• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Inovasi Resi Gudang Pada Petani Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Inovasi Resi Gudang Pada Petani Padi"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI INOVASI RESI GUDANG

PADA PETANI PADI

BUDHI WASKITO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

BUDHI WASKITO. Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS, DJOKO SUSANTO dan AMIRUDDIN SALEH.

Fluktuasi harga sering terjadi pada komoditas pertanian termasuk padi. Hal ini menyebabkan petani padi mengalami kerugian khususnya pada saat panen raya. Sistem Resi Gudang (SRG) merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan tersebut melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 2006. Resi gudang dalam peraturan tersebut didefinisikan sebagai dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang dalam penelitian ini dikatakan sebagai suatu inovasi yang berdampak pada perubahan perilaku petani padi yang terkait dengan penanganan pasca panen padi.

Peran pemerintah mengontrol pergerakan harga padi melalui inovasi resi gudang akan efektif jika komoditi pangan yang tersimpan di gudang SRG berkisar 8 - 10% dari jumlah produksi. Rendahnya realisasi penyimpanan padi di gudang SRG yang dikelola Pertani Unit Pergudangan Agribisnis (UPA) Haurgeulis Kabupaten Indramayu pada tahun 2008 – 2012 (kurang dari 8% dari produksi) menunjukkan bahwa implementasi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu belum berjalan efektif. Peningkatan peran petani padi untuk menyimpan padi di gudang SRG merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas implementasi inovasi resi gudang di masa depan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi, (2) Menganalisis hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi, (3) Menganalisis hubungan keputusan inovasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi, (4) Menganalisis hubungan faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi, dan (5) Mengembangkan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan korelasi. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data primer dikumpulkan dari 52% petani padi yang telah mengadaptasi inovasi resi gudang yang diterbitkan PT Pertani UPA Haurgeulis di Kabupaten Indramayu tahun 2011 - 2014. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan, wawancara mendalam, dan kuesioner. Pengumpulan data sekunder melalui studi literatur. Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, statistik inferensia (rank Spearman dan khi-kuadrat) dan analisis SWOT.

(6)

Hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 – 2014 adalah tidak selalu konsisten. Indikator komunikasi inovasi yang memiliki hubungan yang konsisten dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu di masa depan (keberlanjutan inovasi) adalah kognitif (jumlah gabah minimal yang dapat disimpan di gudang SRG) dan afektif (ketertarikan petani padi terhadap inovasi resi gudang karena mampu mendapatkan harga jual gabah yang lebih baik).

Keputusan inovasi memiliki hubungan nyata dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu selama kurun waktu 2011 – 2014 (adaptasi inovasi), sedangkan hubungannya dengan konsekuensi inovasi resi gudang di masa depan (keberlanjutan inovasi) adalah tidak nyata. Konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu selama kurun waktu tersebut didominasi oleh keputusan otoriti dari petani padi yang memiliki usaha tani padi dari hulu hingga hilir.

Faktor-faktor komunikasi terbaik yang dapat digunakan untuk meningkatkan efek komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu adalah kebutuhan petani padi (sosial), karakteristik petani padi (pengalaman usaha tani, skala usaha), karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kerumitan, kemudahan inovasi untuk dilihat hasilnya), media komunikasi (brosur dan radio), komunikator sosial (rekan sejawat, ketua kelompok tani, ketua Gapoktan, dan pengelola inovasi). Strategi komunikasi inovasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan peran petani padi di Kabupaten Indramayu dalam pemanfaatan inovasi resi gudang di masa depan adalah: (1) Meneguhkan petani padi yang pernah memiliki resi gudang terkait adanya subsidi pemerintah dalam bunga kredit apabila menggunakan agunan resi gudang dan adanya jaminan ganti rugi akibat kesalahan penulisan, kehilangan dan kesusutan barang, (2) Memanfaatkan rekan sejawat petani padi, ketua kelompok tani dan ketua Gapoktan untuk meneguhkan petani padi yang pernah memiliki resi gudang, (3) Mengekspos perbaikan inovasi resi gudang terkait dengan penurunan persyaratan jumlah minimum padi yang dapat disimpan di gudang SRG melalui radio lokal dan brosur, (4) Membujuk petani padi yang belum pernah menyimpan padi di gudang SRG dengan memanfaatkan rekan sejawat, ketua kelompok tani, dan ketua Gapoktan secara teratur, (5) Mengekspos keunggulan inovasi resi gudang kepada petani padi secara teratur khususnya mengenai manfaat inovasi resi gudang dalam mengatasi permasalahan fluktuasi harga jual padi dan sebagai sumber pendanaan melalui perolehan kredit secara mudah dari perbankan dengan tingkat suku bunga yang disubsidi pemerintah, dan (6) Mengekspos perbaikan inovasi resi gudang terkait manajemen risiko harga jual padi yang disimpan di gudang SRG pada petani padi secara teratur.

(7)

SUMMARY

BUDHI WASKITO. The Innovation Communication of Warehouse Receipt among the Rice Farmers. Supervised by AIDA VITAYALA S. HUBEIS, DJOKO SUSANTO and AMIRUDDIN SALEH.

Price fluctuation often happened in agriculture commodity including rice. It caused the rice farmers to experience loss particularly in harvesting period. The Indonesian Government had issued the policy of creating warehouse receipt system (WRS) to overcome this problem according Indonesian Law No 9/2006. According to the Law, warehouse receipt is defined as a document of ownership evidence for the goods stored in the warehouse that is issued by the warehouse manager. WRS is an innovation that impacts the change of rice farmers’ behavior associated with the post-harvest handling of rice.

The role of government to control the food price fluctuation with WRS scheme will be effective if the quantity of rice stored in WRS scheme is 8 to 10% of total production. The realization of rice storage in warehouses managed by Pertani UPA Haurgeulis in Indramayu Regency in 2008 – 2012 was low (less than 8% of total production). It showed that the implementation of warehouse receipt innovation in in Indramayu Regency was not effective. Increasing the role of the rice farmers to store their rice grain in WRS scheme is an effort to increase its effectiveness in the future. The objectives of this research were to (1) analyze communication and innovation consequences of warehouse receipt among the rice farmers, (2) analyze the correlation between communication and innovation consequences of warehouse receipt among the rice farmers, (3) analyze the correlation between innovation decision and innovation consequences of warehouse receipt among the rice farmers, (4) analyze the correlation between communication factors and the innovation communication of warehouse receipt among the rice farmers, and (5) develop the innovation communication strategy of the warehouse receipt innovation among the rice farmers.

This is a descriptive and correlational research. The collected data consist of primary and secondary data. Primary data consist of quantitative and qualitative data. The primary data was collected from 52% of rice farmers who have adapted the warehouse receipt innovations issued by PT Pertani UPA Haurgeulis in Indramayu in 2011 - 2014. The primary data were collected through observation, interview, and questionnaire. The secondary data were collected through literature review. The data were analyzed by descriptive and inferential statistics (Spearman rank correlation and chi-square test) and SWOT analysis.

(8)

The correlation between communication and consequence innovation of the warehouse receipt innovation among the rice farmers in Indramayu Regency in 2011 – 2014 was not always consistent. The communication innovation indicators that have a consistent correlation with the innovation consequences of warehouse receipt among the rice farmers in Indramayu in the future (innovation sustainability) are cognitive (the minimum amount of rice to be stored by the rice farmers in WRS scheme) and affective (the interest of the rice farmers in warehouse receipt innovation for a better selling price of their rice).

The innovation decision has a significant correlation with the innovation consequences of the warehouse receipt among the rice farmers in Indramayu Regency in 2011 - 2014 (adaptation of innovation), while its correlation with the innovation consequences of the warehouse receipt in the future (innovation sustainability) is not significant. The innovation consequences of warehouse receipt among the rice farmers during the period was dominated by the authority decision of the rice farmers who have an upstream to downstream rice farming business.

The best communication factors that can be used to improve the innovation communication effect of warehouse receipts among the rice farmers in Indramayu Regency are the need of rice farmers (social), the characteristics of rice farmers (experience of rice farming, business scale), the characteristics of innovation (relative advantage, complexity, observability), communication media (brochures and radio), social communicator (peer, chairman of the farmer groups, chairman of Gapoktan, and the organizer of warehouse receipt innovation).

