• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM KONSEP HAK ANAK ANGKAT

A. Anak

1. Anak Menurut Peraturan Undang-Undang

Merujuk dari Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.6

Pengertian anak banyak dijumpai dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah anak, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pengertian anak dalam undang-undang ini adalah “seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.7

Pengertian anak dalam undang-undang juga terdapat di dalam pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.8 Dengan kata lain, anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Terhadap pengertian anak menurut undang-undang ini, Irma Setyowati Soemitri, SH. Menjabarkan sebagai berikut. “ketentuan UUD 1945, ditegaskan pengaturanya dengan dikeluarkanya UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang berarti makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesuadah ia dilahirkan “.

6 W. J. S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Armico, 1984), hal. 25

7 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1)

8 Departemen Agama RI, UUD 1945, pasal 34.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dalam pasal 1 ayat (2) memberikan definisi anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

Anak dalam UU No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.” Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: pertama, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya sedang tidak terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

Anak dalam Pasal 45 KUHPidana adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3)) “Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut : "Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya".9

Tentang pengertian anak, anak digolongkan berdasarkan hubungan dengan orang tua, yaitu :10

9 Undang-undang HAM Nomor 39 tahun 1999, (Jakarta : Asa Mandiri, 2006), hal. 5

10 Bismar Siregar, Telaah Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita.

(Yogyakarta : Pusat Studi Kriminologi F. H. UH, 1986)

a. Anak kandung adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat ikatan perkawinan yang sah.

b. Anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan atau suami yang sekarang.11

c. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.12

d. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

e. Anak yang memiliki keunggulan cacat adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.

f. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

g. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

2. Anak Menurut Islam

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak merupakan makhluk yang lemah namun mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena nya anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam

11 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005), hal. 32

12 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (6)

pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.

Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan Negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil ‘alamin dan sebagai pewaris ajaran Islam. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara.

3. Anak Menurut Pakar Hukum Islam

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya”.13 Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru sering kali di tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidak memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya.14

B. Anak Angkat

1. Anak Angkat Menurut Peraturan Undang-Undang

Dalam Kamus Hukum dijumpai arti anak angkat yaitu “seorang yang bukan turunan 2 orang suami istri yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri.”15

13 R.A. Koesnan, Susunan Pidana Dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung :Sumur, 2005) , hal. 113

14 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 28

15 Sudarsono, Kamus Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005), hal. 32

Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dijelaskan: “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.”16

Menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 juga dijelaskan tentang pengertian anak angkat yaitu: “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga, orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.”17

Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga diterangkan mengenai arti dari anak angkat yakni pada pasal 171 huruf (h) sebagai berikut : “Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan keputusan pengadilan.”18

Anak angkat sebagai bagian dari status anak Indonesia adalah bagian dari amanah dan Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak angkat dan anak pada umumnya merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis, memiliki ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Agar anak angkat kelak dapat mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan

16 Peratursn Pemerintah Republik Indonesia No 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak Pasal 1

17 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

18 Intruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakukan tanpa diskriminatif.19

2. Anak Angkat Menurut Hukum Islam

Kompilasi hukum Islam pasal 171 huruf (f) menjelaskan bahwa : Anak Angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.20

Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam menegaskan tentang pengertian anak angkat sebagai anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Ketentuan pasal tersebut secara implisit menegaskan bahwa terjadinya pengangkatan anak berakibat pada beralihnya tanggung jawab dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya, sedangkan hubungan nasab, wali nikah bagi anak angkat perempuan, dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya tidak terputus.21 Dalam Islam pengangkatan anak yang dibenarkan adalah yaitu tidak melekatkan nasab kepada anak angkat sehingga hukumnya tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan.

Hal ini dipahami dari dalil QS. Al-Ahzaab [33] : (37) yang berbunyi :

19 Fauzan Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia.

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 57

20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2007, hal. 156

21 Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Wewenang Pengadilan Agama, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 21

َ و

melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”

Dimana asbabun nuzulnya adalah ketika Nabi SAW diperintah Allah SWT menikahi Zainab yang merupakan mantan istri dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah.

