• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dinamika Spasial Dan Temporal Penggunaan Lahan Dan Implikasinya Terhadap Sedimentasi Di Wilayah Pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dinamika Spasial Dan Temporal Penggunaan Lahan Dan Implikasinya Terhadap Sedimentasi Di Wilayah Pesisir"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DINAMIKA SPASIAL DAN TEMPORAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

SEDIMENTASI DI WILAYAH PESISIR

(STUDI KASUS: DAS CITARUM BAGIAN HILIR)

PARYONO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

PARYONO. Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir). Dibimbing oleh ARIO DAMAR, SETYO BUDI SUSILO, ROKHMIN DAHURI dan HENY SUSENO.

Upaya mengelola wilayah pesisir akan efektif jika diikuti pengelolaan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di atasnya. Hal ini disebabkan dinamika penggunaan lahan di DAS akan berpengaruh pada wilayah pesisir melalui aliran sungai yang masuk ke wilayah pesisir. Salah satu pencemar yang masuk ke pesisir adalah kadar sedimen. Sedimen yang berasal dari DAS terkait dengan dinamika penggunaan lahan. Sehingga kajian keterkaitan penggunaan lahan di wilayah DAS terhadap sedimentasi di wilayah pesisir menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan DAS Citarum hilir dan implikasinya terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Tujuan ini dikaji melalui : (a) mengetahui dinamika penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir; (b) mengetahui kadar sedimen dan total sedimen dari aliran Sungai Citarum hilir; (c) mengetahui laju dan umur endapan sedimen di sekitar Muara Sungai Citarum; (d) menghitung luasan sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum; (e) menganalisis hubungan antara dinamika luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dengan luas sedimentasi di pesisir sekitar muara Sungai Citarum. Tujuan penelitian berikutnya yaitu menganalisis pemanfaatan area sedimentasi untuk hutan mangrove. Lokasi penelitian terletak di DAS Citarum bagian hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir meliputi Sub DAS Cikao, Sub DAS daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur, Sub DAS Cibeet, dan Sub DAS Citarum hilir. Secara administratif, DAS Citarum bagian hilir terletak di sebagian wilayah Kabupaten Bogor, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Bandung Barat, dan Cianjur.

Berdasarkan perhitungan luas penggunaan lahan dengan data citra satelit, terjadi perubahan luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir dari tahun 2000 sampai tahun 2014 secara signifikan, yaitu : (1) terjadi peningkatan luas penggunaan lahan non vegetasi yang meliputi pemukiman/bangunan dan tanah terbuka; (2) terjadi penurunan luas lahan sawah secara signifikan; dan (3) terjadi penurunan luas lahan bervegetasi (hutan, perkebunan, dan semak belukar). Dari data tersebut diprediksi bahwa peningkatan luas lahan non vegetasi berasal dari alih fungsi lahan sawah, karena data penurunan lahan bervegetasi relatif kecil bila dibandingkan dengan penurunan luas lahan sawah.

(4)

106 kg. Keberadaan Waduk Jatiluhur telah mengurangi potensi total sedimen yang

mengalir masuk ke laut sebesar 1.196,73 x 106 kg.

Hasil perhitungan laju sedimentasi dan umur sedimen menggunakan radionuklida alam Unsupported 210Pb menunjukkan laju sedimentasi antara lokasi

sampling berbeda-beda dengan kisaran nilai 0,13 - 0,59 cm/tahun. Analisa umur endapan sedimen menunjukkan umur endapan sedimen lokasi titik terluar (III) lebih tua dibandingkan lokasi di muara sungai (I) dan di depan muara sungai (II). Umur endapan sedimen lokasi I berkisar tahun 1989-2014, lokasi II berkisar tahun 2005-2014, dan lokasi III berkisar tahun 1965-2014.

Berdasarkan hasil perhitungan luas area sedimentasi dengan gambar citra satelit, sedimentasi menambah luas daratan (tanah timbul) tahun 2000 seluas 1060,63 hektar sampai tahun 2014 seluas 3.828,26 hektar. Terjadi fluktuasi luas tanah timbul dari tahun 2000-2014. Penyebaran sedimentasi yang cenderung mengarah ke timur disebabkan saat terjadi pasokan sedimen dalam jumlah besar dari aliran Sungai Citarum, arah arus laut mengarah ke timur. Kondisi itu terjadi ketika musim hujan, debit sedimen jauh lebih besar dibandingkan musim kemarau. Pada saat musim hujan arus laut menuju ke arah timur

Lahan mangrove di Muara Gembong saat ini harus ditingkatkan guna keberlanjutan ekosistem pesisir. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian area sedimentasi (tanah timbul) untuk pertumbuhan mangrove, maka lokasi “tanah timbul” di pesisir Muara Gembong sesuai untuk pertumbuhan mangrove. Parameter pertumbuhan mangrove tersebut yaitu suhu perairan berkisar 27-29 0C, salinitas air berkisar 26-29 ‰, pH sedimen berkisar 6,2-6,6, dan pasang surut laut terjadi 1 kali dalam sehari.

Berdasarkan analisa keterkaitan antara luas sedimentasi sebagai faktor dependent (y) dengan berbagai luas penggunaan lahan di DAS Citarum hilir dan curah hujan sebagai faktor independent (x) dengan perhitungan regresi didapatkan pola hubungan yaitu : (1) semakin luas lahan di DAS Citarum hilir yang bervegetasi maka akan mengakibatkan luas sedimentasi makin kecil; (2) semakin luas lahan non vegetasi maka luas sedimentasi makin besar ; (3) semakin luas lahan sawah akan mengakibatkan luas sedimentasi makin kecil; (4) Semakin besar curah hujan maka akan mengkaibatkan luas sedimentasi makin besar. Dari ke empat faktor independent tersebut maka yang berpengaruh nyata (significant) terhadap peningkatan sedimentasi di wilayah pesisir adalah faktor curah hujan dan faktor lahan bervegetasi. Hasil pemodelan perhitungan luas penggunaan lahan di DAS Citarum hilir yang berdampak pada luas sedimentasi paling kecil terjadi jika curah hujan maksimum dan luas sawah minimum dengan komposisi luasan yaitu luas sawah sebesar 124.796 hektar dari kisaran 124.796 - 179.416 hektar, luas lahan bervegetasi maksimum 92.134 hektar dari kisaran 71.015 - 92.134 hektar, dan luas lahan non vegetasi 76.000 hektar dari kisaran 40.000 - 90.000 hektar.

(5)

SUMMARY

PARYONO. Analysis of Spatial and Temporal Dynamics of Land Use and Its Implications on Sedimentation in the Coastal Areas. (Case Study: Downstream of Citarum Watershed). Supervised by ARIO DAMAR, SETYO BUDI SUSILO, ROKHMIN DAHURI and HENY SUSENO.

Efforts to manage a coastal area will be effective if they are followed by managing the watershed above it. This is because land use dynamics in the watershed will give impacts on the coastal area in the form of pollutant originating from the mainland that comes to the coast through the watershed. One of the pollutants that come to the coast is sediment content. Therefore, the study on relation between land use in the watershed area and the coastal sediment becomes crucial to do. This research aims to study the spatial and temporal dynamics of land use in the downstream of Citarum watershed and its implications on the sediment in the coastal areas. The goals of the study are carried out by: (a) finding out land use dynamics in the downstream of Citarum watershed; (b) finding out the content and total of sediment from the downstream of Citarum watershed; (c) finding out the rate and age of sediment around Citarum estuary; (d) calculating the sediment area around Citarum estuary; and (e) analyzing relation between areal dynamics of land use in the downstream of Citarum watershed and sediment area on the coastal area around Citarum estuary. The next purpose of the research is to analyze the use of sediment area for mangrove forests. The research location takes place in the downstream of Citarum watershed. This covers Cikao sub-watershed, Jatiluhur reservoir catchment area sub-watershed, Cibeet sub-watershed, and downstream Citarum sub-watershed. Administratively, downstream of Citarum watershed is located in Bogor Regency, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Bandung Barat, and Cianjur.

Based on the land use area measurement using remote sensing, there was a significant change in the land use area in downstream of Citarum watershed from 2000 to 2014, namely: (1) there was an increasing use of non-vegetative land which includes settlement area and open land; (2) there was a significant decrease in the rice field area; and (3) there was a decrease in the vegetative lands (forest, plantation, and shrubs). From the data it can be predicted that the increasing use of non-vegetative lands is due to the rice field functional shift, since data about non-vegetative land is relatively small compared to the decrease of rice field area.

