• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “ a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town.” Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.

Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat” (Widjaja, 2003: 3). Desa menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengartikan Desa sebagai berikut :

“Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara

Kesatuan Republik Indonesia(UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 12).

Dalam pengertian Desa menurut Widjaja dan UU nomor 32 tahun 2004 di atas sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan Self Community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah. Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni:

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten atau kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten atau Kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkankemampuan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya

guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan.

Dalam menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni: Pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga,faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat,faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.

Pemahaman Desa di atas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untukmengurus dan mengatur warga atau komunitasnya. Dengan posisi tersebutdesa memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kesuksesanPemerintahan Nasional secara luas. Desa menjadi garda terdepan dalammenggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari Pemerintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi penduduk Indonesiamenurut sensus terakhir pada tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desamenjadi prioritas utama bagi kesuksesan pembangunan nasional.

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Dalam Melaksanakan Pemerintahan desa, terdapat tugas pemerintahan yang harus dilakukan oleh tiap desa.Tugas Pemerintah Desa adalah sebagai berikut :

1. Memimpin penyelenggaran Pemdes berdasarkan kegiatan yang di

tetapkanbersama BPD

2. Mengajukan Rencana Peraturan Desa 3. Menetapkan Peraturan Desa

4. Mengajukan Rencana APBDes

5. Membina kehidupan Masyarakat Desa 6. Membina perekonomian Desa

7. Mengkoordinasiakan Pembangunan Desa secara partisipatif dan Swadaya Masyarakat

8. Meningkatkan Kesejahteraan rakyat 9. Ketentraman dan ketertiban

10.Menjalin hubungan kerja sama dengan mitra Pemdes 11.Pengembangan Pendapatan Desa dan sebagainya

Dalam melaksanakan pemerintahan Desa, terdapat pembagian wewenang darimasing-masing perangkat desa sebagai bentuk perwujudan kemandirian Desa.pembagian wewenang dalam menjalankan pemerintahan Desa sangat diperlukan agarpemerintahan Desa dapat terselenggara dengan baik sesuai dengan Undang-Undangyang telah ditentukan. Pembagian wewenang dari masing- masing perangkat desadiwujudkan dengan adanya struktur organisasi dari tiap -tiap desa.

b. Alokasi Dana Desa

Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development Community”dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengaturdesanya secara mandiri termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalampembangunan sosial dan politik. Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbedadengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadatsetempat yang diakui dalam sistem

Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan otonomi di desa, Taliziduhu Ndraha (1997:12) menjelaskan sebagai berikut :

a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada “kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan pengaturannya kepada desa. Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggungjawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas,

persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku (Widjaja, 2003: 166)

Desa memiliki peran yang penting, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik. Desentralisasi kewenangan - kewenangan yang lebih besardisertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai mutlakdiperlukan guna penguatan otonomi desa menuju kemandirian desa. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa, posisi pemerintahan desa menjadi semakin kuat. Kehadiran undang – undang tentang Desa tersebut disamping merupakan penguatan status desa sebagai pemerintahan masyarakat, sekaligus juga sebagai basis untuk memajukan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.

Untuk itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu pembentukan Alokasi Dana Desa sebagai perwujudan dari desentralisasi keuangan menuju desa yang mandiri. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten atau Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangankeuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten atau kota untuk menunjangsegala sektor di masyarakat, serta untuk memudahkan pemerintah dalammelaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakatdesa, khususnya dalam melakukan pemerataan dalam penataan keuangan danakuntabilitasnya, serta untuk mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.

Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan kepada desa yang bersasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh bebupaten atau kota (pasal 1 ayat 11, PP 72/2005). ( tim FPPD, 2005,5)

Pemberian alokasi dana desa (ADD) merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelanggarakan otonomi desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan, kesejateraan pembangunan dipedesaan melalui dana APBD kabupaten, propensi dan pemerintah pusat, perlu merealisasikan dalam APBD masing-masing 10% untuk dana alokasi desa yang diatur dalam pasal 68 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang desa. Ini diharapkan kesejatraan dan pemerataan pembangunan didesa dapat diwujudkan untuk mencapai tingkat kesejateraan dan taraf hidup masyarakat yang tinggal di pedesaan.

Selain untuk meningkatkan pemberdayaan, kesejatraan pembangunan dipedesaan, alokasi dana desa tersebut juga diharapkan akan membuka peluang kepada desa untuk memberikan peningkatan pelayanan dan pemberdayaan bagi kesejatraan rakyatnya, desa dapat menyelangarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan praskarsa dan inisiatif masyarakat dan membuka peluang dalam melaksanakan pembangunan yang lebih bermartabat sesuai denagn kepentingan masyarakat desa.

Dalam undang-Undang 32 tahun 2004 juga mengatur tentang desa memperoleh dana perimbangan yang diperoleh kabupaten dari pusat. Sumber alokasi dana desa tersebut berawal dari APBN sebesar 25% atau yang disebut dana pertimbangan yang dibagikan kepada daerah yang dinamakan dengan dana alokasi umum, dari dana olokasi umum tersebut kemudian kabupaten memberikan kepada desa sebesar 10% yang kemudian dinamai alokasi dana desa (ADD) dalam rangka otonomi daerah yakni memberikan kepercayaan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sesuai dengan kebutuhan desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa untuk mensejatrakan kehidupan masyarakat desa tersebut.

Jadi secara tidak langsung Alokasi Dana Desa adalah dana yang berasal dari dana alokasi umum kabupaten/kota sebesar 10% dalam rangka otonomi daerah yakni memberi kepercayaan yang diberikan kepada desa untuk mengurus rumah tangga sesuai dengan kebutuhan desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa untuk mensejatrakan kehidupan masyarakat desa tersebut.

