• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALSINTAN Pra Tanam

Pasca Panen AGRO INPUT Benih Pupuk Pestisida GP3K Pangan Hortikultura Perkebunan Pusat Pergudangan Agribisnis (PPA) Sistem Resi Gudang (SRG) Sortir Packing INDUSTRI PENGGILINGAN PADI Pertani Swasta PASAR KOMODITI Pangan Hortikultura Perkebunan Bulog

84

padinya ke pihak manapun. Kondisi tersebut mengakibatkan bahwa risiko fluktuasi harga padi di masa depan masih ditanggung petani. Pengelola inovasi resi gudang tidak memberikan jaminan terkait dengan harga pembelian harga padi yang lebih baik apabila petani menyimpan padinya di gudang SRG. Harga jual padi dalam hal ini masih mengikuti mekanisme yang berlaku di pasar.

Tabel 37 Tugas, tanggungjawab dan peran PT Pertani sebagai pengelola inovasi resi gudang

Tugas Tanggungjawab Peran

1. Menerima dan menyimpan barang 2. Menerbitkan Resi Gudang 3. Menjaga dan merawat barang 4. Menyerahkan barang kepada Pemegang Resi Gudang yang sah

5. Membuat dan memelihara catatan/laporan terkait dengan dokumen SRG 6. Membantu kelancaran Badan Pengawas pada saat melakukan

audit/pemeriksaan

1. Kelancaran pada saat

pemasukan, penyimpanan dan

pengeluaran/penyerahan barang

2. Kebenaran isi Resi

Gudang pada saat diterbitkan (jenis, kuantitas, kualitas dan nilai barang)

3. Kebenaran isi dan

ketepatan waktu pelaporan sesuai ketentuan Badan Pengawas

4. Membayar klaim ganti

rugi kepada pemilik barang yang disebabkan:

i. Kesalahan penulisan

dalam Resi Gudang

ii. Kehilangan barang

iii. Kesusutan/Kerusakan barang 1. Sebagai penyedia Gudang dalam SRG yang memenuhi standar SNI 7331:2007 (Gudang Komoditi Pertanian) 2. Sebagai penjaga

dan perawat barang selama penyimpanan 3. Sebagai penyedia dan pelaksana proses penerbitan Resi Gudang 4. Penerbitan dan penyerahan Resi Gudang kapada pemilik barang 5. Ikut menunjang program Pemerintah di bidang : i. Ketahanan pangan nasional (kuantitas dan kualitas) ii. Kelancaran distribusi dan perdagangan komoditi pangan

Sumber: Pertani Wilayah Jawa Barat (2014)

Penyimpanan padi di gudang dengan jangka waktu tertentu dipastikan memiliki berbagai macam risiko. Pertani sebagai pengelola inovasi resi gudang dalam hal ini telah memberikan jaminan terkait risiko penyimpanan padi tersebut. Jaminan ganti rugi yang diberikan dalam hal ini terbatas pada tiga hal sebagai penyebab kerugian petani, yaitu (1) kesalahan penulisan dalam resi gudang, (2)

85 kehilangan barang, dan (3) kesusutan/kerusakan barang. Keberadaan jaminan keamanan padi yang disimpan di gudang SRG pada hakekatnya merupakan suatu hal yang menguntungkan petani. Berdasarkan analisis SWOT, jaminan yang diberikan Pertani tersebut merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki pengelola inovasi resi gudang dalam melaksanakan SRG.

Pertani sebagai pengelola inovasi resi gudang dalam menjalankan tugas, tanggungjawab dan perannya telah mengambil kebijakan terkait dengan persyaratan penyimpanan padi di gudang SRG yang dikelolanya. Pertani mensyaratkan bahwa jumlah padi yang dapat disimpan di gudang SRG oleh petani padi adalah sebanyak 10 – 20 ton. Persyaratan tersebut mengakibatkan bahwa tidak semua petani padi mampu menyimpan padinya di gudang SRG. Persyaratan tersebut pada hakekatnya membatasi khalayak petani padi yang dapat menyimpan di gudang SRG sehingga hanya petani padi yang memiliki lahan garapan minimal 2 ha (asumsi produktivitas 5 ton per ha) yang mampu memanfaatkannya. Persyaratan jumlah padi yang dapat disimpan di gudang SRG tersebut dapat dikatakan sebagai hambatan atau kelemahan bagi peningkatan adaptasi inovasi resi gudang pada petani padi.

Tugas sebagai pengelola gudang merupakan mandat yang diterima Pertani dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berdasarkan Surat No.11/Bappebti/Kep-Srg/Sp/Pg/2/2008 Tanggal 19 Pebruari 2008 mengenai Penetapan PT Pertani (Persero) sebagai Pengelola Gudang SRG. Pemberian tugas tersebut secara organisasi sesuai dengan visi, misi dan core competence dari Pertani. Pemberian tugas tersebut pada hakekatnya menambah kegiatan usaha yang telah dilakukan Pertani sehingga menambah beban kerja dari sumber daya manusia (SDM) yang ada khususnya di tingkat Unit Pergudangan Agribisnis.

Penambahan aktivitas usaha pertani (pelayanan pergudangan dengan SRG) dalam hal ini tidak diikuti oleh perubahan struktur organisasi pertani khususnya di tingkat unit pergudangan agribisnis. Struktur organisasi Pertani Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis Kabupaten Indramayu dalam hal ini tidak mengalami perubahan akibat adanya tugas tambahan tersebut. Kepala Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis dalam hal ini dibantu oleh seorang Bendahara Finansial dan Bendahara Material. Masing-masing bendahara tersebut dibantu oleh beberapa orang staf. Secara lengkap struktur organisasi Pertani Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis Kabupaten Indramayu yang telah ditunjuk sebagai pengelola inovasi resi gudang dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengelolaan SRG di Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis tidak dilakukan secara khusus oleh bagian khusus yang sengaja dibentuk untuk menangani SRG. Penanganan SRG dalam hal ini dilakukan oleh SDM yang telah ada dalam struktur organisasi yang telah ada. Beban kerja SDM yang telah ada dalam struktur organisasi dipastikan bertambah akibat adanya tambahan tugas pengelolaan gudang SRG. Hal ini menunjukkan bahwa SDM yang bertugas untuk mengelola gudang SRG di UPA Haurgeulis sifatnya adalah tidak tetap karena tidak tergambar secara khusus dalam struktur organisasi yang ada. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat jumlah SDM di unit pengelola gudang sifatnya adalah tidak tetap. Pertani Wilayah Jawa Barat (2014) mengatakan bahwa jumlah sumber daya manusia di unit pengelola gudang disesuaikan dengan target operasional. Berdasarkan hal tersebut, SDM yang mengelola SRG di UPA Haurgeulis terlihat masih bersifat ad hoc. Sifat SDM yang bersifat ad hoc tersebut akan

86

mengakibatkan proses komunikasi inovasi resi gudang yang akan dijalankan pengelola inovasi tidak dapat berjalan secara teratur dan berkelanjutan.

Gambar 6 Struktur organisasi Pertani (Persero) Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis Kabupaten Indramayu

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa staf Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu diketahui bahwa program komunikasi inovasi resi gudang pada awalnya dilakukan bersamaan dengan program sosialisasi yang dilakukan oleh Bappebti. Bappebti (2009) mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi dan edukasi pada dasarnya ditujukan bagi kalangan pelaku usaha, baik yang berhubungan dengan Perdagangan Berjangka Komoditi, Pasar Lelang Komoditi Agro (PLKA), maupun Sistem Resi Gudang (SRG). Dengan dilaksanakannya sosialisasi, diharapkan adanya kesamaan persepsi dalam mendorong dan mewujudkan tercapainya tujuan utama Perdagangan Berjangka Komoditi, pengembangan dan penerapan PLKA serta SRG di Indonesia. Selama tahun 2008, Bappebti telah melaksanakan sosialisasi mengenai kebijakan Bappebti sebanyak 14 kali. Sosialisasi ini difokuskan pada kegiatan SRG.

Pelaksanaan komunikasi inovasi resi gudang dilakukan bekerjasama dengan dinas yang menangani bidang Perdagangan di daerah, serta melibatkan aparat pemerintah daerah setempat. Bentuk komunikasi inovasi tersebut meliputi pelatihan teknis bagi para pelaku usaha, seminar, konferensi pers serta dialog interaktif di stasiun televisi dan radio. Pembicara atau narasumber dalam sosialisasi terdiri dari pejabat Bappebti dan didampingi oleh pejabat daerah terkait, Direksi BBJ, KBI, PT. Bhanda Ghara Reksa dan Anggota DPR RI dari Komisi VI (Bappebti 2009).

