• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (Studi di Desa Makmur Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Alokasi Dana Desa (Studi di Desa Makmur Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Masalah pembangunan merupakan masalah yang kompleks. Kompleksitas itu

misalnya dari sisi manajemen berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi. Dari sisi bidang yang yang harus dibangun juga memiliki

aspekkehidupan yang sangat luas. Aspek kehidupan itu mencakup kehidupan politik,

ekonomi,sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan. Dalam manajemen

pemerintahan yang otoriter yang sentralistis, dalam realitas masyarakat lebih

diposisikan sebagai obyek pembangunan. Ketika kini pemerintahan yang demokratis

yang hendak dikembangkan,maka ada perubahan posisi masyarakat yang semula

lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan menjadi subyek pembangunan.

Memposisikan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan agar bersifat efektif

perlu dicarikan berbagai alternatif strategi pemberdayaan masyarakat. Pilihan strategi

yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

Makalah ini lebih memfokuskan pada paparan tawaran berbagai strategi

pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah Desa untuk lebih memberdayakan masyarakat dan mengoptimalkan

sumberdaya yang yang ada baik itu sumberdaya dari desa sendiri maupun dari luar.

Salah satu sumberdaya dari luar desa adalah alokasi dana dari Pemerintah Daerah

dalam ujud Alokasi Dana Desa. Alokasi Dana desa mengandung makna bahwa desa

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan

(2)

sebagai penyelenggara pelayanan publik di desa dan sebagai pendamping dalam

proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah yang melibatkan

masyarakat di tingkat desa. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah

desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai

kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan

dalam mendukung proses pelaksanaan pembangunan di setiap desa adalah adanya

kepastian keuangan untuk pembiayaannya. (Siti M, 2009 : 2 )

Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 1 Ayat (3), (5),(6),(7),(8),(9) Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud

dengan:

(3). Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

(5).Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6).Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(7).Desentralisasi adalah penyerahanwewenang pemerintahan oleh Pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan

(3)

(8).Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah

kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal

di wilayah tertentu.

(9). Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau

desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

(12). Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati

dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam maksud dari Undang-Undang tersebut maka daerah diberi keleluasaan

untuk menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,

keadilan serta dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Undang-Undang ini sebagai landasan hukum bagi tiap daerah untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat.

Masyarakat diberi peran yang lebih besar dalam pembangunan daerah. Selain

itu masyarakat dituntut berkreativitas dan berinovasi dalam mengelola potensi daerah

serta memprakarsai pembangunan daerah. (F.Desa,2007:3)

Sejalan dengan perkembangan kemampuan rakyat dalam pembangunan dan

berkurangnya campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah, maka pembangunan

(4)

Perencanaan dan implementasi pembangunan seharusnya merupakan usaha untuk

memberdayakan rakyat sehingga mereka mempunyai akses terhadap sumber-sumber

ekonomi. Model pembangunan yang melibatkan masyarakat dapat juga disebut

dengan model pembangunan partisipatif. Pelaksanaan pembangunan partisipatif

merupakan konsekuensi logis dari tuntutan reformasi dan keterbukaan yang

diinginkan oleh masyarakat sejak tumbangnya rejim orde baru, yang juga didukung

oleh prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang tertuang dalam UU No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan pentingnya

dilaksanakan otonomi daerah, demokratisasi, partisipasi masyarakat serta

desentralisasi kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan

di tingkat daerah. (F.Desa,2007 : 4 )

Oleh karena itu diperlukan upaya penguatan perdesaan yang menempatkan desa

sebagai basis desentralisasi. Hal ini penting karena tiga alasan, yaitu :

1. Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup di dalam komunitas pedesaan.

2. Komunitas pedesaan itu terkelompok ke dalam satuan masyarakat hukum yang

memiliki pemerintahan yang otonom.

3.Desentralisasi di tingkat desa akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai

dengan kebutuhan masyarakatnya.

Meskipun Desa seharusnya menjadi basis desentralisasi dan mampu

menjalankan peran sebagai self governing community, kebanyakan Desa menghadapi

masalah yang akut. Pertama : Desa memiliki APBDES yang kecil dan sumber

pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil pula. Kedua :

(5)

Pendapatan Asli Desa (PADes) yang tinggi. Ketiga : Masalah itu diikuti oleh

rendahnya Dana Operasional Desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat : Tidak

kalah penting bahwa banyak program pembangunan masuk ke desa, tetapi hanya

dikelola oleh Dinas. Program semacam itu mendulang kritikan bahwa program

tersebut tidak memberikan akses pembelajaran bagi Desa dan program itu bersifat top

down sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan Desa dan masyarakatnya.

