• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Pemuda Budidaya Ayam Arab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Pemuda Budidaya Ayam Arab"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

i

POLA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN PELATIHAN BUDIDAYA AYAM ARAB DI BPPLSP REGIONAL III JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Strata I Untuk menempuh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nama : SUCI ROHANIYAH Nim : 1201401017

Jurusan : Pendidikan Luar Sekolah

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di dalam Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 28 Oktober 2005

Panitia Ujian

Ketua Penguji I

Drs. H. Siswanto, M.M Drs. Utsman, M.Pd

NIP. 130515769 NIP.

Sekretaris Penguji II

Drs. Achmad Rifai R.C M.Pd Drs. K. Nurhalim, M.Pd

NIP. 131413302 NIP. 130870431

Penguji III

(3)

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Dibalik kesukaran pasti ada kemudahan, maka bila usai suatu pekerjaan, berusahalah menyelesaikan pekerjaan lainnya dan kepada Tuhanmulah engkau berserah diri (Q.S. Al- Insyirah : 6-8)

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang, yang selalu membutuhkan perjuangan dan pengorbanan (Penulis)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1. Bapak dan ibu tercinta atas segala doa, kasih sayang serta pengorbanannya 2. Adik-adikku tersayang Dian, Andi, dan Akbar, kalianlah sumber semangat

dan inspirasi yang tiada pernah berhenti

3. Sutrisno ST, seseorang yang selalu menyemangati dan menyertaiku 4. Teman-teman seperjuangan PLS FIP UNNES 2001, serta rekan-rekan

(4)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata I bidang Pendidikan Luar Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Skripsi dengan judul “Pola Pemberdayaan Pemuda Dengan Pelatihan Budidaya Ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis serta pihak-pihak yang ingin mengkaji lebih dalam tentang permasalahan pemberdayaan pemuda yang diteliti oleh penulis.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa sebagai karya ilmiah penyusunan skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karenanya penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang dengan kerelaan hati bersedia memberikan saran dan kritik membangun yang sangat diharapkan penulis.

Tanpa melupakan jasa kebaikan dukungan moril dan spirituil dari banyak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, dari hati yang tulus penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Drs. H. Siswanto, M.M, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

(5)

v

3. Drs. Khomsun Nurhalim, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang telah dengan kesabaran dan tanggung jawab telah memberi banyak pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Drs. Sawa Suryana, Dosen Pembimbing II yang telah dengan kesabaran dan tanggung jawab juga telah memberi banyak pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Drs. Wartanto, MM, sebagai kepala Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Regional III Jawa Tengah yang telah memberikan ijin penelitian.

6. Drs. Kastum, M.Pd, sebagai kepala seksi program BPPLSP Regional III Jawa Tengah yang telah memberikan bantuan dalam melengkapi data yang penulis perlukan.

7. Para responden : Pihak penyelenggara, Tutor/nara sumber teknis dan peseta/ warga belajar pelatihan budidaya ayam Arab di Sekunir Gunungpati dan Beji Para’an Ungaran yang dengan keterbukaan hati bersedia diwawancarai dan melengkapi data yang penulis perlukan.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi banyak dukungan, motivasi dan bantuan yang penulis butuhkan selama proses penyusunan skripsi ini.

Semarang, Juli 2005 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN KELULUSAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

B. Pendidikan Kecakapan Hidup ... 16

C. Pelatihan Budidaya ayam Arab... 20

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

A. Pendekatan Penelitian ... 34

B. Penentuan Lokasi ... 35

C. Fokus Penelitian ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data... 36

E. Keabsahan Data... 40

F. Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan... 63

C. Faktor pendukung dan penghambat ... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 72

A. Simpulan ... 72

B. Saran... 74

(7)

vii

ABSTRAK

Suci Rohaniyah, 2005. “Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya

ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah. Skripsi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Universitas Negeri Semarang.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pola pemberdayaan pemuda tersebut.

Tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan bagaimanakah pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pola pemberdayaan pemuda tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam pengumpulan data digunakan juga sumber-sumber non manusia berupa laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan budidaya ayam Arab dan dokumen lainnya. Pengamatan diskriptif dilakukan untuk melihat kondisi umum Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Regional III Jawa Tengah, setelah itu dilakukan pengamatan yang terfokus pada objek yang akan diteliti. Proses selanjutnya dilakukan secara selektif untuk melihat sejauh mana sarana dan prasarana serta aspek pendampingan yang dapat mendukung proses pembinaan. Bersamaan dengan proses pengamatan tersebut dilakukan pula wawancara deskriptif dengan Kepala Seksi Program BPPLSP Ungaran untuk memperoleh gambaran secara umum tentang sejarah singkat, struktur organisasi, jumlah peserta/warga belajar, jumlah tutor dan fasilitator, serta gambaran situasi umum desa binaan Sekunir Gunung Pati dan Beji Para’an Ungaran. Selanjutnya untuk meyakinkan kebenaran dari informasi yang diperoleh dilakukan pengamatan dan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data yang digunakan pertama kali dalam proses wawancara terencana yang terfokus adalah pertanyaan dijukan secara tidak berstruktur tertentu akan tetapi selalu berpusat kepada satu pokok permasalahan yang akan diteliti dan kedua, menggunakan wawancara terstruktur.

(8)
(9)

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 210 juta orang, dari jumlah tersebut kelompok yang dikategorikan generasi muda atau yang berusia diantara 15 sampai 35 tahun diperkirakan berjumlah sekitar 78 juta jiwa atau 37% dari jumlah penduduk seluruhnya sebagaian besar dari kelompok usia ini adalah tenaga kerja produktif yang akan mengisi berbagai bidang kehidupan. Pemuda akan menempati posisi penting dan strategis, sebagai pelaku-pelaku pembangunan maupun sebagai generasi muda yang berkiprah dimasa depan. Karena itu pemuda harus dipersiapkan dan diberdayakan agar mampu memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna menghadapi tuntutan, kebutuhan serta tantangan dan persaingan diera globalisasi.

Pembangunan dibidang kepemudaan merupakan mata rantai tak terpisahkan dari sasaran pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya saing, merupakan salah satu kunci untuk membuka peluang untuk keberhasilan diberbagai sektor pembangunan lainnya. Oleh karena pemuda sebagai bagian dari warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu (dalam UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1). Namun kenyataannya hanya sebagian penduduk saja yang dapat menggunakan kesempatan tersebut. Oleh sebab itu sebagai implikasinya maka lahirlah UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dimana jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal sebagai pengganti berarti pendidikan nonformal dapat menggantikan peran pendidikan formal dalam memberikan layanan pendidikan kepada warga negara. Sebagai penambah pendidikan nonformal berfungsi memberikan materi tambahan bagi pendidikan formal, sedangkan pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan formal dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam rangka pelaksanaan pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal diantaranya adalah pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Pendidikan kecakapan hidup (life skills) pada dasarnya merupakan suatu upaya pendidikan untuk meningkatkan kecakapan hidup tiap warga negara. Pengertian kecakapan hidup disini adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa rasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi, sehingga akhirnya mampu mengatasinya, dan memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri.