3. Anak Angkat Menurut Pakar Hukum

Anak angkat menurut Bertling yaitu anak angkat adalah bukan waris terhadap barang-barang asal orang tua angkatnya, melainkan ia mendapatkan keuntungan sebagai anggota rumah tangga, jikalau barang-barang gono gini tidak mencukupi, pada pembagian harta peninggalan nanti anak angkat dapat minta

bagian dari barang asal orang tua angkatnya yang tidak mempunyai anak kandung.22

Anak angkat menurut Amir Martosedono, SH, Bahwa: Anak angkat adalah anak yang diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya.23

Anak angkat menurut Wirjono Pradjodikoro bahwa anak angkat adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak keturunannya sendiri.24

Menurut Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh Muderis Zaini, bahwa Tabanni/anak angkat ialah penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya untuk diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.25

Menurut Hilmad Hadi, SH seorang pakar hukum dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat menyebutkan anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan/atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.26

Prof. Dr. A.Z. Abidin Farid SH sebagai hasil riset beliau terhadap anak angkat di Tanah Toraja memberi definisi mengenai anak angkat sebagai berikut:

anak angkat ialah anak yang ada akibat suatu perbuatan dari seseorang mengambil atau menjadikan orang lain sebagai anaknya tanpa melepaskan ikatan kekeluargaan

22 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1994) hal. 118

23 Amir Martosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, (Semarang : Effhar Offset dan Dahara Prize, 1990). hal. 15

24 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, (Bandung : Sumur, 1983).

25 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 1995).

26 R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata. (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal. 174

anak itu dari orang tua aslinya, baik ia masih kanak-kanak mapun sudah dewasa, mempunyai kewajiban yang sama dengan anak kandung dengan melalui upacara adat.27

C. Pengangkatan Anak

1. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Pengertian Anak Angkat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

Sedangkan pengertian Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Perundang-undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan melalui lembaga pengasuhan anak yang dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009 yaitu suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2007 memiliki pengertian pengangkatan anak

27 B. Bastian Tafal. Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat. ( Jakarta: Rajawali, 1989) hal. 46

yang sama dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009. Pengertian pengangkatan anak menurut hukum adat adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama, seperti ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri.28

2. Pengertian Pengangkatan Anak / Al-Tabanni Menurut Hukum Islam Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan dari bahasa Arab “Al-Tabanni”, dan Bahasa Inggris “Adoption” yaitu mengangkat seorang anak, yang berarti mengangkat anak orang lain untuk di jadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung.

Pada saat Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, pengangkatan anak telah menjadi tradisi dikalangan mayoritas masyarakat Arab yang dikenal dengan istilah tabanni “ىنبتلا " yang berarti “mengambil anak angkat”.29

Secara etimologi kata tabanni yaitu “mengambil anak”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah “Adopsi” yang berarti “Pengambilan (pengangkatan) anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri”.30 Istilah Tabanni yang berarti seorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat, pengertian demikian memiliki pengertian yang identik dengan istilah “Adopsi”.

Secara terminologis tabanni menurut Wahbah Al-Zuhaili adalah pengangkatan anak (tabanni) “Pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya kemudian anak itu dinasabkan kepada dirinya.

28 Soerojo Wignjodipoero, 1994, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, hal. 118

29 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam.

(Jakarta: Kencana, 2008) hal. 19

30 http:// kbbi.web.id/anak. 08 Februari 2021, 21.00.

Dalam pengertian lain, tabanni adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja menasabkan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua kandungnya. Pengangkatan anak dalam pengertian demikian jelas bertentangan dengan hukum Islam, maka unsur menasabkan seorang anak kepada orang lain yang bukan nasabnya harus dibatalkan.

Pengangkatan anak (adopsi, tabanni) yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, anak yang di adopsi disebut “anak angkat”, peristiwa hukumnya disebut “pengangkatan anak” dan istilah terakhir inilah yang kemudian dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi.

Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.

Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian

“pengangkatan anak”. pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status “anak kandung” kepadanya, tapi ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai “anak kandung” sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya itu.31

Anak angkat dalam pengertian pertama lebih didasari oleh perasaan seseorang yang menjadi orang tua angkat untuk membantu orang tua kandung dari anak angkatnya atau bagi pasangan suami istri yang tidak dikaruniai keturunan, agar anak angkat itu bisa dididik atau disekolahkan, sehingga diharapkan nantinya anak tersebut bisa mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Lebih dari itu terbesit di hati orang tua angkat bahwa anak angkat kelak kiranya dapat menjadi anak saleh yang mau merawat orang tua angkatnya di

31 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. hal.

21

saat sakit, dan mendoakan di saat orang tua angkat meninggal dunia. Perbuatan hukum pengangkatan anak seperti itu dapat diterima sebagai bentuk amal saleh yang sangat di anjurkan Islam, maka bentuk pengangkatan anak yang pertama sebagaimana yang didefinisikan oleh Mahmud Syaltut tersebut jelas tidak

bertentangan dengan asas Hukum Islam, bahkan ditegaskan dalam QS. Al-Ma’idah [5] : (2), yang berbunyi :

ْو ل ِحُت َل ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَه يَآٰي ٓ َل َو َد ٮ َلََقْلا َل َو َيْدَهْلا َل َو َما َرَحْلا َرْهَّشلا َل َو ِ ٰاللّ َر ٮ اَعَش ا

َتْيَبْلا َنْيِ م ٰا َل َوۗ ا ْوُداَطْصاَف ْمُتْلَلَح اَذِا َوۗ اًنا َوْض ِر َو ْمِهِ ب َّر ْن ِم ًلَْضَف َن ْوُغَتْبَي َما َرَحْلا

َص ْنَا ٍم ْوَق ُنٰاَنَش ْمُكَّنَم ِرْجَي ْمُك ْو د

ِ رِبْلا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َو ا ْْۘوُدَتْعَت ْنَا ِما َرَحْلا ِد ِجْسَمْلا ِنَع

َٰاللّ َّنِاۗ َ ٰاللّ اوُقَّتا َوۖ ِنا َوْدُعْلا َو ِمْثِ ْلا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َل َو ۖى ٰوْقَّتلا َو ِباَقِعْلا ُدْيِدَش

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya.

Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu.

Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.

Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Juga dalam QS. Al-Mai’dah [5] : (32), yang berbunyi :

Artinya : “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi.”

Anak angkat dalam pengertian kedua telah lama dikenal dan berkembang di berbagai Negara, termasuk di Indonesia sendiri. Sebagaimana diterapkan oleh Pengadilan Negeri terhadap permohonan pengangkatan anak yang dimohonkan oleh warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, dan bagi mereka yang menundukkan diri pada hukum tersebut. Pengangkatan anak dalam pengertian kedua tersebut jelas dilarang oleh islam dan bertentangan dengan Hukum Islam berdasarkan firman Allah QS. al-Ahzaab [33] : (4-5) :

ْي ـٰلا ُمُكَجا َو ْزَا َلَعَج اَم َو ٖهِف ْوَج ْيِف ِنْيَبْلَق ْنِ م ٍلُج َرِل ُ ٰاللّ َلَعَج اَم

Artinya : “Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang

demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).”

ْيِ دلا ىِف ْمُكُنا َوْخِاَف ْمُهَء اَبٰا ا ْٓوُمَلْعَت ْمَّل ْنِاَف ِ ٰاللّ َدْنِع ُطَسْقَا َوُه ْمِه ٮ اَبٰ ِل ْمُه ْوُعْدُا ِن

ۗ ْمُكْيِلا َوَم َو َسْيَل َو

ْمُكْيَل َع َعَت اَّم ْنِكٰل َو ٖهِب ْمُتْأَطْخَا ٓاَمْيِف حاَنُج َدَّم

ُ ٰاللّ َناَك َوۗ ْمُكُب ْوُلُق ْت

اًمْي ِح َّر ا ًر ْوُفَغ

Artinya :“Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Menurut Dr. Soekanto pengangkatan anak adalah memberikan anak untuk dipelihara sebagai anak piara (anak ini dapat diambil kembali oleh orang tuanya

Menurut Dr. Soekanto pengangkatan anak adalah memberikan anak untuk dipelihara sebagai anak piara (anak ini dapat diambil kembali oleh orang tuanya

Dokumen terkait