• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ALTERNATIF PEMECAHAN TERHADAP KENDALA

C. Alternatif Pemecahan Masalah Yang Dilakukan Pengusaha

Penanaman modal asing merupakan potensi pelengkap bagi ekonomi nasional Indonesia yang sedang membangun, bahkan dapat meringankan budget devisa nasional, serta membawa penyebaran teknologi dan manajemen modern yang dapat dicontoh oleh pengusaha-pengusaha lain di Indonesia. Kemudian penanaman modal asing merupakan sumber pendapatan negara berupa pajak dan retribusi lainnya yang relatif lebih mudah dikontrol karena sistem manajemen mereka pada umumnya lebih teratur. Dan tidak kalah pentingnya penanaman modal asing dianggap sebagai tolak ukur bagi kepercayaan luar negeri terhadap situasi perekonomian nasional sendiri. Artinya, kondisi perekonomian nasional baik, maka investasi akan tertarik pada kemungkinan-kemungkinan keuntungan yang dapat dicapai, namun sebaliknya bila perekonomian Indonesia buruk, maka investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya.51)

Menyikapi hal tersebut, pemerintah melakukan usaha-usaha untuk menarik investasi ke Indonesia. Maka pada tahun 1966-1967, pengusaha orde baru melakukan langkah pengembalian perusahaan asing melalui UUPMA, yang diikuti UUPMDN,

50)

Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerja Dengan Pengusaha,Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum UISU, 1994, hlm. 83.

51)

secara lebih luas pemerintah Indonesia menawarkan insentif,52 baik kepada investor asing maupun domestik dalam bentuk:

1. Pembebanan pajak perseroan, untuk waktu paling lama enam tahun terhitung dari saat usaha mulai berproduksi;

2. Pembebanan pajak deviden atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham, sejauh laba tersebut diperoleh dalam jangka waktu yang tidak melebihi waktu enam tahun sejak beroperasi;

3. Keringanan pajak perserorann atas keuntungan yang ditanam kembali dalam perusahaan bersangkutan terhitung dari saat penanaman kembali berupa perangsang penanaman (investment allowance);

4. Pembebasan bea masuk dan pajak penjualan atas pemasukan barang-barang perlengkapan tetap dan barang-barang modal kerja;

5. Pembebasan bea materai atas penempatan modal yang berasal dari modal asing. 6. Jaminan tidak ada nasionalisasi, kecuali dengan undang-undang dinyatakan

bahwa kepentingan nasional menyatakan demikian, jika terjadi nasionalisasi, maka harus diberikan kompensasi dalam jumlah dan cara pembayaran yang disetujui oleh kedua belah pihak berdasarkan asas hukum internasional yang berlaku;

52)

Namun walaupun pemerintah telah menawarkan berbagai macam insentif, akan tetapi untuk PMA masih diberikan batasan-batasan, batasan tersebut adalah: Pertama, perusahaan PMA tidak diizinkan masuk ke jenis-jenis bisnis tertentu, Kedua, diberlakukan berbagai persyaratan pada kegiatan-kegiatan mereka, seperti diharuskannya mendapat izin tertentu, Ketiga, akses perusahaan PMA terhadap modal dalam negeri dikontrol secara ketat, Keempat, perusahaan PMA tidak dapat menikmati sepenuhinya program insentif dari pemerintah, Keilma, perusahaan PMA dikenal berbagai khusus menyangkut batas modal minimum, batas minimum kepemilikan lokal dan alih kepemilikan dari pihak asing ke mitra lokalnya. Sanyoko Sastrowardojo, Perkembangan Kebijakan Investasi di Indonesia, Dalam Perekonomian Indonesia Memasuki Millienium Ketiga, International Quality Publications, London, 1997, hlm. 88.

7. Keleluasaan penggunaan tenaga asing pada posisi yang belum bisa diisi tenaga lokal;

8. Kapasitas batas waktu usaha maksimal dan prosedur perpanjangan masa usaha.53 Kebijakan pemerintah selanjutnya pada kurun waktu Tahun 1984 sampai Tahun 1994, yang dikenal dengan periode peningkatan iklim investasi. Pada periode ini perekonomian Indonesia bergeser menjadi lebih terbuka, ditandai dengan deregulasi impor dan kepabeanan, pelonggaran peraturan penanaman modal dalam negeri dan asing, pengurangan ketergantungan pada perusahaan publik dan perusahaan milik negara serta pengembangan kontribusi sektor swasta. Kemudian proses persetujuan investasi terus mengalami penyederhanaan secara besar-besaran dengan diperkenalkannya tata cara administrasi baru dan dibentuknya BKPM sebagai suatu pelayanan satu atap dan pengenalan daftar skala prioritas (DSP). Pada tahun 1989 DSP diganti dengan daftar negatif investasi (DNI).54