The innovation communication strategy that can be used to improve the role of rice farmers in Indramayu in utilizing the warehouse receipt innovation in the future are: (1) Ensuring the rice farmers who have adopted the warehouse receipt about the availabilty of government subsidy of the credit interest rate if they borrow money from bank with warehouse receipt as a guarantee and compensation due to administration mistakes, loss and shrinkage of goods, (2) Utilizing peers, chairman of farmer groups, and the chairman of Gapoktan to ensure the rice farmers who used to adopt the warehouse receipt, (3) Exposing the improvement of warehouse receipt innovation on the decrease of the required minimum amount of rice that can be stored by the rice farmers in WRS scheme through local radios and brochures, (4) Persuading regularly the rice farmers who have never stored their rice in WRS scheme through peers, chairman of farmer group, and chairman of Gapoktan, (5) Exposing the excellence of warehouse receipt innovation among the rice farmers regularly especially regarding the benefits of warehouse receipt innovation in overcoming the problem of rice price fluctuation and as a source of funding through credit from the bank easily with the prime lending rate that subsidized by the government, and (6) Exposing regularly the improvement of warehouse receipt innovation about the risk management of the rice selling price stored in WRS scheme among the rice farmers.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Doktor

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan

KOMUNIKASI INOVASI RESI GUDANG

PADA PETANI PADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)

Penguji Luar Komisi : Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, M.Sc pada Ujian Tertutup Dr Suci Wulandari, SP, MM

Komisi Luar : Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, M.Sc pada Sidang Promosi Dr Suci Wulandari, SP, MM

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang disusun dalam bentuk disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam disertasi ini adalah komunikasi inovasi, dengan judul Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada Petani Padi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis, Bapak Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM, Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan pembelajaran yang sangat berharga. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan Ibu Sudarmanto, istri dan anak (Koriyati, Zidan Muktafa Kamal, Zaida Nafilia, Muhammad Iqbal Izzatullah, Amalina Qurratu Aini), serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Basita S Ginting dan Bapak Dr Lukman Effendy yang telah memberikan saran dalam pelaksanaan ujian kualifikasi lisan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh seluruh pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan Universitas Bandar Lampung (khususnya Dr Yusuf S. Barusman, MBA; Dr Andala

Rama Putra Barusman, MA; Dr Agus Wahyudi, MS; Mustafa Usman, Ph.D; Drs. Harpain, MAT, Dr Yadi Lustiadi, M.Si); pimpinan dan staf PT Pertani UPA

Haurgeulis Kabupaten Indramayu (khususnya Bapak Subandji, Dayat, Hari, Hitwandi); pimpinan dan tenaga kependidikan Program Studi Doktor Komunikasi Pembangunan IPB (khususnya Dr Djuara P. Lubis, Ibu Hetty dan Ibu Lia), rekan-rekan mahasiswa Program Studi Doktor Komunikasi Pembangunan Angkatan 2011 (Adhi Iman Sulaiman, Dwi Agus Susilo, Dame Trully Gultom, Sri Wahyuni, Nurhayati, Rahmawati, Firdanianty, dan Natalina Nilam Sari), rekan-rekan mahasiswa program pascasarjana IPB, serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan karya ilmiah ini.

Demikianlah disertasi ini disajikan sebagai salah satu persyaratan untuk memeroleh gelar Doktor pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Semoga bermanfaat.

Bogor, Mei 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Kebaruan Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Inovasi 5

Komunikasi Inovasi 6

Strategi Komunikasi 8

Sistem Resi Gudang 11

Faktor Penentu Perilaku Adopsi Inovasi 16

Teori terkait Perubahan Perilaku 18

Kebutuhan Petani 20

State of the Art 22

3 KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 23

Kerangka Pikir 23

Hipotesis Penelitian 27

4 METODE PENELITIAN 28

Desain Penelitian 28

Lokasi dan Waktu Penelitian 28

Populasi dan Sampel 28

Data dan Instrumentasi 30

Definisi Operasional 31

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 40

Pengumpulan Data 44

Analisis Data 44

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 46

Komunikasi dan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang 46 Hubungan Komunikasi dengan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang

pada Petani Padi 51

Hubungan Keputusan dengan Konsekuensi Inovasi Resi Gudang

pada Petani Padi 57

Faktor – faktor Komunikasi yang Berhubungan dengan Komunikasi

(18)

Hubungan Faktor – faktor Komunikasi dengan Komunikasi Inovasi

Resi Gudang pada Petani Padi 66

Pengembangan Strategi Komunikasi Inovasi Resi Gudang pada

Petani Padi 81

6 SIMPULAN DAN SARAN 102

Simpulan 102

Saran 103

DAFTAR PUSTAKA 1044

(19)

DAFTAR TABEL

1. Pertanyaan kunci bagi pembuat strategi komunikasi 11

2. Manfaat SRG bagi stakeholders 13

3. Penerbitan resi gudang pada peresmian pelaksanaan SRG di Indonesia 14 4. Penelitian terdahulu terkait dengan faktor penentu adaptasi inovasi 19 5. Penelitian terdahulu terkait dengan strategi komunikasi 21

6. Jumlah populasi dan sampel penelitian 29

7. Operasionalisasi peubah kebutuhan petani padi (X1) 32

8. Operasionalisasi peubah karakteristik petani padi (X2) 33

9. Operasionalisasi peubah karakteristik inovasi resi gudang (X3) 35

10.Operasionalisasi peubah media komunikasi inovasi resi gudang (X4) 36

11.Operasionalisasi peubah komunikator sosial (X5) 38

12.Operasionalisasi peubah komunikasi inovasi (Y1) 39

13.Operasionalisasi peubah konsekuensi inovasi (Y2) 40

14.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah kebutuhan petani padi 41 15.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah karakteristik inovasi 42 16.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah media komunikasi 42 17.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah komunikator sosial 43 18.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah komunikasi inovasi 43 19.Uji validitas dan reliabilitas instrumen peubah konsekuensi inovasi 43 20.Rataan skor komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani

padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 46

21.Hubungan kognitif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 52 22.Hubungan afektif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi

di Kabupaten Indramayu tahun 2015 54

23.Hubungan konatif dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi

di Kabupaten Indramayu tahun 2015 55

24.Profil responden petani padi yang pernah menyimpan padi di gudang SRG berdasarkan keputusan inovasi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 57 25.Hubungan keputusan dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani

padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 58

26.Rataan skor kebutuhan petani padi terhadap inovasi resi gudang di

Kabupaten Indramayu tahun 2015 61

27.Rataan skor karakteristik petani padi yang telah mengadaptasi inovasi resi

gudang di Kabupaten Indramayu tahun 2015 62

28.Rataan skor karakteristik inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu

tahun 2015 63

29.Rataan skor media komunikasi dalam komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 64 30.Rataan skor komunikator sosial dalam komunikasi inovasi resi gudang

pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 65 31.Hubungan antara kebutuhan petani padi dan komunikasi inovasi

resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 66 32.Hubungan karakteristik petani padi dengan komunikasi inovasi resi gudang

(20)

33.Hubungan karakteristik inovasi dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 70 34.Hubungan media komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang

pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 74 35.Hubungan komunikator sosial dengan komunikasi inovasi resi gudang

pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2015 77 36.Visi, misi, core competence dan moto usaha PT Pertani 82 37.Tugas, tanggungjawab dan peran PT Pertani sebagai pengelola inovasi

resi gudang 84

38.Jumlah industri penggilingan di kecamatan yang berdekatan dengan gudang SRG yang dikelola oleh PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu

tahun 2014 90

39.Jumlah industri penggilingan di kecamatan yang berdekatan dengan gudang SRG yang dikelola oleh PT Pertani UPA Haurgeulis Kabupaten Indramayu

tahun 2014 91

40.Alternatif strategi komunikasi inovasi untuk meningkatkan peran petani padi dalam memanfaatkan inovasi resi gudang di masa depan 96

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka strategi komunikasi (Barret 2008) 10

2. Alur penerbitan resi gudang (Bappebti 2011) 13

3. Hirarki kebutuhan Maslow (Schermerhorn et al. 1997, Tosi et al. 1990,

Holt 1990) 20

4. Kerangka pikir penelitian komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi 26

5. Alur aktivitas usaha Pertani 83

6. Struktur organisasi Pertani (Persero) Unit Pergudangan Agribisnis

Haurgeulis Kabupaten Indramayu 86

7. Konsep pengembangan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Harga komoditas pertanian sering kali mengalami penurunan khususnya pada saat panen raya. Kondisi ini secara ekonomi merugikan petani mengingat pendapatan dari penjualan komoditi pada saat panen raya tersebut seringkali tidak memadai untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkan sebagai modal kerja usaha tani. Tuntutan kebutuhan hidup sehari-hari seringkali membawa petani pada kondisi di mana petani tidak ada pilihan lain selain menjual komoditinya meskipun harga sedang rendah guna mencukupi kebutuhan hidup. Damardjati (2006) mengatakan bahwa permasalahan terkait dengan pasca panen dalam sistem agribisnis padi/perberasan (kehilangan hasil yang cukup tinggi, mutu hasil yang rendah, dan harga gabah yang fluktuatif) cenderung tidak memberikan insentif kepada petani untuk memerbaiki tingkat pendapatannya.