(6)

is 1,794.42 x 106 kg. The existence of Jatiluhur reservoir has decreased the total

sediment potential that goes into the sea for 1,196.73 x 106 kg.

To find out the rate and age of sediment entering the Citarum estuary, an unsupported 210Pb natural radionuclide analysis has been carried out on sediment

around the Citarum estuary. The results showed that the sediment rate on sample locations varied, ranging between 0,13 and 0,59 cm/year. Analysis on age of sediment showed that the age of sediment in the outer part location (III) was older than the estuary (I) and in front of the estuary (II). The age of sediment in Location I ranged between 1989 and 2014, Location II between 2005 and 2014, and Location III between 1965 and 2014.

Based on the calculation of sediment areas using remote sensing, sedimentation has increased the land area (tanah timbul) in 2000 as much as 1,060.63 hectares and in 2014 as much as 3,828.26 hectares. There was a fluctuation of ground signage between 2000 and 2014. Distribution of sediment tends to move to the east because when there is a great amount of sediment flown by Citarum river, the sea current goes to the east. This condition happens during the rainy season, where sediment debit is bigger than that during the dry season. During the rainy season, the sea current moves to the east.

Mangrove forest located in Muara Gembong needs to be increased for the sustainability of the coastal ecosystem. Based on the analysis results on the suitability of sedimentation (tanah timbul) for mangrove growth, the location of

“tanah timbul” on the coast of Muara Gembong is suitable for mangrove. The

variables for mangrove growth are the water temperature ranges between 27 and 29°C, water salinity between 26 and 29 ‰, sediment pH between 6,2 and 6,6, and the tide happens once a day.

Based on the analysis on relation between sediment area as a dependent factor (y) with various land-use areas in the downstream of Citarum watershed and precipitation as the independent factors (x) using regression calculation, the relation pattern is as follows: (1) the bigger the land area of the downstream of Citarum watershed with vegetation, the smaller the sedimentation area; (2) the bigger the non-vegetative land, the bigger the sedimentation area; (3) the bigger the rice field area, the smaller the sedimentation area; (4) the bigger the precipitation, the bigger the sedimentation area. Of the four independent factors, precipitation and vegetative land have significant influences on sedimentation in the coastal areas. The results of modeling calculation on land-use in the downstream of Citarum watershed that have the smallest impact on sedimentation area happens when the maximum precipitation and minimum rice field with the composition as follows rice field as much as 124,796 hectares from the range between 124,796 and 179,416 hectares, maximum vegetative land 92,134 hectares from the range between 71,015 and 92,134 hectares, and non-vegetative land of 76,000 hectares from the range between 40,000 and 90,000 hectares.

.

Key words: downstream of Citarum watershed, land-use, mangrove, rate and age of sediment, sedimentation area, total sediment

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut

ANALISIS DINAMIKA SPASIAL DAN TEMPORAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

SEDIMENTASI DI WILAYAH PESISIR

(Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc Dr Ir Latif M Rahman, MSc. MBA

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Nur Semedi

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan DAS, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr Ir Latif M Rahman, MSc. MBA

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Faperta IPB

(11)

Judul Disertasi : Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus: DAS Citarum Bagian Hilir)

Nama : Paryono

NIM : C262100051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Ario Damar, MSi Ketua

Prof Dr Ir Setyo Budi Susilo, MSc Anggota

Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS Anggota

Dr Heny Suseno Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Kajian mengenai dinamika wilayah pesisir berserta ekosistem di dalamnya sangat terkait dengan dinamika penggunaan lahan di wilayah daratan. Dalam berbagai kajian wilayah pesisir, terdapat pemahaman bahwa terdapat hubungan erat antara wilayah pesisir dengan wilayah daratan. Salah satu hubungan wilayah pesisir dengan daratan tersebut adalah keterkaitan erosi di daratan dengan sedimentasi di wilayah pesisir. Hampir semua wilayah pesisir yang terdapat muara sungai di Indonesia mengalami sedimentasi.

Dampak sedimentasi di wilayah pesisir sangat beragam, sesuai dengan kandungan yang terbawa dalam material sedimen dari daratan yang masuk ke wilayah pesisir. Dinamika penggunaan lahan yang pesat di daratan dengan berbagai kegiatan di atasnya telah berpengaruh besar terhadap kondisi perairan di wilayah pesisir, sehingga menjadi problem besar dalam perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir, terutama dalam usaha perikanan. Sejauh ini kajian di wilayah peisisir dan wilayah daratan sudah sangat banyak, tetapi kajian masih bersifat parsial. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji salah satu keterkaitan dari daratan terhadap wilayah pesisir yaitu dinamika curah hujan dan penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Fokus kajian ini adalah dinamika penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum bagian hilir yang menyebabkan dinamika sedimentasi di wilayah pesisir.

Untuk mengkaji aspek dinamika penggunaan lahan di daratan terhadap sedimentasi di wilayah pesisir, maka dilakukan penelitian dengan judul Analisis Dinamika Spasial dan Temporal Penggunaan Lahan dan Implikasinya terhadap Sedimentasi di Wilayah Pesisir (Studi Kasus : DAS Citarum Bagian Hilir). Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang langsung maupun tidak langsung memberikan bantuan dalam penyelesaian penelitian ini, baik intansi maupun pribadi.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 2

Hipotesis 3

Kebaharuan (Novelty) 5

2 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI

CITARUM BAGIAN HILIR 21

Pendahuluan 21

Metode Penelitian 23

Hasil dan Pembahasan 28

Simpulan 31

3 BEBAN SEDIMEN DI SUNGAI CITARUM BAGIAN HILIR 32

Pendahuluan 32

Metode Penelitian 34

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 43

4 LAJU DAN UMUR ENDAPAN SEDIMEN SEKITAR MUARA SUNGAI

CITARUM 44

Pendahuluan 44

Metode Penelitian 45

Hasil dan Pembahasan 47

Simpulan 54

5 DINAMIKA LUASAN SEDIMENTASI DI SEKITAR MUARA SUNGAI

CITARUM 55

Pendahuluan 55

Metode Penelitian 55

Hasil dan Pembahasan 59

Simpulan 63

6 PEMANFAATAN TANAH TIMBUL DI SEKITAR MUARA SUNGAI

CITARUM 64

Pendahuluan 64

Metode Penelitian 65

Hasil dan Pembahasan 67

(14)

7 PEMBAHASAN UMUM 74

8 SIMPULAN DAN SARAN 87

Simpulan 87

Saran 88

DAFTAR PUSTAKA 89

LAMPIRAN 96

(15)

DAFTAR TABEL

1 Beberapa penelitian terkait sedimentasi di wilayah pesisir 7 2 Panjang gelombang, resolusi, dan sensor pada Band citra landsat 8 22 3 Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014 30 4 Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya 32 5 Klasifikasi padatan di perairan berdasarkan ukuran diameter 34 6 Potensi erosi masing-masing Sub DAS di DAS Citarum bagian hilir 38 7 Kadar sedimen aliran inlet Waduk Jatiluhur 39

8 Kadar sedimen aliran outlet Waduk Jatiluhur 39

9 Kadar sedimen Sungai Citarum bagian hilir 40

10 Debit air dan volume air Sungai Citarum bagian hilir tahun 2014 41 11 Total sedimen Sungai Citarum di wilayah DAS Citarum bagian hilir tahun

2014 42

12 Hasil analisa Unsuported210Pb 49

13 Luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2000-2014 61 14 Kriteria umum kesesuaian lahan untuk mangrove 66 15 Kriteria spesifik kesesuain lahan beberapa species mangrove 66 16 Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove di Muara Gembong, Bekasi 68 17 Luas wilayah kecamatan Muara Gembong berdasarkan tipe penggunaan lahan

tahun 2000 70

18 Kondisi Lingkungan Fisik dan Kimia Stasiun Pengambilan Sampel 72 19 Parameter keseuaian lahan di pesisir Muara Gembong berdasarkan kriteria

umum lahan untuk mangrove 72

20 Hasil pengolahan data pengaruh berbagai penggunaan lahan dan curah hujan

terhadap luas sedimentasi 85

21 Perhitungan luas penggunaan lahan pada berbagai keadaan 86

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir kerangka pemikiran 4

2 Pengaruh lahan atas terhadap wilayah pesisir (modifikasi dari Carpenter &

Marangos 1989 dalam bengen 2004) 6

3 Batas administrasi DAS Citarum (BP DAS Citarum Ciliwung 2009) 24

4 Diagram tahap penelitian 25

5 Diagram pengolahan data citra satelit 26

6 Peta luasan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2014 29 7 Luas penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014 30 8 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen di Sungai Citarum hilir 35 9 Peta jaringan sungai di DAS Citarum bagian hilir (BP DAS Citarum Ciliwung,

