I. PENDAHULUAN
3.2. Alokasi Sumberdaya Air
Kajian yang berkaitan dengan pengaturan pola tanam yang dikombinasikan dengan berbagai alternatif strategi irigasi telah dilakukan oleh Evers at al. (1998). Adapun tujuan kajian adalah membangun metode yang inovatif dan menyatu (integrated) untuk mengoptimalkan alokasi air waduk (reservoir) dalam situasi defisit pengairan/irigasi. Deskripsi umum arah kajian adalah model dibangun dan diterapkan untuk situasi pengelolaan irigasi secara hipotetis. Karakteristik fisik dan parameter digabungkan dengan situasi yang didasarkan pada wilayah irigasi aktual untuk memunculkan suatu sekenario yang realistik. Fungsi tujuan dirumuskan untuk memaksimalkan net revenue dalam horizon waktu yang direncanakan dengan kendala kondisi fisik tertentu.
Asumsi yang mendasari permodelan Evers at al. (1998) adalah:
1. Kegunaan tunggal dari waduk (reservoir) untuk irigasi dengan ukuran daerah tangkapan air untuk pasokan (supply) irigasi dari air limpasan.
2. Permintaan dan pasokan air bervariasi menurut lintas waktu (intra- and inter- seasonally).
3. Secara potensial cukup untuk kebutuhan air pada musim kemarau hingga disimpan dalam waduk hingga lebih dari satu tahun (carry-over storage). 4. Asumsi kunci meliputi:
a. Lahan yang sesuai untuk irigasi.
b. Areal lahan pengairan dapat dibagi kedalam sejumlah ukuran unit homogen secara layak.
c. Pembuat keputusan adalah tunggal.
Dalam kerangka permodelan, Evers at al. (1998) mengintegrasikan atau mempadukan empat komponen model analisis secara menyeluruh. Keempat model analisis yaitu: (1) Model hidrologi (Precipition Runoff Modeling System
atau PRMS), (2) Model simulasi pertumbuhan tanaman (Erosion Productivity Impact Calculator atau EPIC), (3) program linier, dan (4) model program dinamik. Dengan kata lain, hasil analisis masing-masing ketiga model tersebut dijadikan masukan (input) untuk menyusun kerangka analisis program dinamik.
Dari model komponen hidrologi (PRMS) akan diperoleh hasil informasi besarnya aliran permukaan (run-off) secara berurutan (time series); yaitu yang dipergunakan untuk menjelaskan inflow waduk selama horizon waktu. EPIC
untuk menentukan besarnya hasil (yield) tanaman dan kebutuhan air secara historis sepanjang horizon waktu menurut jenis tanah dan strategi irigasi. Analisis dilakukan pada 40 kombinasi, yakni kombinasi antara dari 4 jenis tanah, 2 jenis tanaman dan 5 strategi irigasi. Hasil analisis EPIC beserta informasi penerimaan bersih dari masing-masing kombinasi dan ketersediaan air dalam waduk selanjutnya dianalisis dengan program linier. Hasil dari program linier adalah alternatif rencana usaha tani (farm plan), yakni mulai dari rencana usaha tani yang menggambarkan pola tanam tanpa irigasi (tadah hujan) yang merefleksikan penerimaan bersih terendah hingga pola tanam yang menghasilkan penerimaan bersih tertinggi namun menggunakan air terbanyak (hampir menguras cadangan air waduk).
Analisis program dinamik (Dynamic Proramming atau DP) didasarkan pada hasil PRMS dan berbagai alternatif rencana usaha tani. Penerapan model DP untuk mencari serangkaian seluruh alternatif irigasi potensial yang akan menghasilkan nilai saat ini dari penerimaan bersih (present value of net revenue) yang maksimal dengan memperhatikan horizon waktu. Dari rumusan DP, tersirat bahwa Evers at al. (1998) menetapkan kapasitas waduk sebagai state variable dan alternatif rencana usaha tani sebagai variabel keputusan (decision variable). Variasi lain yang dilakukan dalam analisis adalah simulasi dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama didasarkan pada asumsi pengetahuan
sempurna terhadap iklim waktu yang akan datang sepanjang horizon waktu. Dengan demikian pada pendekatan pertama pemilihan rencana usaha tani didasarkan pada alternatif yang optimal pada awal horizon waktu. Pendekatan kedua didasarkan pada asumsi adanya ketidakpastian iklim atau informasi iklim tidak diketahui sebelumnya; sehingga rencana usaha tani yang dipilih bisa jadi tidak optimal pada tahun pertama.
