II. TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS-R)
Amnion liofilisasi steril radiasi (ALS‒R) adalah amnion yang dikeringkan dengan cara liofilisasi kemudian dilakukan sterilisasi dengan mengggunakan radiasi sinar γ. Proses pengeringan amnion di Bank Jaringan Riset Batan dilakukan dengan dua metode yaitu dengan liofilisasi dan suhu ruangan (air
dried), liofilisasi adalah penghilangan air melalui sublimasi yakni perubahan
wujud padat (es) langsung menjadi wujud gas (uap) sehingga menghambat aktifitas mikroorganisme dan enzim secara normal dapat mendegradasi senyawa di dalam bahan biologi. Sehingga pengeringan dengan cara ini dapat mengurangi kerusakan jaringan secara minimal (Suryani, 2013).
Proses pengawetan jaringan agar jaringan biologi dapat disimpan dalam waktu lama, BJRB melakukan beberapa cara proses pengawetan, antara lain (Abbas, 2010) :
Liofilisasi, yaitu suatu proses pengeringan dari bahan biologi dengan cara sublimasi. Bahan biologi dibekukan dan dikeringkan
tanpa melalui fase cair. Dengan cara ini tidak mengalami perubahan kimia dan fisika.
Pembekuan pada suhu ‒80°C, dilakukan untuk menjaga keamanan dari jaringan alograf agar tetap awet sebelum diproses. Disamping itu juga digunakan untuk menyimpan jaringan autograf untuk dipakai kembali oleh pasien yang sama di kemudian hari. Penyimpanan jaringan pada suhu ‒80°C dapat digunakan sebelum 5 tahun.
Sterilisasi Radiasi, untuk menjaga keamanan dari jaringan biologi, jaringan disterilkan dengan cara radiasi dengan sinar γ atau partikel elektron. Sterilisasi radiasi sangat cocok untuk jaringan biologi, karena prosesnya dingin sehingga tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu beracun, sangat ampuh membunuh mikroorganisme dan juga virus sampai batas tertentu, sehingga aman digunakan untuk implantasi pada manusia.
Jaringan yang telah diproses dengan cara liofilisasi hingga kadar air 5‒7%, dikemas dalam kantung plastik poli etilen, dan diiradiasi dengan dosis 25kGγ. Jaringan tersebut dapat disimpan pada suhu 4‒10°C dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Cara penyimpanan ini direkomendasikan hanya untuk 2‒5 tahun, tergantung dari jenis jaringannya. Untuk menjaga kualitas dan sterilitas jaringan, kemasan yang rusak atau terbuka akibat pemakaian (jaringan sisa) tidak boleh digunakan lagi (Abbas, 2010).
20
Proses liofilisasi tetap menjaga morfologi membran amnion seperti struktur epitel yang terlihat kuboid selapis, beberapa lapisan stratifikasi dan stroma edematosa yang diamati secara makroskopis. Perwarnaan dengan PAS mengindikasikan terdapat membran dasar yang terlihat seperti pembatas dibawah stroma pada membran amnion terliofilisasi (Rodriguez et al., 2009). Kolagen IV terlihat pada membran amnion terliofilisasi membentuk selapis tipis yang memmanjang pada membran dasar yang ditunjukkan secara imunohistokimia.
Selain kandungan kolagen, membran amnion terliofilisasi tetap menjaga kandungan growth factor yang berperan dalam bone healing antara lain
transforming growth factor‒ 1 (TGF‒ 1), fibroblast growth factor basic
(bFGF) (Rodriguez et al., 2009). Penelitian Grzywocz et al. (2014), menunjukkan beberapa growth factor dari membran sel amnion manusia, seperti FGF‒6, VEGF‒R3, M‒SCF‒R, IGFBP‒4, IGFBP‒6 dan PDGF‒AB (Grzywocz et al., 2014). Membran sel amnion mengekspresikan bone
morphogenetic protein (BMP)‒2 dan ‒4 dan juga kolagen tipe 2 yang memiliki
potensi terapeutik sebagai terapi dari kerusakan atau penyakit kartilago (Toda et al., 2007).
