atau citra yang relevan. Klasifikasi terbimbing biasanya menghasilkan informasi yang lebih realistis dan relatif lebih akurat daripada klasifikasi tak terbimbing. Karena klasifikasi tak terbimbing hanya menghasilkan kelas-kelas spektral yang memerlukan interpretasi lebih lanjut. Klasifikasi citra dengan menggunakan teknik supervised classification merupakan metode mengelompokan nilai piksel berdasarkan informasi aktual dari permukaan bumi. Proses klasifikasi terbimbing diawali dengan pengenalan pola- pola spektral pada citra dengan berpedoman pada titik hasil ground truth di lapangan.
Tahap berikutnya yaitu pembuatan training area (pemilihan daerah) berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan. Training area dibuat dengan menggunakan area of interest (AOI). Proses klasifikasi citra dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pada hasil training area yang telah dibuat. Pada analisa penutupan lahan, setelah hasil klasifikasi diperoleh dari atribut citra
28
masih ditemukan beberapa atribut untuk satu tipe penutupan lahan lain, sehingga diperlukan recording data hasil klasifikasi dengan tujuan untuk menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama.
Setelah proses klasifikasi dilakukan evaluasi akurasi citra. Akurasi adalah suatu cara untuk mengevaluasi tingkat keakurasian hasil klasifikasi yang telah dilakukan dengan kondisi aktual di lapangan. Penilaian tingkat akurasi dilakukan dengan cara membandingkan data yang yang diperoleh dari hasil pengecekan di lapangan (ground truth) dengan hasil klasifikasi yang diperoleh
Hasil dan Pembahasan
Perubahan penggunaan lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka atau untuk kawasan pemukiman/industri menimbulkan permasalahan di berbagai wilayah di Indonesia, terutama pada wilayah yang padat penduduknya seperti di Jawa Barat. Perubahan penggunaan lahan banyak menimbulkan kerugian dibidang lingkungan hidup, karena tidak diikuti pengelolaan dampak yang ditimbulkannya. Kerugian tersebut berupa penurunan produktivitas tanah pertanian oleh erosi, penurunan resapan air, terjadinya kekeringan dimusim kemarau, terjadinya banjir dimusim hujan, hingga pencemaran perairan pesisir dari daratan lewat aliran Sungai. Perkembangan pembangunan Jakarta sebagai ibukota Negara yang berimplikasi pada pembangunan wilayah sekitarnya yang semula hanya di wilayah Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang, kini telah berkembang ke wilayah yang lebih jauh dari Jakarta yaitu wilayah Cianjur, Karawang, Purwakarta. Perluasan kawasan industri di Karawang dan Purwakarta berdampak pada perubahan penggunaan lahan, karena terjadi alih fungsi lahan menjadi kawasan industri. Pembangunan kawasan industri akan berdampak pada pembangunan pemukiman sekitarnya, sehingga alih fungsi lahan mejadi jauh lebih luas. Alih fungsi lahan tersebut berasal dari lahan pertanian, hutan, perkebunan menjadi kawasan industri dan pemukiman. Alih fungsi lahan ini akan berakibat pada perubahan tingkat erosi di daratan yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya sedimentasi di wilayah pesisir. Untuk mengetahui berapa luas perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir diperlukan suatu metoda pengukuran yang relatif cepat dan murah guna menghasilkan keputusan yang cepat. Salah satu metode pengukuran perubahan penggunaan luas daratan adalah penggunaan citra satelit.
Perhitungan Luas Sedimentasi dengan Analisa Citra
Perhitungan perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir menggunakan analisa data citra landsat 8. Hasil akuisi data citra kemudian diolah melalui beberapa tahapan sampai dihasilkan luasan obyek yang diamati. Obyek pengamatan dikelompokkan menjadi lahan bervegetasi, Lahan non vegetasi, lahan sawah, dan tubuh air. Lahan vegetasi meliputi hutan, perkebunan, dan semak belukar. Lahan non vegetasi meliputi pemukiman, bangunan dan tanah terbuka. Tubuh air meliputi waduk dan sungai. Pemukiman/bangunan yang diamati meliputi pemukiman penduduk, kawasan perkotaan, bangunan perkantoran, kawasan industri. Hutan yang diamati meliputi hutan di daerah daratan dan hutan bakau di daerah pesisir. Obyek penelitian tersebut akan dikaji perubahannya pada waktu yang berbeda yaitu tahun 2000 sampai tahun 2014. Obyek citra yang terdeteksi
29 diolah dalam beberapa tahapan pengolahan data yaitu pemotongan citra (cropping), penajaman citra, dan klasifikasi citra.
Klasifikasi citra bertujuan untuk memudahkan analisis tiap obyek sesuai kelas masing-masing. Proses klasifikasi menggunakan klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan analisis maximum likelihood standart. Proses klasifikasi citra didahului dengan pengambilan daerah contoh (training area). Training area yang digunakan yaitu pemukiman /bangunan, area sawah/lahan pertanian, area semak belukar, area perkebunan, area tanah terbuka, area hutan, area perairan, dan area tambak. Setelah proses klasifikasi selesai, selanjutnya dilakukan pemberian warna yang disesuaikan dengan obyek yang diinginkan.Karena obyek penelitian cukup banyak, maka pewarnan beberapa area obyek penelitian menggunakan kombinasi dari tiga warna yaitu red, green, blue. Sebelum melakukan pemetaan perubahan penggunaan lahan, citra landsad diklasifikasikan menjadi 2 kelas yaitu kelas darat dan kelas perairan. Hasil klasifikasi ditunjukkan dengan 2 warna berbeda, area daratan ditunjukkan dengan warna merah kekuningan dan area laut ditunjukkan dengan warna biru. Hasil pengolahan citra untuk memetakan luasan perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir disajikan pada Gambar 6 dan pada lampiran.