2009) 35

10 Sketsa pengambilan sampel kadar sedimen di badan air sungai 37 11 Volume air Sungai Citarum bagian hilir (106 m3) 41

12 Grafik total sedimen aliran Sungai Citarum hilir tahun 2014 42

(16)

14 Hasil uji Unsupported 210Pb pada tiap lapisan sedimen di sekitar muara Sungai

Citarum 50

15 Umur tiap lapisan endapan sedimen di sekitar muara Sungai Citarum 52 16 Laju sedimentasi tiap lapisan endapan sedimen di sekitar muara Sungai

Citarum 53

17 Diagram tahap penelitian 56

18 Diagram pengolahan data citra satelit 57

19 Peta luas area sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2014 61 20 Fluktuasi luas area sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum tahun 2000 -

2014 62

21 Papan peringatan pendangkalan (kiri) dan alat pengeruk sedimen (kanan) di muara

Sungai Citarum 65

22 Tanah timbul di sekitar muara Sungai Citarum 65

23 Kondsi mangrove di sekitar muara Sungai Citarum 69 24 Perbedaan kadar sedimen di lokasi inlet Waduk Jatiluhur, outlet Waduk

Jatiluhur, dan Sungai Citarum hilir 75

25 Volume air Sungai Citarum hilir tahun 2014 75

26 Total sedimen aliran Sungai Citarum hilir tahun 2014 76 27 Umur endapan sedimen di sekitar muara Sungai Citarum 77 28 Laju sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum 77 29 Trend laju sedimentasi tahunan pada masing-masing lokasi pengambilan

sampel 78

30 Regresi linier antara luas lahan bervegetasi di DAS Citarum bagian hilir dengan luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum 80 31 Regresi linier antara luas lahan non vegetasi di DAS Citarum bagian hilir dengan

luas sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum 80 32 Regresi linier antara luas lahan sawah di DAS Citarum bagian hilir dengan luas

sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum 81

33 Curah hujan tahunan di DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014 81 34 Volume air Sungai Citarum hilir tahun 2009-2014 82 35 Regresi linier antara curah hujan tahunan di DAS Citarum bagian hilir dengan luas

sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum 82

36 Trend penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir 85 37 Trend luas sedimentasi di pesisir Muara Gembong 86

DAFTAR LAMPIRAN

1 Total curah hujan tiap bulan lokasi Subdas Citarum tahun 2000-2014 96 2 Volume air bulanan Sungai Citarum hilir tahun 2009-2014 96 3 Peta penggunaan lahan DAS Citarum bagian hilir tahun 2000-2014 97 4 Peta luas sedimentasi di pesisir Muara Gembong Bekasi tahun 2000 -2014105 5 Perhitungan regresi antara Luas sedimentasi (Y) dengan perubahan penggunaan lahan (lahan bervegetasi, lahan non vegetasi, dan lahan sawah, dan

Curah hujan 113

6 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan

(17)

7 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan

luas sawah minimum 141

8 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan rata-rata dan

luas sawah rata-rata 143

9 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan

luas sawah maksimum 145

10 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan

luas sawah minimum 147

11 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan minimum dan

luas sawah rata-rata 149

12 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan

luas sawah maksimum 151

13 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan

luas sawah minimum 153

14 Hasil pemodelan penggunaan lahan pada keadaan curah hujan maksimum dan

luas sawah rata-rata 155

15 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen di inlet Waduk Jatiluhur 157 16 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen Sungai Citarum hilir di

Cabangbungin Bekasi 158

17 Lokasi pengambilan sampel endapan sedimen di muara Sungai Citarum ke

arah laut 159

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau, baik pulau besar maupun pulau-pulau kecil, Indonesia memiliki banyak masalah dalam hal pengelolaan pesisir. Permasalahan tersebut antara lain oleh faktor pertumbuhan penduduk di daerah pesisir yang besar diikuti oleh penurunan sumberdaya alam pesisir yang disebabkan oleh overfishing dan eksploitasi sumberdaya pesisir yang berlebihan, erosi, abrasi, polusi, penurunan dan hilangnya keanekaragaman hayati di pesisir. Permasalahan di wilayah pesisir disebabkan pula oleh factor pembangunan infrastruktur baru lebih mementingkan pertumbuhan daripada dampak negatif terhadap lingkungan. Penerapan program Pengelolaan Zona Pesisir Secara Terpadu (ICZM) yang merupakan salah satu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut belum memuaskan. Perubahan kebijakan di Indonesia menjadi masalah yang signifikan dalam pelaksanaan ICZM. Perubahan kebijakan yang paling berpengaruh adalah deklarasi tentang desentralisasi pemerintahan di Indonesia tahun 1999, yang memberi kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola kompleksitas pesisir dan laut. Kurangnya koordinasi, transfer pengetahuan dan teknologi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah setelah proses desentralisasi tersebut membuat program ICZM di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Salah satu dampak dari desentralisasi pemerintahan yaitu kebijakan penataan ruang antar daerah sering tidak sejalan dengan pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Tata ruang daerah otonom yang berlokasi di bagian hulu dari suatu DAS sering tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap pengelolaan wilayah pesisir (Farhan & Lim 2010). Pembangunan di wilayah daratan sering tidak mempertimbangkan dampak lingkungan secara maksimum terhadap kegiatan perikanan di pesisir. Padahal dampak pencemaran dari daerah hulu DAS akan terbawa aliran air permukaan ke wilayah pesisir. Oleh karena itu pengelolaan wilayah pesisir dengan berbasiskan wilayah daratan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di atasnya perlu dilakukan, mengingat dalam satu DAS akan memberikan suatu ciri dampak terhadap wilayah pesisir di bawahnya. Dampak yang terbawa dalam suatu DAS akan terbawa menjadi satu ke suatu muara sungai di wilayah pesisir. Sehingga dampak dari suatu DAS terhadap perairan pesisir bisa menjadi berbeda dengan dampak dari DAS yang lainnya. Pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dengan wilayah DAS akan memberikan keefektikan pengelolaan wilayah pesisir yang lebih tinggi.

(20)

2

(hutan) menjadi berkurang, sehingga akan meningkatkan erosi di daratan ketika musim hujan tiba. Sebagai contoh perubahan penggunaan lahan di daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur tahun 2002-2008 yaitu terjadi penurunan luas kawasan hutan sebesar 8,65%, dan terjadi peningkatan kawasan pertanian dari 59,76 % menjadi 70,52 % (Tukayo 2011). Selanjutnya Ridwan (2014) menyebutkan perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum tahun 2000 sampai 2010 yaitu penurunan luas hutan primer (12.364 hektar), hutan sekunder (15.641 hektar), sawah (31.873 hektar), dan penambahan luas lahan pertanian (6.670 hektar), pemukiman pedesaan (41.574 hektar), pemukiman perkotaan (1.559 hektar). Selain faktor konversi hutan menjadi lahan peruntukan lain, faktor dinamika curah hujan yang tinggi menyebabkan peningkatan erosi pada lahan-lahan terbuka. Hidayat et al. (2013) menyebutkan fluktuasi debit aliran Sungai Citarum hulu yang sangat tinggi telah menimbulkan banjir di musim hujan dan kekeringan serta kegagalan panen di musim kemarau.

Sedimentasi di muara sungai yang berasal dari daratan cenderung makin besar seiring dengan perubahan penggunaan lahan bervegetasi untuk berbagai kegiatan di daratan. Berdasarkan uraian di atas, maka upaya mengelola wilayah pesisir akan menjadi efektif jika diikuti upaya pengelolaan di wilayah DAS di atasnya. Hal ini disebabkan perubahan di DAS akan berpengaruh langsung pada kondisi di wilayah pesisir lewat sedimentasi yang berasal dari erosi di daratan. Oleh karena itu, kajian keterkaitan dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di wilayah DAS dan implikasinya terhadap kondisi ekologis khususnya sedimentasi di wilayah pesisir menjadi penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

(1) Mengetahui dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di daratan dalam satuan daerah aliran sungai terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Tujuan ini dikaji melalui :

a. Mengetahui dinamika penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir. b. Mengetahui kadar sedimen dan total sedimen dari aliran Sungai

Citarum yang masuk ke muara Sungai Citarum.

c. Mengetahui laju dan umur endapan sedimen di sekitar Muara Sungai Citarum menggunakan radionuklida alam unsupported 210Pb.

d. Menghitung luasan sedimentasi di sekitar muara Sungai Citarum. e. Menganalisis hubungan antara luas perubahan penggunaan lahan di

DAS Citarum bagian hilir dengan luas sedimentasi di pesisir sekitar muara Sungai Citarum

(2) Menganalisis pemanfaatan area sedimentasi untuk hutan mangrove

Kerangka Pemikiran

Pada observasi lapang di sekitar wilayah muara Sungai Citarum, terdapat area sedimentasi berupa penambahan daratan yang sangat luas. Penambahan luas

(21)

3 tanah timbul yang berupa lumpur halus mengindikasikan bahwa terjadinya tanah timbul lebih disebabkan oleh sedimentasi yang berasal dari aliran Sungai Citarum. Oleh karena itu perlu dikaji fenomena sedimentasi di sekitar Muara Sungai Citarum tersebut dalam kaitannya asal material sedimen dari Sungai Citarum.