Kota Medan sendiri juga mengalami berbagai kendala dalam memberdayakan usaha kecil dan menengah. Jumlah koperasi dan usaha kecil menengah yang semakin besar dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UKMK yang memadai, khususnya skala usaha mikro. Masalah yang masih dihadapi adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang memberikan dampak negatif

53)

Sidik Jatmika, Op. Cit., hal. 80-81. 54)

Pada tahun 1986 jumlah sektor bisnis yang masuk DSP yang terbuka untuk investasi asing meningkat dari 475 menjadi 926 buah. Akan tetapi ketika DSP diganti dengan DNI, konsep ini secara ekstrem dianggap kembali kepada konsep yang lama. Artinya, justru dalam DNI daftar perusahaan yang tercantum tidak boleh menerima investasi baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dan jika perusahaan yang tercantum dalam DNI tersebut terasa sudah cukup memadai maka barulah peruashaan itu dikeluarkan dari daftar DNI. H. Muchsin dan Fadillah Putra, Hukum Dan Kebijakan Publik: Analisis Atas Praktek Hukum Dan Kebijakan Publik Dalam Pembangunan Sektor Perekonomian Di Indonesia, Cetakan Pertama, Averroes Press, Malang, 2002, hlm. 139-140.

terhadap produktivitas UKMK, sehingga menimbulkan kesenjangan yang sangat lebar antar pelaku usaha kecil, menengah, koperasi dan besar. Masalah utama yang timbul dari usaha kecil, menengah dan koperasi secara umum berkaitan dengan:

Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan jiwa wirausaha UKMK. Pelaku Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) di Kota Medan pada umumnya memiliki kualitas sumber daya manusia yang terbatas tingkat pendidikannya. Tenaga kerja di UKMK didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Dalam bidang manajemen keuangan, UKMK yang telah memiliki laporan keuangan hanya sebesar 28,81 sedangkan selebihnya sebanyak 71,19% belum memiliki laporan keuangan. Rendahnya pemanfaatan teknologi. Umumnya UKMK masih menggunakan peralatan manual ataupun teknologi yang masih sederhana, akhirnya menyebabkan produk yang dihasilkan UKMK kurang berkualitas.55)

Pemasaran. Jumlah UKMK yang pemasarannya berorientasi ekspor sebesar 0,18%, sedangkan UKMK dengan pemasaran regional sebesar 1,2% dan untuk pemasaran berorientasi lokal sebesar 97,85%.

Permodalan. Dalam bidang permodalan, UKMK yang mengalami kesulitan permodalan sebanyak 51,37%. Kondisi ini mencerminkan masih diperlukannya dukungan perkuatan permodalan bagi UKMK. Kelembagaan. Dari jumlah UKMK yang ada di Kota Medan sebanyak 40.958 unit dan koperasi sebanyak 1.420 unit, umumnya kelembagaannya belum tertata secara maksimal.

Di samping hal tersebut di atas, UKMK juga masih menghadapi berbagai

55)

Soritus Harahap, S.H., Kasubbag Bantuan Hukum Pemko Medan, Wawancara, tanggal 10 Desember 2006.

permasalahan yang terkait dengan iklim usaha seperti: (a) besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan dan timbulnya berbagai pungutan, dan (b) praktik usaha yang tidak sehat. Di samping itu, otonomi daerah yang diharapkan mampu mempercepat tumbuhnya iklim usaha yang kondusif bagi UKMK, ternyata belum menunjukkan kemajuan yang merata.56)

Tantangan ke depan UKMK untuk mampu bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar domestic maupun di pasar ekspor, sangat ditentukan oleh dua kondisi utama. Pertama, lingkungan internal UKMK harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, system manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintahan, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial- kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global. Pilihan strategi dan kebijakan untuk memberdayakan UKMK dalam memasuki era pasar global menjadi sangat penting bagi terjamin kelangsungan hidup dan perkembangan UKMK, sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pertumbuhan dan pemerataan pendapatan.

Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari 2001, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak tanggal 15 Oktober 2004 maka terjadi perubahan yang mendasar, dimana selama ini kebijakan menyangkut investasi diatur oleh Pemerintah

56)

Daerah,57 namun dengan berlakunya UUPD berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 yang memiliki wewenang penuh terhadap peluang investasi adalah masing-masing daerah. Namun sangat disayangkan berlakunya otonomi daerah malah dianggap menghambat maksudnya investor, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala, antara lain:

1. Masih rendahnya kualitas pelayanan birokrasi, lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus perizinan, dan tingginya biaya investasi.

2. Tidak efisiennya bisnis, meningkatnya biaya buruh, dan rendahnya kualitas infrastruktur.

3. Pemerintah daerah mengeluarkan penetapan beberapa pungutan, pajak,

sumbangan sukarela, serta tidak adanya intensif fiskal dan masalah pabean.

4. Kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam menciptakan dan

mempertahankan iklim bisnis yang menguntungkan, serta kurangnya kepastian hukum dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro bisnis.58)

Berdasarkan program pembangunan daerah Kota Medan, sasaran utama pertumbuhan ekonomi diantaranya diusahakan untuk meningkatkan investasi baik

57)

Setelah berlakunya UUPD fungsi dan peran pemerintah pusat dalam pengaturan dan penciptaan peluang investasi bisnis di daerah, antara lain: Pertama, penetapan kebijakan umum untuk pengembangan peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Kedua, penetapan kebijakan perencanaan nasional untuk adanya peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis di daerah-daerah; Ketiga, pengaturan kebijakan kerjasama regional dan internasional untuk mendorong berkembangnya peluang tumbuhnya sumber pembiayaan dan investasi bisnis; Keempat, pengaturan kebijakan kerjasama antara propinsi dalam pengembangan sumber pembiayaan dan investasi bisnis; dan Kelima, pengembangan sistem informasi untuk mendapat peluang sumber pembiayaan dan investasi bisnis secara nasional. Wimpy S. Tjetjep, Loc.Cit.

58)

Muidrajat Kuncoro, Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 283-290.

sebagai PMDN maupun PMA serta mengembangkan fasilitas pendukungnya.59) Kebijakan di bidang investasi ini diarahkan untuk memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan promosi potensi unggulan daerah baik di dalam negeri maupun di luar negeri serta menjamin kemudahan berinvestasi di wilayah Kota Medan. Kegiatan investasi ini dilakukan dengan strategi:

1. Meningkatkan investasi dalam dan luar negeri dalam rangka mengembangkan sektor riil dan peningkatan pertumbuhan ekonomi;

2. Mengutamakan kelembagaan dan profesionalisme aparat daerah agar menjamin pelayanan yang efisien dalam pemantauan investasi.

3. Menyempurnakan peraturan yang lebih kondusif terhadap peningkatan investasi termasuk penyempurnaan sistem insentif.

Dengan prioritas utama adalah:

1. Meningkatkan struktur perekonomian wilayah melalui kajian pengembangan dan peningkatan data-data base;

2. Meningkatkan potensi komoditi andalan melalui daerah; 3. Meningkatkan partisipasi dalam kebutuhan pelayanan investor.

Menyikapi arah kebijakan investasi tersebut, Pemerintah Kota Medan telah melakukan usaha-usaha untuk menarik investor. Diantara usaha-usaha tersebut adalah: akan tetapi Pemerintah Kota Medan masih sulit untuk menarik investor diakibatkan oleh beberapa kendala, diantaranya di daerah ini masih sering terjadi

59)

Pemeritnah Kota Medan, Program Pembangunan Daerah (PROPERDA) Kota Medan Tahun 2003-2008, Medan, 2002, hlm. 46.

penyelundupan, kemudian lahan kawasan industri yang direncanakan (sampai penelitian ini dilakukan) belum terealisasi secara keseluruhan akibat ketiadaan dana, birokrasi perizinan yang masih berbelit-belit, tidak terjadinya satu pemahaman yang sama diantara dinas penanaman modal yang bertujuan untuk menarik masuknya investasi ke Kota Medan sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi wilayah (sufficient condition), untuk itu perlu adanya kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sebagai upaya menarik minat investor tersebut.60)

Salah satu program penunjang dalam meningkatkan pembangunan perekonomian di Kota Medan adalah di bidang pertanian, yaitu dengan melakukan usaha-usaha peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam usaha subsektor perkebunan, yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk menanamkan modal di Kota Medan dalam berbagai bentuk deregulasi terhadap berbagai peraturan yang menghambat. Sedangkan bentuk kegiatan investasi yang dilakukan adalah bentuk kegiatan bagi hasil atau modal inti rakyat.61)

Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota Medan belum memiliki peraturan daerah yang mengatur mengenai penanaman modal. Pemerintah Daerah Kota Medan baru memiliki beberapa peraturan yang mengatur tentang pajak dan retribusi. Ketentuan yang berlaku masih tunduk pada ketentuan-ketentuan nasional.