Hak desa atas dana perimbangan tersebut diperjelas dengan lahirnya surat edatan dari Menteri Dalam Negeri No.140/640/SJ, untuk mendukung proporsi pembiayaan bagi pelaksanaan tugas-tugas pemerintah desa diminta kepada bupati atau walikota agar menatapkan Alokasi Dana Desa (ADD) kepada pemerintah desa dengan ketentuan sebagai berikut: Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% untuk desa diwilayah kabupaten/kota. Dari retribusi kabupaten/kota yakni hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten/kota sebagai diperuntukan bagi desa, Bantuan keuangan kepada desa yang merupakan bagian dari

dana Pemerintah Keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota antara 5% sampai dengan 10%. ( Asam Awang,2010;116)

Dalam pemberian alokasi dana desa (ADD) kepada desa harus melalui mekanisme sebagai berikut:

1. Desa menyusun program secara partisipatif melalui RPJMd

2. Desa menyusun rencana anggaran

3. Desa mengajukan program dan anggaran

4. Penyaluran dana ke desa

Dari mekanisme diatas tentunya dalam pengelolaan alokasi Dana Desa (ADD) tidak perlu menu-menu pembangunan dari atas dalam artian bahwa dalam membuat program desa disusun langsung oleh desa bersama warga masyarakatnya melalui rembug desa, tidak diintervensi dari luar dan bertanggungjawab kepada pemberi mandat bukan kepada supra desa yakni kepada masyarakat desa itu sendiru.

Alokasi dana desa digunakan untuk keperluan desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau penggunaan alokasi dana desa tahun 2011 yakni sebagai berikut:

1. Alokasi dana desa (ADD) yang digunakan untuk menyelanggarakan pemerintah desa sebesar 30% dari jumlah penerimaan alokasi dana desa (ADD)

2. Alokasi dana desa yang digunakan untuk memberdayakan masyarkat desa sebesar 70%.

Alokasi dana desa yang digunakan untuk belanja operator dan operasional desa yaitu untuk membiayai kegiatan penyelanggaraan pemerintah desa dengan prioritas sebagai berikut:

a. Untuk biaya pembangunan desa

b. Untuk pemberdayaan masyarakat

c. Untuk memperkuat pelayanan publik di desa

d. Untuk memperkuat partisipasi dan demokrasi desa

e. Untuk tunjangan aparat desa;

f. Untuk tunjangan BPD

g. Untuk operasional pemerintahan desa

h. Tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik atau kegiatan lainya yang melawan hukum. (tim FPPD,2005,8)

Bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk:

a. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil atau sarana perekonomian desa seperti pembuatan jalan, irigasi, jembatan, los pasar, lumbung pangan dan lain-lain

b. Peryataan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa.

d. Perbaikan lingkungan dan pemungkiman

e. Teknologi tepat guna.

f. Perbaikan kesehatan dan pendidikan.

g. Pengembangan sosial budaya.

h. Dan sebagainya yang dianggap penting

Dari beberapa arah penggunaan ADD diatas dapat dijadikan indakator dana yang digunakan pembangunan dan prasarana desa yakni sebagai berikut:

a. Bagi pemerintahan desa yakni:

· Biaya perawatan kantor dan lingkungan kantor kepala desa.

· Pembuatan dan perbaikan monografi, peta dan lain-lain data dinding b. Pemberdayaan masyarakat

· Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil atau sarana perekonomian desa seperti pembuatan jalan, jembatan, los pasar, lumbung pangan dan lain-lain

· Perbaikan lingkungan dan pemungkiman

· Pembuatan lampu desa

· Perbaikan kesehatan dan pendidikan

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada peraturan bupati atau walikota. Alokasi dana desa untuk biaya penyelanggaraan dan pemberdayaaaan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan, prioritas secara seimbang dan sesuai kemampuan keuangan (ADD) yang diterima oleh pemerintah desa berdasarkan musyawarah tentang pengunaan ADD.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan-kebijakan tentang desa, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan peranserta, peningkatan prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten dimaksud selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui Kas Desa atau rekening Desa.

Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelengarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasar keanekaragamam, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat. Melalui ADD ini, Pemerintah Daerah berupaya

membangkitkan lagi nilai-nilai kemandirian masyarakat Desa dengan membangun kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk mengelola dan membangun desa masing-masing.

c. Tujuan Alokasi Dana Desa ( ADD )

ADD dimaksudkan untuk memberikan stimulan pembiayaan program Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.

Tujuan pemberian ADD adalah :

a. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya.

b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipasif sesuai dengan potensi desa;

c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;

d. Mendorong peningkatan swadaya dan gotong-royong masyarakat di desa. d. Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa ( ADD )

PRINSIP PENGELOLAAN ADD adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APB Desa;

2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan unsur lembaga kemasyarakatan di desa.

3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis dan hukum;

4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah, dan terkendali serta harus selesai pada akhir bulan Desember.

5. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai indikator keberhasilan pelaksanaan ADD antara lain :

a.Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang ADD dan penggunaannya;

b.Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Desa dan pelaksanaan pembangunan desa;

c.Terjadi sinergi antara kegiatan yang dibiayai ADD dengan program-progran pemerintah lainnya yang ada di desa;

d.Tingginya kontribusi masyarakat dalam bentuk swadaya msyarakat terhadap pembangunan yang dilaksanakan di desa;

e. Tingkat penyerapan tenaga kerja lokal pada kegiatan pembangunan desa;

f. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam APB Desa;

g. Terjadinya peningkatan pendapatan asli desa.

Dokumen terkait