• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi anak dalam instrument-instrumen hukum nasional berbeda-beda batasannya. Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak didalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat dalam Pasal 45 KUHP

bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 16 (enam belas) tahun.

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak terdapat

dalam Pasal 1 ayat (2) ditentukan bahwa anak adalah seseorang yang belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak terdapat

dalam Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Sedangkan pengertian anak berkonflik dengan hukum adalah adanya tindakan-tindakan anak yang bertentangan dan melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan sah di Indonesia, sehingga dapat didefinisikan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum berarti anak-anak yang masih belum dewasa menurut hukum dan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan sah. Umumnya, anak-anak yang berkonflik dengan

hukum didefinisikan sebagai anak yang disangka, didakwa atau dinyatakan bersalah melanggar ketentuan hukum atau seorang anak yang diduga telah

melakukan atau yang telah ditemukan melakukan suatu pelanggaran hukum.27

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 ayat (2) menjelaskan sebagai berikut:

“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik

dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana”

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan sebagai berikut:

“Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak

adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur

18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Pasal 1 ayat (2) merumuskan sebagai berikut, Anak Nakal adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,

baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Pengertian Anak menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu:

a. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

27

Mohammad Farid. Hak Anak yang Berkonflik dengan Hukum Sesuai dengan Standar

b. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

c. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh ketetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Undang-Undang Pengadilan Anak menggunakan istilah “Anak Nakal” bagi anak

yang melakukan tindak pidana maupun perbuatan lainnya yang melanggar peraturan tertulis maupun tidak tertulis (hukum adat). Berdasarkan ketentuan hukum positif yang mengatur tentang anak nakal, anak yang bermasalah kelakuan

(anak berkonflik dengan hukum) disebut dengan “Anak Nakal”. Perbuatan anak

yang menyimpang dan melanggar hukum disebut “Kenakalan Anak”. Kenakalan

Anak adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak, baik sendiri maupun bersama-sama yang melanggar ketentuan-ketentuan hukum pidana ataupun bukan hukum pidana maupun melakukan perbuatan oleh masyarakat dianggap sebagai

perbuatan tercela.28

Penyebab anak melakukan kenakalan, baik berupa tindak pidana maupun melanggar norma-norma sosial (agama, susila, dan sopan santun) dipengaruhi oleh faktor intern (dalam diri anak itu sendiri) maupun faktor ekstern (diluar diri

anak), yaitu:29

28

Tri Andrisman. Hukum Peradilan Anak. Bagian Hukum Fakultas Hukum Pidana. Universitas

Lampung. 2013. Hlm. 6

29

1. Faktor Intern:

a. Mencari identitas/jati diri.

b. Masa Puber (Perubahan hormon-hormon seksual)

c. Tidak ada disiplin diri.

d. Peniruan.

2. Faktor Ekstern:

a. Tekanan Ekonomi.

b. Lingkungan Sosial yang buruk.

Anak yang melakukan tindak pidana tidak dapat disalahkah sepenuhnya atas perbuatannya karena dalam melakukan tindak pidana kemungkinan dipengaruhi oleh hal-hal yang berada didalam dirinya (faktor intern) ataupun diluar dirinya (faktor intern).

Menurut Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menjelaskan bahwa terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini. Penjatuhan Pidana yang didasarkan pada 2 (dua) jenis sanksi, yang terdiri dari pidana dan tindakan, yaitu:

a. Pidana

Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:

a. Pidana penjara;

b. Pidana kurungan

c. Pidana denda; atau

b. Tindakan

Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah:

a. Mengembalikan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh;

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan

latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial

Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan dua hal besar dalam penyelesaian peradilan terhadap anak, yaitu Keadilan Restoratif dan Diversi. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses

peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.30

Diversi merupakan tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan/menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana. Konsep dari Diversi merupakan pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak agar penyelesaian perkara tersebut berada diluar pengadilan.

30

Wahyu Ramdhan. Analisis UU No. 11 Tahun 2012. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013.

Http://wachjoe.wordpress.com/2013/04/17/analisis-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak-2/, jam 21.30

Syarat penerapan diversi diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu diversi dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini. Penjatuhan Pidana yang didasarkan pada 2 (dua) jenis sanksi, yang terdiri dari pidana dan tindakan, yaitu:

a. Pidana

Pidana yang dapat dijatuhkan pada anak diatur dalam Pasal 71 UU SPPA sebagai berikut:

a. Pidana peringatan.

b. Pidana dengan syarat:

1) Pembinaan di luar lembaga. 2) Pelayanan masyarakat, atau 3) Pengawasan.

c. Pelatihan kerja.

d. Pembinaan dalam lembaga, dan e. Penjara.

b. Tindakan

Tindakan yang dapat dikenakan pada anak diatur dalam Pasal 82 UU SPPA sebagai berikut:

a. Pengembalian kepada orang tua/Wali. b. Penyerahan kepada seseorang.

c. Perawatan di rumah sakit jiwa. d. Perawatan.

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.

f. Pencabutan surat izin mengemudi dan/atau g. Perbaikan akibat tindak pidana.

Dokumen terkait