• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alokasi dana desa yang dikenal dengan ADD adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten untuk desa yang bersumber dari APBN (dana perimbangan) yang diterimah oleh kabupaten setelah dikurangi belanja pegawai. Dasar hukum pengalokasian Dana Perimbangan ke Desa adalah berdasrkan otoritas pasal 72 ayat (4) undang-undang nomor 6 Tahun 2004. jika tidak dilaksanakan, pasal 72 (6) memberikan sanksi yang tegas, dan pemerintah dapat setelah menguranginya. Dana alokasi khusus, menunda dan/atau mengurangi alokasi dana perimbangan.

Pengelolaan alokasi dana desa harus memenuhi beberapa prinsip pengelolaan seperti berikut:

a. Setiap kegiatan yang pendanaannya diambil dari alokasi dana desa harus melalui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara terbuka dengan prinsip: dari, oleh dan untuk masyarakat.

b. Seluruh kegiatan dan penggunaan alokasi dana desa harus dapat dipertanggung jawabkan secara administrasi, teknis dan hukum. c. Aloaksi dana desa harus digunakan dengan prinsip hemat, terarah

dan terkendali.

d. Jenis kegiatan yang akan didanai melalui alokasi dana desa diharapkan mampu untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan

masyarakat desa dengan pengambilan keputusan melalui jalan musyawarah.

e. Alokasi dana desa harus dicatat di dalam anggaran pendapatan dan belanja desa melalui proses penganggaran yang sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Alokasi Dana Desa (ADD) didasarkan melalui ketetapan-ketetapan sebagai berikut:

a. Penetapan dan juga hasil perhitungan ADD per tahunnya ditetapkan oleh peraturan bupati.

b. Penetapan dan juga hasil perhitungan ADD yang bersangkutan diumumkan kepada desa paling lambat bulan agustus perbtahunnya.

c. Data variabel independen utama dengan data variabel independen tambahan paling lambat dikirim oleh tim pendamping tingkat kecamatan kepada tim fasilitasi kabupten di bulan maret untuk perhitungan ADD tahun selanjutnya.

16

Berikut gambaran rincian proses siklus pengelolaan keuangan desa:

Gambar 2.1 Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa memiliki aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

1) Perencanaan

Perencanaan pembangunan pedesaan mengacu pada konsep membangun desa dan konstruksi pedesaan. Konsep membangun desa dalam konteks perencanaan adalah bahwa dalam merencanakan pembangunan, desa perlu mengacu pada perencanaan kabupaten/kota. Siklus Pengelolaan keuangan Desa Perencana an Penata Usahaan penganggar an Pelaksana an Pertanggung Jawaban Pelaporan

2) Proses Penganggaran

Setelah RKP desa telah ditetapkan maka dilanjutkan proses penyusunan APBD desa. Rencana kegiatan dan rencana anggaran yang ditetapkan dalam RKP pedesaan digunakan sebagai pedoman prinsip dalam proses penganggaran. Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBD) adalah rencana anggaran tahunan pemerintah desa yang dirancang untuk melaksanakan rencana dan kegiatan di wilayah hukum desa.

3) Pelaksanaan

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN dan peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa telah di atur beberapa pokok penggunaan keuangan desa. Pada pasal 100 PP Nomor 43 Tahun 2014 disebutkan bahwa belanja desa yang ditetapkan dalam APBD desa digunakan dengan ketentuan: a) Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja digunakan

untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelakasanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. b) Paling banyak 30% dari jumlah belanja desa digunakan untuk

penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintah desa, tunjangan dan operasioanl badan permusyawaratan desa dan insentif rukun tetangga dan rukun warga.

18

Dari pasal tersebut terlihat bahwa keuangan desa dibatasi untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa dan membayar penghasilan maupun tunjangan intensif bagi perangkat desa badan permusyawaratan desa dan rukun tetangga/rukun warga.

Dalam merealisasikan APBD desa , kepala desa bertindak sebagai koordinator kegiatan yang dilaksanakan oleh perangkat desa atau unsur masyarakat desa. Pelaksanaan kegiatan harus mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada didesa serta mendaaygunakan swadaya dan gotong royong masyarakat. Semua ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 121 PP Nomor 43 Tahun 2014.

Selain itu APBD dapat digunakan untuk pembangunan antar desa atau disebut pembangunan kawasan pedesaan. Pembangunan kawasan pedesaan merupakan perpaduan pembangunan antar desa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan menigkatkan kualitas pelayanan, pembangunan partisipatif, inisiatif untuk melakukan pembangunan kawasan pedesaan dapat dilakukan secara bottom up dengan pengusulan kepala desa dan kepada Bupati/Walikota dan dapat juga secara top

4) Penatausahaan

Penata keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya dilakukan oleh bendahara desa. Bendahara desa wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran. Bendahara desa melakukan pencatatan secara sistematis dan kronologis ata transakis-transaksi keuangan yang terjadi. Pengelolaan keuangan tingkat desa di bawah tanggung jawab kepala desa dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dalam bentuk pembukuan daripada menggunakan buku harian.

Kepala keuangan desa mencatat semua pendapatan dan pengeluaran di buku kas. Pada saat yang sama, transaksi dimasukan dan pengeluaran melalui bank. Menteri keuangan desa menggunakan buku kas pembantu pajak untuk mencatat penerimaan kas yang diperoleh dari pemungutan pajak dan mencatat pengeluaran tersebut ke kas negara dalam bentuk perpustakaan penerimaan pajak. Khusus untuk pendapatan pembiayaan, terdapat pembantu berupa Buku Rician Pendapatan dan Buku Rincian Pembiyaan.

1) Penatausahaan Penerimaan Desa

Tanda terima kas yang diterima bendahara desa berfungsi sebagai bukti penerimaan dan dicatat oleh bendahara desa dalam buku kas umum. Sedangkan untuk penerimaan yang bersifat transfer, bendahara desa akan menerima informasi tentang dana desa yang disimpan di rekening

20

bendahara desa dari bank dalam bentuk nota kredit. Kemudian, berdasarkan nota kredit ini, bendahara desa mencatatnya di buku tabungan bank. Catatan penerimaan (termasuk uang tunai dan transfer), harus disertai dengan bukti yang lengkap dan sah, serta dicatat secara benar.

Selain mencatat di buku kas umum atau buku bank, bendahara desa juga mencatat realisasi pendapatan di buku rincian pendapatan. Catatan pada buku informasi rindi pendapatan dapat digunakan untuk mengelompokkan informasi rinci pendapatan sebenarnya yang diterima sehingga dapat dilaporkan dalam laporan realisasi APB pedesaan.

2) Penatausahaan Belanja Desa

Belanja Kegiatan yang bersifat tunai yang dikeluarkan oleh Bendahara Desa dibuatkan bukti kuitansi pengeluaran dan dicatat oleh Bendahara Desa pada Buku Kas Umum. Sedangkan untuk Belanja yang bersifat transfer langsung ke pihak ketiga, Bendahara Desa melakukan pencatatan ke dalam Buku Bank (tidak dicatat di BKU, karena BKU untuk transaksi tunai). Catatan penerimaan (termasuk uang tunai dan transfer), harus disertai dengan bukti yang lengkap dan sah, serta dicatat dengan benar dan teratur. Selain pencatatan transaski pada Buku Kas Umum atau Buku Bank, Bendahara Desa juga mencatat kewajiban perpajakan yang dipotong/dipungut atas transaksi belanja yang dilakukan.

Atas pemotongan/pungutan pajak yang dilakukan, Bendahara Desa mencatat dalam Buku Pajak pada kolom penerimaan. Nilai Potongan/pungutan pajak didasarkan pada bukti kuitansi sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Ketika Bendahara Desa melakukan penyetoran ke Kas Negara dengan batasan waktu yang diatur dalam ketentuan perpajakan melalui form Surat Setoran Pajak (SSP) maka Bendahara Desa mencatat dalam Buku Pembantu Pajak pada kolom Pengeluaran. Khusus untuk pungutan pajak daerah disesuaikan dengan kondisi daerah masingmasing, dan jika memang diberlakukan kepada desa maka dalam peraturan kepala daerah tersebut harus terdapat pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah kepada Bendahara Desa. Jika hal tersebut tidak disebutkan maka Bendahara Desa tidak boleh melakukan pemungutan karean tidak ada kewenangan. 3) Penatausahaan Pembiayaan Desa

Seperti halnya pencatatan Pendapatan pada BKU/Buku Bank, untuk membukukan Realiasi Pembiayaan, baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluran pembiayaan dicatat dalam Buku Rincian Pembiayaan. Pencatatan dalam Buku Rincian Pembiayaan berguna untuk mengklasifikasi rincian dari realisasi pembiayaan. Pencatatan ini diperlukan agar dapat dilaporkan ke dalam Laporan Realisasi APB Desa. Pencatatan seluruh penerimaan pembiayaan maupun

22

pengeluaran pembiayaan tersebut dilakukan secara benar dan tertib.

4) Dokumen Penatausahaan Oleh Bendahara Desa

Bendahara Desa tidak menggunakan buku pembantu lain berupa Buku Pembantu Panjar dan Buku Pembantu Rincian Objek Belanja, karena telah dilaksanakan oleh fungsi yang lain. Buku Pembantu Panjar secara sederhana telah digantikan dengan Buku Pembantu Kegiatan yang dikelola Pelaksana Kegiatan. Buku Pembantu Rincian Objek Belanja yang menggambarkan akumulasi realisasi belanja dapat dilihat pada dokumen SPP terakhir yang juga didokumentasikan oleh Pelaksana Kegiatan. Buku Pembantu Kas Tunai tidak ada karena telah digantikan dengan Buku Kas Umum.

5) Pelaporan

Sesuai pasal 35 Permendagri 113 Tahun 2014, Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggung-jawaban. Laporan Pertanggungjawaban ini disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sebelumnya, Bendahara Desa menutup pembukuan secara tertib di akhir bulan, termasuk buku kas biasa, buku bank, buku pajak, dan buku laporan laba rugi. Penutupan buku selesai dengan kepala desa. Format Laporan Pertanggungjawaban Bendahara tidak tercantum dalam Lampiran Permendagri 113/2014. Berdasarkan buku yang dikelola, maka seharusnya Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Desa

menggambarkan arus uang masuk yang diterima dari pendapatan dan arus uang yang keluar untuk belanja, panjar dan lain-lain. Arus kas dicatat dari buku kas umum dan buku bank.

Penatausahaan yang dilakukan oleh Pelaksana Kegiatan berupa pencatatan dalam Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Laporan Kegiatan ketika kegiatan telah selesai. Buku Kas Pembantu Kegiatan mencatat penerimaan yang diperoleh dari Bendahara Desa (panjar) atau dari masyarakat (swadaya) yang telah dirupiahkan. Pelaksana kegiatan mencatat pengeluaran yang dibelanjakan berupa barang belanja / jasa dan belanja modal. Atas saldo yang masih tersisa dan berada di pelaksana kegiatan, maka dilakukan penyetoran kepada Bendahara Desa. Hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa semua pendapatan dan pengeluaran didukung oleh bukti yang valid dan lengkap, tidak hanya pengeluaran tetapi juga penerimaan. Contoh bukti penerimaan yang perlu dibuat oleh pelaksana kegiatan adalah tanda terima swadaya berupa barang dan daftar hadir untuk tenaga/gotong royong.

Pengelolaan keuangan yang baik membutuhkan klasifikasi dalam sistem yang diuraikan dalam Kode Rekening atau Chart of

Accounts. Kode akun berisi rangkaina lengkap akun yang

digunakan dalam proses perencanaan, penerapan, pengelolaan, dan pelaporan. Kode akun adalah alat yang digunakan untuk mensinkronkan rencana dnegan proses pelaporan. Diharapkan dengan adanya Kode akun tersebut maka kebutuhan akan

24

pelaporan yang konsisten dapat terpenuhi sejak proses perencanaan dan penganggarn. Mengingat pentingnya peran kode rekening tersebut maka diperlukan standarisasi kode rekening sehingga akan dicapai keseragaman dalam pemakaiannya khususnya di wilayah suatkabupaten/kota.Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kode rekening disusun sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi secara efektif.

6) Pertanggung Jawaban

Kepala desa adalah pertanggungjawab dari pengelolaan keuangan desa seacara keseluruhan dalam PP No 43 Tahun 2014 pasal 103-104 mengatur tata cara pelaporan yang wajib dilakukan oleh Kepala Desa. Kepala Desa wajib melaporkan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap semseter tahun berjalan (laporan semesteran). Selain itu, Kepala Desa wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran (laporan tahunan). Pengaturan pelaporan dana pertanggungjawaban penggunaan APBdesa tercantum dalam Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. Permendagri juga menetapkan standar dan format laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh Kepala Desa. Seperti ketentuan lampiran yang perlu dipenuhi dalam laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa, yaitu : a) Format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaaan

b) Format laporan kekayaan milik desa per 31 Desember tahun anggaran berkenaan.

c) Format laporan rencana pemerintah dan pemerintah daerah masuk ke desa

Dari PP No 43 Tahun 2014 dan Pemendagri No 113 Tahun 2014 terlihat bahwa laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh Kepala Desa harus terintregasi secara utuh, tidak melihat sumber dana yang diperoleh desa. Hal ni berbeda dengan aturan sebelumnya yang mewajibkan desa untuk menyusun laporan pertanggungjawaban penggunaan dana berdsarkan sumber dananya.

Dokumen terkait