BPPLSP (Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda) Regional III Jawa Tengah merupakan lembaga yang berkewajiban melakukan pengembangan dan pengkajian dibidang pendidikan luar sekolah dan pemuda. Sebagai bentuk pengembangan dan pengkajian dibidang pendidikan luar sekolah dan pemuda, BPPLSP menyelenggarakan program-program pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar dibidang pekerjaan atau usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik dan jiwanya, serta potensi lingkungannya sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Dari berbagai macam program-program pelatihan yang diselenggarakan oleh BPPLSP Regional III Jawa Tengah ini salah satunya adalah pelatihan dan budidaya ayam Arab, dimana ayam Arab sangat potensial untuk dijadikan perimadona baru dalam dunia peternakan ayam petelur. Pemeliharaan yang mudah, efektivitas telur yang tinggi , serta karakter telurnya yang menyerupai telur bukan ras (Buras;kampung), merupakan daya pikat tersendiri bagi masyarakat. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut keuntungan yang diperoleh peternak ayam arab juga cukup tinggi oleh karena itu, wajar bila dalam waktu relatif singkat, populasi ayam Arab telah berkembang dengan pesat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan daerah-daerah lain. Penyelenggaraan program kecakapan hidup (life skills) melalui pelatihan budidaya ayam Arab ini diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan dan upaya memecahkan masalah pengangguran yang semakin memprihatinkan. Walaupun sasaran dari setiap lembaga penyelenggaraan program-program pelatihan secara umum hampir sama, namun setiap lembaga yang menjadi penyelenggara program pelatihan, memiliki persyaratan, mekanisme pengusulan dan penetapan, serta karakteristik program yang berbeda-beda. Disamping itu juga masih berjalannya dua desa binaan yang berada di desa Sekunir Gunungpati dan desa Para’an Beji Ungaran. Situasi ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang bermaksud mengidentifikasi dan mendiskripsikan pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

(10)

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah ?

2. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

(11)

xi 2. Manfaat praktis

Temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan pihak BPPLSP untuk mengevaluasi program-program yang dilaksanakan, Bagi pemuda agar mereka mempunyai kemampuan untuk dapat diberdayakan, Bagi Dinas Pendidikan Luar Sekolah, Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat untuk mengambil kebijakan dimasa datang, serta pihak-pihak yang berkompeten lainnya.

E. Penegasan Istilah

Sehubungan dengan keterbatasan dan kemampuan penulis, untuk memperjelas judul skripsi ini, maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut :

1. Pola Pemberdayaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Pola berarti model tau bentuk yang tetap. Adapun mengenai istilah

pemberdayaan pemuda merupakan suatu upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh pemuda itu sendiri. Pemberdayaan pemuda ini diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka (Moelyanto, 1999 dalam Ari Wahyono 2001 : 9)

(12)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pemuda mencakup anak- anak manusia dari umur 15 sampai dengan 24 tahun. Menurut Organisasi Pemuda, Pemuda dapat saja menjangkau semua orang muda yang menurut anggaran dasarnya dapat menjadi anggota, biasanya termasuk didalamnya semua muda-mudi yang berumur 15 sampai 40 tahun. Di dunia politik, budaya, ekonomi, dan keagamaan, kaum muda adalah mereka yang relatif belum lama bergerak atau berperan penting dalam bidang-bidang itu (Mangunharjana, 1996 : 11). Tangdilintin (1994 : 5) merumuskan pemuda sebagai berikut : kaum muda harus dilihat sebagai “pribadi” yang sedang berada pada taraf tertentu dalam perkembangan hidup seorang manusia, dengan kualitas dan ciri tertentu yang khas, dengan hak dan peranan serta kewajiban tertentu dengan potensi dan kebutuhan tertentu pula.

3. Kecakapan Hidup (Life Skills)

Menurut Broling (1989) Life Skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat mandiri. WHO (1997) memberikan pengertian bahwa kecakapan hidup adalah berbagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif.

4. Pelatihan

(13)

xiii

(14)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pola Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Dalam kajian teori ini akan disajikan beberapa pengertian Pemberdayaan atau sering disebut empowering, menurut Suzanne Kindervatter dalam bukunya yang berjudul Nonformal Education As an Empowering Process, menyatakan bahwa Empowering was defined as : People gaining an Understanding of and control over social, economic, and/ or political forces in order of improve their

standing in society (Kindevatter, 1979 : 150). Berdasarkan pengertian ini dapat

dikemukakan bahwa proses pemberian kekuatan atau daya adalah setiap upaya pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan atau politik sehingga akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.

(15)

xv

kesatuan pandangan dan langkah dalam mencapai tujuan, (g) menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang dapat menimbulkan rasa percaya diri pada warga belajar, dan (h) bertujuan akhir untuk meningkatkan status sosial, ekonomi, dan atau politik warga belajar dalam masyarakat. Akhirnya Suzanne Kindervatter (1979 : 157) menyimpulkan bahwa : Generally, NFE for empowering is an educational approach which enable leaners to gain greater undersanding and of

control over social, economic, and/ or political forces trough : (1) Exercising a

high degree of control over all aspect of the learning proces; (2) Learning both

“content” and : process” skill responsive to their needs and problems ; and (3)

working collaborativery to solve mutual problems.

Kesimpulan diatas mengungkapkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah sebagai proses empowering adalah suatu pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar mampu untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga warga belajar mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya dalam masyarakat, untuk itu proses yang perlu ditempuh warga belajar adalah (1) melatih tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai aspek perkembangan sosial, ekonomi dan politik selama proses

pembelajaran (2) mempelajari berbagai macam keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama (Sudjana, 1993 : 63).

Pengertian pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kata “

empowerment” yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah

(16)

kecakapan hidup/life skills adalah penekanan pada pentingnya pemberdayaan pemuda yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pemuda yang dapat mengikuti Pelatihan dan budi daya ayam Arab di BBPLSP adalah pemuda yang menganggur atau tidak memiliki pekerjaan tetap, belum memiliki ketrampilan atau kecakapan hidup yang dibutuhkan untuk bisa berusaha atau bekerja, berpendidikan SMA tetapi tidak melanjutkan sampai ke Perguruan Tinggi, berusia antara 16 sampai 44 tahun dengan prioritas 19 sampai 35 tahun dan memiliki kemauan untuk belajar dan bekerja. Pola pemberdayaan pemuda dalam pembinaan kecakapan hidup (life skills) diselenggarakan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan peserta pelatihan, menetapkan tujuan, merancang kegiatan, menentukan nara sumber, menentukan peserta, menentukan pelaksanaan, persipan pelatihan, penerapan atau pelaksanaan pelatihan, evaluasi pelatihan dan dokumentasi pelatihan. Pendekatan pemberdayaan pemuda yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka (Moelyanto, 1999 dalam Ary Wahyono, 2001: 9).

2. Strategi Pemberdayaan

Strategi dasar dalam pemberdayaan (pendekatan pelayanan masyarakat/ community Service Approach) pada umumnya dilandasi pada upaya

mengoptimalkan fungsi manajemen Penddidikan Luar Sekolah.

(17)

xvii 2.1 Perencanaan Program

Skidmore (1990 : 42-43) menyatakan bahwa suatu perencanaan diperlukan oleh lembaga atas dasar beberapa alasan, yaitu :

a. Efisiensi (efficiency). Tujuan dasar dari suatu efisiensi adalah usaha untuk mencapai tujuan dengan biaya dan upaya yang minimum tetapi mendapatkan hasil yang sama baiknya. Skidmore menyakini bahwa hal ini baru bisa terjadi bila dilakukan perencanaan secara seksama dan, juga merupakan suatu proses antisipasi (anticipatory process) terhadap berbagai masalah yang akan muncul.

b. Keefektifan (effectiveness). Lewiss (1985 :10) melihat bahwa keefektifan diukur berdasarkan variabel-variabel kriteria (criterion variables) yang diciptakan dalam hubungan dengan pencapaian tujuan. Berdasarkan kriteria-kriteria ini petugas dapat menilai apakah program yang telah mereka jalankan dapat dikategorikan sebagai berhasil ataukah tidak. Akan tetapi, hasil yang diinginkan mungkin tidak dapat dicapai bila tidak dilakukan perencanaan terlebih dahulu.

c. Akuntabilitas (accountability). Skidmore (1990 : 82-84), ada dua akuntabilitas yang perlu diperhatikan yaitu akuntabilitas lembaga dan akuntabilitas individu. Dimanapun akuntabilitas itu mengarah, suatu perencanaan yang seksama dapat mengarahkan para tenaga profesional untuk mengoperasionalisasikan pekerjaan mereka.