Salah satu dampak dari kegiatan di wilayah daratan terhadap wilayah pesisir adalah terjadinya erosi di daratan yang menyebabkan sedimentasi di perairan pesisir. Erosi yang terjadi di daratan sangat terkait dengan kondisi penggunaan lahan, jenis tanah, penutupan lahan, kemiringan lahan, curah hujan, dan aliran air permukaan (Arsyad 2010). Namun dari sekian faktor tersebut, faktor perubahan penggunaan lahan dan curah hujan merupakan faktor penting yang menyebabkan erosi. Perubahan penggunaan lahan yang dimaksud adalah peningkatan konversi lahan bervegetasi menjadi lahan non vegetasi. Lahan bervegetasi bisa berupa hutan atau perkebunan. Selain faktor konversi lahan, peningkatan erosi di daratan juga dipengaruhi perubahan curah hujan. Curah hujan yang tinggi akan memicu terjadinya erosi lahan di daratan.

Lingkup penelitian dinamika kegiatan di daratan dan kondisi di pesisir dibatasi pada perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir, perubahan curah hujan, perubahan tingkat sedimentasi, dan kajian pemanfaatan area sedimentasi. Wilayah daratan yang dikaji berdasarkan satuan Daerah Aliran Sungai (DAS). Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Hipotesis

Dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan terhadap wilayah pesisir dari suatu DAS akan berbeda dengan DAS yang lain. Penelitian ini mengkaji perubahan penggunaan lahan di daratan terhadap tingkat sedimentasi di perairan pesisir. Wilayah kajian yaitu DAS Citarum bagian hilir. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu : dinamika spasial dan temporal penggunaan lahan di suatu daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan perubahan tingkat sedimentasi di perairan pesisir sekitar muara sungai melalui aliran sungai. Sedimentasi tersebut di kaji melalui: a. Pengukuran kadar sedimen dan beban sedimen pada aliran Sungai Citarum

bagian hilir.

(22)

4

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Laju dan umur sedimentasi

Perubahan curah hujan

Perubahan iklim

Beban sedimen di Muara Sungai Citarum

Hutan Mangrove mangrove

Tambak k Pemukiman / lainnya

Dinamika erosi lahan

DAS Citarum bagian hilir

Perkembangan jumlah penduduk

Peningkatan kebutuhan lahan

Kebijakan Pemanfaatan Tanah Timbul

Dinamika air limpasan

Sungai Citarum hilir

Dinamika Debit Air Kadar Sedimen

Luasan sedimentasi di wilayah pesisir sekitar Muara Sungai Citarum

Dinamika beban sedimen Sungai Citarum hilir

(23)

5 Kebaharuan (Novelty)

Wilayah pesisir didefinisikan pertemuan antara darat dan laut dalam arti : ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti pembangunan, penggundulam hutan dan pencemaran lingkungan pantai (Dahuri et al. 1996). Menurut UU Nomor 7 tahun 2007 dalam Yulianda et al. ( 2010), wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi perubahan di daratan dan lautan.

Bengen (2005) menjelaskan, sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan, wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik jika ditinjau dari karakteristik ekososio-sistemnya, yakni : (a) wilayah pesisir merupakan daerah multifungsi yang

memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, bersifat “common property resources

dan merupakan wilayah “open access” untuk semua yang berkepentingan; (b)

beberapa habitat di wilayah pesisir mempunyai “atribut ekologis “ (spesies endemik,

spesies langka, dan lain-lain) dan “proses-proses ekologis” (daerah pemijahan, daerah pengasuhan, alur migrasi biota, dan lain-lain); dan (c) seluruh limbah dan sedimen yang berasal dari daratan (wilayah hulu) akan mengalir dan terakumulasi di wilayah pesisir. Keunikan wilayah pesisir dan laut serta beragam sumber daya yang ada, membutuhkan pentingnya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu bukan secara sektoral . Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan alasan terdapat keterkaitan ekologis antar ekosistem di wilayah pesisir maupun antara wilayah pesisir dengan lahan atas (DAS) dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi di eksositem pesisir (misal mangrove) akan berdampak pada ekosistem lainnya. Pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pemukiman, pertanian) di lahan atas suatu DAS akan merusak fungsi ekologis wilayah pesisir. Oleh karena itu prinsip keterpaduan ekosistem dengan memperhatikan keterkaitan antara lahan atas (DAS) dan wilayah pesisir merupakan basis ekologis yang harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk mencapai pembangunan wilayah pesisir yang optimal dan berkelanjutan. Kegiatan pembangunan di DAS yang menjadi faktor eksternal dari wilayah pesisir harus menjadi bagian integral dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu.

(24)

6

kekeruhan air, yang mengganggu organisme yang memerlukan cahaya seperti lamun. Dampak lainya adalah suplai nutrient (terutama nitrogen dan fosfor) di dalam suatu sistem perairan meningkat melebihi batas kemampuan fotosintesis normal suatu komunitas dalam sistem tersebut. Dampak dari aktivitas manusia di lahan atas adalah masalah kesehatan akibat limbah rumah tangga banyak mengandung mikroorganisme bakteri, virus, fungi, dan protozoa). Secara ringkas proses dampak kegiatan manusia di lahan atas terhadap system yang terdapat di wilayah pesisir disajikan pada Gambar 2 berikut :

Gambar 2 pengaruh lahan atas terhadap wilayah pesisir (modifikasi dari Carpenter & Marangos 1989 dalam Bengen 2004)

Salah satu permasalahan di wilayah pesisir disebabkan oleh faktor eksternal yang terjadi di wilayah daratan, sehingga berbagai aktivitas yang dilakukan di wilayah daratan, baik langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak terhadap wilayah pesisir. Untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan tersebut, misalnya akibat adanya bahan pencemar atau sedimen yang masuk ke pesisir

Peningkatan erosi dan limpasan air permukaan Bendungan dan banjir

Konfigurasi topografi

Erosi : perbandingan lapisan sedimen Pendangkalan, kekeruhan

Air tawar, perbandingan air asin Erosi : perbandingan lapisan sedimen Suplai nutrien, temperatur

Air tawar, perbandingan air asin Erosi : perbandingan lapisan sedimen Suplai nutrient, temperatur

Kecerahan air; masukan sedimen ke kolom air

Suplai nutrien; temperatur; salinitas; sirkulasi air; energi rendah

Kecerahan air; masukan sedimen ke kolom air

(25)

7 dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan keterkaitan antara lahan atas (DAS) dan wilayah pesisir. Karena pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral pada dasarnya berkaitan hanya dengan satu jenis sumber daya atau ekosistem untuk memenuhi tujuan tertentu (sektoral) seperti pemukiman, pariwisata, perikanan, industri. Akibat pengelolan sektoral ini menimbulkan berbagai dampak yang dapat merusak lingkungan dan juga akan mematikan sektor lain. Fenomena Pantai Utara Jawa merupakan salah satu contoh dari perencanaan pembangunan sektoral, dimana sektor industri mematikan sektor pariwisata apabila penanganan dan pengelolaan sektor industri tidak dilakukan secara tepat dan benar (Bengen 2004).

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dengan pengelolaan DAS membutuhkan kajian yang terintegrasi antara kegiatan di DAS yang berdampak pada wilayah pesisir. Salah satu dampak kegiatan di DAS terhadap wilayah pesisir yaitu terjadinya erosi di DAS yang berakibat pada sedimentasi di wilayah pesisir. Kajian yang dilakukan pada penelitian sebelumnya biasanya bersifat parsial, yaitu melakukan kajian di wilayah pesisir saja atau di wilayah DAS saja (Tabel 1). Penelitian terkait kondisi DAS terhadap dampaknya ke wilayah pesisir tidak secara spesifik membahas dinamika penggunaan lahan di DAS terhadap sedimentasi di wilayah pesisir. Berdasarkan pada berbagai kajian terutama sedimentasi di wilayah pesisir sebagaimana diuraikan pada Table 1 maka perlu dilakukan kajian dinamika pasial dan temporal penggunaan lahan dan implikasinya terhadap sedimentasi di pesisir.

Tabel 1 Beberapa penelitian terkait sedimentasi di wilayah pesisir

No. Judul Tahun Penulis Hasil Penelitian

1 Coastline change of the Yellow River estuary and tahun 1976-2005 dengan menganalisis hubungan antara pertambahan erosi tanah dan beban limpasan sedimen Yellow Ri-ver. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola umum akresi-erosi seluruh muara di-bagi menjadi empat tahap : tahap akresi yang cepat (1976-1986), tahap penyesuai-an akresi-erosi (1986-1996), tahap erosi lambat (1996-2003), dan tahap pertamba-han erosi lambat (2003-sekarang). Kese-imbangan di seluruh muara sungai dalam beberapa dekade mendatang, muara su-ngai cenderung mempertahankan bentuk dan daerah keseimbangan atau memiliki pertambahan sedikit, tapi seluruh muara bisa dalam keadaan terkikis erosi.

2 Rapid changes of

(26)

geo-8

morfologi yang dipengaruhi terutama oleh penurunan debit air dan pasokan sedimen yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Seluruh sistem masukan ke muara Yalu River juga telah mengalami perubahan signifikan sejak tahun 1941 yang berkai-tan dengan pengurangan air dan debit se-dimen yang dipengaruhi oleh konstruksi waduk, yang akhirnya membentuk pola muara saat ini di tahun 1980-an. Diban-dingkan dengan variasi debit air dan sedimen, dinamika sedimen di muara sungai langsung dipengaruhi pengerukan pasir dalam 10 tahun terakhir. Arah angkutan bed load juga berubah dari arah laut pada tahun 1996, arah darat pada tahun 2009. Dapat disimpulkan perubahan gerakan beban sedimen dasar (bed load) adalah : (a) sedimen dari daerah dengan kedalaman air yang kurang dari 5 m di-angkut dari laut menuju darat; (b) trans-portasi sedimen dari daerah dengan kedalaman air antara 5 sampai 20 m mengarah ke laut; dan (c) sedimen dari daerah dengan kedalaman air lebih dari 20 m berasal dari laut menuju darat

3 The transport,

Penelitian ini lebih fokus mengkaji trans-port sediment di wilayah muara sungai dan wilayah pesisir. Sungai menyediakan jalur dominan sedimen terrigenous ke laut. Perbedaan densitas antara sungai dan air asin serta anomali densitas disumbang-kan oleh sedimen yang memiliki konse-kuensi penting pada pengiriman, trans-porttasi dan kondisi akhir dari sedimen yang dikeluarkan dari tanah. Sedimen yang terperangkap di frontal zone, baik di muara

dan di continental shelf, sering

mengakibatkan peningkatan konsentrasi sedimen dalam jumlah besar . Karena proses-proses jebakan dan pembentukan lapisan dengan konsentrasi tinggi, dan terjadinya pengangkutan sedimen di sungai dipengaruhi lingkungan sering didominasi oleh fluks dekat-bawah daripada fluks di bagian permukaan 4 Environmental evolution

records reflected by radionuclides in the sediment of coastal wetlands: A case study in the Yellow River Estuary

(27)

9 perubahan besar dalam masukan sedimen. Singkatnya, evolusi lingkungan di lahan basah pesisir muara bisa dicatat oleh profil vertikal radionuklida alam

5 Evaluation of the combined threat from sea-level rise and sedimentation reduction to the coastal wetlands in the Yangtze Estuary, lahan basah sekitar Yangtze Estuary. Me-ngambil lahan basah Chongming Dongtan sebagai wilayah studi, dua skenario dari SLR dievaluasi. Efek gabungan dari SLR dan pengurangan sedimentasi dievaluasi oleh kombinasi proyeksi dari fenomena ini pada tahun 2025, 2050 dan 2100, menggunakan Sea Level Affecting Marshes Model (SLAMM). Hasilnya menunjukkan bahwa efek gabungan dari kenaikan permukaan laut, pengurangan sedimentasi dan penurunan tanah bisa mengakibatkan penurunan yang cukup besar atau bahkan hilangnya habitat lahan basah pesisir Chongming Dongtan, terutama di bawah jangka menengah (2050) dan jangka panjang (2100). 6 Sediment evolution in the

(28)

10

tinggal di dasar laut. Radionuklida dengan unsur-unsur yang stabil (Ca, Ba dan Sr) tidak menunjukkan adanya produk yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi minyak, gas dan transportasi.

8 Of exploited reefs and fishers e A holistic view on participatory coastal

Tujuan proyek kerjasama riset Indonesia-Jerman adalah untuk menyelidiki dinami-ka dan masudinami-kan sosial-ekologi pesisir dan laut dan menganalisis struktur politik dan kelembagaan sosial dan proses dalam rangka mendukung tata kelola pesisir adaptif. Penelitian dilakukan di Kepulau-an Spermonde, Sulawesi SelatKepulau-an, Indone-sia antara tahun 2007 dan 2010. Metode penelitian ship-based research excursions, beberapa survei klasik, obser-vasi partisipan antropologi, dan metode penelitian partisipatif yang diterapkan oleh tim ilmu sosial-alami interdisipliner. Makalah ini merangkum temuan kami dan menarik kesimpulan kebijakan. Pertama, kita membahas Kawasan Konservasi Laut dan partisipasi fokus pada lokal "aturan-di-gunakan". Selain itu, eksploitasi terum-bu karang dan kehidupan lokal, perikanan khususnya dan budidaya laut, dan jaringan sosial yang ada dan hirarki di perikanan dieksplorasi untuk memahami kerentanan sosial, keta-hanan dan tata kelola sumber daya kelau-tan dalam konteks kepulauan Spermonde.

(29)

11 sebesar 9882.89 hektar dan budidaya udang secara tradisional sebesar 9457.28 hektar.

10 Estimasi biaya daya dukung lingkungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengesti-masi daya dukung lingkungan pesisir Kabupaten Serang untuk Pengembangan budidaya tambak berdasarkan laju biode-gradasi limbah organik tambak di perairan pesisir. Kombinasi optimum luas tambak yang sesuai dengan potensi lahan tambak adalah 149.16 ha (13.6%) tambak intensif, 975.61 ha (42.6%) tambak semi intensif, dan 5 875.23 ha (43.8%) tambak tradisio-nal plus

11 Land cover changes in tidal salt marshes of the Bahía Blanca estuary

Artikel ini menggambarkan perubahan tutupan lahan di bagian dalam dari Canal Principal, di muara Bahia Blanca. Daerah penelitian mengalami tingkat kenaikan muka laut, dinamika curah hujan tahunan, dan perubahan penggunaan lahan. Kami menggunakan foto-foto udara, citra satelit resolusi tinggi, dan GIS untuk mengukur perubahan tutupan lahan untuk tahun 1967, 1996, dan 2005. Aktivitas manusia telah memainkan peran penting dalam membentuk kembali lanskap pesisir, khu-susnya di daerah pelabuhan. Di daerah pelabuhan, sebuah sedimentasi dipicu hasil dari pemeliharaan pengerukan. Di mulut saluran Maldonado, pengendapan sedimen dapat terjadi saat hujan deras

profil cross-shore spatio-temporal dan karakteristik tekstur adalah parameter kunci untuk memahami dinamika sedimen daerah pasang surut. Penelitian ini menje-laskan dinamika jangka pendek dari sedi-men di lingkungan pasang surut di sepan-jang pantai. Selanjutnya korelasi diperki-rakan di cross-shore morphodynamics dan karakteristik tekstur sedimen permukaan. Lingkungan sedimen diteliti pada siklus tahunan dengan menggunakan profil cross

-shore bulanan dan sampel sedimen.

Pantai Devbag (sisi utara) dan pantai Ravindranath Tagore (sisi selatan) di mulut sungai Karwar, pantai barat India ditandai dari rata-rata kemiringan yang landai, dan terdiri dari pasir unimodal. Lingkungan sedimen secara signifikan terdiri dari tekstur pasir halus sampai kasar, dan

platykurtic sampai leptokurtic. Penelitian

ini mengungkapkan bahwa pantai yang terkikis tidak secara signify-kan diidentifikasi terdiri dari fraksi sedi-men kasar.

