• Tidak ada hasil yang ditemukan

AN GGARAN PEN D APATAN D AN BELAN JA N EGARA

PEN D AH U LU AN

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2005, sejak awal telah menghadapi tekanan dan tantangan yang cukup berat, berkaitan dengan: (i) terjadinya bencana alam gempa bumi dan tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias (Sumatera Utara) pada akhir tahun 2004; (ii) perkembangan berbagai indikator ekonomi makro yang menjauh dari asumsinya, terutama harga minyak mentah di pasar internasional yang sangat tinggi, dan nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dolar Amerika Serikat; (iii) perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang terkait dengan perpajakan, belanja, defisit fiskal, dan pembiayaan anggaran; (iv) perlu ditampungnya kebutuhan anggaran untuk pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung di berbagai daerah pada tahun 2005; serta (v) perlu dilakukannya perubahan nomenklatur bagian anggaran kementerian/ lembaga, sehubungan dengan adanya pemisahan dan penggabungan berbagai kementerian/lembaga tertentu.

Untuk mengakomodasikan berbagai perkembangan dan perubahan tersebut, Pemerintah dan DPR-RI pada bulan Mei dan Juni 2005 sepakat untuk melakukan perubahan atas Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005 secara parsial, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005. Selanjutnya, mengingat perubahan APBN 2005 tersebut dilakukan secara parsial, maka Pemerintah dan DPR-RI sepakat untuk melakukan penyempurnaan kembali secara menyeluruh terhadap berbagai substansi APBN 2005, apabila terjadi perkembangan dan atau perubahan keadaan, setelah disampaikannya laporan realisasi semester I dan prognosis semester II pelaksanaan APBN 2005 pada kesempatan perubahan APBN tahap berikutnya.

Berdasarkan berbagai kesepakatan tersebut, dan mengingat sejak ditetapkannya perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2005 dengan Undang- undang Nomor 1 Tahun 2005, telah terjadi perkembangan dan perubahan yang cukup signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro yang berpengaruh pada Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dan pelaksanaan APBN 2005, maka dipandang perlu dilakukan perubahan tahap kedua terhadap APBN Tahun Anggaran 2005. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan sebagai berikut.

Tekanan dan tantangan yang cukup berat dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2005.

Perubahan atas Un- dang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005 dilakukan secara menyeluruh.

Pertama, perkembangan harga minyak mentah internasional, yang terus

meningkat paska pengesahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 tentang APBN Tahun Anggaran 2005, menyebabkan asumsi rata-rata harga minyak yang diperkirakan dalam APBN-P 2005 sebesar US$45 per barel menjadi tidak realistis, dan karenanya dipandang perlu dilakukan penyesuaian. Dengan perkembangan asumsi harga minyak mentah di pasar internasional yang masih berkisar di atas US$50 per barel, seperti yang terjadi pada bulan Juni dan Juli, maka sampai dengan akhir tahun 2005, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan akan mencapai sekitar US$50,6 per barel. Di samping itu, pada saat yang sama perkiraan lifting minyak mentah Indonesia diperkirakan justru cenderung mengalami penurunan dari 1,125 juta barel per hari menjadi 1,075 juta barel per hari. Hal ini terutama karena realisasi lifting sampai dengan semester I tahun 2005 hanya mencapai 988 ribu barel per hari. Tingginya harga minyak mentah di pasar dunia di satu pihak, dan rendahnya lifting di lain pihak, telah mengakibatkan kebutuhan valuta asing untuk mengimpor minyak mentah dan produk BBM menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, mengingat penawaran akan valuta asing masih terbatas, maka dengan kondisi tersebut, nilai tukar rupiah telah mengalami tekanan, sehingga melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah sampai dengan akhir tahun 2005 diperkirakan mencapai rata-rata Rp9.500 per US$, yang berarti melemah dibandingkan dengan asumsi yang diperkirakan dalam APBN-P 2005 sebesar Rp9.300 per US$. Depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi dalam bulan-bulan terakhir tersebut, mengakibatkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi meningkat, sehingga tingkat inflasi sampai dengan akhir tahun 2005 diperkirakan mencapai 8,0 persen, atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan asumsi tingkat inflasi pada APBN-P 2005 sekitar 7,5 persen. Tingginya tingkat inflasi tersebut akan mengakibatkan meningkatnya perkiraan realisasi suku bunga SBI-3 bulan, dari perkiraan semula 8,0 persen dalam APBN-P 2005 menjadi 8,25 persen.

Kedua, perlu ditampungnya luncuran proyek-proyek yang dibiayai dengan

pinjaman luar negeri (PLN) dari tahun-tahun sebelumnya. Proyek-proyek PLN tersebut sebenarnya sudah disetujui, baik oleh negara dan lembaga donor maupun oleh Pemerintah Indonesia, namun sampai saat ini pelaksanaan proyek-proyek tersebut belum sepenuhnya dapat diselesaikan. Sejalan dengan penerapan single tranche loan dan sistem baru perbendaharaan negara, yang tidak memperkenankan lagi adanya pembiayaan proyek-proyek multiyears, maka proyek-proyek yang selama ini penganggarannya telah menggunakan sistem multiyears tersebut diharapkan dapat diselesaikan dalam tahun 2005, sehingga perlu ditampung dalam APBN-P Tahun Anggaran 2005 tahap kedua.

Ketiga, perlu ditampungnya kebutuhan anggaran belanja kementerian/

lembaga untuk mengakomodasi perubahan kebijakan atau prioritas Terjadi perkembangan

dan perubahan yang cukup signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro.

Ditampungnya luncuran proyek-proyek yang dibiayai dengan pin- jaman luar negeri (PLN) dari tahun-tahun sebelumnya.

Ditampungnya kebu- tuhan anggaran belanja

pembangunan sesuai program kerja pemerintahan baru, yang semula belum ditampung pada saat penyusunan APBN.

Berbagai perkembangan dan perubahan tersebut, telah berdampak sangat signifikan terhadap berbagai besaran APBN-P 2005, sehingga defisit anggaran diperkirakan membengkak dari target semula sebesar 0,8 persen terhadap PDB menjadi sekitar 1,0 persen terhadap PDB. Untuk mengendalikan defisit anggaran dan memenuhi tambahan kebutuhan pembiayaan (financing gap) tahun 2005 tersebut, akan ditempuh langkah- langkah untuk mengoptimalkan penghimpunan penerimaan negara, mengendalikan dan mengefisienkan pemanfaatan anggaran belanja negara, serta memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan anggaran. Di sisi lain, dalam upaya mengurangi tekanan terhadap APBN akibat beban subsidi BBM yang membengkak sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah di pasar internasional, dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pemerintah telah dan akan terus melakukan kampanye gerakan sadar hemat energi melalui berbagai media massa. Sehubungan dengan adanya berbagai perkembangan tersebut, maka terhadap APBN Tahun Anggaran 2005, yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2005 tentang Perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2005, perlu dilakukan berbagai penyesuaian, agar lebih realistis dan sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi. Gambaran selengkapnya tentang perkiraan realisasi APBN-P 2005 Tahap II dapat diikuti dalam Tabel II.1.

PERKI RAAN PEN DAPATAN N EGARA DAN

Dokumen terkait