Gambar 6 Peta luasan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2014. Berdasarkan hasil pemetaan luas penggunaan lahan dengan analis citra satelit yang disajikan pada Gambar 6 dan pada lampiran, maka didapatkan data luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dari tahun 2000 sampai 2014 sebagai berikut (Tabel 3 dan Gambar 7).
30
Tabel 3 Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000 - 2014.
Luas Penggunaan Lahan (hektar)
Tahun Vegetasi Non vegetasi Sawah Tubuh air
2000 67585,26 46283,35 179415,5 10563,83 2001 66888,51 46514,76 178019,5 10959,24 2002 67157,61 48607,50 176312,7 11169,04 2003 67960,17 58830,39 175907,8 11149,62 2004 66869,20 49647,59 171371,0 11259,04 2005 64235,66 55275,33 167126,8 11458,24 2006 67911,86 60851,26 163861,4 11223,43 2007 65610,28 61742,26 161976,1 11349,24 2008 67527,30 69654,39 154948,9 11199,23 2009 67661,67 71039,36 154064,8 11178,24 2010 67736,19 71789,06 147962,9 11169,21 2011 65847,88 84076,98 142459,5 11463,56 2012 67065,61 85208,12 141760,9 11189,24 2013 63237,02 84703,60 128750,3 11129,22 2014 62046,09 106228,36 124795,9 10777,63
Sumber : data primer 2016
Keterangan 30able:
Lahan vegetasi : hutan + perkebunan + semak belukar Lahan non vegetasi : pemukiman/bangunan + tanah terbuka Tubuh air : waduk dan sungai
Gambar 7 Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 200000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 p e n ggun aa n La h an (h e kt ar ) tahun
31 Berdasarkan data luas penggunaan lahan pada Tabel 3 terlihat perubahan luas penggunaan lahan untuk berbagai pemanfaatan. Terjadi penurunan penggunaan lahan bervegetasi (perkebunan, hutan dan semak belukar), penurunan luas lahan pertanian (sawah). Sementara penggunaan lahan non vegetasi untuk pemukiman/ bangunan mengalami peningkatan yang besar. Perubahan luas penggunaan lahan di wilayah DAS Citarum hilir mulai tahun 2000 sampai tahun 2014 terjadi hampir disemua kategori. Penggunaan lahan untuk pemukiman telah mengalami peningkatan luasan yang pesat. Sementara penggunaan lahan untuk sawah/areal pertanian mengalami penurunan yang besar. Perubahan penggunaan lahan tersebut akan mengurangi daerah resapan air. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke kawasan industri dan pemukiman secara besar-besaran terjadi di wilayah Sub DAS Cibeet dan sub DAS Citarum hilir yang berada di Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Karawang. Perkembangan industri yang mengarah ke Karawang dan Purwakarta telah mengakibatkan alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman. Perubahan lahan ini berpotensi menimbulkan peningkatan aliran permukaan dan erosi yang pada akhirnya menimbulkan sedimentasi di muara sungai.
Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit, terjadi perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dari tahun 2000 sampai tahun 2014 secara signifikan. Perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir yaitu : (1) terjadi peningkatan penggunaan lahan untuk non vegetasi yang meliputi pemukiman/bangunan dan tanah terbuka; (2) terjadi penurunan luas lahan sawah secara signifikan; dan (3) terjadi penurunan luas lahan bervegetasi (hutan, perkebunan, dan semak belukar). Dari data tersebut di prediksi bahwa peningkatan luas lahan non vegetasi berasal dari alih fungsi lahan sawah, karena data penurunan lahan bervegetasi lebih kecil bila dibandingkan dengan penurunan luas lahan sawah.
32
3 BEBAN SEDIMEN DI SUNGAI CITARUM BAGIAN HILIR
Pendahuluan Latar Belakang
Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batuan-batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada berbagai tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lain (Tabel 4). Misalnya sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus. Sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh partikel berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar. Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Putinella 2002).
Tabel 4 Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya
Keterangan Ukuran (mm)
Boulders (batu kasar) Gravel (kerikil)
Very course sand (pasir sangat kasar) Course sand (pasir kasar)
Medium sand (pasir setengah kasar) Fine sand (pasir halus)
Very fine sand (pasir sangat halus) Silt (lanau, lumpur)
Clay (lempung) > 265 2 – 265 1 – 2 0,5 – 1 0,25 – 0,5 0,125 – 0,25 0,0625 – 0,125 0,0039 – 0,0625 < 0,0039 Sumber : Dyer 1986
Berdasarkan asalnya sedimen dapat dibagi menjadi tiga bagian :
a) Sedimen lithogeneus, jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu- batuan di daratan, yang diangkut ke laut oleh sungai-sungai.
b) Sedimen biogenus, jenis sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan ooze yang biasanya diendapkan pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe yaitu calcareous dan siliceous.
c) Sedimen hidrogeneus. Jenis partikel dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai hasil reaksi kimia dalam air laut. (Hutabarat dan Evans 1984). Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis atau terangkut yang
33 kemudian diendapkan di tempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin. Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam suatu badan air secara umum disebut sedimen