Seiring dengan berakhirnya program komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan oleh Bappebti, Pertani (Persero) UPA Haurgeulis yang bertindak sebagai pengelola inovasi resi gudang secara mandiri terus berupaya untuk melakukan komunikasi inovasi resi gudang. Komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan tersebut lebih mengarah pada khalayak tertentu yang dinilai memiliki potensi untuk melakukan penyimpanan padi di gudang SRG. Pihak-pihak yang menjadi target komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan PT Pertani lebih mengarah pada

Kepala Unit

Bendahara Finansial Bendahara Material

Staf Administrasi 1 Staf Administrasi 1 Staf Operasional

Operator Staf Operator Dryer

Staf Operator IRC Quality Control

87 petani padi yang memiliki skala usaha yang besar (lahan lebih dari 2 ha), memiliki usaha perdagangan padi dan beras, serta memiliki usaha penggilingan padi. Program komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan tersebut bersifat tentatif karena harus disesuaikan dengan target operasional Pertani.

Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Pertani UPA Haurgeulis diketahui bahwa komunikasi inovasi resi gudang dilakukan seiring dengan target operasi Pertani, yaitu mencari barang (padi) sebagai komoditi perdagangan atau bahan baku industri penggilingan padi yang dimilikinya. Upaya komunikasi inovasi yang dilakukan Pertani UPA Haurgeulis seringkali dilakukan pada saat musim panen di mana pada waktu tersebut banyak sekali pihak yang memburu padi (misal: pedagang, usaha penggilingan padi, dan Bulog).

Komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan secara tentatif oleh Pertani UPA Haurgeulis menunjukkan bahwa program komunikasi inovasi resi gudang yang dilakukan PT Pertani tidak berbeda dengan apa yang dilakukan para pemburu padi di saat musim panen. Petani pada saat panen memiliki banyak alternatif sebagai upaya penanganan pasca panen dari padi yang dimilikinya. Berkaitan dengan kondisi tersebut, Pertani UPA Haurgeulis seharusnya melakukan komunikasi secara terstruktur sehingga persaingan dengan para pemburu padi pada saat musim panen dapat dihindari mengingat petani padi telah mengetahui dengan baik bahwa SRG merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan petani untuk penanganan pasca panen padi yang memiliki berbagai keunggulan.

Situasi Eksternal PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi yang telah mengadaptasi inovasi resi gudang diketahui bahwa penyimpanan padi di gudang SRG merupakan salah satu alternatif yang dilakukan terkait dengan penanganan pasca panen padi. Beberapa alternatif penanganan pasca panen padi yang dapat dilakukan oleh petani padi di Kabupaten Indramayu di antaranya adalah menyimpan padi di rumah, menyimpan padi di tempat penggilingan padi, dan menjual padi secara langsung. Walaupun mayoritas petani padi di Kabupaten Indramayu memiliki budaya untuk menjual langsung hasil panen padinya, namun penyimpanan padi di rumah maupun tempat penggilingan padi masih dilakukan oleh sebagian petani padi di Kabupaten Indramayu. Penyimpanan padi di rumah dalam hal ini dilakukan karena petani padi tersebut memiliki ruang yang memadai di rumah sebagai tempat untuk menyimpan padi hasil panennya. Penyimpanan padi di tempat penggilingan padi dilakukan oleh petani padi yang memiliki keterkaitan usaha dengan pemilik penggilingan padi.

Penjualan padi secara langsung merupakan penanganan pasca panen padi yang mayoritas dilakukan oleh petani padi di Kabupaten Indramayu. Penjualan langsung tersebut dilakukan karena petani padi menganggap bahwa panen identik dengan mendapatkan uang. Petani menganggap bahwa saat panen adalah saatnya mendapatkan uang dari hasil kerja mereka dalam melakukan usaha tani padi. Penanganan pasca panen padi lainnya (penyimpanan padi di rumah maupun tempat lainnya) dalam hal ini dianggap sebagai hal yang merepotkan. Petani padi dalam hal ini menginginkan hal yang sederhana dalam menangani pasca panen. Penjualan langsung dalam hal ini merupakan budaya yang selama ini dianggap paling sederhana (tidak merepotkan) dan sesuai dengan harapan petani terkait dengan panen padi, yaitu mendapatkan uang.