(18)

lembaga. Para staf organisasi membutuhkan penyaluran kreatifitas, perasaan dapat mencapai sesuatu (being of achievement), dan kepuasan dalam upaya meningkatkan kinerja mereka.

2.2 Pelaksanaan Program

Kegiatan pelaksanaan program merupakan suatu proses yang dimulai dari implementasi awal atau pre-implementasi, implementasi dan implementasi akhir. Implementasi awal mencakup kegiatan-kegiatan persiapan sebelum program kegiatan dilakukan. Implementasi kegiatan merupakan semua aspek kegiatan teknis yang dilakukan pada sesi kegiatan termasuk koordinasi administratif, dokumentasi, dan dukungan finansial sedangkan implementasi akhir (post-implementation) mencakup kegiatan-kegiatan administratif dan finansial yang

diperlukan sesudah program dilaksanakan, termasuk kegiatan pelaporan, proses, dan hasil program kegiatan.

2.3 Evaluasi Program

Evaluasi menunjukkan suatu usaha untuk memperoleh informasi atau keterangan dari hasil suatu program dan menentukan nilai (value) dipandang dari sudut informasi tersebut. Evaluasi terhadap setiap kegiatan adalah penting, karena dalam evaluasi orang berusaha menentukan nilai atau manfaat dari pada kegiatan, dengan menggunakan informasi yang tersedia.

(19)

xix

yang diselenggarakan itu dapat mencapai sasarannya, maka pelatihan perlu dinilai atau dievaluasi.

Menurut Kirkpatrick rencana keseluruhan evaluasi pelatihan memberikan suatu kerangka untuk mengukur perubahan yang diinginkan pada tiap tingkat evaluasi, yakni perubahan pada tingkat belajar, tingkat perilaku dan tingkat hasil dengan menggunakan kriteria yang tepat.

2.4 Pengembangan

Pengembangan program pendidikan luar sekolah bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan pelaksanaan program serta memperluas jangkauan pelayanan program kepada masyarakaat sesuai dengan kebutuhan belajar yang diinginkan.

Agar pengembangan program pendidikan luar sekolah dapat tercapai perlu adanya kontroling/ monitoring yang berfungsi sebagai berikut :

a. Menghentikan kesalahan, penyimpangan, pemborosan, hambatan yang mengakibatkan ketidakefektifan program.

b. Mencegah terulangnya kembali kesalahan-kesalahan yang menghambat program.

c. Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk tujuan pencapaian program.

3. Teknik Pemberdayaan

(20)

perbedaan dan kesamaan. Tetapi pada dasarnya tahapan yang dilakukan mencakup beberapa tahapan dibawah ini :

3.1 Tahap Persiapan.

Tahap persiapan ini didalamnya terdapat tahap penyiapan petugas untuk menyampaikan persepsi antar anggota tim agen perubah (change agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat. Dan penyiapan lapangan, petugas (community worker) pada awalnya melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal.

3.2 Tahap Assesment

Proses assessment yang dilakukan disini dilakukan dengan

mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki klien. Dalam proses penilian (assessment) dapat digunakan teknik SWOT, dengan melihat kekuatan (streangth), kelemahan (Weaknesses), kesempatan (opportunities) dan ancaman (threatment). Dalam proses assessment masyarakat dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa permasalahan yang sedang dibicarakan benar-benar permasalahan yang keluar dari pandangan mereka sendiri.

3.3 Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan.

(21)

xxi

masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan.

3.4 Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubahan (community worker) membantu masing-masing kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada pihak penyandang dana. Dalam tahap pemformulasian rencana aksi ini,

diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.

3.5 Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan

Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga masyarakat, maupun kerja sama antar warga.

3.6 Tahap Evaluasi

Evaluasi sebagai sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat

(22)

3.7 Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap ‘mandiri’, tetapi tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan

sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan. Meskipun demikian, tidak jarang community worker tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin. Apalagi bila petugas (community worker) merasa bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik.

B. Pendidikan kecakapan hidup/life skills

1. Pengertian Pendidikan kecakapan hidup

Menurut Broling (1989) life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Broling mengelompokkan life skills ke dalam tiga kelompok kecakapan yaitu : kecakapan hidup sehari-hari (daily living skill), kecakapan hidup pribadi/sosial (personal/social skill) dan kecakapan hidup bekerja (occupational skill).

(23)

xxiii

kecakapan hidup kedalam lima kelompok yaitu : (1) kecakapan mengenal diri (self awareness) atau kecakapan pribadi (personal skill), (2) kecakapan sosial (social

skill), (3) kecakapan berpikir (thinking skill), (4) kecakapan akademik (academic

skill) dan (5) kecakapan kejuruan (vocational skill).

Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa hakikat pendidikan kecakapan hidup dalam pendidikan nonformal adalah merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri. Dalam penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup didasarkan atas prinsip empat Pilar Pendidikan, yaitu : “learning to know” (belajar untuk memperoleh pengetahuan yang diikuti oleh “learning to learn” yaitu belajar untuk tahu cara belajar), “learnig to do” (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan),”learning to be” (belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan bakat, minat, dan potensi diri) dan “learning to live together” (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).

Pendidikan kecakapan hidup pada dasarnya merupakan suatu upaya pendidikan untuk meningkatkan kecakapan hidup setiap warga negara. Pengertian kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi, sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

2. Jenis-jenis Kecakapan Hidup/Life Skills

(24)

skill), yang mencakup kecakapan mengenal diri sendiri (self awareness), dan

kecakapan berpikir rasional (thinking skill). (2) Kecakapan sosial (social skill), seperti kecakapan melakukan kerjasama, bertenggang rasa, dan tanggung jawab sosial. (3) Kecakapan akademik (academic skill), seperti kecakapan dalam berfikir secara alamiah, melakukan penelitian, dan percobaan-percobaan dengan

pendekatan ilmiah. (4) Kecakapan vokasional (vocational skill) adalah kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Seperti di bidang jasa (perbengkelan, jahit menjahit), dan produksi barang tertentu (peternakan, pertanian, perkebunan).

Kecakapan kesadaran diri itu pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat dan warga negara, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Kecakapan berfikir rasional mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan

mengambil keputusan (information processing and decision making skills), serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif (creative problem solving skill). Skema tentang Kecakapan Hidup dapat diuraikan sebagai berikut :

Kecakapan Personal (PS) Kecakapan Hidup

(25)

xxv

Kecakapan Sosial (SS)

Kecakapan kecakapan Akedemik (AS)

Hidup (LS) Kecakapan

Hidup Spesifik (SLS) Kecakapan Vokational (VS)

Kecakapan sosial atau kecakapan antar personal (interpersonal skills) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill). Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang dimaksud

berkomunikasi di sini bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi dan

sampainya pesan disertai dengan kesan baik yang akan menumbuhkan hubungan harmonis.kecakapan bekerjasama sangat diperlukan karena sebagai mahluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain. Kerjasama bukan sekedar “kerja bersama” tetapi kerja yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan saling membantu. Dua kecakapan hidup yang diuraikan diatas (kecakapan personal dan kecakapan sosial) biasanya disebut sebagai kecakapan hidup yang bersifat umum atau kecakapan hidup generic (general life skill/GLS). Kecakapan hidup tersebut diperlukan oleh siapapun, baik mereka yang bekerja dan mereka yang sedang menempuh pendidikan.

Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skill/SLS)

(26)

dagangan yang tidak laku, tentu diperlukan kecakapan pemasaran. Untuk mampu melakukan pengembangan biologi molekuler tentunya diperlukan keahlian di bidang bio-teknologi. Kecakapan hidup yang bersifat khusus biasanya disebut juga sebagai kompetensi teknis (technical competencies) yang terkait dengan materi mata pelajaran atau materi diklat tertentu dan pendekatan pembelajarannya. Spesific Life Skill (SLS) mencakup kecakapan pengembangan akademik

(academik skill) dan kecakapan vocasional yang terkait dengan pekerjaan tertentu. Kecakapan akademik (academic skill/AS) yang seringkali juga disebut

kemampuan berfikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berfikir rasional pada GLS. Jika kecakapan berfikir rasional masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Kecakapan akademik mencakup antara lain

kecakapan melakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungan pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing

hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan

suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research). Kecakapan vocasional (vocational skill/VS) seringkali disebut pula dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang tertentu yang terdapat di masyarakat.

(27)

xxvii

terjadi adalah peleburan kecakapan-kecakapan tersebut, sehingga menyatu sebagai sebuah tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional, dan intelektual. Keempat jenis kecakapan hidup diatas, dilandasi oleh kecakapan spiritual, yakni : keimanam, ketaqwaan, moral, etika dan budi pekerti yang luhur sebagai salah satu pengamalan dari sila pertama pancasila. Dengan demikian, pendidikan kecakapan hidup diarahkan pada pembentukan manusia yang

berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, mandiri serta memiliki produktivitas dan etos kerja yang tinggi.

C. Pelatihan Budi Daya Ayam Arab

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah pembelajaran untuk merubah kinerja (Performance) dari seseorang dalam kaitannya dengan tugasnya (Jobs). Dalam hal ini ada empat hal penting untuk diperhatikan yaitu :

1) Pembelajaran (Learning) merupakan upaya untuk merubah atau meningkatkan kinerja seseorang dalam hubungannya dengan tugas-tugasnya dalam suatu organisasi. Pembelajaran biasanya mengacu kepada perubahan sesuatu kepada si beajar (Learners) dan perubahan itu biasanya mencakup psychomotoric, cognitive, affective, connative.

(28)

3) Sasaran (People) yang dimaksud dalam kegiatan training biasanya adalah terkait dengan orang dewasa (Adults) yang professional. Dengan demikian berarti dalam proses pelatihan kita harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap-sikap tertentu dalam menghadapi pekerjaannya. Menurut Ernesto (1991) dalam pelatihan terhadap orang dewasa tidak hanya memperhatikan tehadap tujuan dalam melakukan pelatihan, namun juga keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki oleh orang dewasa selama proses pelatihan perlu diperhatikan. Perspektif, pengalaman, kebutuhan, dan orientasi perlu mendapat perhatian dalam pelatihan.

(29)

xxix

efisiensi. Banyak orang justru bersikap skeptis terhadap program-program pelatihan. Kenyataan ini terjadi karena menurut para ahli, diantarannya menurut (Jhon and Jeff, 1977) adalah karena:

1) Pelatihan tidak menyentuh substansi yang sebenarnya (no real subtance).

2) Pelatih bukan orang yang memiliki spesifikasi bidang pelatihan yang dilakukan, dan akibatnya pelatih cenderung bersifat akademik (tend to be academic).

3) Banyak pimpinan yang tidak meyakini tentang kegunaan pelatihan, karena dianggap hanya bersifat akademik, terlalu teoritis, menghabiskan biaya, dan tidak memberikan dampak yang berarti. 4) Umumnya pelatihan dilakukan dalam waktu yang pendek dan

akibatnya sering tidak membawa perubahan yang berarti bagi sasaran (learners).

5) Pelatihan hanya dianggap penting bagi pegawai menengah dan bawah dan tidak penting bagi pimpinan (thinking it good only middle or low middle managers and not to senior)

6) Pelatihan terlalu akademik dan para manager tidak memiliki kesempatan untuk mengikutinya.

(30)

prioritas-prioritas, sistem, produser, tanggung jawab, dan dukungan finansial (financing).

8) Pelatih sering menggunakan metode yang tradisional (traditional methods) akibatnya peserta menjadi bosan, padahal sasaran ingin

memperoleh pengalaman yang banyak.

9) Pelatih memiliki keterbatasan dalam penggunaan audio-visual dan teknologi komunikasi modern.

10)Pelatih cenderung menggunakan pendekatan Paedagogy dan kurang memahami pendekatan Andragogy.

11)Pelatih hanya memiliki latar belakang bidang keahlian karena hanyalah seorang manager.

Pelatihan tidak selamanya berjalan secara lancar pada setiap kesempatan. Banyak faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan, dan faktor-faktor itu adalah :

1) Teori dengan praktek tidak sejalan, artinya teorinya teori yang diberikan tidak bisa dipraktekkan pada saat menjalankan tugas-tugas yang dilakukan.

2) Kondisi lingkungan tidak kondusif untuk dimanfaatkan dalam pelatihan dan tidak bisa menunjang kinerja behaviors yang diperlukan dalam pelatihan.

(31)

xxxi

4) Sasaran (learners) tidak memiliki motivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan serta tidak mempunyai kemampuan untuk mengikuti materi pelatihan yang diberikan.

5) Pengembangan organisasi dianggap bisa dilakukan melalui kegiatan non-pelatihan, misalnya perubahan kebijakan dan pengembangan proyek-proyek tertentu.

6) Sumber-sumber yang diperlukan dalam kegiatan pelatihan tidak memadai, baik sumber finansial, manusia, fisik dan teknologi.

Pelatihan (training) lebih menekankan pengajaran, disiplin atau driil. Pelatihan besifat jangka pendek, lebih spesifik, dan hal-hal penting. Pengetahuan, keterampilan, orientasi, pengalaman, dan perspektif yang diberikan lebih terkait dengan pekerjaan sehari-hari, tugas-tugas khusus, proyek, atau kebutuhan-kebutuhan organisasi. Dalam pelatihan Ernesto (1991) lebih menekankan pada perception, experiences, attitudes, knowledge, and skills (PEAKS). Pelatihan dan budidaya ayam arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah ini dilaksanakan salah satunya adalah dikarenakan keunggulan ayam Arab itu sendiri sebagai ayam petelur telah memikat hati banyak peternak ayam, sebagai primadona baru ayam buras, kehadiran ayam arab ini mampu memberikan gairah baru bagi peternak. Dalam waktu singkat, telah muncul ratusan peternak ayam baru yang

(32)

bermanfaat bagi peternak pemula yang menginginkan keberhasilan usaha peternakannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usaha peningkatan produktivitas telur ayam Arab antara lain : pemilihan bibit, kandang yang sehat, pemberian pakan yang tepat, serta pengendalian penyakit.

1. Pemilihan bibit

Pemilihan bibit akan mempengaruhi produktivitas ayam Arab dalam menghasilkan telur. Bibit yang baik biasanya juga menghasilkan anakan yang baik dan memiliki sifat yang mirip dengan induknya. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diketahui sebagai indikator bibit yang baik. (a) Tanda DOC yang berkualitas baik; sehat, lincah, mata bulat, tidak mengantuk, tidak cacat kaki, sayap lengka, bentuk paruh normal, bulu tubuh kering. (b) Tanda ayam dara (pullet) yang siap bertelur; sehat, tidak cacat, kuku pendek, bobot minimal 1,2 kg pada umur 5 bulan. (c) Tanda calon induk petelur yang baik; sehat, tidak cacat, kuku relatif pendek, mata bulat cerah, bulu mengkilap, bentuk badan bulat letter U.