Pemanfaatan lumbung desa oleh petani dalam menghadapi permasalahan pasca panen pada saat ini sudah jarang ditemukan. Kondisi ini terjadi karena lumbung desa tidak berkembang dan bahkan cenderung hilang di berbagai wilayah perdesaan di Indonesia. Witoro et al. (2006) mengatakan bahwa keberadaan dan peran lumbung desa semakin terpinggirkan seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan kebijakan. Menguatnya lembaga cadangan pangan pemerintah yakni Bulog sejak awal hingga menjelang berakhirnya rejim Orde Baru membuat lumbung pangan desa melemah. Kebijakan yang liberalisasikan pertanian sejak tahun 1998 membuat peran perusahaan atau pedagang pangan semakin menguasai pangan tanpa memberi peluang bagi berkembangnya lumbung yang merupakan lembaga pangan rakyat.

(22)

2

Peresmian SRG pertama kali di Indonesia dilakukan pada tahun 2008 melalui proyek percontohan SRG di empat wilayah, yaitu: Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Kabupaten Jombang (Jawa Timur), dan Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) (Bappebti 2009). Humas Kemendag (2013a) mengatakan bahwa dalam rangka memercepat pelaksanaan SRG, pada tahun 2009 – 2012 Bappebti bekerja sama dengan pemerintah daerah telah membangun 81 gudang SRG yang tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Maluku.

Komoditi pertanian yang dapat disimpan di gudang SRG adalah sebanyak sembilan komoditi, yaitu: gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut dan rotan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/11/2011 Tahun 2011 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang dalam Penyelenggaraan SRG. Penelitian ini memilih komoditas padi sebagai komoditas yang diteliti mengingat padi merupakan salah satu sumber makanan pokok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.

Hasil studi mengenai potensi SRG di Indonesia (Ashari 2011) menunjukkan bahwa SRG memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian, yaitu: mendukung pembiayaan petani, minimalisasi fluktuasi harga, peningkatan pendapatan petani, mobilisasi kredit, dan perbaikan mutu produk. Hasil kajian Coulter dan Onunah (2002) tentang peran SRG di Afrika menunjukkan bahwa SRG memiliki potensi dalam mengurangi kerugian petani yang diakibatkan oleh kesalahan penimbangan berat dan penyimpanan. SRG berpotensi memudahkan akses pembiayaan pada semua level dalam rantai pemasaran (produsen, pedagang dan industri), mendorong suntikan dana, mengurangi margin perdagangan, mengurangi fluktuasi harga menuju harga rata-rata yang menguntungkan produsen dan konsumen. Bappebti (2011) mengatakan bahwa manfaat pelaksanaan SRG bukan hanya dinikmati oleh petani atau pedagang saja. Pelaksanaan SRG memberikan manfaat bagi seluruh stakeholders yang terlibat dalam mata rantai SRG di Indonesia, yaitu: petani produsen, pergudangan, perusahaan pengguna komoditi, pedagang, perekonomian daerah/nasional, serta perbankan.

Bappebti (2009) mengatakan bahwa kegiatan komunikasi inovasi resi gudang telah dilakukan dengan harapan terjadi kesamaan persepsi dalam mendorong dan mewujudkan tercapainya tujuan SRG. Kegiatan tersebut dilakukan dengan melibatkan berbagai unsur terkait seperti petani, kelompok tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), pedagang, eksportir, asuransi, perbankan, dan dinas-dinas terkait serta pemerintah daerah. Bentuk komunikasi inovasi yang dilakukan di antaranya adalah pelatihan teknis bagi para pelaku usaha, seminar, konferensi pers serta dialog interaktif di stasiun televisi dan radio. Pembicara atau narasumber dalam sosialisasi terdiri dari pejabat Bappebti dan didampingi oleh pejabat daerah terkait, Direksi Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Kliring Berjangka Indonesia (KBI), PT. Bhanda Ghara Reksa dan Anggota DPR RI dari Komisi VI. Selain itu, kegiatan sosialisasi juga dilakukan melalui penyebaran informasi melalui Buletin Kontrak Berjangka yang terbit setiap bulan, leaflet, brosur, dan booklet yang dapat diperoleh masyarakat secara cuma-cuma.

(23)

3 tersimpan di gudang SRG berkisar 8 - 10% dari jumlah produksi. Penelitian terkait dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi hingga saat ini belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini sangat menarik dan penting untuk dilakukan. Target akhir penelitian ini adalah menghasilkan konsep pengembangan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.

Perumusan Masalah

Implementasi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu pada tahun 2008 dilakukan di gudang milik PT. Pertani Unit Pergudangan Agribisnis Haurgeulis dengan menerbitkan tiga Resi Gudang untuk komoditi gabah dengan jumlah 150 ton (Bappebti 2009). Jumlah gabah yang disimpan melalui SRG pada tahun 2008 jika dibandingkan dengan produksi padi terlihat masih sangat kecil (0.014%). Produksi padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2008 adalah 1 048 016 ton (Diperta Provinsi Jawa Barat 2014). Pada tahun 2012 jumlah Resi Gudang yang diterbitkan adalah sebanyak 80 dengan jumlah gabah sebesar 2 503.23 ton (Pertani 2012). Jumlah gabah yang disimpan di gudang SRG di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 juga terlihat masih sangat kecil dibandingkan dengan produksinya, yaitu sebesar 0.182%. Produksi padi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 adalah 1 376 604 ton (Diperta Provinsi Jawa Barat 2014). Realisasi penyimpanan gabah di gudang SRG yang masih sangat kecil tersebut menunjukkan bahwa implementasi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu belum berjalan efektif (kurang dari 8%).

Peningkatan peran petani padi untuk memanfaatkan inovasi resi gudang merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong keberhasilan implementasi SRG di Kabupaten Indramayu. Peningkatan peran petani padi merupakan hal yang rumit dan tidak dapat terpisahkan dari proses sosial dan mental (Straub 2009). Permasalahan utama penelitian ini adalah bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran petani padi tersebut?

Merujuk kajian Chakravorti (2004) mengenai perspektif strategi terkait dengan inovasi, peningkatan peran petani padi dalam skema SRG dapat dilakukan dengan mengubah keseimbangan petani padi dari keseimbangan tertentu ke keseimbangan lainnya. Perubahan keseimbangan petani padi tersebut sangat erat dengan permasalahan komunikasi. Stacks dan Hocking (1992) menyatakan bahwa pesan komunikasi yang diterima seseorang tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap tindakannya, tetapi lebih dulu memengaruhi kondisi internal seseorang tersebut. Sear et al. (1985) menyatakan bahwa kemantapan kondisi internal seseorang senantiasa berubah terutama setelah dirangsang oleh suatu komunikasi. Efek komunikasi memiliki hubungan penting dengan konsekuensi tindakan seseorang (Borges et al. 2014, Straub 2009, de Jong et al. 2003, Chang et al. 2006). Komunikasi memiliki peran penting dalam memengaruhi kondisi internal seseorang (Sears et al. 1985, Stacks dan Hocking 1992, Mei et al. 2004, Barrett 2008). Hasil studi pendahuluan mengindikasikan bahwa keputusan petani padi terkait inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu didorong kemauannya sendiri dan atas kemauan atau permintaaan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

(24)

4

2. Bagaimanakah hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi?

3. Bagaimanakah hubungan keputusan inovasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi?

4. Bagaimanakah hubungan faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi?

5. Bagaimanakah strategi komunikasi inovasi resi gudang yang dapat dikembangkan pada petani padi?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Menganalisis komunikasi dan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi. 2. Menganalisis hubungan komunikasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang

pada petani padi.