88

Berkaitan dengan budaya petani padi dalam mengelola hasil panen padi dapat dikatakan bahwa budaya menyimpan hasil panen padi (menunda penjualan) bagi sebagian besar petani padi di Kabupaten Indramayu belum mengakar dengan baik. Petani padi di Kabupaten Indramayu lebih senang untuk menjual padi pada saat panen karena tidak merepotkan dan langsung mendapatkan uang. Kondisi ini cenderung mengancam keberlanjutan inovasi resi gudang. Ancaman tersebut dapat terjadi karena inovasi resi gudang bertentangan dengan budaya mayoritas petani padi di Kabupaten Indramayu yang cenderung langsung menjual hasil panennya tanpa melalui proses penyimpanan. Hal tersebut dapat dipahami mengingat implementasi inovasi resi gudang mengharuskan petani untuk menunda penjualan hasil panen (menyimpan di gudang) pada saat panen di mana harga cenderung rendah dan menjualnya apabila harga sudah tinggi.

Hasil wawancara dengan petani padi di Kabupaten Indramayu terkait dengan penyimpanan padi melalui gudang SRG dilakukan dengan harapan bahwa akan ada kenaikan harga jual padi dalam beberapa waktu ke depan (3 bulan). Penundaan penjualan tersebut merupakan suatu hal yang penuh dengan risiko dan dapat dianggap sebagai hal yang mirip dengan perjudian. Risiko yang ditanggung petani padi dalam hal ini adalah tidak adanya jaminan kenaikan harga jual padi selama periode penyimpanan padi melalui gudang SRG. Selama kurun waktu penyimpanan padi di gudang SRG, petani padi menghadapi risiko harga padi yang belum dapat dipastikan kenaikannya. Apabila terjadi kenaikan harga jual padi yang nyata selama periode penyimpanan di gudang SRG, petani padi akan mendapatkan keuntungan akibat terjadinya selisih harga jual yang lebih baik walaupun terdapat pula biaya tambahannya. Namun demikian kondisi tersebut dapat menjadi kerugian bagi petani apabila tidak terjadi kenaikan harga jual padi selama periode penyimpanan di gudang SRG tersebut. Kerugian petani akan semakin besar manakala ternyata harga jual padi pada saat jatuh tempo ternyata cenderung stabil (sama pada saat awal penyimpanan padi) atau bahkan cenderung turun. Kerugian tersebut terjadi karena selama menyimpan padi di gudang SRG, petani padi dibebani dengan berbagai biaya pergudangan. Pertani Wilayah Jawa Barat (2014) mengatakan bahwa petani yang menyimpan padi di gudang SRG dikenakan berbagai tarif yang berkaitan dengan biaya bongkar/muat barang, biaya uji mutu barang, biaya asuransi barang, biaya perawatan barang, biaya pusat registrasi, biaya personil pengelola gudang, biaya jasa pengelola gudang, bunga modal, dan biaya sewa gudang. Berdasarkan kondisi pasar padi yang tidak menentu tersebut, petani menganggap bahwa penyimpanan padi di gudang SRG akan efektif pada kondisi pasar tertentu saja (tidak dapat diterapkan sepanjang tahun). Penyimpanan padi di gudang SRG akan efektif apabila ada kepastian adanya kenaikan harga jual padi selama masa penyimpanan padi di gudang SRG.

Tingginya risiko (khususnya risiko harga jual padi) yang ditanggung petani padi dalam penyimpanan padi di gudang SRG merupakan hal yang dapat menjadi ancaman bagi keberlanjutan implementasi inovasi resi gudang di masa depan. Petani padi yang tidak mau menanggung risiko harga jual padi selama menyimpan padi di gudang SRG cenderung akan menjual padinya secara langsung pada saat panen. Petani padi yang berani mengambil risiko harga jual padi di masa datang dan berani menanggung segala akibat dari penyimpanan padinya di gudang SRG merupakan petani padi yang berpotensi untuk terus mengadaptasi inovasi resi gudang di masa datang.