Dalam penggunaan Alokasi Dana Desa, memerlukan adanya

perencanaan,pelaksanaan,pengawasan, dan pertanggungjawaban terhadap

penggunaannya. Perencanaan pembangunan desa tidak terlepas dari perencanaan

pembangunan dari kabupaten atau kota, sehingga perencanaan yang dibuat tersebut

bisa tetap selaras. Pelaksanaan pembangunan desa harus sesuai dengan yang telah

direncanakan dalam proses perencanaan dan masyarakat, bersama aparat

pemerintahan juga berhak mengetahui dan melakukan pengawasan terhadap jalannya

pembangunan desa Alokasi Dana Desa harus digunakan dan di alokasikan

sebagaimana mestinya sesuai dengan undang-undang dan ketentuan yang berlaku

yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia. (S. Ainul, 2009 : 3)

Namun dalam penggunaan alokasi dana desa ini rawan terhadap

penyelewengan yang dilakukan oleh pihak–pihakyang dipercaya untuk mengelola

Alokasi Dana Desa. Selain diperlukan adanya peningkatan kinerja aparatur

pemerintaha desa dan Badan Pengawas Desa, jugadibutuhkan adanya peran dari

masyarakat untuk ikut dalam mengawasi penggunaan anggaran yang didapat dari

(6)

Turunnya berbagai bantuan tersebut belum ditindak lanjuti dengan manajemen

program yang tepat. Untuk menciptakan keberdayaan dan kemandirian masyarakat,

tidak cukup dengan stimulan dana saja. Semestinya stimulan dana tersebut dibarengi

dengan kemampuan manajemen dan pengorganisasian yang baik. kelemahan yang

perlu dikoreksi secara mendasar seperti :

1. Pemberdayaan yang berindikasi KKN.

2. Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro

3. Kebijakan yang terpusat.

4. Lebih bersifat karikatif.

5. Memposisikan masyarakat sebagai obyek.

6. Cara pandang kemiskinan yang diorientasikan pada ekonomi.

7. Bersifat sektoral.

8. Kurang terintegrasi.

9. Tidak berkelanjutan atau mengesampingkan faktor/daya dukung

lingkungan.

Gerakan pembangunan selama ini sering kali bias kepentingan politik. Atmosfir

semacam itu berdampak pada pelayanan publik yang tidak merata. Ada desa yang

selalu mengalir dengan lancar proyek-proyek dari tahun ke tahun, atau bahkan bisa

bertumpuk beberapa proyek secara bersamaan, namun ada desa yang sama sekali

tidak pernah tersentuh proyek tersebut.

Kondisi semacam ini di samping menciptakan kecemburuan antar masyarakat

(7)

yang tidak pernah kebagian proyek tersebut. Selain itu, beban pembangunan bisa

dikatakan lebih besar di kota daripada desa. (F.Desa,2007:2).

Alokasi Dana Desa dimaksudkan untuk membiayai program Pemerintahan

Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat desa. Sedangkan tujuan dari Alokasi Dana Desa adalah:

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa

sesuai kewenangannya.

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara parti

sipatif sesuai dengan potensi desa.

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat desa.

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong-royong masyarakat desa.

Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten

untuk Desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan

daerah yang diterima oleh kabupaten. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan

stimulus bagi kemandirian masyarakat desa dalam melakukan pembangunan di

wilayahnya. Berdasarakan latar belakang yang telah dijelaskan diatas bermaksud

untuk meneliti mengenai pemerdayaan masyarakat tentang alokasi dana desa, maka

peneliti memberi judul “ Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan

Alokasi Dana Desa (Studi di desa Makmur Jaya Kecamatan Bagan Sinembah

(8)

B.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemerdayaan masyarakat dalam pemanfaatan Alokasi Dana

Desa?

2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pemerdayaan

masyarakat dalam pemerdayaan Alokasi Dana Desa di Desa Makmur Jaya

Kecamatan Bagan Rokan Hilir, Riau ?

C.Tujuan Penelitian

Mengacu pada topik penelitian dan permasalahan yang diajukan diatas, meka

tujuan hendak dicapai pada penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui pemberdayaan pemanfaatan dalam Alokasi Dana Desa.

2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat

pemberdayaan masyarakat dalam pemberdayaan Alokasi Dana Desa di

Desa Makmur Jaya kecamatan Bagan Sinembeh Kabuppaten. Riau.

3. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pemanfaatan Alokasi Dana Desa

D.Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian yang dilakukan ini, maka manfaat dan

hasil yang diharapkan dari penelitian ini, selain dapat berguna bagi diri peneliti

sendiri, juga diharapakan berguna bagi penelitian, kebijakan publik dan ilmu

pengetahuan, yang di uraikan dibawah ini :

a. Sebagai Subjektif

Khusus bagi Derah Kecamatan Rokan Hilir, Desa Makmur Jaya Diharapkan

dapat menajadi masukan dan sekaligus evaluasi terhadap pemerdayaan

(9)

b. Manfaat secara ilmiah

Penelitian yang diangkat dapat menjadi informasi dan dokumen-dokumen

awal untuk pengenalan Tentang Pemerdayaan Alokasi Dana Desa secara

Umun dan kebenarannya.

c. Manfaat Secara Akademisi

Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dan akademisi lain untuk

memahami masalah dalam Pemerdayaan Alokasi Dana Desa

E.Kerangka Teori

Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang

berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan

mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. (HR.Otje, 2005 : 2) untuk menjawab

pertanyaan yang ada dalam perumusan masalah maka diperlukan pendekatan teoritis

tentang Pemerdayaan Alokasi Dana Desa.

Dalam melakukan penelitinan pemikiran maka teori yang di gunakan dalam

menyusun toeri yang berhubungan erat dengan penelitian dan berhubungan dengan

penelitian yang membantu dan diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan

tepat dalam permasalahan yang akan yang diteliti : Adapun kerangka teori yang

digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pemberdayaan Masyarakat Desa

a. Pengertian Pemberdayaan

Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti

kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut maka pemberdayaan

(10)

daya atau kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya/ kekuatan/

kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum

berdaya. Pengertian “proses” menunjukan pada serangkaian tindakan atau

langkah-langkah yang dilakukan secara kronologis sitematis yang mencerminkan pertahapan

upaya mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menuju keberdayaan.

Proses akan merujuk pada suatu tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap untuk

mengubah kondisi masyarakat yang lemah, baik knowledge, attitude, maupun

practice (KAP) menuju pada penguasaan pengetahuan, sikap-perilaku sadar dan

kecakapan-keterampilan yang baik.

Makna “memperoleh” daya atau kekuatan atau kemampuan menunjuk pada

sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau

kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata “memperoleh” mengindikasikan

bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu

sendiri. Dengan demikian masyarakat yang mencari, mengusahakan, melakukan,

menciptakan situasi atau meminta pada pihak lain untuk memberikan daya/ kekuatan/

kemampuan. Iklim seperti ini hanya akan tercipta jika masyarakat tersebut menyadari

ketidakmampuan atau ketidakberdayaan atau tidak adanya kekuatan, dan sekaligus

disertai dengan kesadaran akan perlunya memperoleh daya atau kemampuan atau

kekuatan.

Makna kata “pemberian” menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari

masyarakat. Insisatif untuk mengalihkan daya atau kemampuan/ kekuatan, adalah

pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau

(11)

menyatakan bahwa: pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama

adalah to give power or authority, pengertian kedua to give ability to or enable.

Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan

kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang atau belum

berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan

atau keberdayaan serta memberikan peluang kepada pihak lain untuk melakukan

sesuatu. Berbeda dengan pendapat Pranarka, Sumodiningrat (Sumodiningrat, 2000

dalam Ambar Teguh, 2004: 78-79) menyampaikan: pemberdayaan sebenarnya

merupakan istilah yang khas Indonesia daripada Barat. Di barat istilah tersebut

diterjemahkan sebagai empowerment, dan istilah itu benar tapi tidak tepat.

Pemberdayaan yang kita maksud adalah memberi “daya” bukan “kekuasaan”

daripada “ pemberdayaan” itu sendiri. Barangkali istilah yang paling tepat adalah

“energize” atau katakan memberi “energi” pemberdayaan adalah pemberian energi

agar yang bersangkutan mampu untuk bergerak secara mandiri. Bertolak pada kedua

pendapat diatas dapat dipahami bahwa untuk konteks barat apa yang disebut dengan

empowerment lebih merupakan pemberian kekuasaan daripada pemberian daya.

Pengertian tersebut sangat wajar terbentuk, mengingat lahirnya konsep pemberdayaan

di barat merupakan suatau reaksi atau pergulatan kekuasaan, sedangkan dalam

konteks Indonesia apa yang disebut dengan pemberdayaan merupakan suatu usaha

untuk memberikan daya, atau meningkatkan daya (Tri Winarni, 1998: 75-76).

Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Winarni

(12)

pengembangan, (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), terciptanya

kemandirian (Tri Winarni, 1998: 75).

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini didasarkan

pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya.

Setiap masyarakat pasti memiliki daya, akan tetapi kadang-kadang mereka tidak

menyadari atau daya tersebut masih belum diketahui secara eksplisit. Oleh karena itu

daya harus digali dan kemudian dikembangkan. Jika asumsi ini berkembang maka

pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong,

memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya

untuk mengembangkannya. Di samping itu hendaknya pemberdayaan jangan

menjebak masyarakat dalam perangkap ketergantungan (charity), pemberdayaan

sebaliknya harus mengantarkan pada proses kemandirian. (Tri Winari, 1998: 76).

Akar pemahaman yang diperoleh dalam diskursus ini adalah:

1. Daya dipahami sebagai suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh

masyarakat, supaya mereka dapat melakukan sesuatu (pembangunan) secara

mandiri.

2. Pemberdayaan merupakan suatu proses bertahap yang harus dilakukan dalam

rangka memperoleh serta meningkatkan daya sehingga masyarakat mampu

mandiri (Tri Winarni, 1998: 76). Pemberdayaan memiliki makna

membangkitkan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan

masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan

(13)

Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana

memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah

kehidupan dalam komunitasnya. Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom

pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi

dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya

penguatan potensi lokal. Pada aras ini pemberdayaan masyarakat juga difokuskan

pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Pendekatan

utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah menempatkan masyarakat tidak

sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai subyek.

Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu

bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk

menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan

subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis besar,

proses ini melihat pentingnya proses ini melihat pentingnya mengalihfungsikan

individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan Hempri, 2003: 44).

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai tindakan pemberkuasaan rakyat

agar mereka mampu secara mandiri “menguasai sumberdaya yang menjadi milik atau

haknya untuk digunakan mensejahterakan hidupnya.Intisari pemberdayaan

masyarakat adalah menciptakan aturan main pembangunan desa yang mengutamakan,

mengedepankan bahkan melindungi otonomi masyarakat dalam pengambilan

keputusan terhadap aset-aset pembangunan desa. Praktek pemberdayaan masyarakat

diarahkan untuk memberikan jaminan masyarakat desa mampu mengelola secara

(14)

desa beserta pendayagunaan hasil-hasil pembangunan desa yang semuanya itu

dilakukan secara mandiri.Musyawarah desa ataau musyawarah antar desa merupakan

ruang publik politik untuk pengambilan keputusan kebijakan publik yang

partisipatifPengembangan kapasitas desa melalui penyediaan tenaga pendamping dan

pelatihan-pelatihan secara berkelanjutan. (B.Budiman,2014:3).

b. Tahap-Tahap Pemberdayaan

Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan

sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak

jatuh lagi (Sumodiningrat, 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 82). Dilihat dari

pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar hingga

mencapai status mandiri, meskipun demikian dalam rangka mencapai kemandirian

tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan secara terus

menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi. Sebagaimana disampaikan

dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan

berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar

dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan

keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar

sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan

sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan

(15)

c. Pengertian Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu system yang meliputi unit biofisik para individu

yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periode waktu

tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiologi suatu masyarakat dibentuk hanya dalam

kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi (F Znaniecki:

1950,145).

W.F Connel (1972: 68-69) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah :

a) Suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai

kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang di

organisasi secara tetap untuk waktu yang lama dalam rintangan

kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografis

tertentu,

b) Kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai

turun temurun dan mensosialkan anggota-anggotanya melalui pendidikan.

c) Seorang yang mempunyai system kekerabatan yang terorganisasi yang

mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam keseluruhan yang

terorganisasi.

Masyarakat menurut Syafrudin ( 2009 : 1)

1. Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut adat yang

berkesinambungan, terikat rasa identitas diri

2. Sekelompok orang yang memiliki ikatan tertentu, saling berinteraksi dan

(16)

3. Kelompok social yang ditentukan oleh kawasan geografi, nilai, dan interest

umum, setiap anggota saling mengenal dan berinteraksi satu sama lain

d. Pemberdayaan Masyarakat

Dinamika perubahan dan pembangunan senantiasa membawa aspirasi dan

tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik.

aspirasi dan tuntutan masyarakat tersebut dilandasi oleh hasrat untuk lebih berperan

serta dalam mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri dan berdasarkan keadilan.

dalam pembangunan yang makin kompleks, masyarakat perlu diberikan rangsangan

untuk ikut memikirkan masalah-masalah pembangunan yang dihadapi dan turut

merumuskan jalan pemecahannya, sehingga peran serta masyarakat yang aktif akan

lebih menumbuhkan kebersamaan dan berimplikasi pada percepatan peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. upaya memberdayakan

masyarakat, diperlukan kepedulian yang diwujudkan dalam kemitraan dan

kebersamaan dari pihak yang sudah maju kepada pihak yang belum berkembang.

dalam konteks ini, sumodiningrat (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan

masyarakat merupakan suatu proses perubahan dari ketergantungan menuju pada

kemandirian. berbagai pandangan yang berkembang dalam teori pembangunan, baik

dibidang ekonomi maupun administrasi, menempatkan masyarakat sebagai pusat

perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, atau dengan kata lain

masyarakat tidak hanya merupakan obyek, tetapi sebagai subyek pembangunan.

pandangan ini muncul sebagai tanggapan atas terjadinya kesenjangan seiring dengan

(17)

Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha yang memungkinkan suatu

kelompok (baca : masyarakat) mampu bertahan (survive) dan dalam pengertian yang

dinamis mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan bersama. dalam

kerangka pemikiran ini, upaya memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui 3

(tiga) dimensi, yakni :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat

berkembang. titik tolak dari pemikiran ini adalah pemahaman bahwa setiap

manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

pemberdayaan dalam konteks ini diartikan sebagai upaya untuk membangun

potensi itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta berupaya untuk

mengembangkannya.

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering),

sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata,

penyesiaan berbagai masukkan serta pembukaan berbagai akses kepada

berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya

dalam memanfaatkan peluang.

3. Melindungi, yakni dalam proses pemberdayaan harus dapat dicegah yang

lemah menjadi bertambah lemah.