3. Menganalisis hubungan keputusan inovasi dengan konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi.

4. Menganalisis hubungan faktor-faktor komunikasi dengan komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.

5. Mengembangkan strategi komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat secara akademik maupun praktis. Manfaat akademik dari penelitian ini adalah memerkaya kajian komunikasi pembangunan khususnya mengenai komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi. Adapun manfaat praktisnya adalah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders) agar dapat memberikan dukungan dan fasilitas terhadap implementasi inovasi resi gudang sehingga petani mampu mengadaptasi inovasi resi gudang secara berkelanjutan di masa depan.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan (novelty) penelitian ini adalah:

1. Komunikasi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2011 - 2014 telah berjalan efektif, sedangkan konsekuensi inovasinya tergolong rendah.

2. Konsekuensi inovasi resi gudang pada petani padi di Kabupaten Indramayu tahun 2011 – 2014 didominasi oleh keputusan otoriti melalui peminjaman nama petani padi.

3. Keputusan otoriti terkait konsekuensi inovasi resi gudang di Kabupaten Indramayu tahun 2011 – 2014 dimiliki oleh petani padi yang memiliki usaha tani padi dari hulu hingga hilir.

(25)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Inovasi

Pengertian dan Jenis Inovasi

Pengertian inovasi telah banyak didefinisikan oleh berbagai pakar, di antaranya adalah:

1. Inovasi adalah sebuah hasil karya pemikiran baru yang diterapkan dalam kehidupan manusia (Kanter 1986 dalam Ancok 2012)

2. Inovasi adalah pengenalan dan penerapan dengan sengaja gagasan, proses, produk, dan prosedur yang baru pada unit yang menerapkannya, yang dirancang untuk memberikan keuntungan bagi individu, kelompok, organisasi dan masyarakat (West dan Farr 1990 dalam Ancok 2012)

3. Inovasi adalah sebuah ide, perbuatan atau obyek yang dipersepsikan sebagai suatu hal yang baru bagi seorang individu atau unit adopsi lainnya (Rogers 2003).

4. Inovasi adalah implementasi dan adopsi pemikiran baru oleh individu dalam perusahaan (Amabile dan Conti 1999 dalam Ancok 2012)

5. Inovasi adalah proses penciptaan ide baru berikut penerapannya (Schermerhorn et al. 1997)

6. Inovasi adalah sebuah ide atau pola yang ditetapkan sebagai hal yang baru dan berdampak pada perubahan perilaku sosial dengan konsekuensi pada peningkatan kinerja sosial dan atau ekonomi (Heiskala 2007)

7. Inovasi adalah suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan pemikiran tersebut sehingga menghasilkan hal baru berbentuk produk, jasa, proses bisnis, cara baru, kebijakan, dan lain sebagainya (Ancok 2012).

Pengertian inovasi yang sangat beragam menunjukkan bahwa inovasi berkembang dalam berbagai bidang. Pengertian inovasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengertian yang selaras dengan bidang komunikasi pembangunan. Roger (1976) dalam Servaes (2008) mendefiniskan komunikasi pembangunan sebagai studi tentang perubahan sosial melalui aplikasi penelitian, teori, dan teknologi komunikasi dalam melaksanakan pembangunan. Sementara itu, komunikasi untuk pembangunan adalah sebuah proses sosial, didesain untuk mencari pemahaman bersama antar pelaku pembangunan yang menciptakan dasar tindakan bersama (UN FAO 1984 dalam Servaes 2008). Servaes (2008) mengatakan bahwa program-program pembangunan tidak dapat menghasilkan perubahan tanpa adanya komunikasi secara sosial dan budaya antar pelaku pembangunan. Oleh karena itu maka analisis dan aplikasi komunikasi untuk pembangunan dan perubahan sosial (dapat diperluas dalam istilah komunikasi pembangunan) dapat diartikan sebagai berbagi pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai sebuah konsensus terkait tindakan yang memerhatikan minat, kebutuhan, dan kapasitas semua pihak yang terlibat. Komunikasi pembangunan merupakan proses sosial.

(26)

6

dikemukakan oleh Heiskala (2007). Menurut Heiskala (2007) pengertian tersebut dikembangkan dari pengertian yang dikemukakan oleh Rogers (2003).

Ancok (2012) mengatakan bahwa inovasi banyak terjadi pada banyak aspek, yaitu: inovasi proses, inovasi metode, inovasi struktur, inovasi hubungan, inovasi strategi, inovasi pola pikir, inovasi produk, dan inovasi pelayanan.

Karakteristik Inovasi

Persepsi seseorang terhadap karakteristik inovasi merupakan aspek yang memengaruhi perbedaan kecepatan adopsi seseorang terhadap inovasi. Rogers (2003) membagi karakteristik inovasi menjadi lima, yaitu: keuntungan relatif (relative advantage), kesesuaian (compatibility), kerumitan (complexity), kemudahan untuk dicoba (trialability), dan kemudahan dilihat hasilnya (observability). Sebuah inovasi yang dipersepsikan seseorang memiliki kelebihan dalam hal keuntungan relatif, kesesuaian, lebih sederhana, kemudahan untuk dicoba, dan kemudahan untuk dilihat hasilnya akan diadopsi lebih cepat dibandingkan dengan inovasi lainnya. Definisi lima karakteristik inovasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan relatif adalah tingkat di mana inovasi dirasakan lebih baik dibandingkan dengan ide lain yang menggantikannya. Keuntungan dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestis sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan faktor penting. Semakin besar keuntungan relatif inovasi yang dapat dirasakan, tingkat adopsi inovasi juga akan menjadi lebih cepat.

2. Kesesuaian adalah tingkat di mana inovasi dirasakan sebagai sesuatu yang konsisten dengan nilai–nilai yang berlaku, pengalaman-pengalaman terakhir dan kebutuhan adopter. Ide yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sistem sosial tidak akan diadopsi secara cepat sebagaimana inovasi yang sesuai. 3. Kerumitan adalah tingkat kerumitan inovasi untuk dipahami dan digunakan.

Ide-ide baru yang lebih sederhana untuk dipahami akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi yang mengharuskan adopter mengembangkan keahlian dan pemahaman baru.

4. Kemudahan untuk dicoba adalah tingkat kemudahan inovasi untuk dicoba pada keadaan sumber daya yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat dicoba pada keadaan sumber daya yang terbatas akan lebih mudah dan cepat diadopsi daripada inovasi yang tidak dapat diujicobakan dalam skala yang lebih kecil. 5. Kemudahan untuk dilihat hasilnya adalah tingkat kemudahan inovasi untuk

dilihat hasilnya oleh orang lain. Kemudahan dalam melihat hasil inovasi oleh seseorang akan memudahkannya dalam mengadopsi inovasi.

Komunikasi Inovasi

Komunikasi inovasi merupakan istilah yang berkembang dari konsep penyuluhan (extension). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Leeuwis (2004) bahwa konsep penyuluhan telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu sehingga perlu dibuat definisi yang baru. Hal yang paling utama adalah memandang penyuluhan sebagai komunikasi inovasi (communication for innovation).

(27)

7 merupakan kajian yang mempelajari proses komunikasi dalam penyebaran informasi mengenai suatu inovasi.

Stacks dan Hocking (1992) menyatakan bahwa pesan komunikasi yang diterima seseorang tidak memiliki konsekuensi langsung terhadap tindakannya, tetapi lebih dulu memengaruhi kondisi internal seseorang tersebut. Sear et al. (1985) menyatakan bahwa kemantapan kondisi internal seseorang senantiasa berubah terutama setelah dirangsang oleh suatu komunikasi.

Kondisi internal seseorang yang diakibatkan oleh proses komunikasi dalam beberapa literatur disebut sebagai sikap. Sikap dalam berbagai literatur didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Definisi sikap adalah:

1. Sikap adalah kecenderungan orang untuk merespon sebuah obyek secara baik maupun tidak. Kecenderungan tersebut bermakna bahwa sikap terdapat pada pikiran seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung (Stacks dan Hocking 1992)

2. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler 1974; Gerungan 2000)

3. Sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang memengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa (Gagne et al. 1974)

4. Sikap adalah salah satu unsur kepribadian yang harus dimiliki seseorang untuk menentukan tindakannya dan bertingkah laku terhadap suatu obyek disertai dengan perasaan positif dan negatif (Azwar 2002).