2. Kandang yang sehat

Setelah mendapatkan bibit baik yang terseleksi, hal selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah kandang. Ayam akan tetap sehat apabila ditempatkan pada kandang yang nyaman, yang memenuhi syarat sebagai berikut : (a) Longgar, tidak terlalu sempit (b) Cukup memperoleh sinar matahari pagi (c) Tanah padat dan berpasir, kering, bersih (d) Dapat melindungi ayam dari terik sinar matahari, hujan, kencangnya angin malam (e) Jauh dari keramaian.

(33)

xxxiii

Kualitas dan kuantitas pakan juga sangat menentukan produktivitas telur ayam Arab serta perkembanagan tubuh ayam itu sendiri. Sebaiknya pakan dibuat sendiri dengan pertimbangan utama adalah dapat diusahakan secara ekonomis. Beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam pembutan pakan ini antara lain : (a) Mudah didapat, selalu tersedia, murah (b) Tidak bersaing dengan kebutuhan manusia (c) Disukai oleh ayam (d) Tidak mengganngu kesehatan ayam.

Disamping itu perlu diberikan pula ramuan tradisional untuk mengoptimalkan produksi telur ayam Arab ini.

4. Pengendalian penyakit

(34)

dan peralatan ; harus senantiasa terjaga kenyamanan dan kebersihannya (c) Lingkungan sekitar kandang ; lingkunagan yang kotor dan tanaman yang terlalu rimbun mudah untuk berkembangnya suatu penyakit (d) Pakan dan air minum ; apabila kurang bergizi akan menurunkan kondisi tubuh ayam sehingga ayam menjadi lemah dan mudah terserang penyakit (e) Kondisi individual ayam (f) Bibit yang tercemar penyakit.

2. Model Pelatihan

Beberapa unsur yang terintegrasi dalam model siklus pelatihan adalah:

a. Analisis yang meliputi identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan, pengembangan kinerja yang standar, identifikasi sasaran (learners), pengembangan kriteria pelatihan, pekiraan biaya, dan perkiraan keuntungan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

b. Pengembangan, pada tahap ini merupakan esensi dari rancangan pelatihan, karena pada tahap ini akan bisa memantapkan kita untuk bisa atau tidak melakukan pelatihan. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan, antara lain : masukan, urutan kegiatan, logistik, sumber-sumber, finansial yang diperlukan, dan kriteria keberhasilan.

(35)

xxxv

administratif yang perlu diperhatikan terutama adalah kegiatan koordinasi dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya.

d. Evaluasi, pada tahap ini harus ditetapkan perilaku apa yang hendak dicapai dari pelatihan, baik selama proses pelatihan, sesudah pelatihan, maupun tindak lanjut dari pelatihan. Untuk maksud ini perlu dirumuskan kriteria yang jelas dan terukur sehingga dapat diketahui bahwa perubahan perilaku tersebut akibat dari pelatihan.

e. Penelitian, dalam siklus pelatihan, penelitian merupakan gagasan yang baru, metodologi yang baru, dan teknologi yang baru. Dengan adanya penelitian akan bisa dijadikan masukan tentang kelebihan dan kekurangan dari kegiatan pelatihan yang telah berjalan, dengan demikian akan menjadi bahan penyempurnaan kegiatan serupa di masa mendatang.

Adapun model pelatihan yang biasa digunakan adalah model pelatihan dari Treadway Pakker yang relatif lebih sederhana dibandingkan dengan model

(36)

Model Sistem Pelatihan dari Treadway Pakker (Ernesto, 1991)

Conduct Training

Need Analysis

Develop Tarining

Objective

Measure Design Training

Training Results Curriculum

Implement Design/ Select

Training Program Training Methods

Design Training

(37)

xxxvii

Model Sistem Pelatihan dari Ricahard Miller (Ernesto, 1991)

Analysis of overal system NEEDS ASSESMENT

Analysis of task of JOB

Specification Definition

of KSO Target client

Training needs

Analysis of objectife in OBJECTIVE

behavioral form SETTING

Course countruction Development

Of measures of job proficiency

(38)

Definition of syllabus Content

Teaching strategy DESIGN Mean of presentation PROCESS Writing of lesson

Field testing & evaluation Revition

Implementation of system IMPLEMENT

ATION PROCESS

EVALUATION PROCESS 3. Evaluasi Pelatihan

Setiap penyelenggaraan suatu program pelatihan biasanya diperlukan biaya yang cukup besar, agar biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dan pelatihan yang diselenggarakan itu dapat mencapai sasarannya, maka pelatihan perlu dinilai atau dievaluasi.

(39)

xxxix

Kriteria untuk menilai pelatihan adalah tujuan program pelatihan yang dinyatakan secara khusus dan dalam bentuk yang dapat diukur. Untuk mengukur hasil suatu pelatihan secara ilmiah, cermat, dan tepat, maka kegiatan-kegiatan berikut perlu dilakukan :

a. Memilih suatu rencana evaluasi

b. Memilih teknik pengumpulan data yang tepat

c. Memilih metode-metode statistik yang cocok untuk mengoalah data dan mengambil kesimpulan-kesimpulan.

Maka dari pada itu harus ada :

a. Evaluasi terhadap peserta yang dilakukan sebelum pelatihan. Gunanya adalah untuk menentukan tingkat pengetahuan, ketrampilan, prestasi, dan sikap yang telah dimiliki oleh para peserta.

b. Evaluasi terhadap para peserta yang dilakukan sesudah pelatihan. Gunanya adalah untuk menentukan tingkat pengetahuan, ketrampilan, prestasi dan sikapnya yang baru.

Dengan demikian rencana evaluasi yang pokok dan ilmiah itu memerlukan pemeriksaan sebelum dan sesudah pelatihan; juga penggunaan kelompok

pengawasan. Rencana evaluasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengukuran Pengukuran

Sebelum Pelatihan setelah

(40)

Pengukuran perubahan

Rencana evaluasi yang baru dikemukakan tersebut merupakan evaluasi dasar. Ada beberapa variasi rencana evaluasi sebagai berikut :

1. Pengukuran setelah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok pengawasan.

2. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok pengawasan.

3. Pengukuran sebelum pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok pengawasan.

4. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok pengawasan.

5. Suatu rencana evaluasi tiga kelompok yang menggunakan satu kelompok percobaan dan dua kelompok pengawasan. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan kelompok pengawasan pertama dan kelompok pengawasan kedua dipergunakan hanya untuk pengukuran setelah pelatihan.

(41)

xli

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah suatu alat atau cara untuk melaksanakan pemeriksaan yang diteliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan obyektif guna memecahkan persoalan praktis (Pringgodigdo, 1994 : 1028).

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP

(43)

xliii

pemahaman secara mendalam mengenai pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

B. Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di BPPLSP (Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda) Regional III Jawa Tengah. Dipilihnya BBPLSP Ungaran sebagai lokasi penelitian dikarenakan tempat ini merupakan salah satu lembaga yang menyelenggarakan program-program pemberdayaan pemuda dalam pembinaan kecakapan hidup khususnya pelatihan budidaya ayam Arab. Setelah diadakan kegiatan pelatihan budidaya ayam Arab, dibentuk dua desa binaan yang berada di Beji Para’an Ungaran dan Sekunir Gunungpati, maka peneliti merasa perlu untuk mengadakan penelitian disini untuk memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari :

(1) Pengelola atau penyelenggara pelatihan budidaya ayam Arab (2) Fasilitator atau nara sumber teknis pelatihan budidaya ayam Arab (3) Warga belajar pelatihan budidaya ayam Arab.