Dimensi diatas sejalan dengan pemikiran pranarka dan moeljarto (1996) yang

menempatkan manusia atau masyarakat sebagai subyek (pelaku) sehingga

(18)

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan

kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. proses ini dapat pula

dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan

kemandirian masyarakat melalui organisasi. kecenderungan dalam proses itu dapat

disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.

kedua, proses pemberdayaan menekankan pada upaya untuk menstimulasi,

mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan

untuk menemukan apa yang menjadi pilihan hidupnya, melalui proses dialog,

sehingga kecenderungan ini dapat dipahami sebagai kecenderungan yang bersifat

sekunder. seiring dengan itu, friedmann (1992; 32-33) mengemukakan bahwa

masyarakat menempatkan (3) tiga kekuatan sebagai sumber utama pemberdayaan,

yakni sosial, politik dan psikologis. kekuatan sosial menyangkut akses terhadap

dasar-dasar produksi tertentu suatu masyarakat, misalnya informasi, pengetahuan dan

keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan.

apabila ekonomi masyarakat tersebut meningkat aksesnya pada dasar-dasar produksi

diatas, maka kemampuannya dalam menentukan dan mencapai tujuannya juga

meningkat.

Peningkatan kekuatan sosial dapat dimengerti sebagai suatu peningkatan

akses masyarakat terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka. kekuatan politik

meliputi akses setiap anggota keluarga terhadap proses pembuatan keputusan,

terutama keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka sendiri. kekuatan politik

bukan hanya kekuatan untuk memberikan suara, tetapi juga kekuatan untuk menjadi

(19)

tidak hanya pada waktu suara-suara individu “meninggi” sebagai pengaruh dari

partisipasi individu terhadap basis lokal maupun personal, melainkan juga pada saat

suara tersebut didengungkan bersama-sama dengan suara-suara asosiasi-asosiasi

politik yang lebih luas, misalnya partai, gerakan sosial, atau kelompok yang

berkepentingan.

Selain kedua kekuatan yang dikemukakan diatas, masyarakat juga

mengandalkan eksistensinya dengan kekuatan psikologis. kekuatan psikologis

digambarkan sebagai rasa potensi individu (individual sense of potency) yang

menunjukkan perilaku percaya diri. pemberdayaan psikologis seringkali tampak

sebagai suatu keberhasilan dalam komponen sosial politik. rasa potensi pribadi yang

semakin tinggi akan memberikan pengaruh positif dan kursif terhadap perjuangan

masyarakat yang secara terus menerus berusaha untuk meningkatkan kekuatan sosial

politiknya.

e. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu

dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian

berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih

lanjut perlu ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat

yang mandiri. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami

masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta

melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan

masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya dan kemampuan yang terdiri

(20)

yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut, dengan demikian untuk

menuju mandiri perlu dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh

dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya

yang bersifat fisik- material.

Pemberdayan masyarakat hendaklah mengarah pada pada pembentukan kognitif

masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan

kemampuan berpikir yang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau

masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi

konatif merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan

pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan.

Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang

diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku.

Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan ketrampilan yang dimiliki

masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas

pembangunan. Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif,

afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya

kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, karena dengan demikian dalam

masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan yang dilengkapi dengan kecakapan

ketrampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan

perilaku sadar akan kebutuhannya tersebut, untuk mencapai kemandirian masyarakat

diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap

akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke 1 waktu, dengan demikian

(21)

mereka, apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang merupakan visualisasi dari

pembangunan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan komunitas yang baik dan

masyarakat yang ideal (Ambar Teguh, 2004: 80-81).

2. Alokasi Dana Desa

a. Pengertian Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, deca yang berarti

tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village

diartikan sebagai “ a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a

town.” Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk

mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang

diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Desa menurut

H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa

“Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli

berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.

Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah

keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat” (Widjaja,

2003: 3). Desa menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

mengartikan Desa sebagai berikut :

“Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan

(22)

Kesatuan Republik Indonesia(UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

pasal 1 ayat 12).

Dalam pengertian Desa menurut Widjaja dan UU nomor 32 tahun 2004 di atas

sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan Self Community yaitu komunitas yang

mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa memiliki kewenangan

untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan

sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis

sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi

Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara

signifikan perwujudan Otonomi Daerah. Desa memiliki wewenang sesuai yang

tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni:

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak

asal-usul desa.

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten atau kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni

urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan

masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah

Kabupaten atau Kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa.Tujuan pembentukan desa adalah untuk

(23)

guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat

sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan.

Dalam menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput, maka

terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa yakni:

Pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor

luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga,faktor letak

yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, keempat,faktor

sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan

sarana pemerintahan desa, kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup

beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam,

faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian

masyarakat.