Komponen sikap terdiri atas kognitif, afektif dan konatif (Morgan dan King 1986; Howard dan Kendler 1974; Gerungan 2000; Sears et al. 1985; Gilovich et al. 2006; Setiana 2005). Definisi dari ketiga komponen sikap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komponen kognitif, yaitu komponen yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang obyek atau kelompok obyek tertentu. Komponen kognitif ini berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek.

2. Komponen afektif, yaitu komponen yang menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan, tertarik atau tidak tertarik. Komponen afektif merupakan suatu perasaan yang ditunjukkan oleh seseorang. 3. Komponen konatif, yaitu komponen yang berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu obyek (kecenderungan perilaku).

(28)

8

Seperti halnya dengan sikap, perilaku dalam berbagai literatur juga memiliki beragam definisi. Definisi perilaku adalah:

1. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2007).

2. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo 2003).

Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor).

Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua: 1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Hasil studi literatur terkait dengan sikap dan perilaku menunjukkan bahwa sikap dan perilaku memiliki berbagai kesamaan. Berdasarkan Notoatmodjo (2007) sikap merupakan bagian dari perilaku yang sifatnya masih tertutup (covert behavior). Berkaitan dengan hal tersebut, kondisi internal seseorang yang diakibatkan oleh proses komunikasi (sikap) dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kondisi internal petani sebagai respon dari komunikasi inovasi resi gudang yang sifatnya masih tertutup dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (efektivitas komunikasi). Perilaku dalam penelitian ini (konsekuensi dari kondisi internal seseorang) didefinisikan sebagai tindakan nyata petani padi dalam bentuk keputusan untuk mengadaptasi inovasi resi gudang.

Strategi Komunikasi

Pengertian Strategi Komunikasi

Strategi adalah akal untuk mencapai maksud tertentu (Poerwadarminta 2006). Strategi komunikasi mengacu pada pengertian strategi tersebut dapat diartikan sebagai akal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan komunikasi.

(29)

9 yang turbulen dan selalu mengalami perubahan, pandangan ini lebih banyak diterapkan; sedangkan berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan atau respons organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Penggunaan strategi dalam komunikasi merupakan bentuk lain dari penggunaan konsep strategi dalam kegiatan bisnis pada bidang selain bisnis. Strategi terdiri dari dua aksi, yaitu: (1) menentukan tujuan, dan (2) membangun rencana untuk mencapai tujuan. Definisi yang sama diaplikasikan dalam strategi komunikasi. Strategi komunikasi meliputi dua aksi, yaitu: (1) menentukan tujuan komunikasi terhadap khalayak secara jelas, dan (2) membangun rencana terbaik untuk mencapai tujuan komunikasi tersebut. Strategi komunikasi yang efektif dapat dilakukan dengan menghindari berbagai hambatan dan menghilangkan intervensi yang kemungkinan menghambat penyampaian pesan kepada khalayak sasaran (Barrett 2008).

Kerangka Strategi Komunikasi

Mei et al. (2004) mengatakan bahwa terdapat tiga komponen penting yang harus dipertimbangkan dalam merancang strategi komunikasi, yaitu: stakeholders, pesan, dan media komunikasi. Barrett (2008) mengatakan bahwa strategi komunikasi menekankan pada bagaimana cara untuk mencapai tujuan komunikasi dalam sebuah konteks yang terjadi dalam komunikasi. Komunikasi terjadi dalam sebuah konteks yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di sekitarnya. Penentuan tujuan dan strategi komunikasi harus memerhatikan konteks di mana komunikasi tersebut terjadi. Penentuan konteks komunikasi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan berikut:

1. Hal lain apa yang akan memengaruhi khalayak dalam menerima komunikasi? 2. Di mana komunikasi terjadi dalam serangkaian aliran komunikasi? Pertama

atau terakhir?

3. Apa yang terjadi sebelum dan sesudah komunikasi? 4. Apa implikasi komunikasi bagi organisasi?

5. Apa implikasi komunikasi bagi seseorang?

6. Apa yang audien ketahui atau yakini mengenai konteks dibandingkan dengan apa yang komunikator ketahui atau yakini?

7. Perbedaan budaya apa yang seharusnya dipertimbangkan?

Perencanaan strategis dapat kompleks atau sederhana. Pembangunan rencana strategis harus dilakukan dengan pendekatan metodologi yang memerlukan keterampilan analisis. Kerangka strategi komunikasi (Gambar 1) menggambarkan pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun sebuah strategi komunikasi yang akan memastikan bahwa seluruh pandangan dan antisipasi terhadap permasalahan yang akan muncul dipertimbangkan dalam pesan komunikasi yang akan disampaikan. Setelah memertimbangkan konteks, pembangunan strategi komunikasi perlu memertimbangkan masing-masing komponen dalam kerangka, yaitu: tujuan, pesan, media/forum, waktu, komunikator, dan khalayak (Barrett 2008).

(30)

10

Gambar 1 Kerangka strategi komunikasi (Barret 2008)

Leeuwis (2004) mengatakan bahwa perbedaan antara strategi komunikasi dan maksud intervensi tidak hanya pada istilah, tapi juga berkenaan dengan peran utama antara pelaku komunikasi dan klien. Strategi komunikasi inovasi dapat dibedakan berdasarkan maksud intervensi yang lebih luas yang terkait dengan situasi yang problematik. Strategi komunikasi inovasi dibedakan menjadi enam strategi dasar, yaitu:

1. Komunikasi untuk menasehati

2. Mendukung perubahan pengetahuan secara horizontal 3. Menggunakan kebijakan dan atau inovasi teknologi 4. Manajemen konflik

5. Mendukung pengembangan organisasi dan kapasitasnya

6. Mentransfer kebijakan atau inovasi teknologi secara meyakinkan

Perancangan strategi komunikasi inovasi resi gudang dalam kasus petani padi di Kabupaten Indramayu yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada kerangka strategi yang dikemukakan oleh Barret (2008). Mengingat berbagai keterbatasan peneliti, maka komponen yang diperlukan untuk perancangan strategi komunikasi tersebut tidak dilakukan semuanya. Komponen yang tidak dilakukan adalah komponen waktu dan umpan balik. Komponen umpan balik dalam penelitian ini tidak dilakukan mengingat keterbatasan waktu penelitian. Umpan balik terkait strategi komunikasi secara konseptual dapat dilihat setelah beberapa waktu tertentu setelah strategi komunikasi tersebut diimplementasikan.

Khalayak Tujuan

Pesan

Media/Forum Konteks

Komunikator

(31)

11 Tabel 1 Pertanyaan kunci bagi pembuat strategi komunikasi

Komponen Pertanyaan Kunci

Tujuan Apa tujuan saya atau apa yang ingin saya selesaikan?

Apa saya memiliki perbedaan tujuan untuk berbagai khayalak? Bagaimanakah keterkaitan tujuan dan dukungan dengan strategi perusahaan?

Pesan Apa pesan saya secara keseluruhan?

Bagaimanakah saya memformulasikan pesan agar diterima khalayak?

Apakah saya mengharapkan pihak lain melakukan sesuatu akibat pesan tersebut?

Apa pesan pendukungnya?

Apakah pesan tersebut berbeda-beda untuk masing-masing khalayak?

Media/Forum Saluran komunikasi apa yang paling efektif untuk menjangkau masing-masing khalayak? (e-mail, memo, surat, pertemuan, tatap muka, dll)

Apakah saya perlu memertimbangkan aspek biaya, logistik, atau persoalan praktis lainnya dalam pemilihan media atau forum komunikasi?

Komunikator Apakah saya orang terbaik untuk menyampaikan pesan? Jika tidak, siapa yang seharusnya menyampaikan pesan?

Siapa yang paling kredibel dan efektif dalam menyampaikan pesan yang berbeda-beda atau bagi khayalak?

Waktu Apakah waktu menjadi permasalahan?

Jika ya, kapan seharusnya pesan disampaikan dan untuk apa? Khalayak Siapa khayalak utama saya? Siapa khayalak sekunder? Siapa

khalayak tak terduga?