Hasil kajian untuk panjang horizon waktu yang sama adalah semakin sedikitnya cadangan air pada saat awal akan menyebabkan: (1) semakin rendahnya permintaan air dari rencana usaha tani optimal, (2) penerimaan bersih semakin kecil, dan (3) keragaman kurva probabilitas-penerimaan dari ber- bagai rencana usaha tani optimal semakin menurun. Hal tersebut dapat diinter- pretasikan bahwa keputusan rencana usaha tani pada kondisi cadangan air waduk penuh cenderung mempunyai akibat ekonomi yang lebih besar daripada pada kondisi cadangan air waduk dikosongkan secara parsial.
Dengan membandingkan panjangnya horizon waktu,
yakni antara periode tiga tahun dan 20 tahun, diperoleh
hasil: (1) perbedaan panjang horizon waktu cenderung
kurang membedakan variasi akumulasi penerimaan bersih
dari rencana usaha tani optimal, (2) horizon waktu yang
lebih panjang mempunyai fleksibilitas untuk mengimbangi
keputusan yang tidak diinginkan pada periode awal, (3)
dari fakta studi kasus diperoleh kesan bahwa horizon waktu
Program kompromi dinamik (Dynamic Compromise Programming) telah dilakukan oleh Opricović (1993) untuk merumuskan optimasi multiguna air waduk. Formulasi didasarkan pada multikriteria dari sistem dinamik dengan memadukan tiga tujuan, yaitu: (1) meminimalkan defisit pasokan air, (3) memaksimalkan manfaat irigasi, dan (2) memaksimalkan manfaat pembangkit listrik. Pemecahan permasalahan optimasi dirumuskan dalam bentuk diskrit. Komponen yang membangun problem multi-kriteria dinamik terdiri atas (Opricović, 1993): (1) persamaan transformasi dari vektor state variable, (2) vektor kriteria, (3) fungsi tujuan multi-kriteria dan individu, (4) rumusan vektor kendala transisi, serta (5) parameter terpenuhinya tujuan kelompok (multi- kriteria). Komponen model matematis dari cadangan air waduk secara diskrit meliputi:
1. Persamaan (3.11) adalah keseimbangan sumberdaya yang terkuras (state equation); yakni keseimbangan air waduk.
= + −∑ = − L l lt t t t V q w V 1 1 ; t = 1, . . . ,T (3.11)
Dimana Vt dan Vt-1 adalah volume air waduk pada awal dan akhir dari interval waktu ke-t (dalam bulan); qt ialah inflow waduk pada bulan ke-t; wlt adalah volume air yang didistribusikan pada pengguna ke-l pada bulan ke-t. T total jumlah bulan dalam horizon waktu, dan L adalah jumlah kriteria pengguna langsung.
2. Kendala pada the state dan the control variable pada persamaan (3.12).
Vmin≤ Vt≤ Vmaks; t= 1, . . . ,T (3.12a)
0 ≤ wlt≤ Uit; t= 1, . . . , T; i= 1, . . . , I (3.12b)
Dimana Vmin. adalah tampungan mati (dead storage) waduk; Vmaks. adalah kapasitas waduk; dan Ult ialah permintaan air dari pengguna ke-i pada bulan ke-t.
3. Fungsi kriteria dari masing-masing pengguna (pemanfaatan), terdiri atas: (1) pasokan (distribusi) air baku untuk wilayah perkotaan (w1), (2) irigasi wilayah hulu bendungan (w2), dan (3) untuk pembangkit tenaga hidro (w3). Volume air penggunaan w3 sebagian atau seluruhnya juga untuk irigasi wilayah hilir bendungan. Secara matematis fungsi distribusi dirumuskan pada persamaan (3.13).
Fungsi kriteria untuk pasokan air wilayah perkotaan
= ∑ − = T t t t w U w f 1 2 1 1 1 1( ) ( ) (3.13a)
Dimana U1t adalah permintaan pasokan air wilayah perkotaan. Fungsi kriteria untuk irigasi hulu bendungan:
∑ = = T t t w w f 1 2 2 2( ) (3.13b)
Fungsi kriteria untuk irigasi wilayah hilir:
∑ = = T t t w w f 1 3 3 3( ) (3.13c)
∑ = = T t t t t t w bH f 1 ) ( (3.13d)
Dimana Ht adalah dayalistrik yang dihasilkan pada bulan ke-t; bt manfaat (benefit) energi per unit yang dihasilkan pada bulan ke-t. Nilai bt adalah gabungan dari nilai bp, yaitu manfaat per unit energi pada masa puncak (peak) dan nilai bd, ialah manfaat per unit energi setelah masa puncak. Nilai-nilai tersebut ditentukan berdasarkan sistem tarif listrik nasional.