C. Fokus Penelitian

(44)

masalah atau fokus dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan fokus atau masalah tetap dilakukan sewaktu penelitian sudah berada dilatar penelitian. Penelitian ini memfokuskan pada :

1. Bagaimanakah Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah, dan 2. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokkan menjadi dua yaitu data utama dan data pendukung. Menurut Meleong (1995 :95) menyebutkan karakteristik dari data utama adalah dalam bentuk kata-kata atau ucapan dari perilaku orang-orang yang diamati dan diwawancarai. Dalam penelitian ini data utama diperoleh dari informan utama yang terdiri dari 4 orang warga belajar, 3 orang nara sumber teknis serta 3 orang fasilitator atau penyelenggara pelatihan ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah. Sedangkan karakteristik data pendukung atau tambahan adalah dalam bentuk non manusia, sehingga dalam kaitannya dengan penelitian ini, data tambahan bisa berupa surat-surat, dokumentasi tentang pelatihan budidaya ayam Arab.

(45)

xlv

Dalam proses pengumpulan data peneliti merupakan instrumen penelitian yang utama (Moleong, 1991 : 121). Beberapa alat perlengkapan penelitian yang akan diperlukan seperti alat tulis, catatan kancah, dan kamera foto. Alat tersebut digunakan untuk memperlancar proses penelitian dan tidak mengganggu

kewajaran pengamat (Bogdan dan Biklen, 1982 : 27)

Ada tiga teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dimana terjadi komunikasi secara verbal antara pewawancara dengan subjek wawancara. Menurut Moleong (2001;135), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai, yang memberikan jawaban pertanyaan itu.

(46)

atau penyelenggara yang berjumlah 3 orang, serta 3 orang nara sumber teknis. Sedangkan hal-hal yang akan diwawancarai meliputi gambaran umum sasaran, kondisi sosial ekonomi pemuda budidaya ayam Arab, pola pemberdayaan pemuda pelatihan budidaya ayam Arab, serta upaya-upaya BPPLSP terhadap

pemberdayaan.

Peneliti menggunakan metode wawancara karena dengan menggunakan metode wawancara peneliti dapat menggali informasi langsung secara mendalam dari informan penelitian tentang bagaimanakah pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah serta faktor pendukung dan penghambat pola pemberdayaan tersebut.

b. Observasi

(47)

xlvii

pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.

Dokumen dapat dibedakan menjadi dokumen primer, jika dokumen ini ditulis orang yang langsung mengalami suatu peristiwa; dan dokumen sekunder, jika peristiwa dilaporkan kepada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang lain. Otobiografi adalah contoh dokumen primer dan biografi adalah contoh dokumen sekunder (Irawan Soeharto, 1995:70-71).

Penelitian ini akan menggunakan baik data primer maupun data sekunder untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan observasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh data peserta, tutor atau nara sumber teknis, penyelenggara dan kurikulum atau garis-garis besar program pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

Alasan peneliti menggunakan metode dokumentasi yaitu untuk memperkuat data-data yang sudah ada yang di dapatkan peneliti dengan menggunakan metode observasi dan wawancara.

(48)

penelitian dikeluarkan oleh BPPLSP Regional III Jawa Tengah, peneliti mulai melakukan penelitian. Adapun metode yang pertama kali adalah metode observasi dan dokumentasi yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2005. data yang diperoleh yaitu: mengetahui pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab yang meliputi proses persiapan kegiatan, input, proses pelaksanaan, out put, out comes sampai dengan tahap evaluasi. Selanjutnya pada bulan Juni 2005 dilakukan wawancara dengan para responden yang dapat menghasilkan data berupa: Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab serta faktor pendukung dan faktor penghambat dari pelaksanaan pola penberdayaan pemuda tersebut.

E. Keabsahan Data

Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2000 : 173) menjelaskan ada empat kriteria yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk keabsahan data, yaitu : (1) Derajat Kepercayaan, (2) Keteralihan, (3) Kebergantungan dan (4) Kepastian.

Kriteria keabsahan data diterapkan dalam rangka membuktikan temuan hasil dilapangan dengan kenyataan yang diteliti dilapangan. Teknik-teknik yang digunakan untuk melacak atau membuktikan kebenaran atau taraf kepercayaan data tersebut bisa melalui ketekunan pengamatan dilapangan (persistent

observation), triangulasi (triangulation), pengecekan dengan teman sejawat (peer

debriefing), analisa terhadap kasus-kasus negatif (negatif case analysis), reverensi

(49)

xlix

Dari berbagai teknik ini, maka peneliti menggunakan teknik pengamatan lapangan dan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan/ sebagai pembanding terhadap data itu, Denzin (dalam Lexy Meleong, 1995 : 178) membedakan empat triangulasi, yaitu :

(1) Triangulasi Sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat diperoleh dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang diketahuinya.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan, orang berada atau pemerintah.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

(2) Triangulasi Metode, menurut Patton dalam Moleong (2001; 178) terdapat dua strategi, yaitu :

(50)

b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

(3) Triangulasi Peneliti ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya adalah dapat membantu mengurangi “kemencengan data”.

(4) Triangulasi Teori adalah membandingkan teori yang ditemukan berdasarkan kajian lapangan dengan teori-teori yang telah ditemukan oleh para pakar ilmu sosial sebagai mana yang telah diuraikan dalam bab landasan teori yang telah ditemukan.

Untuk membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini hanya digunakan triangulasi sumber. Keabsahan data dilakukan peneliti dengan cara mengecek jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada peserta/ warga belajar, nara sumber teknis/tutor, dilanjutkan kepada penyelenggara/fasilitator pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

F. Analisis Data

Bersamaan dengan proses pengumpulan data, dilakukan analisis data. Alur analisis mengikuti pendapat Spradley dalam Sanapiah (1990 ; 91-108) yakni analisis domain, analisis taksonomi, dan analisis komponensial.

(51)

li

Kegiatan ini dilakukan bersamaan dalam proses pengamatan dan wawancara deskriptif.

(2) Analisis Taksonomi, analisis ini berusaha merinci lebih lanjut, mengorganisasikan atau menghimpun elemen-elemen yang sama dalam suatu domain yang dianggap penting dalam suatu proses penelitian. Analisis taksonomi dilakukan bersamaan dengan pengamatan terfokus dan wawancara struktural. Hal yang dapat diamati dalam tahap ini adalah terkait dengan fokus penelitian yang meliputi :

Bagaimana Pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

Apakah yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan pola pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah.

(3) Analisis Komponensial, dalam analisis ini mengorganisasikan antar elemen dalam domain yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara terseleksi dan kemudian dilanjutkan dengan analisis tema, untuk mendeskripsikan secara menyeluruh dan menampilkan makna dari yang menjadi fokus penelitian. Penggambaran yang meluas dari tema-tema yang ditemukan, akhirnya digunakan dalam menyusun laporan lebih lanjut dengan memperhatikan interaksi dari perspektif emiketik atau sebaliknya antara etik dan emik, dengan bahan-bahan referensi yang teoritis berkaitan dengan tema-tema yang disusun.

(52)

Dari skema diatas dapat dijelaskan bahwa selama proses penelitian berlangsung, mula-mula peneliti melakukan observasi terhadap aktivitas yang terjadi pada saat peneliti berada dilapangan, kemudian melakukan wawancara terhadap sejumlah anggota kelompok pemuda dan pengurus desa binaan ayam Arab. Kegiatan yang dilakukan masih bersifat umum dan dalam rangka proses sosialisasi. Dari data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah sebagai bahan untuk melakukan observasi dan wawancara berikutnya. Kegiatan ini terus berlangsung bergerak dari hal-hal yang bersifat umum menuju fokus-fokus dalam penelitian ini. Untuk mendukung atau melengkapi dari berbagai data yang diperoleh, kemudian dilakukan studi dokumentasi. Melalui studi dokumentasi ini dapat diperoleh berbagai kejadian-kejadian penting yang dapat memperjelas dari setiap kegiatan. Kegiatan ini terus berulang kali hingga semua data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat terpenuhi.