Apa yang menjadi daya tarik bagi khalayak dalam situasi tersebut? Apa yang khalayak pertaruhkan terkait dengan hasil komunikasi? Bagaimanakah khayalak dipengaruhi pesan tersebut?

Umpan Balik Bagaimanakah cara saya menentukan jika khayalak saya menerima pesan yang saya maksudkan?

Bagaimanakah saya akan mengukur atau menilai dampak komunikasi tersebut?

Sumber: Barrett (2008)

Sistem Resi Gudang

Dasar Hukum dan Pengertian Sistem Resi Gudang

(32)

12

dalam hal ini adalah pengelola yang telah mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

Barang yang dapat disimpan di gudang terkait dengan penyelenggaraan SRG yang pertama di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Pedagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang Barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan SRG, yaitu gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet dan rumput laut. Pada tahun 2011, komoditi yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan SRG bertambah satu, yaitu rotan. Penambahan komoditi tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 37/ M-DAG/PER/11/2011 Tahun 2011 tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan SRG. Sembilan komoditi yang dapat disimpan di dalam gudang dengan penyelenggaraan SRG adalah gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut dan rotan.

Penetapan selanjutnya tentang barang dalam SRG dilakukan dengan memertimbangkan rekomendasi dari pemerintah daerah (PEMDA), instansi terkait atau asosiasi komoditas. Penetapan komoditas ini tetap memerhatikan beberapa persyaratan, yaitu: daya simpan, standar mutu, dan jumlah minimum barang yang disimpan (Bappebti 2009).

Penerbitan Resi Gudang

Secara konseptual penerbitan resi gudang diperuntukkan bagi petani dan pedagang. Penerbitan resi gudang bagi petani dan pedagang terhadap suatu komoditas tertentu akan dilakukan melalui gudang yang ditunjuk sebagai pengelola SRG. Komoditas yang diterbitkan resi gudangnya dalam hal ini harus melalui uji mutu dan asuransi terlebih dahulu. Resi gudang yang diterbitkan untuk petani dan pedagang dapat dimanfaatkan oleh petani atau pedagang untuk keperluan agunan ke bank, jual beli (langsung dan pasar lelang), dan disimpan/tanda kepemilikan barang (Bappebti 2011). Alur penerbitan resi gudang secara detil dapat dilihat pada Gambar 2.

Manfaat Sistem Resi Gudang

(33)

13

Gambar 2 Alur penerbitan resi gudang (Bappebti 2011)

Tabel 2 Manfaat SRG bagi stakeholders

Stakeholders Manfaat

Petani

produsen a.b. Mendapatkan harga yang lebih baik (menunda waktu penjualan) Kepastian kualitas dan kuantitas atas barang yang disimpan

c. Mendapatkan pembiayaan dengan cara yang tepat dan mudah

d. Mendorong berusaha secara berkelompok sehingga mendapatkan posisi tawar

Pergudangan a. Mendorong tumbuhnya industri pergudangan dan bidang usaha terkait

b. Mendapatkan income dari jasa pergudangan Perusahaan

pengguna komoditi

a. Meningkatkan akses untuk mendapatkan sumber bahan baku yang

berkualitas

b. Mengurangi biaya penyimpanan

c. Perencanaan supply yang lebih baik

Pedagang a. Ketersediaan atas volume dan kualitas

b. Supply tersedia sepanjang musim

c. Terdapat pembiayaan bagi perdagangan (ekspor)

d. Resi gudang sebagai dokumen transaksi Letter of Credit akan menambah keyakinan para pihak termasuk bank (issuing bank dan nominated bank) e. Mencegah/mengurangi terjadinya fraud dalam transaksi ekspor

Perekonomian daerah/ nasional

a. Mendorong tumbuhnya pelaku usaha (petani produsen/eksportir, industri pergudangan, jasa perbankan, jasa asuransi, jasa pengujian mutu, dan lain sebagainya di daerah)

b. Sarana pengendalian sediaan (stok) nasional yang lebih efisien

Perbankan a. Tumbuhnya peluang baru: jasa perbankan di daerah (provinsi dan

kabupaten)

b. Perlindungan yang tinggi atas jaminan c. Jaminan bersifat liquid

d. Aktivitas penyaluran kredit yang aman dan menguntungkan

e. Pengenalan dan pemanfaatan produk perbankan bagi petani/UKM berupa

kredit resi gudang serta produk perbankan lainnya (tabungan, deposito, dan lain sebagainya)

f. Pembiayaan transaksi dalam negeri dan ekspor (SKBDN dan L/C)

Sumber: Bappebti (2011)

Petani/ Pedagang

Uji Mutu dan Asuransi

Pedagan

Gudang Resi

Gudang

Agunan ke Bank

Jual-Beli (Langsung dan

Pasar Lelang)

Disimpan/Tanda Kepemilikan

(34)

14

Perkembangan Pelaksanaan SRG di Indonesia

Pelaksanaan SRG di Indonesia merupakan salah satu pilar dari tiga pilar dalam peningkatan daya saing produk. Dua pilar lainnya yang dilaksanakan untuk peningkatan daya saing produk adalah pasar lelang dan perdagangan berjangka (Bappebti 2011).

Pada tahun 2008, Bappebti telah memroses dan menerbitkan persetujuan kelembagaan sebagai Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pusat Registrasi kepada sejumlah pihak yang telah mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan sebagai lembaga dalam SRG. Selain itu, Bappebti juga telah melakukan penyempurnaan peraturan-peraturan terkait SRG dan penyiapan sistem informasi SRG, serta melakukan peresmian pelaksanaan Sistem Resi Gudang di Banyumas (Jawa Tengah), Indramayu (Jawa Barat), Jombang (Jawa Timur), dan Gowa (Sulawesi Selatan) (Bappebti 2009).

Bappebti (2009) mengatakan bahwa implementasi pelaksanaan SRG di Indonesia mulai dilakukan pertama kali pada tanggal 25 Maret 2008, ditandai dengan peresmian percontohan SRG di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Peresmian dilakukan oleh Menteri Perdagangan RI, Mari Elka Pangestu, dan juga dihadiri oleh Menteri Pertanian RI, Anton Apriyantono, Anggota Komisi VI DPR RI, para pejabat Departemen Perdagangan dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Gubernur Jatim, Bupati Jombang, dan jajaran pejabat terkait lainnya. Pada peresmian tersebut, telah diterbitkan sebanyak delapan Resi Gudang untuk komoditi gabah dengan volume 180 ton. Percontohan SRG berikutnya diselenggarakan pada tanggal 16 April 2008 di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang juga diresmikan oleh Menteri Perdagangan. Peluncuran SRG dilakukan di gudang milik PT. Pertani (Persero) dengan menerbitkan tiga Resi Gudang untuk komoditi gabah, dengan kuantitas sebanyak 150 ton. Peresmian percontohan SRG selanjutnya diselenggarakan pada tanggal 4 September 2008 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Peresmian ini diadakan bersamaan dengan tibanya musim panen jagung di wilayah tersebut. Pada peresmian itu, telah diterbitkan satu Resi Gudang untuk komoditi jagung, dengan kuantitas sebanyak 15.96 ton atau setara dengan tiga puluh sembilan juta seratus dua ribu rupiah. Secara rinci penerbitan resi gudang pada peresmian implementasi SRG di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penerbitan resi gudang pada peresmian pelaksanaan SRG di Indonesia Kabupaten Komoditi Jumlah Resi

(buah) Volume Komoditi (ton)

Jombang Gabah 8 180.00

Indramayu Gabah 3 150.00

Gowa Jagung 1 15.96

Sumber: Bappebti (2009)

(35)

15 Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Pembangunan gudang tersebut telah dimulai pada tahun 2009 dengan 41 gudang di 34 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 11 gudang di 11 kabupaten/kota pada 10 provinsi; pada tahun 2011 sebanyak 14 gudang di 14 kabupaten melalui DAK Tahun Anggaran 2011; serta pada tahun 2012 sebanyak 15 gudang di 15 kabupaten melalui DAK Tahun Anggaran 2012. Gudang-gudang yang dibangun ini sudah dilengkapi dengan mesin pengering (dryer).