89 Berdasarkan data penyimpanan padi di gudang SRG yang dikelola Pertani UPA Haurgeulis dan hasil wawancara dengan pengelola inovasi resi gudang diketahui bahwa jumlah padi yang dipersyaratkan Pertani bagi setiap petani padi untuk dapat menyimpan padi di gudang SRG untuk setiap resi gudang adalah sebesar 10 – 20 ton padi. Apabila diasumsikan produktivitas padi di Kabupaten Indramayu adalah sebesar 5 ton per ha, maka petani padi yang berpotensi untuk dapat menyimpan padi di gudang SRG adalah petani padi yang memiliki lahan garapan padi minimal seluas 2 ha per petani. Persyaratan tersebut apabila dibandingkan dengan kondisi luas lahan garapan yang dimiliki oleh mayoritas petani padi yang ada di Kabupaten Indramayu ternyata sangat memberatkan petani padi. Data kelompok tani di Kabupaten Indramayu tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah petani di Kabupaten Indramayu yang tergabung dalam kelompok tani adalah sebanyak 139 296 orang dengan luas lahan garapan seluas 117 877.67 ha sehingga diketahui bahwa rata-rata luas lahan garapan petani padi di Kabupaten Indramayu adalah seluas 0.85 ha.

Tingginya perbedaan antara rata-rata lahan garapan petani padi dan luas garapan minimal yang memenuhi syarat penyimpanan padi di gudang SRG merupakan suatu ancaman bagi keberlanjutan implementasi SRG di masa datang. Ketidakmampuan mayoritas petani padi di Kabupaten Indramayu untuk dapat menyimpan padi di gudang SRG secara mandiri merupakan ancaman utama bagi keberlanjutan SRG di masa depan. Hal ini menyebabkan tidak semua petani padi dapat mengadaptasi inovasi resi gudang, petani padi yang memiliki luas lahan garapan minimal 2 ha yang mampu mengadaptasi inovasi resi gudang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi di Kabupaten Indramayu diketahui bahwa pemasaran komoditas padi yang dihasilkannya merupakan suatu hal yang sangat mudah. Berbagai alternatif pemasaran dapat dipilih petani padi untuk memasarkan padi hasil panennya. Pedagang dan pengusaha penggilingan padi merupakan pihak yang selama ini menjadi tempat petani memasarkan/menjual hasil panennya. Pedagang dan pengusaha penggilingan padi di Kabupaten Indramayu sangat mudah ditemui petani padi, bahkan pihak-pihak tersebut secara aktif mendatangi petani padi pada saat panen untuk membeli padi tersebut.

Kompas (2015) melaporkan bahwa bisnis beras dikuasai oleh para pedagang. Mereka memburu beras di sejumlah daerah. Mereka mendirikan kios dan gudang beras. Pedagang beras sangat aktif mencari beras, bahkan berani membeli dengan harga mahal. Pedagang beras asal Lohbener Kabupaten Indramayu mengatakan “Beras dengan harga berapa pun saya beli. Sekarang penggilingan padi mau menerima beras dengan harga berapa pun. Saya memilih mengirim beras ke penggilingan, bukan ke Perum Bulog, karena mereka mau membeli dengan harga lebih bagus.” Berdasarkan informasi tersebut dapat dikatakan bahwa pasar padi/beras berada dalam kondisi persaingan yang sangat tinggi. Berbagai pihak (pedagang, pengusaha penggilingan padi, bulog) memiliki kepentingan terkait komoditas padi sehingga berusaha sedemikian rupa agar mampu mendapatkan padi.

Kompas (2015) mengatakan bahwa harga beras di sejumlah daerah bertahan tinggi saat musim panen tiba. Pedagang di beberapa sentra produksi beras berebut mencari beras. Mereka berani menawar dengan harga tinggi. Dampaknya, petugas Perum Bulog kesulitan mendapatkan beras untuk cadangan pangan. Harga gabah kering panen di sejumlah daerah sentra produksi beras (Karawang, Subang, Indramayu, Tegal, Grobogan) bertahan tinggi atau diatas harga pembelian

90

pemerintah (HPP), yaitu Rp 3 700.00 per kg. Harga gabah kering panen bertahan Rp 3 800.00 per kg untuk kualitas medium dan Rp 4 200.00 – Rp 4 700.00 untuk kualitas terbaik. Sementara itu, HPP beras Rp 7 300.00 per kg, tetapi di pasar harganya di atas HPP, yaitu Rp 9 800.00 – Rp 12 000.00 per kg tergantung pada kualitasnya. Dampak dari keadaan tersebut, Perum Bulog di sejumlah daerah sulit melakukan pengadaan beras karena harga terus bertahan tinggi. Ketidakberdayaan Perum Bulog tersebut dipertegas oleh Guru besar Ekonomi Universitas Brawijaya yang mengatakan bahwa “saat ini pemerintah menempatkan Perum Bulog sedemikian sulit. Dengan HPP sedemikian rendah, Perum Bulog tidak leluasa melakukan pembelian. Pemerintah tidak total memberikan amunisi kepada Perum Bulog.” Guru Besar Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM mengatakan bahwa “HPP masih memiliki kelemahan. Dengan harga sekarang, Perum Bulog dipastikan tidak bisa membeli beras karena harga patokan sangat rendah. Negara tidak boleh kalah dengan pedagang besar. Perum Bulog harus diberi keleluasaan untuk membeli beras secara komersial.” Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa implementasi inovasi resi gudang di masa datang memiliki tantangan yang berat dari pedagang beras yang selama ini telah menguasai pasar padi/beras, bahkan Perum Bulog sebagai lembaga negara juga terlihat kurang berdaya dalam menghadapi pedagang padi/beras tersebut.

Berdasarkan Kompas (2015) diketahui bahwa persaingan pasar padi terjadi semakin ketat akibat dari adanya ekspansi pengusaha yang bergerak dalam usaha penggilingan padi. Padi (gabah) merupakan bahan baku utama bagi kelangsungan usaha penggilingan padi tersebut sehingga pengusaha penggilingan padi selalu memburu gabah agar usaha penggilingan padi tersebut dapat terus berjalan. Kondisi tersebut dipertegas oleh Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) yang mengatakan bahwa “kini para investor baru muncul dalam usaha penggilingan padi skala besar. Karena pasokan bahan baku kurang, meski produksi naik, permintaan terhadap gabah pun meningkat pesat. Gabah menjadi rebutan. Perebutan gabah petani terjadi di lapangan. Sudah pasti yang kecil kalah, tidak mendapatkan gabah.” Ekspansi pengusaha penggilingan padi di sekitar lokasi gudang SRG yang dikelola Pertani UPA Haurgeulis dapat dilihat dari jumlah industri penggilingan padi yang terletak di tiga kecamatan yang berdekatan dengan lokasi gudang, yaitu: Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Anjatan dan Kecamatan Gantar. Jumlah industri penggilingan padi yang beroperasi di tiga kecamatan tersebut pada tahun 2013 adalah sebanyak 256 unit (Tabel 38).

Tabel 38 Jumlah industri penggilingan di kecamatan yang berdekatan dengan gudang SRG yang dikelola oleh PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu tahun 2014

Kecamatan Jumlah Industri Penggilingan Padi (unit)

Haurgeulis 77

Anjatan 56

Gantar 123

Jumlah Total 256

91 Berdasarkan analisis peluang dan ancaman terkait dengan persaingan pasar komoditas padi dapat dikatakan bahwa persaingan pelaku pasar yang berkepentingan terhadap komoditas padi di sekitar wilayah lokasi gudang SRG yang dikelola oleh Pertani UPA Haurgeulis adalah sangat tinggi. Pelaku pasar tersebut adalah pedagang padi/beras, industri penggilingan padi, gudang SRG dan Bulog.

Tingginya persaingan pelaku pasar yang mengancam keberlanjutan implementasi SRG yang dikelola Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu dalam hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi padi yang disimpan di gudang SRG dari tiga kecamatan yang berada di sekitar gudang SRG tersebut, yaitu Kecamatan Haurgeulis, Kecamatan Anjatan dan Kecamatan Gantar. Total produksi padi di tiga kecamatan tersebut pada tahun 2013 adalah sebanyak 92 809 ton. Data Pertani UPA Haurgeulis menunjukkan bahwa jumlah padi yang disimpan di gudang SRG yang dikelolanya pada tahun 2013 adalah sebanyak 1 542 ton. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa serapan padi dari gudang SRG yang dikelola

Dokumen terkait