Dari uraian di atas, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk menarik masuknya PMA dan PMDN, diantaranya:

1. Melakukan reformasi pelayanan investasi, dengan menerapkan sistem Unit

60)

Program Pembangunan Daerah (PROPERDA 2003-2008), Kota Medan, 2004, hlm. 22-24. 61)

Pelayanan Terpadu (UPT) dalam memberikan pelayanan perizinan. Sistem ini diharapkan dapat menyederhanakan birokrasi perizinan. Kemudian menerapkan Sistem Satu Atap (SINTAP), dengan sistem ini diharapkan permohonan layanan perizinan investasi dapat diproses di satu tempat sehingga birokrasi menjadi lebih pendek, dan efisien.

2. Sistem informasi potensi investasi, sistem ini adalah bagaimana menggunakan cara dan strategi tertentu untuk menarik PMDN dan PMA. Strategi tersebut diantaranya adalah pameran produk potensi investasi dan promosi melalui internet, berupa situs web yang berisi berbagai macam informasi mengenai potensi investasi dan prosedur layanan untuk investor.

3. Peningkatan dan provisi infrastruktur fisik, langkah ini sangat penting untuk mendukung mempromosikan investasi di daerahnya. Paling tidak Pemerintah Daerah sudah harus membangun zona industri khusus.

Salah satu Program Pemerintahan Kota Medan saat ini adalah peningkatan pelayanan publik, termasuk pelayanan perizinan usaha. Saat ini, persoalan perizinan itu menjadi salah satu fokus perhatian Pemerintahan Kota Medan. Targetnya adalah menciptakan pelayanan prima kepada masyarakat, khususnya pengusaha dan pelaku UKM, pada saat penandatanganan MoU antara Pemerintah Kota dan Direktur Bank Mandiri.

Pelaksanaan kegiatan usaha tidak terlepas dari tiga hal penting yaitu perizinan, perkreditan dan kemitraan. Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan untuk memiliki bermacam-macam izin sesuai dengan bidang dan kegiatan usahanya. Izin itu diperlukan bagi pemerintah guna melakukan pengawasan agar kegiatan perusahaan

tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun izin yang harus dimiliki usaha kecil menengah antara lain: izin usaha, izin tempat usaha, izin undang-undang gangguan, izin nama toko (papan nama), izin usaha industri, izin perdagangan dan izin pengangkutan.

Dalam pengurusan izin tersebut pengusaha kecil menghadapi berbagai kendala yaitu izin-izin tersebut dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintah, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama. Pengurusan izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah membutuhkan waktu antara 2 hari sampai dengan 1 bulan untuk masing-masing izin, sedangkan pengurusan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu antara 6 bulan sampai dengan 1 tahun.

Pengurusan bermacam-macam izin tersebut selain dapat menghabiskan waktu yang lama juga memerlukan biaya yang besar. Pengusaha harus mengeluarkan biaya pengurusan izin bagi biaya formal maupun biaya tidak formal. Biaya formal untuk izin-izin yang dikeluarkan pemerintah daerah yaitu sebesar Rp. 500.000,- per izin, dan biaya untuk izin yang dikeluarkan pemerintah pusat sekitar Rp. 2.000.000,- per izin. Sedangkan besarnya biaya tidak formal itu tergantung pada lama tidaknya izin itu dikeluarkan dan pendekatan (negosiasi) antara pengusaha tersebut dengan pemberi izin.

Dalam permohonan pengurusan izin harus dilengkapi dengan syarat-syarat tertentu, seperti untuk memperoleh Surat Izin Tempat Usaha, pemohon harus memiliki bukti setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta rekomendasi dari camat setempat. Untuk memperoleh Tanda Daftar Perusahaan harus memiliki akte

pendirian perusahaan, dan lain-lain. Jangka waktu berlakunya izin harus terbatas, misalnya jangka waktu berlakunya Izin Tempat Usaha hanya satu tahun sehingga harus diperbaharui setiap tahunnya.