Growth factor adalah protein yang disekresikan oleh sel yang aktif pada sel
target atau sel yang memiliki aksi yang spesifik. Growth factor memiliki kegunaan klinis yang potensial dalam meningkatkan perbaikan tulang, termasuk
mempercepat penyembuhan tulang, tatalaksana kejadian nonunion, dan juga sebagai salah satu elemen dari strategi tissue‒engineering yang komprehensif yang termasuk dalam terapi gen untuk tatalaksana permasalahan bone loss dalam jumlah besar (Lieberman et al., 2002).
Transforming growth factor‒beta (TGF‒ ) memiliki super family yang
termasuk kedalamnya adalah bone morphogenetic protein (BMPs), growth
differentiation factor (GDF), activins, inhibins dan Mullerian inhibiting
substance. Pada proses penyembuhan fraktur, TGF‒ berperan sebagai
mitogenik dan kemotaktik poten bagi sel pembentuk tulang, faktor kemotaktik bagi makrofag. Sedangkan BMPs berperan dalam diferensiasi pada
undifferentiated mesenchymal cell menjadi kondrosit dan osteoblas, dan
osteoprogenitor menjadi osteoblas (Dimitriou et al., 2005).
Selain TGF‒ dan BMPs, growth factor lain yang terkandung dalam ALS‒R adalah fibroblast growth factor (FGFs) berperan dalam angiogenetik dan mitogenik pada sel mesenkimal dan epitel, osteoblas dan kondrosit. α‒FGF memiliki efek terhadap proliferasi kondrosit, ‒FGF (lebih poten) mempengaruhi maturasi kondrosit dan resorpsi tulang. Insulin‒like growth
factor‒I (IGF‒I) berperan dalam proliferasi dan melibatkan sel mesenkimal dan
osteoprogenitor yang diekspresikan pada penyembuhan fraktur. IGF‒I mempromosikan pembentukkan matriks tulang (kolagen tipe‒1 dan matriks protein non‒kolagen) oleh osteoblas yang telah berdiferensiasi. Sedangkan IGF‒II aktif kemudian saat pembentukkan tulang endokondral dan
22
menstimulasi produksi kolagen tipe‒1, matriks kartilago dan proliferasi seluler.
Platelet‒derived growth factor (PDGF) memiliki peran yang sama seperti
TGF‒ dalam mitogenik bagi sel mesenkimal dan osteoblas, kemotaktik bagi sel inflamatorik dan mesenkimal (Dimitriou et al., 2005).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) diproduksi oleh sel endotel,
makrofag, fibroblas, sel otot polos, osteoblas dan kondrosit hipertrofik. VEGF berperan dalam angiogenesis pada proses penyembuhan fraktur. Selain itu secara tidak langsung VEGF menginduksi proliferasi dan diferensiasi dari sel prekursor osteoblas. Hal ini dihasilkan dari sekresi faktor osteoanabolik seperti endotelin‒I dan IGF‒I oleh sel endotel yang distimulasi VEGF (Beamer et al., 2009).
Baik secara seluler, atau aseluler membran amnion memiliki fungsi dalam penyembuhan fraktur. Penelitian menunjukkan human acellular amniotic
membran (HAAM) dapat memuat bone marrow mesechymal stem cell
(BMSCs) yang dapat memperbaiki jaringan kartilago sendi pada kelinci percobaan pada lingkungan in vitro. Komponen utama dari tissue‒engineered kartilago adalah seed cell, scaffold, dan growth factors. Seed cells adalah elemen dasar dari perbaikan jaringan dan menjadi kandungan utama dalam perbaikan defek kartilago. Sebagai sel pemicu (cell scaffold), human amniotic
membranes (HAM) memiliki komposisi sel yang mempromosikan proliferasi
dan diferensiasi dengan lebih banyak substansi adhesi (seperti kolagen dan laminin) (Liu et al., 2014).
Growth factor memiliki peran dalam aktivitas molekuler masing‒masing berdasarkan waktu dan proses penyembuhan seperti yang dijelaskan pada tabel 2.