13 Analysis of The Impact of Land Use on The

2015 T.J.Kakisina, Sutrisno

(30)

degra-12 Peruba-han penggunaan lahan dianalisis menggunakan overlay citra Landsat dan metode scoring. Hasil penelitian menun-jukkan bahwa penggunaan lahan telah berubah dengan cepat dalam kurun waktu 42 tahun, terutama untuk perumahan, per-kantoran, keperluan industri, dan pengem-bangan perdagangan.

. 14 Sediment trapping in the

Changjiang Estuary:

Aliran air, salinitas, dan konsentrasi sedi-men tersuspensi diukur di tiga tempat ka-pal berlabuh di sepanjang North Passage dari Changjiang estuary selama siklus pasang surut air-perbani, untuk mengeta-hui perangkap sedimen dan pengendapan di muara. Stratifikasi diamati selama ban-jir pasang dan surut, bersama dengan salt wedge. Dalam siklus banjir pasang surut cenderung asimetris. Konvergensi trans-portasi sedimen sisa di wilayah baji garam umumnya diakui sebagai perangkap men, konvergen dekat transportasi sedi-men adalah penyebab tingkat sedisedi-mentasi yang tinggi di North Passage

15 The effect of land

Kehilangan sedimen secara alami telah terjadi di banyak muara dan tidal basins, dan cenderung menimbulkan kerugian lahan yang menyebabkan peningkatan konsentrasi sedimen. Pengaruh reklamasi lahan dan perubahan hilangnya sedimen telah diteliti menggunakan Ems Estuary. Dampak potensial dari sedimen tenggelam di SSC telah diteliti menggunakan keseim bangan massa sederhana dan model numerik yang kompleks. kedua metodo-logi menunjukkan bahwa pengurangan sedimen menyebabkan peningkatan konsentrasi sedimen tersuspensi

16 Bottom sediments affect

Sonneratia mangrove

Hutan mangrove memberikan pengaruh yang kuat pada delta daerah tropis dengan menjebak sedimen dari sungai dengan menstabilkan substrat dengan akar. Mema hami dinamika sedimen dan morfologi di dalam dan sekitar hutan mangrove sangat penting untuk menilai ketahanan garis pantai pada saat kenaikan permukaan air laut. Dalam penelitian ini, sampel sedi-men, karakteristik hutan mangrove, dan data penginderaan jauh yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antara bakau dan substrat sedimen di Delta Mekong, Vietnam. Data kami menunjukkan kore-lasi yang signifikan antara persen pasir di sedimen bawah dan kepadatan hutan

Son-neratia caseolaris. Korelasi ini

(31)

terde-13 teksi oleh penginderaan jauh. Hasil yang disajikan di sini menunjukkan bahwa pasokan pasir dari sungai dan proses hi-drodinamika mengontrol gerakan pasir darat dan kepadatan hutan bakau

Dalam makalah ini, dterangkan transport-tasi sedimen dan endapan sedimen aliran tsunami selama 26 Desember 2004 dan keluar di Lhok Nga Bay, yang terletak 10 km sebelah barat dari kota Banda Aceh (barat laut Sumatra, Indonesia). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelom-bang tsunami mengangkat kecepatan di atas nilai kritis dari pasir kasar di landas kontinen. Sebagian besar sedimen dien-dapkan di darat Fraksi batu diangkut dari lepas pantai dan disimpan di pedalaman hanya mewakili 7% dari jumlah total batu selama tsunami.

aliran sedimen tahunan oleh Sungai Gangga dan sungai Brahmaputra untuk teluk Bengal telah berpacu dengan ke-naikan permukaan air laut sejak perte-ngahan Holosen. Namun, wilayah Sundar-bans delta pasang surut terputus dari sum-ber cabang utama sedimen dan sering dianggap miskin sedimen dan rentan ter-hadap kenaikan permukaan laut.

19 Sedimentation in an estuarine mangrove

Dinamika sedimen dipelajari dalam sistem mangrove di muara Ba Lat dari Sungai Merah, Vietnam. Daerah penelitian ter-letak di tepi sungai, yang terdiri dari mudflat yang terdapat vegetasi mangrove. Studi ini menunjukkan bahwa endapan lumpur di muara sangat dinamis sampai hutan bakau menutupinya. Aliran sedimen ke zona vegetasi rendah tetapi efek perlin-dungan vegetasi terhadap erosi oleh ge-lombang dan arus yang kuat. Hal ini menyebabkan tingkat sedimentasi yang sebenarnya kecil tapi stabil di hutan bakau 20 Effect of high Sidoarjo) telah disalurkan ke laut menye-babkan tingginya tingkat aliran sedimen ke muara Sungai Porong, yang memiliki penutup mangrove. Studi ini meneliti bagaimana tingginya tingkat aliran sedi-men dipengaruhi akresi vertikal, peruba-han permukaan elevasi dan pertumbuperuba-han

Avicennia sp., jenis mangrove yang

(32)

14

hanya mengakibatkan pertumbuhan dari

Avicennia sp. baiki untuk mensimulasikan finegrained

transport sedimen dalam sistem air sungai

dan laut. Sebuah versi mendalam-rata 2D dari model yang diterapkan pada Delta Mahakam (Kalimantan, Indonesia), laut yang berdekatan, dan tiga danau di bagian tengah DAS Sungai Mahakam.

Konektivitas sungai-laut adalah penting untuk memulihkan layanan ekosistem di delta Sungai Colorado. Colorado River tidak lagi mencapai laut kecuali selama pasang sangat tinggi dan tahun anomali basah. Dokumentasi sejarah dan analisis inti sedimen menunjukkan tingkat sedi-mentasi di kisaran 10-21cm per tahun. Dengan kondisi saat ini, pengelolaan pengerukan diperlukan sekali setiap 5-10 tahun untuk menyambung kembali lahan basah riparian yang tersisa di Sungai

2013 Hong Yao Wilayah pesisir memiliki karakteristik keanekaragaman hayati dan produktivitas biologi tinggi. Berdasarkan gambar TM 1990 dan gambar ETM dari tahun 2000 dan 2010, penggunaan lahan di zona pesisir Nantong (Cina) diklasifikasikan sebagai rawa-rawa pasang surut garam, pantai berlumpur, beting, budidaya tam-bak, lahan konstruksi dan jenis naan lahan lainnya. Perubahan penggu-naan lahan dianalisis dengan pemetaan dan data statistik yang sesuai. Pada 1990-2010, wilayah darat meningkat terutama dan demarkasi darat-laut baris pindah jelas ke arah laut. ekspansi terestrial yang dibawa oleh pendangkalan alam cukup besar dan tren keseluruhan evolusi pola

(33)

15 kondisi air logging: Hemic Histosol tanpa

periode air login, Hemic Histosol. Hasil ini

menunjukkan bahwa rezim air logging

menjaga stok C dan mempercepat pemuli-han proses denitrifikasi

25 Mapping Neogene and Quaternary sedimentary

Pemetaan Neogene dan Quaternary

sedimentary deposits sesuai Formasi

sedimen Barreiras dan Post-Barreiras di sepanjang pantai Brasil. Quaternary

sedimentary deposits tersebut berguna

untuk merekonstruksi fluktuasi permu-kaan laut dan merekam reaktivasi tektonik sepanjang margin pasif Amerika Selatan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menguji me-todologi baru untuk pemetaan semi-otomatis dari Neogene dan Quaternary

sedimentary deposits di timur laut Brasil

dengan mengintegrasikan data geofisika dan penginderaan jauh. Kami mengguna-kan spektrometri gamma-ray (yaitu kon-sentrasi kalium-K dan thorium-Th) Data morfometrik (yaitu, reliefe dissection, kemiringan dan elevasi) diekstrak dari model elevasi digital (DEM) yang dihasil-kan oleh Mission Shuttle Radar Topografi

(SRTM) dan . Prosedur meliputi : (a) inte-grasi data menggunakan sistem informasi geografis (GIS); (B) analisis statistik eks-plorasi, termasuk definisi parameter dan ambang diskriminasi kelas untuk satu set plot sampel; dan (c) pengembangan dan penerapan klasifikasi keputusan.

26 Landsat 8: Providing continuity and increased

Penelitian ini menyajikan penilaian obye-ktif potensi Landsat 5 TM, Landsat 7 ETM

+ dan Landsat 8 Operasional Land Imager

(OLI) data untuk monitoring pedalaman dinamika kualitas air di seju-mlah danau dan waduk dengan berbagai jenis air optik

di New South Wales dan Queensland,

(34)

pengin-16

deraan jauh data dari platform orbital telah banyak digunakan di India untuk pemantauan dan penyusunan rencana aksi konservasi dan pengelolaan.

28 Soil Loss Estimation Using GIS and Remote

Penelitian ini bertujuan untuk memper-kirakan dan memetakan kehilangan rata-rata tahunan dari tanah dengan mengguna-kan GIS dan teknik penginderaan jauh. Hilangnya tanah diperkirakan dengan menggunakan persamaan Revision

Universal Soil (RUSLE) model. peta nakan untuk menurunkan variabel hilang-nya tanah. Praktik konservasi tanah dan air yang berkelanjutan harus diadopsi di bagian atas dari wilayah studi. terjadi perubahan politik yang dramatis pada dekade terakhir. The New Konstitusi 1988 di Brazil dan gerakan reformasi 1998 di Indonesia menandai awal dari era politik baru di negara masing-masing. Pilar penting dari ini desentralisasi kewe-nangan pemerintahan. Pada saat yang sama, gagasan pengelolaan pesisir terpadu menemukan jalan ke undang-undang dan kebijakan nasional. istilah kunci selama ini era baru di Brazil dan Indonesia adalah desentralisasi, partisipasi, demokratisasi dalam konteks pengelolaan pesisir yang terintegrasi.

30 Integrated coastal zone management towards

Pengelolaan Zona Pesisir Terpadu (ICZM) adalah salah satu usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini, namun, diketahui tidak memuaskan bahkan sete-lah beberapa program di bawah ICZM telah dijalankan. Makalah ini bertujuan untuk meninjau kegiatan ICZM di Indo-nesia untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari dan kebutuhan untuk implementasi ICZM dalam mendukung kebijakan, keberlanjutan dan proses pengambilan keputusan ke arah INA-GOOS. Diharapkan implementasi ICZM memiliki dampak yang tinggi pada

(35)

17 (Studi Kasus Kabupaten

Bandung)

Bandung menggunakan pemodelan spasial dengan simulasi 20 tahun. Hasil penelitian hanya menunjukkan daerah penelitian yaitu Kabupaten Bandung tanpa memper-hatikan perubahan lahan di daerah dataran rendah yang ikut terkena dampak

lanju-Adanya pencemaran perairan di hulu DAS Citarum ditandai tingginya beberapa logam berat, BOD, dan terjadinya eutrofi-kasi. Dilapangan ditemukan tugas dan wewenang lembaga-lembaga terkait be-lum terpola di dalam pengelolaan DAS Citarum hulu dikarenakan belum adanya lembaga atau wadah organisasi yang berfungsi koordinatif satu sama lain. 34. Analisis opsi pola dengan terkonversinya hutan mangrove menjadi lahan tambak. Penelitian ini ber-fokus pada analisis nilai ekonomi dan optimalisasi penggunaan lahan di wilayah pesisir Muara Gembong

35. Pengelolaan lahan basah pesisir di daerah Citarum rove yang diikuti dengan bertambahnya luasan tambak sehingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang ada. Bruguiera sp. (Tancang) dan Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) me-rupakan contoh keanekaragaman hayati lahan basah Muara Gembong yang telah hilang. Selain itu fenomena abrasi dan akresi menambah permasalahan yang terjadi di lahan basah tersebut. Fokus penelitian hanya daerah Citarum bagian hilir dan Muara Gembong.

36. Kajian dampak Dinamika penggunaan lahan di DAS Wanggu terhadap sedimentasi di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara

2012 La Ode Alwi Dinamika penggunaan lahan telah menye-babkan penurunan karakteristik lahan, penurunan lingkungan kualitas perairan sungai, meningkatnya erosi dan sedimen-tasi di hilir DAS Wanggu. Penelitian ini lebih fokus pada dampak di daratan dan tidak mengkaji laju sedimentasi dan luasan sedimentasi.

konversi hutan menjadi lahan terbuka mengakibatkan dampak spasial yang ber-arti terhadap distribusi perubahan laju ekpor sedimen tahunan di DAS Citarum Hulu bagian selatan

38. Dinamika muara sungai di Pulau Jawa

2004 Otto SR Ongkosongo

(36)

ben-18

tuk alamnya. Selain itu juga dipengaruhi oleh dinamika perubahan penggunaan lahan di hulu DAS dan dihilir sungai seki-tar muara. Pengkajian muara sungai sebaiknya dilakukan secara holistikdan komprehensif dengan memperhatikan system hulu hilir pada DAS.

39. Estimasi konsentrasi

Hasil evaluasi menunjukkan kesalahan rata-rata absolut = 0,06 kg/m3, kesalahan rata-rata relatif = 74%, dan tingkat kese-suaian faktor 2 = 64%. Berdasarkan hasil evaluasi, konstanta persamaan empirik hasil kalibrasi pengukuran di Meldorf

Bight dapat digunakan untuk pengukuran

di Muara Gembong. 40. Estimasi laju akumulasi

sedimen daerah Teluk Jakarta dengan teknik radionuklida alam

Unsupported 210pb

2007 Lubis et. al Berdasarkan profil unsupported 210Pb pada lokasi dua lokasi daerah Teluk Jakar-ta, diperoleh 3 lapisan sedimen yaitu LS1, LS2 dan LS3 dengan kedalaman dan laju akumulasi yang berbeda. LS1 yang terda-pat pada permukaan sedimen merupakan

mixing layer, sedangkan LS2 dan LS3

berada di bawahnya. 41. Studi pengamatan pola

pergerakan sedimen dan timur Teluk Jakarta terutama hasil bawaan Sungai Citarum, melalui anak sungai Bungin, Belubuk, Wetan dan Gembong. Bila dibandingkan antara dua Citra berbe-da tahun, sedimentasi terlihat dengan jelas dan terus memperlihatkan penambahan. Tingkat sedimentasi tertinggi terlihat di Muara Belubuk. Di muara ini, delta yang terbentuk terus mengalami penambahan dan bergerak ke arah laut. Muara-muara lainnya, meskipun mengalami sedimen-tasi, akan tetapi tidak sebanyak di Muara Belubuk.

42. Pemetaan arus dan pasut laut dengan metode

Berdasarkan hasil pemodelan yang telah dilakukan, pergerakan arus dan pasut di Kecamatan Muara Gembong dipengaruhi oleh tingkat kekasaran dasar lautnya dan

(37)

19

2014 Farid Ridwan penutupan lahan yang mengalami penu-runan antara lain hutan primer (12.364 hektar), hutan sekunder (15.641 hektar), sawah (31.873 hektar), tambak (2105 hektar), dan kebun teh (31 hektar) sedang-kan yang mengalami penambahan luas antara lain agroforestry (1.819 hektar), pertanian (6.670 hektar), permukiman pedesaan (41.574 hektar), permukiman perkotaan (1.559 hektar), tanaman horti-kultur (10.308 hektar), dan rumput (39 Modeling System with Sediments (ECOMSED) model, 3-D hydrodynamic-transport numerical model, dilakukan pemodelan untuk daerah pantai dekat Yangtze Estuary di Laut Cina Timur. Modul hidrodinamik didorong oleh air pasang dan angin. modul sedimen

terma-suk resuspension sedimen, transportasi dan

pengendapan sedimen kohesif dan non-kohesif. Pengendapan sedimen ko-hesif dalam kolom air dimodelkan sebagai fungsi ofaggregation (flokulasi) dan pe-ngendapan. Hasil numerik dibandingkan dengan data observasi untuk Agustus, 2006 menunjukkan konsentrasi sedimen berkurang secara bertahap dari pantai ke daerah lepas pantai. Hal ini terutama dipengaruhi oleh arus pasang surut. 46 Non point source

untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Ter-padu mengkaji pengelolaan wilayah pesisir yang efektif secara berkelanjutan dalam jangka panjang melalui perenca-naan dan pengelolaan kondisi lokal di suatu pesisir pada skala Daerah Aliran Sungai (DAS). Kualitas air dipilih se-bagai salah satu patokan terbaik yang dipergunakan untuk menandai berbagai perubahan relatif kualitas lingkungan melalui berbagai scenario. Kualitas air yang dikaji dalam penelitian ini adalah DO, BOD, COD, PO4, SO4. Disajikan metode untuk menentukan muatan polutan dari permukaan lahan yang berasosiasi dengan perbedaan penggunaan lahan suatu DAS yang umumnya dikenal seba-gai polusi “Non Point Source” dan

(38)

20

(39)

21

2

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH

ALIRAN SUNGAI CITARUM BAGIAN HILIR

Pendahuluan

Latar Belakang

Perubahan penggunaan lahan menyebabkan terjadinya erosi yang dapat berdampak pada tapak (on-site) dan di luar tapak (off-site). Dampak erosi di luar lahan pertanian (off-site) yaitu terjadi di bagian hilir berupa sedimen. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang ikut terbawa dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Secara rinci dampak erosi tanah di luar lahan pertanian (off-site) terlihat dalam bentuk : (1) pelumpuran dan pendangkalan waduk/teluk di bagian hilir (muara); (2) pendangkalan pada saluran irigasi/drainase; (3) tertimbunnya lahan pertanian dan permukiman (bangunan); (4) memburuknya kualitas air; dan (5) kerugian ekosistem perairan (Arsyad 2010).

Terkait dengan dampak perubahan penggunaan lahan maka diperlukan metode untuk mengetahui perubahan pennggunaan lahan. Salah satu metode adalah dengan penginderaan jarak jauh. Teknologi pemotretan udara mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19, teknologi ini kemudian dikembangkan menjadi teknologi penginderaan jauh atau remote sensing. Di Indoneisa teknologi remote sensing telah banyak digunakan untuk melihat pengaruh aktivitas manusia terhadap penurunan kualitas lingkungan sekitar. Beberapa definisi mengenai penginderaan jauh : 1. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang

objek, daerah, atau gejala, dengan cara menganalisis data yang diperoleh atau gejala yang akan dikaji (Lillesand & Kiefer 1997).

2. Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis tentang bumi. Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi (Lymburner et al. 2016). Penginderaan jauh dapat disebut sebagai seni atau ilmu karena perolehan informasi secara tidak langsung dilakukan menggunakan metoda matematis dan statik berdasarkan algoritma tertentu (ilmu), dan proses interpretasi terhadap citra tidak hanya berdasar pada ilmu namun juga pengalaman dan kemampuan menangkap kesan dari kenampakan objek pada citra (seni) (Jensen 2000 dalam Suprayogi 2009).

Citra (image atau scene) merupakan representasi dua dimensi dari suatu objek di dunia nyata. Dalam penginderaan jauh, citra merupakan gambaran bagian permukaan bumi sebagaimana terlihat dari ruang angkasa (satelit) atau dari udara (pesawat terbang) (Prahasta 2008). Citra dapat diimplementasikan dalam dua bentuk yaitu analog dan digital. Salah satu bentuk citra analog adalah foto udara atau peta foto (hardcopy), sedangkan satelit yang merupakan data hasil rekaman sistem sensor merupakan bentuk citra digital.

(40)

22

Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6,7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang diorbitkan tanggal 11 Februari 2013, NASA melakukan peluncuran satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM). Satelit ini mulai menyediakan produk citra open access sejak tanggal 30 Mei 2013, menandai perkembangan baru dunia antariksa. NASA lalu menyerahkan satelit LDCM kepada USGS sebagai pengguna data terhitung 30 Mei tersebut. Satelit ini kemudian lebih dikenal sebagai Landsat 8. Pengelolaan arsip data citra masih ditangani oleh Earth Resources Observation and Science (EROS) Center. Landsat 8 hanya memerlukan waktu 99 menit untuk mengorbit bumi dan melakukan liputan pada area yang sama setiap 16 hari sekali. Resolusi temporal ini tidak berbeda dengan landsat versi sebelumnya.

Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km (mirip dengan landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan sebagaimana terjadi pada landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi Lymburner et al. (2016).

Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan landsat 7. Tabel 2 berisi karakterisktik band-band yang terdapat pada citra landast 8 .

Tabel 2 Panjang gelombang, resolusi, dan sensor pada Band citra landsat 8 Band Panjang Gelombang (µm) Sensor Resolusi

1 0,43 -.0,45 Visible 30 m

(41)

23 citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, geodesi dan disiplin ilmu lainnya.

Obyek penelitian ini adalah DAS Citarum bagian hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir meliputi 4 Sub DAS yaitu Sub DAS Cibeet, Sub DAS Cikao, Sub DAS daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur, dan Sub DAS Citarum hilir. Wilayah DAS Citarum bagian hilir terletak di Kabupaten Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, dan Bandung Barat. Wilayah ini terletak antara 2 kota besar yaitu Kota Jakarta dan Kota Bandung dengan kepadatan penduduk yang sangat besar. Seiring pembangunan infrastruktur yang menghubungkan 2 kota besar tersebut, wilayah DAS Citarum bagian hilir mengalami perubahan alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan pemukiman pada beberapa dekade terakhir. Perkembangan kawasan pemukiman dan kawasan industri di DAS Citarum bagian hilir menyebabkan perubahan penggunaan lahan di wilayah ini berlangsung cepat pada area yang luas. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu diperlukan suatu metode yang relatif cepat dan terjangkau biayanya. Metode perhitungan luas penggunaan lahan yang cepat saat ini dengan menggunakan penginderaan jarak jauh yaitu dengan pemotretan citra satelit. Penginderaan jarak jauh memiliki keunggulan dalam waktu yang cepat dan luasan yang besar.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui/menganalisis perubahan penggunaan lahan di DAS Citarum bagian hilir.

Metode Penelitian

Tempat dan waktu Penelitian

(42)

24

Gambar 3 Batas administrasi DAS Citarum (BP DAS Citarum Ciliwung 2009)

Metode Pengumpulan Data

Data penelitian yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa data Citra landsat. Data citra landsat yang diakuisisi tersebut diunduh dari situs resmi NASA (http://usgs.gov.us) pada tahun 2016 dalam bentuk file TAR (*.tar). Citra satelit Landsat 8 ini sudah terkoreksi secara radiometrik tetapi belum terkoreksi secara geometrik (Lymburner et al. 2016).

Penelitian ini dilakukan dengan mengintegrasikan data penginderaan jauh (citra landsat) dan sistem informasi geografis (SIG). Input data berasal dari pengukuran lapangan, data citra, peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25.000, dan data sekunder yang telah dikumpulkan. Alur kegiatan penelitian ini meliputi pemasukan data (input data), penyusunan data baik spasial dan analisis data (Gambar 4).

Analisis data

Pengolahan data penelitian

(43)

25

Gambar 4 Diagram tahap penelitian Pengumpulan data

sekunder

Registrasi Peta

Digitasi

Analisis spasial peta tematik

Citra satelit Landsat lokasi penelitian

Koresi geometrik, koreksi radiometrik

Data Landsat

Klasifikasi

Supervised Formula NDVI

Gambar

Gambar 3 Batas administrasi DAS Citarum (BP DAS Citarum Ciliwung 2009)
Gambar 5 Diagram pengolahan data citra satelit.
Gambar 8 Lokasi pengambilan sampel kadar sedimen di Sungai Citarum hilir
Tabel 9 Kadar sedimen hasil pengukuran dari Sungai Citarum bagian hilir.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi aliran yang memberikan claya besar kepacla wah yu � qudrah, iradah, clan ka/am Tuhan merupakan sifat yang qadim, karena menerima sifat-sifat Tuhan sebagai yang

Sebagai badan perundangan tertinggi, tiada batas syarak secara jelas dinyatakan yang menghadkan bidang kuasa Dewan Rakyat dan Dewan Negara dalam menjalankan tugasnya,

Gambar 9: Grafik Hujan hasil output model WRF6 menggunakan parameterisasi cumulus Kein-Freitsch bersama masing-masing skema mikrofisik awan, warna kuning di running tanpa

Hal ini dimungkinkan karena dengan penambahan MnO yang merupakan oksida pengubah suai menyebabkan struktur kaca fosfat sukar untuk terbentuk sehingga tidak menghasilkan sampel

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada kepala pemasaran perusahaan PT Bumi Sriwijaya dapat diinformasikan bahwa perusahaan masih memiliki permasalahan pada bagian

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan organisasi gerakan politik Islam modern Indonesia yang dalam aktivitas politiknya bergerak diluar sistem pemerintahan, sebagai

Tahapan yang dilakukan terdiri dari pengumpulan data, preprocessing data, pembagian data, perancangan LSTM, training LSTM dan melakukan pengujian.Paremeter yang

Rumusan strategi yang diberikan agar dapat meningkatkan daya saing UMKM alas kaki di Kecamatan Ciomas adalah mengadakan pelatihan motivasi, kewirausahaan, dan