Persamaan (3.14) adalah bentuk umum rumusan permasalahan dinamik multi- kriteria. ) ,..., , ,..., , ( 1 1 } { T T o W w w w V V V R maks T ∈ − (3.14)
Dengan menghadirkan parameter p dan vector kontrol kompromi, maka rumusan
meminimalkan fungsi V(F,p) menjadi persamaan (3.15).
∑ − = = I i p p i i f V w f p F R 1 / 1 * ( , )] } {[ ) , ( (3.15)
dengan kendala persamaan (3.9) hingga persamaan (3.12); dimana p = 1 menjelaskan terpenuhinya utilitas kelompok; dan p = ∞ menjelaskan tercapainya kriteria individu (tunggal), maka besarnya fi* diduga dengan persamaan (3.16).
⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∑ = − = ∈ − t t t T t it W w i maks B V V w f i , , ( [ 1 1 * ; i= 1, . . . ,I (3.16)
Beberapa kesimpulan dari kajian tersebut adalah: (1) optimasi tujuan ganda dapat dirumuskan dalam aspek teknis maupun nilai penerimaan, (2) dari program dinamik dengan algoritma optimasi kriteria tunggal didapatkan
pemecahan optimal air baku untuk penggunaan irigasi (daerah hulu dan hilir bendungan) serta untuk pembangkit listrik tenaga air, (3) algoritma program kompromi dinamik untuk mendapatkan: (a) nilai total permintaan air dengan ketentuan permintaan minimal berbagai kriteria penggunaan, dan (b) memaksimalkan permintaan penggunaan irigasi wilayah hilir dengan memenuhi volume permintaan pembangkit daya listrik tenaga air, (4) dengan menghadirkan variabel dummy memungkinkan salah satu tujuan tidak tercapai, yakni memaksimalkan utilitas total atau meminimalkan maupun memaksimalkan utilitas secara individu, (5) keputusan akhir tergantung pada pendapat dan atau kekuatan posisi tawar dari pembuat kebijakan, dan (6) optimisasi kriteria ganda memungkinkan pelaksanaan analisis fungsi kriteria yang tidak terukur, misalnya manfaat pengendalian banjir.
IV. APLIKASI EKONOMI DAMPAK EROSI
4.1. Hubungan Produktivitas dan Karakteristik TanahDampak erosi terhadap produktivitas melalui sifat fisik tanah, diantaranya adalah ketebalan lapisan tanah (soil depth atau SD) yang terkait dengan zona perakaran dan kandungan bahan organik. Untuk menangkap fenomena tersebut telah dilakukan pengujian beberapa bentuk regresi dari kedua variabel tersebut. Dari Brodahl et al. (1984); Papendick et al. (1985); dan Christensen and McElyea (1985) dapat diidentifikasi formulasi regresi secara umum sebagai berikut:
1. Linier: Y = A + B X (4.1a)
2. Non linier: Y = A + B1 (1– Exp (– B2X)) (4.1b) 3. Non-linier fungsi Mitscherlich-Spillman (M-S): Y = A + B (1- RX) (4.1b) 4. Non-linier bentuk sigmoid: Y = A + B (1- R f(X)) (4.1c)
Dimana Y dan X masing-msing adalah produktivitas dan
SD; A ialah intersep atau produktivitas pada saat SD sama
dengan nol; B adalah tambahan maksimal produktivitas
dari ketebalan lapisan tanah; dan R ialah rasio konstan
tertentu yang mencerminkan keterkaitan (selalu antara nol
dan satu). Adapun f merupakan faktor keterbatasan yang
terkait dengan kandungan hara dan zona perakaran.
Untuk menangkap perubahan SD antar periode (tahun),
Christensen dan McElyea (1984) menggunakan rumusan
SD
t+1= SD
t– 0.007 e
t(4.2)
Dimana SDt dan SDt+1 merupakan ketebalan lapisan tanah pada tahun berjalan dan satu tahun berikutnya. Sedangkan besaran (magnitude) 0.007 merupakan koefisien konversi dari massa erosi menjadi ketebalan lapisan tanah.
Pengujian fungsi respon produksi telah dilakukan pada berbagai wilayah dan berbagai komoditas. Dalam Brodahl et al. (1984) dicontohkan bentuk regresi yang mendeskripsikan fenomena hubungan antara produksi gandum (YIELD) dan ketebalan nallic epipedon (MOLLDEP) maupun argallic horizon (DEPBT). Fungsi regresi diterapkan untuk wilayah Palause dan Naff (Tabel 9) dengan data tahun 1982 dan 1983.