Tabel 2. Waktu dan aktivitas molekuler pada penyembuhan fraktur
Hari Proses Aktivitas molekuler
Hari ke‒1 Pembentukan hematom, inflamasi
Perekrutan sel mesenkimal Diferensiasi osteogenik MSCs dari sumsum tulang
Sitokin: IL‒1, IL‒6, TNF‒ α
PDGF, TGF‒ BMP‒2
Hari ke‒3 Proliferasi MSCs dimulai Proliferasi dan diferensiasi dari preosteoblast dan osteoblas di lokasi oleh osifikasi intramembranosa
Proses angiogenesis dimulai Hari ke‒7 Puncak proliferasi sel pada
osifikasi intramembranosa antara hari ke‒7 dan 10
Kondrogenesis dan osifikasi endokondral dimulai (maturasi kondrosit hari ke 9‒14)
Hari ke‒14 Penghentian proliferasi sel
pada osifikasi
intramembranosa, namun aktivitas osteoblas tetap berlangsung
Mineralisasi soft callus, resorpsi kartilago dan pembentukkan tulang anyaman Neo‒angiogenesis yang diinfiltrasi bersamaan dengan sel mesenkimal
Hari ke‒21 Remodeling tulang anyaman dan mulai berganti menjadi tulang kompak
(Sumber: Dimitriou et al., 2005)
Penurunan kadar sitokin Ekspresi TGF‒ 2, ‒ 3, GDF‒10, BMP‒5, ‒6 Induksi angiopoietin‒1 Puncak ekspresi TGF‒ 2 dan – 3 Ekspresi GDF‒5 dan mungkin GDF‒1 Penurunan ekspresi TGF‒ 2, GDF‒5 dan mungkin GDF‒1 Ekspresi dari BMP‒3, ‒4, ‒7 dan ‒8
Ekspresi dari VEGFs
Penurunan ekspresi TGF‒
1 dan TGF‒ 3, GDF‒10 dan BMPs
24
Winanto et al., telah melakukan penelitian pada tikus Sprague Dawley yang mengalami fraktur femur yang diberikan ALS‒R dan xenograf. Hasil yang didapatkan meliputi ALS‒R memiliki skor radiologi yang sama dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun secara skor histopatologi lebih baik daripada kelompok kontrol. Xenograf memiliki hasil yang sama dengan kelompok kontrol baik secara radiologi maupun histopatologi. Kombinasi antara pemberian membran amnion dengan xenograf lebih baik secara histopatologi dibandingkan kelompok kontrol, dengan hasil yang sama pada skor radiologi (Winanto et al., 2013).
2.5 Kerangka Teori
Penyembuhan fraktur dibagi menjadi direct union dan indirect union. Penanganan operatif pada fraktur dilakukan ORIF dengan menggunakan
intramedullary nails akan melibatkan proses penyembuhan indirect union.
Terdapat beberapa tahapan proses penyembuhan fraktur indirect union seperti inflamasi dan proliferasi seluler, pembentukan kalus, dan remodeling (Solomon
et al., 2010). Dengan penambahan ALS‒R yang mengandung beberapa growth
factor seperti PDGF, TGF, FGF, VEGF, IGFs, BMP‒2, BMP‒4 dan cell
scaffold seperti kolagen dan laminin diharapkan dapat mempercepat penyatuan
tulang atau union. Pengaruh growth factor dan cell scaffold tersaji pada gambar 9 (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009).
26
Gambar 9. Kerangka Teori Pengaruh ALS‒R terhadap perbaikan fraktur (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009; Solomon et al., 2010) PDGF ALS‒R Growth factor Cell Scaffold TGF IGFs VEGF Kolagen Laminin FGF Fraktur ORIF dengan intramedullary nails Proses penyembuhan
primer (indirect union)
Inflamasi dan proliferasi seluler Pembentukkan kalus Remodeling Union Proses penyembuhan sekunder (direct union) BMP‒2, dan BMP‒
2.6Kerangka Konsep
Gambar 10. Kerangka konsep perbandingan penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF dan ALS‒R dengan tanpa ALS‒R
2.7Hipotesa Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat pengaruh ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi
b. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi
ORIF dengan ALS‒R
(Variabel Independen) Fraktur femur ORIF (Variabel Independen) Union (Variabel Dependen)
28
c. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus