• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alur/Plot Novel Larung Karya Ayu Utam

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2) Alur/Plot Novel Larung Karya Ayu Utam

Alur/plot yang mengiringi kisah Larung menggunakan alur maju (progresif).

124

Tahap perkenalan dimulai dari perjalanan Larung ke rumah neneknya di Tulungagung.

Keretaku berhenti di stasiun Tulungagung. Aku datang untuk membunuh nenekku (Ayu Utami, 2001: 3).

Konfliks mulai muncul karena dari mulut neneknya yang keluar kotoran dan kekejian. Mulut yang selalu bergemetar itu mengeluarkan kata-kata yang didengar tidak enak, menyakitkan. Itulah sebabnya mengapa Larung berusaha membunuh neneknya tersebut. Larung menyebut ‘makhluk yang dari mulutnya yang tremor’ untuk neneknya mengisaratkan ada rasa kebencian dibalik rasa saying didiberikan oleh neneknya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Ia adalah makhluk yang dari mulutnya yang tremor keluar dan kekejian. Inilah kekejian nenekku: kata-kata. Kata-katanya melukai, tetapi engkau tak bisa menyerangnya karena benci. Kau hanya bisa menganiaya dirinya sendiri sebagai proyeksi dari luap keinginan membunuh dia (Ayu Utami, 2001: 10). Kemudian dilanjutkan pencarian cupu yang digunakan untuk membunuh neneknya ke goa. Hal ini dilakukan karena nenek akan meninggal jika ditubuhnya dijajarkan cupu sebanyak enam buah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Ia bicara kepadaku. Cupu itu ada enam jumlahnya, untuk kau jajarkan pada tubuhnya, dari dada hingga pusar, yang akan membuat pintu arwahnya terbuka. Nak, kau punya enam kesempatan untuk menyesal nanti, sebelum ia sungguh mati. Suaranya seperti terserap dinding yang telah mulai ditinggalkan (Ayu Utami, 2001: 45).

Pada tahap klimaks, cerita dimulai ketika larung mendapatkan cupu dari sahabat neneknya, Suprihatin. Kemudian cupu itu digunakan

125

untuk membunuh neneknya. Larung merasa dapat membebaskan neneknya dari cengkeraman jimat yang ada dalam tubuhnya, sehingga neneknya dapat meninggal. seperti terlihat dalam kutipan barikut:

Aku telah membunuhnya. Cupu keenam itu telah terpasang di busungnya selama beberapa menit. Ia mestinya telah mati sebab segala syarat telah kupenuhi (Ayu Utami, 2001: 71).

Penyelesaian alur pertama yaitu ketika Larung mulai mencari jimat seperti yang dikatakan ibunya berada ditubuh neneknya dengan cara menyanyat tubuh neneknya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

Maka izinkan aku mengeluarkan dengan pisau, sebab tak ada yang selamanya (Ayu Utami, 2001: 72).

Alur/plot yang meniringi kisah Laila dan sahabat-sahabatnya dalam novel Larung dimulai dari cerita Cok dan Yasmin. Cok menulis di buku hariannya, menceritakan tentang persahabatannya serta masalah-masalah yang mereka alami. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

1996. Cerita ini berawal dari selangkangan.

Selangkangan teman-temanku sendiri: Yasmin dan saman, Laila dan Sihar(Ayu Utami, 2001: 78).

Konflik mulai muncul ketika Yasmin mengirim email kepada Saman tentang situasi politik di Indonesia, yaitu penyerbuan ke kantor PDI. Yasmin memberitahukan tentang pendukung Megawati yang bertahan di kantor PDI. Seperti terlihat dalam kutipan berikut:

Saman, sayang

Sudah dua minggu aku meninggalkan kamu. Situasi politik Jakarta semakin tegang. Telah satu bulan para pendukung Megawati bertahan di kantor PDI di jalan Diponegoro… (Ayu Utami, 2001: 154).

126

Konflik semakin meningkat ketika Yasmin mengirim email buat Saman untuk membantu menyembunyikan tiga aktivis Solidarlit yang menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Ia berusaha mempertemukan Larung dengan Saman untuk menyembunyikan tiga aktivis Solidarlit tersebut. Tiga aktivis yang dituduh sebagai dalang kerusuhan. Saman menuju dermaga Pelabuhan Pelni ingin menjumpai Larung, yang hanya berbekal foto wajah Larung yang dikirimkan oleh Yasmin untuk membantu melarikan tiga aktivis. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

Surat Yasmin Datang:

Sayang, kami menyembunyikan tiga aktivis yang sedang diburu militer. Mereka dituduh mendalangi kerusuhan 27 Juli, bersama PRD. Mereka dijerat pasal subversi (Ayu Utami, 2001: 182). Klimaks dari alur adalah peristiwa pertemuan mereka ingin berusaha menolong melarikan tiga aktivis Solidarlit. Saman dan Larung berencana bertemu dan merencanakan pelariannya. Mereka akan membantu melarikan tiga aktivis solidarlit yang dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Seperti terlihat dalam kutipan berikut:

Rasa waswas Saman berangsur pudar sementara Larung menceritakan perjalanan mereka. Wicaranya yang padat dan runtut mengesankan Saman bahwa lelaki yang baru dikenalnya itu matang. Ia memberi informasi yang perlu mengenai ketiga anak Solidarlit, tidak berlebihan, latar belakang mereka, tabiat mereka- ia punya pengamatan yang cermat (Ayu Utami, 2001: 242).

Persembunyian mereka diketahui oleh polisi, Saman mengecoh Polisi agar Larung dapat melarikan bersama tiga aktivis Solidarlit. Akhirnya Larung bersama tiga aktivis Solidarlit dapat melarikan

127

diri.Tapi akhirnya pelarian mereka diketahui oleh polisi, mereka mengejarnya. Mereka merasa akan tertangkap.

Mereka masih dalam bahaya. Orang-orang yang melihat mereka mungkin mengira mereka sekadar penyelundup dan member tahu pada polisi yang kini mencoba memburu (Ayu Utami, 2001: 250).

Tahap terakhir dari alur ini adalah tertangkapnya Saman, Larung, Anson, dan tiga aktivis Solidarlit oleh aparat. Mereka diikat. Mereka dihajar, ditampar agar mengaku, tapi mereka tetap diam. Mereka tidak mau mengakui. Akhirnya Larung, Saman, dan para aktivis meninggal karena ditembak oleh aparat. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Kata-kata Larung berhenti bersama suara letupan yang redam. Saman mendengar tubuh itu jatuh ke dekat sisinya. Kepalanya menoleh kea rah itu seperti mencari kepastian. Tapi ia mendengar kedap letupan sekali lagi. Dalam sepertiga detik itu yang ia inginkan hanyalah pamit pada Yasmin. Setelah itu ia diam. Diam yang tak lagi menunda (Ayu Utami, 2001: 259). Kemenarikan alur dalam novel Larung ini adalah penggunaan alur yang ganda, yaitu alur yang mengiringi kisah Larung dan alur yang mengiringi kisah Laila dan sahabat-sahabatnya. Selain itu kaidah plausibilitasnya tinggi, kajadian yang dialami tokoh-tokohnya sangat mungkin dialami di dunia nyata.

Rasa ingin tahu pembaca dimunculkan ketika bagaimana Larung harus menghadapi neneknya yang tidak dapat meninggal, pemunculan

foreshadowing dimulai bagaimana Larung mencoba membunuh neneknya dengan cara mencari cupu. Kejutan dimunculkan ketika

128

bagaimana Larung yang sangat mencintai neneknya dipotong-potong tubuhnya untuk mencari jimat.