Sejak diluncurkan pada tahun 2008, SRG sudah dilaksanakan di 39 kabupaten/kota, meliputi Bener Meriah, Indramayu, Subang, Cianjur, Pekalongan, Karanganyar, Bantul, Demak, Jombang, Jepara, Banyumas, Kudus, Madiun, Mojokerto, Sragen, Nganjuk, Ngawi, Banyuwangi, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Sampang, Barito Kuala, Lombok Timur, Bantaeng, Sidrap, Pinrang, Gowa, Sumbawa, Grobogan, Sumedang, Ciamis, Tangerang, Lombok Barat, Lebak, Tuban, Pasaman Barat, Deli Serdang dan Kota Makassar untuk komoditi Gabah, Jagung, Beras, Kopi dan Rumput Laut. Jumlah Resi Gudang yang telah diterbitkan hingga April 2013 adalah sebanyak 819 resi dengan total volume komoditi sebanyak 32 537.65 ton (27 680.14 ton Gabah; 3 599.77 ton Beras; 1 117.36 ton Jagung; 20.39 ton Kopi; dan 120 ton Rumput Laut) atau total senilai Rp 155.9 miliar (Humas Kemendag 2013a).

Sosialisasi SRG

Selain melakukan peresmian SRG, Bappebti pada tahun 2008 juga melaksanakan kegiatan sosialisasi terkait dengan SRG. Bappebti (2009) mengatakan bahwa kegiatan implementasi lainnya adalah kegiatan sosialisasi, pelatihan atau bimbingan teknis, dan pertemuan teknis dengan berbagai unsur terkait, seperti petani, kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan), pedagang, eksportir, asuransi, perbankan, dan dinas-dinas terkait serta pemerintah daerah.

Bappebti (2009) mengatakan bahwa kegiatan sosialisasi dan edukasi pada dasarnya ditujukan bagi kalangan pelaku usaha, baik yang berhubungan dengan Perdagangan Berjangka Komoditi, Pasar Lelang Komoditi Agro (PLKA), maupun Sistem Resi Gudang (SRG). Dengan dilaksanakannya sosialisasi, diharapkan adanya kesamaan persepsi dalam mendorong dan mewujudkan tercapainya tujuan utama Perdagangan Berjangka Komoditi, pengembangan dan penerapan PLKA serta SRG di Indonesia. Selama tahun 2008, Bappebti telah melaksanakan sosialisasi mengenai kebijakan Bappebti sebanyak 14 kali. Sosialisasi ini difokuskan pada kegiatan SRG. Pelaksanaan sosialisasi SRG tersebut dilakukan bekerjasama dengan dinas yang menangani bidang Perdagangan di daerah, serta melibatkan aparat pemerintah daerah setempat. Kegiatan sosialisasi rata-rata dihadiri oleh sekitar 100 orang, yang terdiri dari para pelaku usaha di bidang Perdagangan Berjangka Komoditi, PLKA, SRG, perbankan, akademisi serta instansi terkait.

(36)

16

1. Seminar

Kegiatan seminar tentang ”Pengembangan Alternatif Pembiayaan Komoditas Melalui Sistem Resi Gudang” telah diselenggarakan atas kerjasama dengan Pusat Kajian dan Pemberdayaan Sumber daya Daerah (PKPSD) dan International Finance Commision (IFC) World Bank, pada 4 November 2008 di Jakarta. Bappebti juga menyelenggarakan dua kali seminar tentang SRG. Seminar dimaksudkan dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat dan memeroleh masukan serta informasi dari para ahli di bidang SRG, baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini ditujukan untuk pengembangan SRG di Indonesia. Seminar dihadiri oleh kurang lebih 200 orang peserta yang terdiri dari: Anggota Komisi VI, DPR RI, Kepala Dinas yang menangani bidang perdagangan dari daerah tingkat satu dan dua, para pelaku usaha, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, kelompok tani, koperasi, perusahaan pengelola gudang, serta instansi terkait lainnya.

2. Dialog Interaktif

Pelaksanaan dialog interaktif yang dilakukan melalui media elektronik, baik televisi maupun radio, adalah dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat luas, termasuk para pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi, PLKA dan SRG. Dialog interaktif sepanjang tahun 2008 lebih difokuskan pada sosialisasi mengenai Undang-Undang SRG. Dari dialog interaktif yang dilakukan melalui media elektronik tersebut diharapkan masyarakat, khususnya pengusaha kecil dan petani, dapat mengetahui dan memanfaatkan SRG sebagai sarana alternatif pembiayaan bagi usaha mereka. Pelaksanaan dialog interaktif melalui televisi dan radio selama tahun 2008 telah diselenggarakan sebanyak tujuh kali yaitu di Palu, Banjarmasin, Jambi, Medan, Gorontalo, Lombok dan di Metro-TV Jakarta.

3. Konperensi Pers

Dalam konperensi pers, Bappebti menyampaikan berbagai informasi yang tepat dan jelas berkaitan dengan kebijakan terbaru. Melalui kegiatan ini masyarakat dan para pelaku usaha diharapkan memeroleh informasi dari tangan pertama secara berkesinambungan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Perdagangan Berjangka, PLKA, dan SRG. Konperensi pers oleh Bappebti selama tahun 2008 telah diselenggarakan sebanyak 10 kali.

4. Penyebaran Informasi

Cara penyampaian dan penyebaran informasi lainnya yang dilakukan Bappebti terkait dengan tugas pokok dan fungsinya, dilaksanakan melalui Buletin Kontrak Berjangka yang terbit setiap bulan, leaflet, brosur, dan booklet tentang Perdagangan Berjangka, PLKA dan SRG yang dapat diperoleh masyarakat secara cuma-cuma.

Faktor Penentu Perilaku Adopsi Inovasi

(37)

17 menghargai gagasan dari bawahannya dan seringkali dicurigai, menerapkan birokrasi yang berbelit-belit, melempar tanggung jawab dalam memberi penilaian pada gagasan inovatif, mengritik segi kelemahan dari setiap gagasan dan kurang menekankan pada sisi positifnya, takut gagal, mengawasi bawahannya secara ketat, membuat peraturan secara top down, mendelegasikan kepada manajer di bawahnya untuk memutuskan apakah sebuah inovasi harus dihentikan dan apakah orangnya harus dipindahkan atau diberhentikan dari tugas, dan merasa serba tahu dan tidak mau menerima masukan dari bawahannya.

Hasil kaijan Talukder (2012) mengenai faktor penentu adopsi inovasi suatu teknologi yang diteliti dengan menggunakan kerangka teori reasoned action (TRA) dan the technology acceptance model (TAM) menunjukkan bahwa kegunaan inovasi teknologi dan dukungan manajemen merupakan faktor penting yang memengaruhi adopsi inovasi dalam organisasi. Adopsi inovasi pada tingkat individu dipengaruhi oleh dua faktor sosial, yaitu: rekan sejawat (peer) dan jaringan sosial (social network). Selain itu, adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh faktor demografi. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Setyawati et al. (2011) yang menunjukkan bahwa faktor pembelajaran dan jaringan merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap adopsi inovasi.

Heiskala (2007) mengatakan tindakan seseorang dapat didorong dan dihambat oleh berbagai struktur, yaitu: struktur lingkungan alam (bukan hasil kegiatan manusia), struktur demografi, struktur teknologi, struktur ekonomi, struktur regulasi (norma yang didukung dengan sanksi), struktur normatif, dan struktur budaya (norma dan nilai sosial).

Hasil riset Bawakyillenuo (2012) menunjukkan bahwa kelompok sosial yang berbeda memiliki tingkat diseminasi yang berbeda dalam periode tertentu. Penciptaan kondisi yang baik (misal: kebijakan, kelembagaan, pemahaman, skema pembiayaan, dan kapasitas teknik) akan mendorong diseminasi suatu inovasi. Berkembangnya teknologi solar photovoltaic (PV) di Kenya dan Zimbabwe tidak semata-mata disebabkan oleh kondisi yang baik. Rendahnya tingkat diseminasi teknologi PV di Ghana tidak juga disebabkan oleh kebijakan yang buruk. Sinergi berbagai faktor (kondisi ekonomi dan politik dalam negeri, pengaruh internasional, kondisi industri energi, dan lain-lain) merupakan hal yang menyebabkan tingkat diseminasi teknologi PV lebih berkembang di Kenya dan Zimbabwe dibandingkan dengan di Ghana.

Hasil kajian Miller dan Shinn (2005) menunjukkan bahwa kegagalan model diseminasi program kepada masyarakat terjadi karena program tersebut tidak sesuai dengan lokasi, bias inovasi akibat lebih rendah nilainya dibandingkan dengan yang yang akan digantikan. Program yang dikembangkan dalam masyarakat seharusnya sesuai dengan nilai lokal, kapasitas organisasi, konteks lokal karena menggambarkan pengetahuan lokal, keterampilan dan keahlian lokal dan disukai untuk diadopsi oleh pengambil keputusan pada tingkat lokal. Walaupun demikian, program yang dirancang dengan sumber daya lokal belum menjamin keberhasilannya dan nilai lokal terkadang berubah. Hasil kajian ini didukung oleh kajian Tella (2007) yang mengatakan bahwa pembangunan yang mengabaikan indigenous knowledge secara umum gagal mencapai tujuannya.

(38)

18

tersebut. Peneliti harus melibatkan pengetahuan khalayak untuk mendesain pesan dan melaksanakan diseminasi hasil penelitian. Cara yang tepat untuk mendiseminasikan dan memfasilitasi aplikasi pengetahuan adalah melalui knowledge brokers dan jaringan (networks).

Borges et al. (2014) mengatakan bahwa studi mengenai adopsi inovasi seringkali mengabaikan faktor psikologis (sikap, norma subyektif dan persepsi terhadap kemampuan). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor psikologis memiliki hubungan yang nyata dengan kecenderungan petani untuk mengadopsi improved natural grassland.

Hasil penelitian terkait dengan adopsi berbagai inovasi menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi adopsi seseorang terhadap inovasi bervariasi untuk berbagai jenis inovasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku seseorang terhadap adopsi inovasi hingga saat ini belum mampu dijelaskan dengan baik mengingat faktor penentu perilaku tersebut belum stabil. Hasil kajian beberapa hasil penelitian terkait dengan adopsi inovasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Teori terkait Perubahan Perilaku

Perilaku seseorang terkait dengan adaptasi inovasi dapat dijelaskan melalui berbagai teori. Teori diffusion of innovation (DOI) merupakan teori yang selama ini paling populer dilakukan oleh berbagai penelitian (Teo et al. 2007; de Jong et al. 2003; Chang et al. 2006; Purnaningsih 2006; Takagi 2010; England dan Steward 2007). Teori lain yang digunakan sebagai kerangka penelitian terkait dengan perilaku seseorang terhadap adopsi suatu inovasi adalah teori reasoned Action (TRA) (Talukder 2012), the technology acceptance model (TAM) (Talukder 2012), behavioural modelling concepts (BMC) (Nuthall dan Alvarez 2006), dan the social construction of technology (SCOT) (Bawakyillenuo 2012) dan the theory of planned behavior (Borges et al. 2014).

Perubahan perilaku seseorang terhadap inovasi juga dapat dijelaskan melalui pendekatan teori penggabungan informasi. Teori penggabungan berbagai informasi jika dilihat dari tradisi teori komunikasi termasuk dalam tradisi sibernetika yang menekankan hubungan timbal balik di antara semua bagian dari sebuah sistem. Littlejohn dan Foss (2009) membagi teori dalam tradisi sibernetika dalam dua teori, yaitu teori penggabungan informasi (information-integration) dan teori konsistensi (consistency theories).

Littlejohn dan Foss (2009) mengatakan bahwa pendekatan penggabungan informasi adalah salah satu model paling populer yang menawarkan untuk menjelaskan pembentukan informasi dan perubahan sikap. Model ini bermula dengan konsep kognisi yang digambarkan sebagai sebuah kekuatan sistem interaksi. Informasi adalah salah satu dari kekuatan tersebut dan berpotensi untuk memengaruhi sebuah sistem kepercayaan atau sikap individu. Sebuah sikap dianggap sebagai sebuah akumulasi dari informasi tentang sebuah obyek, seseorang, situasi, atau pengalaman.

(39)

19 Tabel 4 Penelitian terdahulu terkait dengan faktor penentu adaptasi inovasi

Pustaka Inovasi Faktor yang

Diteliti

Inovasi Survei Toleransi organisasi, kemudahan penggunaan inovasi,

Inovasi Survei Faktor yang memengaruhi adopsi adalah tingkat

Survei Mayoritas faktor

organisasi dan

(40)

20

Perubahan sikap dipengaruhi dua buah peubah penting dalam teori penggabungan informasi. Peubah pertama adalah valence atau arahan. Valence mengacu pada apakah informasi mendukung keyakinan atau menyangkalnya. Ketika informasi menyokong keyakinan, maka informasi tersebut memiliki valence “positif.”Apabila informasi tidak menyokong maka memiliki valence “negatif.” Peubah kedua adalah bobot yang diberikan terhadap informasi. Bobot adalah sebuah kegunaan dari kredibilitas. Jika informasi benar, maka informasi tersebut diberikan bobot yang lebih tinggi. Perubahan sikap terjadi karena informasi baru yang muncul dalam keyakinan menyebabkan adanya perubahan dalam sikap atau karena informasi yang baru mengubah bobot pada sebuah informasi. Ide dasar dibalik teori penggabungan informasi bergantung pada keseimbangan keyakinan, valence, dan kredibilitas.

Kebutuhan Petani

Tosi et al. (1990) mengatakan bahwa kebutuhan (a need) adalah sesuatu yang muncul dalam pemikiran manusia di mana terdapat perbedaan antara kondisi yang terjadi (atau yang mungkin terjadi, yang akan datang) dan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan petani merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan sebagai pendekatan guna melakukan perubahan sikap dan tindakan petani menuju sikap dan tindakan tertentu. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Chakravorti (2004) bahwa perubahan pada diri individu dapat dilakukan melalui pendekatan kebutuhan pribadinya karena individu tidak akan berubah kecuali perubahan tersebut sesuai dengan kebutuhan pribadinya.

Jenis kebutuhan petani salah satunya dapat didekati dengan menggunakan teori kebutuhan yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Teori kebutuhan hirarki Maslow menjelaskan lima kebutuhan manusia yang berbentuk piramid. Lima kebutuhan dalam teori kebutuhan Maslow terdiri atas kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, harga diri dan aktualisasi diri (Schermerhorn et al. 1997, Tosi et al. 1990, Holt 1990). Kebutuhan hirarki Maslow disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Hirarki kebutuhan Maslow (Schermerhorn et al. 1997, Tosi et al. 1990, Holt 1990)

Aktualisasi Diri (Self-Actualization): pemenuhan

diri, pertumbuhan, daya cipta, dan inovasi Harga diri (Esteem): kehormatan, martabat, gengsi,

pengakuan, penghargaan

Sosial (Social): cinta, kasih sayang, persahabatan

Keamanan (Safety): jaminan keamanan,

perlindungan diri dan ekonomi Fisiologis (Physiological): biologi, makanan,

Gambar

Gambar  1 Kerangka strategi komunikasi (Barret 2008)
Tabel 1 Pertanyaan kunci bagi pembuat strategi komunikasi
Tabel 2 Manfaat SRG bagi stakeholders
Tabel 3 Penerbitan resi gudang pada peresmian pelaksanaan SRG di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel Peningkatan Pelayanan (X1), Penertiban Administrasi (X2), dan Pengawasan (X3) secara simultan memiliki

Surat bukti sebagai ahli waris bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, adalah akta keterangan hak mewaris dari Notaris, peraturan tersebut tidak menentukan apakah

In addition to research papers and Earth Science, Steve has also authored Earth: Portrait of a Planet, Essentials of Geology, and has co-authored the Laboratory Manual for

Nisbah auksin sitokinin yang tinggi akan merangsang pembentukan akar adventif, pada nisbah sedang akan menginduksi pembentukan akar adventif dari kalus dan inisiasi kalus

Ransum yang palatabel akan dikonsumsi ternak Itik dalam jumlah yang lebih banyak daripada ransum yang tidak palatabel, ketika kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik, maka

engkomunikaikan engkomunikaikan e!ia/ /ermaalahan e!ia/ /ermaalahan /ermaalahan yang /ermaalahan yang !erja$i $ila/angan !erja$i $ila/angan $alam

Lampiran 1 Telah diaudit Oleh : Sucipto, CPA Kantor Akuntan Publik Fachrudin &

Pemilihan sumber/media pembelajaran berupa media gambar, kliping serta kotak percobaan sesuai dengan tujuan dan materi pembelajaran serta karakteristik dan lingkungan