Setiap perusahaan memerlukan modal baik pada tahap pendirian maupun pelaksanaan kegiatannya. Modal itu dapat berasal dari pemilik perusahaan itu sendiri maupun dari pihak lain. Modal dari pihak lain dapat berbentuk penyertaan modal dan kredit. Pengusaha kecil menengah selalu mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit dari lembaga perbankan akibat ketidakmampuannya menyediakan jaminan dan membayar bunga yang tinggi.

Kredit lunak pada BUMN yang bunganya rendah juga sulit diperoleh karena selain jumlahnya terbatas dan peminatnya banyak, juga harus mendapat rekomendasi dari Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Kota Medan. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 tercatat 21.487 pengusaha kecil menengah yang mengajukan permohonan kredit lunak kepada BUMN melalui Kantor Departemen Koperasi dan PPM Kota Medan, sedangkan yang dikabulkan permohonannya hanya sekitar 10%.

Selain itu, usaha kecil menengah juga perlu melakukan kerja sama dengan pihak lain terutama dengan usaha menengah dan besar melalui program kemitraan. Pengertian kemitraan disini adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yaitu “kerjasama usaha antara kecil dan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.”

Pola kemitraan yang dimaksudkan untuk membantu pengusaha kecil tidak terlaksana dengan baik di Kota Medan. Hal ini disebabkan kurangnya minat dari usaha menengah dan besar untuk bermitra dengan usaha kecil. Usaha besar dan menengah beralasan bahwa yang memutuskan untuk bermitra adalah kantor pusatnya yang ada di Jakarta. Selain itu, usaha kecil selalu mengalami kesulitan untuk membuat proposal dan mencari bapak asuh.

Sebagaimana dijelaskan bahwa pengusaha kecil menengah mengalami berbagai macam kendala hukum berkaitan dengan perizinan, perkreditan, dan kemitraan.

Dalam menghadapi kendala demikian sebagian pengusaha kecil pasrah saja dalam arti tidak melakukan apa-apa sehingga dapat dikategorikan melanggar hukum dan atau tidak mendapatkan manfaat atau faedah dan fasilitas yang disediakan pemerintah, yang seyogianya apabila dimanfaatkan dapat meningkatkan kinerja perusahaannya.

Sebagian pengusaha kecil menengah sebaiknya tidak pasrah dengan kemungkinan kesulitan yang dihadapinya yang ditunjukkan dengan adanya usaha- usaha tertentu yang dilakukannya untuk dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam rangka mencegah timbulnya kesulitan tersebut. Bagi kelompok pengusaha kecil menengah terakhir ini yang penting adalah memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang ada untuk kepentingan bisnisnya.

Pengusaha kecil menengah kelompok pertama yang pasrah pada kesulitan yang ada di dalam praktek ternyata menemukan kendala dalam memperoleh fasilitas yang disediakan pemerintah, misalnya perkreditan. Pengusaha semacam ini di lapangan tidak memperoleh surat-surat izin (perizinan) yang sebenarnya diharuskan

oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atau memperoleh satu atau beberapa macam izin dari sekian banyak izin yang diperlukan.

Pengusaha demikian juga tidak memperoleh fasilitas kredit, baik dari perbankan maupun dari nonperbankan yang disediakan pemeritnah untuk usaha kecil. Pengusaha demikian juga tidak dapat memperoleh mitra usaha pembina sebagaimana diharapkan pemerintah melalui kebijakan kemitraan.

Kelompok pengusaha kecil yang tidak pasrah pada kesulitan berupaya melakukan sesuatu yang dapat membantunya dalam rangka perolehan berbagai bentuk perizinan, perkreditan dan kemitraan.

Di bidang perizinan misalnya, walaupun merasakan berat karena harus membayar sejumlah uang tertentu baik yang formal maupun tambahan, tetapi tetap diurus juga dengan harapan dapat memperoleh fasilitas lainnya dari pemerintah misalnya dapat mengikuti tender dalam pemborongan bangunan atau pengajuan permohonan kredit.

Di bidang perkreditan, pengusaha kecil demikian mau saja membayar uang tambahan di luar ketentuan untuk memperlancar perolehan kredit yang sangat diperlukannya walaupun kredit dengan persyaratan yang berat baginya. Alternatif lain adalah memperoleh modal dari pihak lain di luar fasilitas yang disediakan pemerintah. Menurut mereka masalah modal merupakan masalah utama yang mereka hadapi saat ini.

Dokumen terkait