Pemahaman Desa di atas menempatkan Desa sebagai suatu organisasi

pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untukmengurus dan

mengatur warga atau komunitasnya. Dengan posisi tersebutdesa memiliki peran yang

sangat penting dalam menunjang kesuksesanPemerintahan Nasional secara luas. Desa

menjadi garda terdepan dalammenggapai keberhasilan dari segala urusan dan

program dari Pemerintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi

penduduk Indonesiamenurut sensus terakhir pada tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau

sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan

permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desamenjadi

(24)

Menurut UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Dalam Melaksanakan

Pemerintahan desa, terdapat tugas pemerintahan yang harus dilakukan oleh tiap

desa.Tugas Pemerintah Desa adalah sebagai berikut :

1. Memimpin penyelenggaran Pemdes berdasarkan kegiatan yang di

tetapkanbersama BPD

2. Mengajukan Rencana Peraturan Desa

3. Menetapkan Peraturan Desa

4. Mengajukan Rencana APBDes

5. Membina kehidupan Masyarakat Desa

6. Membina perekonomian Desa

7. Mengkoordinasiakan Pembangunan Desa secara partisipatif dan Swadaya

Masyarakat

8. Meningkatkan Kesejahteraan rakyat

9. Ketentraman dan ketertiban

10.Menjalin hubungan kerja sama dengan mitra Pemdes

11.Pengembangan Pendapatan Desa dan sebagainya

Dalam melaksanakan pemerintahan Desa, terdapat pembagian wewenang

darimasing-masing perangkat desa sebagai bentuk perwujudan kemandirian

Desa.pembagian wewenang dalam menjalankan pemerintahan Desa sangat

diperlukan agarpemerintahan Desa dapat terselenggara dengan baik sesuai dengan

Undang-Undangyang telah ditentukan. Pembagian wewenang dari masing- masing

(25)

b. Alokasi Dana Desa

Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli,

bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya

pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut.

Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak

istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun

hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di

muka pengadilan.Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa

dalam mewujudkan “Development Community”dimana desa tidak lagi sebagai level

administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent

Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan

masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengaturdesanya secara mandiri

termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini

diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalampembangunan

sosial dan politik. Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbedadengan otonomi yang

dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi

yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan

berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang

selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

(26)

Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Landasan pemikiran yang

perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan otonomi di desa, Taliziduhu

Ndraha (1997:12) menjelaskan sebagai berikut :

a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi

oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada

“kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti

sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada

masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa

tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang

menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan

pengaturannya kepada desa. Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak

tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggungjawab dan tiada

kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan

dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung

nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan

(27)

persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang

dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Widjaja, 2003: 166)

Desa memiliki peran yang penting, khususnya dalam pelaksanaan tugas

dibidang pelayanan publik. Desentralisasi kewenangan - kewenangan yang lebih

besardisertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai

mutlakdiperlukan guna penguatan otonomi desa menuju kemandirian desa. Dengan

diterbitkannya Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang desa, posisi pemerintahan

desa menjadi semakin kuat. Kehadiran undang – undang tentang Desa tersebut

disamping merupakan penguatan status desa sebagai pemerintahan masyarakat,

sekaligus juga sebagai basis untuk memajukan masyarakat dan pemberdayaan

masyarakat desa.

Untuk itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu pembentukan Alokasi

Dana Desa sebagai perwujudan dari desentralisasi keuangan menuju desa yang

mandiri. Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah

Kabupaten atau Kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana

perimbangankeuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten atau kota

untuk menunjangsegala sektor di masyarakat, serta untuk memudahkan pemerintah

dalammelaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan

masyarakatdesa, khususnya dalam melakukan pemerataan dalam penataan keuangan

danakuntabilitasnya, serta untuk mendorong peningkatan swadaya gotong royong

(28)

Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan kepada desa yang bersasal

dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh

bebupaten atau kota (pasal 1 ayat 11, PP 72/2005). ( tim FPPD, 2005,5)

Pemberian alokasi dana desa (ADD) merupakan wujud dari pemenuhan hak

desa untuk menyelanggarakan otonomi desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti

pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi

asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan, kesejateraan pembangunan

dipedesaan melalui dana APBD kabupaten, propensi dan pemerintah pusat, perlu

merealisasikan dalam APBD masing-masing 10% untuk dana alokasi desa yang

diatur dalam pasal 68 ayat (1) peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 tentang

desa. Ini diharapkan kesejatraan dan pemerataan pembangunan didesa dapat

diwujudkan untuk mencapai tingkat kesejateraan dan taraf hidup masyarakat yang

tinggal di pedesaan.

Selain untuk meningkatkan pemberdayaan, kesejatraan pembangunan

dipedesaan, alokasi dana desa tersebut juga diharapkan akan membuka peluang

kepada desa untuk memberikan peningkatan pelayanan dan pemberdayaan bagi

kesejatraan rakyatnya, desa dapat menyelangarakan otonominya agar tumbuh dan

berkembang sesuai dengan praskarsa dan inisiatif masyarakat dan membuka peluang

dalam melaksanakan pembangunan yang lebih bermartabat sesuai denagn

(29)

Dalam undang-Undang 32 tahun 2004 juga mengatur tentang desa

memperoleh dana perimbangan yang diperoleh kabupaten dari pusat. Sumber alokasi

dana desa tersebut berawal dari APBN sebesar 25% atau yang disebut dana

pertimbangan yang dibagikan kepada daerah yang dinamakan dengan dana alokasi

umum, dari dana olokasi umum tersebut kemudian kabupaten memberikan kepada

desa sebesar 10% yang kemudian dinamai alokasi dana desa (ADD) dalam rangka

otonomi daerah yakni memberikan kepercayaan kepada desa untuk mengurus rumah

tangganya sesuai dengan kebutuhan desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

desa untuk mensejatrakan kehidupan masyarakat desa tersebut.