Tabel 9. Beberapa Fungsi Respon Produksi Gandum di Wilayah Palouse Dan Naff
Wilayah Tahun Formulasi persamaan
Palouse 1982 YIELD = 3 438.5** + 37.7** MOLLDEP; R2 = 0.43
1983 YIELD = 6 751.7 + 2 757.0 (1-EXP(-.031MOLLDEP)); R2 = 0.32 Naff 1982 YIELD = 3 632.8 + 2 241.0 (1-EXP(-.041MOLLDEP)); R2 = 0.21 1983 YIELD = 5 874.4+ 2 740.0 (1-EXP(-.076 MOLLDEP)); R2 = 0.41 1982 YIELD = 2 772.6**+ 48.4**DEPBT; R2 = 0.50
1983 YIELD = 5 831.9 + 4 442.0(1-EXP(-.020 DEPBT)); R2 = 0.55
Sumber: Brodahl et al. (1984)
Keterangan: YIELD dalam kg/ha; MOLLDEP & DEPBT dalam cm **) koefisien berbeda nyata dengan nol pada taraf 0.01
Fungsi respon produksi dipergunakan sebagai dasar mengevalusi nilai ekonomi akibat erosi. Nilai ekonomi dari perbedaan produksi akibat hilangnya ketebalan lapisan tanah (soil loss atau SL) digali dengan model kerugian erosi (erosion damage model). Fungsi YIELD-TOPSOIL dalam rangka analisis ekonomi diestimasi dari data dua wilayah tersebut, yakni dengan bentuk persamaan sebagai berikut:
YIELD = 5 050 + 3 473 (1-EXP(-0.019 MOLLDEP)) (4.3b)
Sementara itu, di dalam Carter (1984) disajikan fungsi
respon produksi dalam bentuk linier pada berbagai
komoditas (Tabel 10). Variasi formulasi persamaan
dibedakan berdasarkan tingkat SD; yakni ≤ 0.38 m dan >
0.38 m.
Fungsi produksi non-linier berbentuk sigmoid untuk
komoditas kedele di wilayah Georgia yang diformulasikan
oleh Hoag dan Young (1983) dalam Christensen dan
McElyea (1984) adalah:
Ys = 9.40 + 29.30 (1-e-7.28(NCC - 0.5) x/12) (4.4)
(27.50)* (10.70)* R2 = 0.45 * = nilai t signifikan pada taraf .0001
Dimana Ys adalah produksi kedele dalam bushel, NCC ialah kandungan nonclay
dari topsoil, x adalah SD (inchi); dan 12 merupakan kedalaman zona perakaran kedele (inchi). Sedangkan bentuk fungsi M-S faktor tunggal yang dikembangkan oleh Hoag dan Young (1983) dalam Christensen & McElyea (1984) diterapkan untuk mengestimasi produksi gandum pada wilayah Palouse. Berdasarkan data deret waktu selama 4 tahun diperoleh persamaan berikut:
Yw = 38.90 + 40.50 (1- e-0.105X) (4.5) (8.46)* R2 =0.452 * = nilai t signifikan pada taraf .05
Dimana Yw ialah produksi gandum (bushel/acre); sedangkan x merupakan SD (inchi). Pendugaan fungsi produksi dari komoditas dan wilayah yang sama telah
Prod uk si gan d u m (bus hel /a cr e)
Kedalaman lapisan tanah (inchi)
dilakukan oleh Walker (1982) dengan menggunakan data 5 tahun. Bentuk fungsi produksi non-linier pada persamaan (4.6) dan secara grafik pada Gambar 1.
Y = 36.44 + 47.01(1-e-0.09864X) (4.6) Dimana Y adalah produksi gandum (bushel/acre) dan X ialah SD inchi).