OBSERVAS DESKRIPTIF

TERFOKUS

STRUKTURAL

SELEKTIF

WAWANCARA DESKRIPTIF

(53)
(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

1. Gambaran umum BPPLSP 1.1Sejarah berdirinya BPPLSP

(55)

lv

lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dibidang Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.

1.2Fungsi dan tujuan

BPPLSP mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan program dan fasilitasi pengembangan sumber daya pendidikan luar sekolah dan pemuda di daerah berdasarkan kebijakan nasional. BPPLSP berfungsi dan bertujuan untuk menyelenggarakan : a. Pengkajian pelaksanaan pendidikan luar sekolah dan pemuda di daerah; b. Pengembangan program pendidikan luar sekolah dan pemuda; c. Fasilitasi pengembangan sumber daya pendidikan luar sekolah dan pemuda; d. Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi pendidikan luar sekolah; e. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan program pendidikan luar sekolah dan pemuda; f. Pelaksanaan urusan ketatausahaan Balai.

(56)

murah dan berkualitas; 4) Mewujudkan model-model bahan belajar dan perangkat pembelajaran bagi masyarakat sebagai upaya adaptasi dengan perubahan lokal dan global; 5) mewujudkan pola pengembangan pelatihan tenaga kependidikan PLSP bagi pelaksana, fasilitator dan pembina program di masyarakat; 6) Mewujudkan proses pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan program PLSP.

1.3Sasaran garapan

Program-program PLSP di Jateng telah diselenggarakan dengan cukup baik, namun angka-angka sasaran PLSP setiap tahun tidak menunjukkan hasil kerja yang memuaskan, bahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan PLSP terus menerus muncul selaras dengan pelaksanaan otonomi daerah. Secara umum ada beberapa masalah yang menjadi dasar pijakan pengelolaan program PLSP di Jateng, khususnya dalam pengembangan dan melakukan inovasi PLSP diantaranya (data Th. 2003)

(57)

lvii

kemiskinan di desa mendekati angka 3,9 juta dan di perkotaan mendekati 7,2 juta orang.

1.4Struktur organisasi

Bagan Organisasi Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda

2. Deskriptif infoman penelitian

Hasil penelitian mengenai pola pemberdayaan pemuda melalui budidaya ayam Arab di BPPLSP Regional III Jawa Tengah dapat dipahami melalui pembahasan dari 10 (sepuluh) orang informan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

Informan pertama

KEPALA

SEKSI PROGRAM

SUB BAGIAN TATA USAHA

SEKSI FASILITASI SUMBER DAYA

SEKSI INFORMASI

(58)

Rochman, berusia 39 tahun. Pada saat ini bertempat tinggal didesa Sekunir Rt.02/Rw.05 Gunungpati Semarang, bersama istri dan dua orang anaknya. Pekerjaan utamanya adalah berternak sapi perah. Disamping itu, ia mempunyai pekerjaan sampingan yakni membantu istri berjualan kebutuhan bahan pokok dirumah. Tujuannya mengikuti pelatihan budidaya ayam Arab adalah ingin menjadi peternak ayam Arab yang berhasil. Selama mengikuti kegiatan pelatihan ia mendapatkan teori dan praktek beternak ayam Arab sekaligus studi banding peternakan ayam Arab di KPSM Sido Makmur Klaten. Dalam kegiatan pelatihan ada lima orang tutor atau nara sumber teknis, yang terdiri dari Bp. Kastum, Bp. Margono, Bp. Gunawan, Bp. Sigit dan Bp. Jumadi. Tutor menyampaikan materi dengan cara memberi pelajaran berupa teori dan praktek lapangan mengenai budidaya ayam Arab. Setelah mengikuti kegiatan pelatihan diadakan test tetulis dan praktek langsung pembuatan kandang dan mesin tetas. Hasil yang diperolehnya setelah mengikuti pelatihan adalah semakin bertambahnya pengetahuan tentang pemilihan bibit/induk ayam Arab, pembuatan ransum dan pembuatan pakan ayam, pembuatan kandang dan mesin tetas serta pencegahan dan pengendalian penyakit.

2. Informan kedua

(59)

lix

memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan merintis usaha ayam Arab. Tujuannya mengikuti pelatihan budidaya ayam Arab adalah ingin menjadi peternak yang berhasil. Selama mengikuti kegiatan pelatihan ia mendapatkan teori dan praktek budidaya ayam Arab mulai dari penetasan sampai produksi, termasuk proses pembuatan kandang, mesin tetas, dan ransum makanan. Dalam kegiatan pelatihan ada lima orang tutor atau fasilitator, yang terdiri dari Bp. Margono, Bp. Kastum, Bp. Gunawan, Bp. Sigit dan Bp. Jumadi. Tutor menyampaikan materi dengan cara memberi pelajaran berupa teori sekaligus praktek lapangan mengenai budidaya ayam Arab. Disamping dibagi lembar kuisioner yang harus diisi oleh peserta untuk mengevaluasi tutor dan penyelenggara pelatihan, peserta juga mengikuti test tertulis dan praktek pembuatan kandang, ransum makanan dan mesin tetas. Hasil yang diperolehnya setelah mengikuti pelatihan adalah mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan beternak ayam Arab, dari cara pemilihan bibit ayam, pembuatan kandang, mesin tetas, serta pencegahan wabah penyakit ayam Arab.

3. Informan ketiga

(60)

Selama mengikuti kegiatan pelatihan ia mendapatkan teori dan praktek budidya ayam Arab yang meliputi pengetahuan dan keterampilan pemilihan bibit yang baik, pembuatan kandang ayam, pembuatan mesin tetas, pembuatan pakan ayam, penetasan dan pembesaran serta pengendalian penyakit ayam. Dalam kegiatan pelatihan ada lima orang tutor, yang terdiri dari Bp. Margono, Bp. Gunawan, Bp. Kastum, Bp. Sigit dan Bp. Jumadi. Tutor menyampaikan pelajaran teori dengan ceramah dan praktek pembuatan kandang maupun mesin tetas. Dalam pelatihan budidaya ayam Arab diadakan test tertulis (teori) dan test praktek yang dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil. Pada akhir pelatihan, peserta dibagi lembar kuisioner yang harus diisi oleh peserta untuk mengevaluasi kinerja tutor dan penyelenggara. Hasil yang diperolehnya setelah mengikuti pelatihan adalah dapat menambah pengetahuan tentang ayam Arab, penanggulangan/pencegahan penyakitnya, serta meningkatkan keterampilan pemilihan bibit/induk ayam Arab, pembuatan kandang dan mesin tetas.

4. Informan keempat

(61)

lxi

budidaya ayam Arab adalah ingin mencari pengetahuan dan keterampilan beternak ayam Arab. Selama mengikuti kegiatan pelatihan ia mendapatkan teori berternak ayam Arab, praktek pembuatan kandang, pembuatan pakan ayam, dan pembuatan mesin tetas, serta kunjungan lapangan. Dalam kegiatan pelatihan ada lima orang tutor, yang terdiri dari Bp. Margono, Bp. Gunawan, Bp. Basirom, Bp. Kastum dan Bp. Jumadi. Tutor menyampaikan materi dengan cara memberikan pelajaran berupa teori dengan metode ceramah sekaligus praktek langsung atau demonstrasi pembuatan kandang, mesin tetas, dan pakan ayam. Di dalam pelatihan budidaya ayam Arab ada dua jenis test yang harus diikuti oleh peserta, yakni test berbentuk tulis dan praktek langsung. Disamping itu peserta juga harus mengisi lembar kuisioner yang dibagi oleh panitia untuk mengevaluasi kinerja tutor dan penyelenggara selama kegiatan pelatihan. Hasil yang diperolehnya setelah mengikuti kegiatan pelatihan adalah memperoleh pengetahuan yang tidak didapatkan sebelumnya, tentang pemilihan bibit/induk ayam Arab yang baik, pembuatan kandang, pembuatan pakan serta pencegahan penyakit ayam Arab.