Jadi secara tidak langsung Alokasi Dana Desa adalah dana yang berasal dari

dana alokasi umum kabupaten/kota sebesar 10% dalam rangka otonomi daerah yakni

memberi kepercayaan yang diberikan kepada desa untuk mengurus rumah tangga

sesuai dengan kebutuhan desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa untuk

mensejatrakan kehidupan masyarakat desa tersebut.

Hak desa atas dana perimbangan tersebut diperjelas dengan lahirnya surat

edatan dari Menteri Dalam Negeri No.140/640/SJ, untuk mendukung proporsi

pembiayaan bagi pelaksanaan tugas-tugas pemerintah desa diminta kepada bupati

atau walikota agar menatapkan Alokasi Dana Desa (ADD) kepada pemerintah desa

dengan ketentuan sebagai berikut: Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling

sedikit 10% untuk desa diwilayah kabupaten/kota. Dari retribusi kabupaten/kota

yakni hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten/kota sebagai

(30)

dana Pemerintah Keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota

antara 5% sampai dengan 10%. ( Asam Awang,2010;116)

Dalam pemberian alokasi dana desa (ADD) kepada desa harus melalui

mekanisme sebagai berikut:

1. Desa menyusun program secara partisipatif melalui RPJMd

2. Desa menyusun rencana anggaran

3. Desa mengajukan program dan anggaran

4. Penyaluran dana ke desa

Dari mekanisme diatas tentunya dalam pengelolaan alokasi Dana Desa (ADD)

tidak perlu menu-menu pembangunan dari atas dalam artian bahwa dalam membuat

program desa disusun langsung oleh desa bersama warga masyarakatnya melalui

rembug desa, tidak diintervensi dari luar dan bertanggungjawab kepada pemberi

mandat bukan kepada supra desa yakni kepada masyarakat desa itu sendiru.

Alokasi dana desa digunakan untuk keperluan desa sesuai dengan ketentuan

yang berlaku atau penggunaan alokasi dana desa tahun 2011 yakni sebagai berikut:

1. Alokasi dana desa (ADD) yang digunakan untuk menyelanggarakan

pemerintah desa sebesar 30% dari jumlah penerimaan alokasi dana desa

(ADD)

2. Alokasi dana desa yang digunakan untuk memberdayakan masyarkat desa

(31)

Alokasi dana desa yang digunakan untuk belanja operator dan operasional desa

yaitu untuk membiayai kegiatan penyelanggaraan pemerintah desa dengan prioritas

sebagai berikut:

a. Untuk biaya pembangunan desa

b. Untuk pemberdayaan masyarakat

c. Untuk memperkuat pelayanan publik di desa

d. Untuk memperkuat partisipasi dan demokrasi desa

e. Untuk tunjangan aparat desa;

f. Untuk tunjangan BPD

g. Untuk operasional pemerintahan desa

h. Tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik atau kegiatan lainya yang

melawan hukum. (tim FPPD,2005,8)

Bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk:

a. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil atau sarana perekonomian

desa seperti pembuatan jalan, irigasi, jembatan, los pasar, lumbung pangan

dan lain-lain

b. Peryataan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa.

(32)

d. Perbaikan lingkungan dan pemungkiman

e. Teknologi tepat guna.

f. Perbaikan kesehatan dan pendidikan.

g. Pengembangan sosial budaya.

h. Dan sebagainya yang dianggap penting

Dari beberapa arah penggunaan ADD diatas dapat dijadikan indakator dana

yang digunakan pembangunan dan prasarana desa yakni sebagai berikut:

a. Bagi pemerintahan desa yakni:

· Biaya perawatan kantor dan lingkungan kantor kepala desa.

· Pembuatan dan perbaikan monografi, peta dan lain-lain data dinding

b. Pemberdayaan masyarakat

· Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil atau sarana perekonomian

desa seperti pembuatan jalan, jembatan, los pasar, lumbung pangan dan

lain-lain

· Perbaikan lingkungan dan pemungkiman

· Pembuatan lampu desa

· Perbaikan kesehatan dan pendidikan

(33)

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaaannya bersumber dari ADD dalam

APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksana desa dengan mengacu pada

peraturan bupati atau walikota. Alokasi dana desa untuk biaya penyelanggaraan dan

pemberdayaaaan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan, prioritas secara

seimbang dan sesuai kemampuan keuangan (ADD) yang diterima oleh pemerintah

desa berdasarkan musyawarah tentang pengunaan ADD.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, Daerah mempunyai kewenangan membuat kebijakan-kebijakan tentang desa,

terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan peranserta, peningkatan prakarsa

dan pemberdayaan masyarakat desa yang ditujukan bagi kesejahteraan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan belanja

daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan

masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa

mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari dana perimbangan keuangan pusat

dan daerah yang diterima kabupaten. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten

dimaksud selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya

melalui Kas Desa atau rekening Desa.

Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk

menyelengarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan

dari desa itu sendiri berdasar keanekaragamam, partisipasi, otonomi asli, demokrasi

(34)

membangkitkan lagi nilai-nilai kemandirian masyarakat Desa dengan membangun

kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk mengelola dan membangun desa

masing-masing.

c. Tujuan Alokasi Dana Desa ( ADD )

ADD dimaksudkan untuk memberikan stimulan pembiayaan program

Pemerintahan Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan

masyarakat.

Tujuan pemberian ADD adalah :

a. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam melaksanakan

pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai

kewenangannya.

b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipasif

sesuai dengan potensi desa;

c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan

berusaha bagi masyarakat desa;

d. Mendorong peningkatan swadaya dan gotong-royong masyarakat di desa.

d. Prinsip Pengelolaan Alokasi Dana Desa ( ADD )

PRINSIP PENGELOLAAN ADD adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

(35)

2. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan

dievaluasi secara terbuka dengan melibatkan unsur lembaga kemasyarakatan di

desa.

3. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis

dan hukum;

4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah, dan terkendali

serta harus selesai pada akhir bulan Desember.

5. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai indikator keberhasilan

pelaksanaan ADD antara lain :

a.Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang ADD dan penggunaannya;

b.Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Musrenbang Desa dan

pelaksanaan pembangunan desa;

c.Terjadi sinergi antara kegiatan yang dibiayai ADD dengan

program-progran pemerintah lainnya yang ada di desa;

d.Tingginya kontribusi masyarakat dalam bentuk swadaya msyarakat

terhadap pembangunan yang dilaksanakan di desa;

e. Tingkat penyerapan tenaga kerja lokal pada kegiatan pembangunan desa;

f. Kegiatan yang didanai sesuai dengan yang telah direncanakan dalam APB

(36)

g. Terjadinya peningkatan pendapatan asli desa.

F. Defenisi konsep

Defensi konsep adalah istilah yang digunakan untuk secara abstarak kejadian,

keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial dengan

konsep peneliti melakukan abstraksi dan menyederhanakan pemikirannya melalui

penggunaan satu istilah untuk kejadian (events) yang berkaitan dengan yang lainnya

maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, definsi konsep peneliti :

1. Pemerdayaan Masyarakat adalah upaya pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya masyarakat secara lebih efektif dan efisien, baik dari (a)aspek

masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencanadan teknologi);

(b) dari aspek proses (pelaksanaan, monitoring dan pengawasan); (c) dari

aspek keluaran atau output (pencapaian sasaran,efektifitas, dan efisiensi).

2. Alokasi Dana Desa adalah anggaran keuanggan yang diberikan pemerintah

desa, yang mana sumbernya berasal dari bagi hasil pajak serta dana

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten.

3. Desa adalah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yangmempunyai

susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa.Masyarakat

adalah Desa Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah

keanekaragaman,partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat.

4. Pemanfatan adalah hal, cara, hasil kerja dalam memanfaatkan sesuatu yang

(37)

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangaka teori, defenisi konsep dan

sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini membuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan

data dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

BAB III : DISKRIPSI LOKASI PENELITI

Bab ini membuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang di analisis, serta membuat pembahasan atau interprestasi

dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini membuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang akan dianalisis, serta membuat pembahasan atau interaksi

dari data-data yang disajikan pada bab selanjutnya.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisis data yang telah diperoleh selama melakukan

penelitian di lapangan dan memberikan interpertasi atas permasalahan yang

di teliti.

(38)

Bab ini membuat analisis data yang telah di peroleh selama melakuakan

penelitian di lapangan dan memberikan implementasi atas permasalahan

Referensi

Dokumen terkait

Relay menggunakan Prinsip Elektromagnetik untuk menggerakkan Kontak Saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil ( low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan

Pada umumnya nama keluarga yang bermakna asosiatif dalam bahasa Kaili dan bahasa Inggris diambil dari nama keluarga berdasarkan nama tempat, nama yang mengikuti nama

Memilih secara tergesa-gesa tanpa memperhitungkan segala aspek akan berakibat fatal bahwa jurusan yang diambil tidak sesuai dengan kepribadian sampai pada drop out

2 Kabupaten Sorong bertujuan agar memberikan pengetahuan kepada siswa SMA/SMK dan SMP tentang perlunya kesadaran untuk menjaga lingkungan sekitar dari kerusakan yang

[r]

Maka dari itu penelitian ini akan memfokuskan pada analisa faktual terhadap penerapan manajemen pemasaran produk yang dilakukan oleh Rumah Zakat yang difokuskan

Kerusakan jaringan pada luka bacok dari hasil penelitan pada tabel 5, terlihat bahwa semua kejadian luka bacok menge- nai bagian Epidermis dan Dermis dengan presentase 100%,

Métode déskriptif mangrupa métode anu digunakeun pikeun ngaréngsékeun masalah anu ditalungtik ku cara ngagambarkeun kaayaan subjék atawa objék panalungtikan