Gambar 1. Estimasi Pengaruh Kedalaman Lapisan Tanah Terhadap Produksi Gandum di Wilayah Palouse (Walker, 1982)
Fungsi respon produksi bentuk linier telah diterapkan pada berbagai komoditas yang dikelola pada lahan irigasi dan non-irigasi di wilayah Idaho, Oregon dan Washington sebagaimana disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Fungsi Respon Produksi pada Berbagai Komoditas
Komoditas SD Formulasi persamaan
Gandum ≤ 0.38 m Ŷ = 25.95 + 155.31 x, r = 0.60** > 0.38 m Ŷ = 84.14 + 12.04 x, r = 0.17 Jagung manis ≤ 0.38 m Ŷ = 31.24 + 135.69 x, r = 0.63** > 0.38 m Ŷ = 95.16 - 10.97 x, r = -0.12 Dry beans ≤ 0.38 m Ŷ = 22.55 + 148.75 x, r = 0.67** > 0.38 m Ŷ = 62.24 + 50.17 x, r = 0.45** Barley ≤ 0.38 m Ŷ = 58.10 + 66.54 x, r = 0.52** > 0.38 m Ŷ = 88.51 + 0.12 x, r = 0.26 Alfalfa ≤ 0.38 m Ŷ = 56.32 + 69.06 x, r = 0.43** > 0.38 m Ŷ = 79.90 + 6.11 x, r = 0.03 Sugarbeets ≤ 0.38 m Ŷ = 64.23 + 73.79 x, r = 0.74** > 0.38 m Ŷ = 92.89 - 2.57 x, r = -0.03 Sumber: Carter (1984)
Keterangan: SD = ketebalan lapisan tanah (soil depth)
Y dalam persentase terhadap produktivitas maksimal
Persamaan estimasi produksi gandum yang mempertimbangkan dua variabel bebas telah dilakukan oleh Pawson et al. (1961) dalam Burt (1981). Bentuk persamaan adalah:
Y = a + 35.10(1 - 0.90x)(1 - 0.60y) (4.7)
Dimana Y ialah produksi gandum, x dan y masing-masing adalah SD dan persentase kandungan bahan organik dalam SD 6 inchi. Sementara itu, a adalah konstanta yang mewakili produksi yang diperoleh pada subsoil.
Dalam mengestimasi biaya erosi tanah di Saskatchewan, Van Kooten et al. (1989) menggunakan pendugaan fungsi produksi bentuk M-S berikut:
Y = 84.02 + 2808.00(1 - 0.634SD) (1 - 0.926SM), R2 = 0.21 (4.8)
(0.27) (7.67) (2.16) (28.3)
Dimana Y adalah produksi gandum musim semi diukur
dalam kilogram; SD dan SM masing-masing ialah
kedalaman solum dan kelembaban tanah diukur dalam cm
dari kelembaban yang tersedia pada waktu tanam musim
panas. Sementara itu, untuk mengestimasi user cost dari
erosi didasarkan pada fungsi produksi-ketebalan solum (the
yield-solum depth function) dalam bentuk fungsi M-S
sebagai berikut:
Y = 1,698.64 – 1,614.62 (0.634)
SDDalam mengestimasi fungsi Mitscherlich-Spillman (M-S)
tersebut didasarkan pada asumsi bahwa SD di wilayah
penelitian mengikuti sebaran Gamma. Adapun sebaran
Gamma dari SD di wilayah Saskatchewan adalah:
f(SD) = 0.0022 SD
–1.06e
–SD/18.55(4.10)
Fungsi tersebut berdasarkan nilai rata-rata tengah sebesar
38.27 cm dan simpangan baku sebesar 26.65 cm.
Berdasarkan acuan persamaan umum fungsi M-S pada
persamaan (4.1c), dapat dikatakan bahwa besaran R pada
persamaan (4.7), (4.8) dan (4.9) masing-masing adalah
0.9 dan 0.634.
Fungsi respon produksi-SD di wilayah Palouse yang
mempertimbangkan variabel waktu digambarkan dalam
dua horizon waktu (time horizon) yang berbeda. Papendick
et al. (1985) telah mampu menyajikan dengan jelas
perbedaan bentuk kurva dari kedua horizon waktu tersebut
(Gambar 3). Horizon waktu dari tahun 1952 hingga 1953
diambil dari kajian Pawson (1961) dan horizon waktu dari
Pro d u k s i g andu m (Kg/Ha ) 1970 – 1975 1952 – 1953
tahun 1970 sampai 1975 dari kajian Wetter (1977). Kedua
kurva tersebut selanjutnya disebut dengan fungsi
Mitscherlich-Spillman.
Gambar 2.
Fungsi Respon Produksi
Gandum dan Ketebalan Lapisan Tanah di
Wilayah Palouse (Papendick et al.,1985)
Perbedaan kedua kurva dikarenakan adanya dampak
perbedaan teknologi antar dua horizon waktu. Selama
selang waktu dua puluh tahun, teknologi mampu
meningkatkan produktivitas 970 kg/ha untuk kedalaman
10 20 30 40 50 60 70 Ketebalan lapisan tanah (Cm)