5. Informan kelima

Drs. Kastum, M.Pd, berusia 41 tahun. Pada saat ini bertempat tinggal di jalan Kertajaya Rt.02/Rw.01 Langensari Ungaran Semarang. Pekerjaan utamanya adalah PNS BPPLSP Regional III Jawa Tengah. Tujuan dari pemberdayaan pemuda dengan pelatihan budidaya ayam Arab adalah agar mereka dapat memiliki keterampilan tertentu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mandiri. Cara mengidentifikasi kebutuhan dengan menggunakan dengan cara : a. Metode PRA/Partisipatory Rural Apraisal (pendekatan pemahaman masyarakat pedesaan), dimana team survai datang langsung ke masyarakat melihat sejumlah potensi/sumber daya manusia kemudian dibuat pemetaan skala prioritas kebutuhan masyarakat. b. Metode konvensional yaitu datang langsung ke masyarakat kemudian masyarakat dikumpulkan dan diadakan diskusi skala prioritas kebutuhan. c. Analisis SWOT yaitu melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dari masyarakat sekitar. Setelah teridentifikasi dan melihat masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat, maka ditetapkan tujuan pelatihan.

(62)

mempunyai tenaga khusus, maka nara sumber teknis diambil dari KPSM Sido Makmur/peternak ayam Arab/pedagang ayam Arab yaitu Bp. Moh. Basirom, Bp. Gunawan, Bp. Margono sedangkan dari pihak BPPLSP dipilih Bp. Sigit dan Bp. Jumadi. Jumlah nara sumber teknis pelatihan dan budidaya ayam Arab ada 4 orang NST. Dari hasil identifikasi sasaran diperoleh 14 orang warga belajar yang terdiri dari 4 orang kelompok binaan Sekunir Gunungpati dan 10 orang anggota kelompok binaan Beji Ungaran yang tergabung dalam Organisasi Pemuda Muhamadiyah dan 16 Pamong Belajar SKB seluruh jawa tengah. Jumlah peserta pelatihan budidaya ayam Arab kurang lebih 30 orang termasuk pamong belajar SKB seluruh Jawa Tengah. Program pelatihan budidaya ayam Arab adalah program kerja BPPLSP, maka peserta pelatihan tidak dipungut biaya sepeserpun bahkan mereka diberi uang saku sedangkan untuk anggota kelompok binaan diberi modal usaha. Karena ada kaitannya dengan struktur anggaran dana maka pelatihan budidaya ayam Arab disesuaikan dengan jadwal yang ditentukan oleh pihak BBPLSP. Pada tahap persiapan yang perlu diperhatikan adalah membentuk panitia, pembagian tugas, rapat koordinasi (temu teknis untuk menentukan kurikulum materi, siapa yang menyusun, menyiapkan, dan menyampaikan materi), menyiapkan bahan dan alat pelatihan, menentukan peserta dan nara sumber teknis. Pada tahap pelaksanaan memasuki hari pertama pemberian teori tentang teknik budidaya ayam Arab, hari kedua praktek lapangan (kunjungan di KPSM Sido Makmur Klaten), hari ketiga praktek pembuatan kandang dan mesin tetas. Pada tahap akhir kegiatan adalah menyusun laporan dan evaluasi dampak pelatihan.

Hasil yang dicapai warga belajar dalam bidang pengetahuan adalah semakin bertambahnya pengetahuan warga belajar tentang budidaya ayam Arab yang meliputi pengenalan ayam Arab, pengenalan alat dan bahan, pemeliharaan dan pembesaran ayam, cara penetasan, cara penyegahan penyakit cara penanganan pasca panen/pemasaran dan pengetahuan membuat mesin tetas. Hasil yang dicapai dalam bidang sikap adalah perubahan sikap warga belajar menjadi wiraswasta yang baik. Hasil yang dicapai dalam bidang keterampilan adalah semakin bertambah

keterampilan warga belajar tentang budidaya ayam Arab yang meliputi keterampilan mengenal ayam Arab, mengenal alat dan bahan yang digunakan, pemeliharaan dan pembesaran ayam Arab, keterampilan menetaskan ayam Arab, pencegahan penyakit, penaganan pasca produksi/panen serta keterampilan membuat mesin tetas. Sedangkan hasil yang dicapai warga belajar dalam bidang ekonomis adalah peningkatan penghasilan walaupun belum maksimal. Hal-hal yang dievaluasi pada awal kegiatan pelatihan adalah persiapan peserta, tutor/nara sumber teknis. Pada saat kegiatan pelatihan, yang dievaluasi adalah jalannya pelaksanaan pelatihan. Sedangkan pada akhir kegiatan pelatihan, yang dilakukan adalah menyusun laporan kegiatan dan mendokumentasikan kegiatan yang telah berjalan.

6. Informan keenam

(63)

lxiii

tahap persiapan, pelaksanaan dan juga evaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Materi-materi yang diberikan yaitu pengenalan ayam Arab, pengenalan alat dan bahan, pemeliharaan ayam Arab, cara penetasan ayam Arab, cara pembesaran ayam Arab, cara pengendalian penyakit, cara penanganan pasca produksi panen/pemasaran, serta cara pembuatan mesin tetas. Cara menentukan nara sumber teknis adalah dengan mengidentifikasi tempat-tempat yang menjadi tempat-tempat usaha (peternakan khususnya ayam Arab), lalu dicari orang yang mengelola tadi untuk dijadikan nara sumber teknis yang diseleksi terlebih dahulu kemampuannya. Ada 4 orang NST yaitu diambil dari praktisi, ahli peternakan, dan juga ahli pemasaran. Menentukan peserta yang dapat mengikuti pelatihan budidaya ayam Arab adalah dengan cara terjun langsung ke lapangan agar dapat mengetahui secara pasti bakat dan minat peserta pelatihan. Jumlah peserta yang dapat mengikuti pelatihan berjumlah 30 orang.

(64)

juga sikap berusaha. Sedangkan hasil yang dicapai warga belajar dalam bidang ekonomis adalah dapat menambah penghasilan keluarga walaupun belum seberapa. Hal-hal yang dievaluasi pada awal kegiatan pelatihan adalah persiapan peserta, tutor/nara sumber teknis. Pada saat kegiatan pelatihan, yang perlu dievaluasi adalah kendala-kendala yang dialami pada waktu pelaksanaan pelatihan. Sedangkan pada akhir kegiatan pelatihan, yang dilakukan adalah menyusun laporan kegiatan.

7. Informan ketujuh

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tri Wibowo Rachmad, 2015, Museum Ka Ambarawa Lokomotif Evaluasi Metode konservasi Ambarawa Railway Museum, Locomotive, Evaluation, conservation

POKJA KONSULTANSI DAN

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan mindfulness efektif digunakan untuk menurunkan kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan.. Kata Kunci: Kesepian, Panti

POLITIK KEKUASAAN KPK dan POLRI “ Analisis Semiotika Foto-Foto Headline Perseteruan KPK dan Polri dalam Tiga Surat Kabar Nasional:. Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia

Saragih beserta tim sukses dimulai dengan melakukan pemantauan terhadap lawan politiknya untuk mengetahui kekurangan strategi yang dikembangkan oleh lawan politiknya, untuk

Dimana Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kec. Lintong Nihuta dapat membaur dengan peserta penyuluhan. Pendekatan Kelompok adalah suatu pendekatan dengan daya jangkau