• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT ADAT BETAWI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (STUDI KASUS KECAMATAN CILANDAK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT ADAT BETAWI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (STUDI KASUS KECAMATAN CILANDAK)"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Skripsi Ini Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Disusun Oleh:

Syahdan El Hayat 11160440000075

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H / 2021

(2)

i SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H)

Oleh : Syahdan El Hayat NIM. 11160440000075

Pembimbing

Dr. Nahrowi, MH NIP. 197302151999031002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H / 2021

(3)

ii

Skripsi yang berjudul “Hak Anak Angkat Pada Masyarakat Adat Betawi Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Studi Kasus Kecamatan Cilandak)” yang ditulis oleh Syahdan El Hayat NIM 11160440000075, telah diajukan dalam sidang skripsi Fakultas Syariah dan Hukum pada Senin, 12 Juli 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Juli 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M. H.,M.A.

NIP. 19760807 200312 1 001 Panitia Sidang

Ketua : Dr. Mesraini, M.Ag (...) NIP. 197602132003122001

Sekretaris : Ahmad Chairul Hadi, M.A (...) NIP. 197205312007101002

Pembimbing : Dr. Nahrowi, M.H (...) NIP. 197302151999031002

Penguji I : Hj. Rosdiana, M.A (...) NIP. 196906102003122001

Penguji II : Mara Sutan Rambe, M.H (...) NIP. 198505242020121006

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakata.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 19 Juli 2021

Syahdan El Hayat NIM.11160440000075

iii

(5)

ABSTRAK

SYAHDAN EL HAYAT NIM 11160440000075 HAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT ADAT BETAWI PERSFEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF. Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021/1442 M.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang pengangkatan anak sebagai pemancing kehamilan dan hak anak angkat pada masyarakat betawi. Selain itu, menjelaskan lebih lanjut tentang perlindungan hukum bagi anak angkat serta akibat hukum bagi orang tua angkat yang mengabaikan atau menelantar kan anak dalam persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Jenis penelitian ini adalah kualitatif, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari lapangan yang menghasilkan data deskriptif. Yakni pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah pendekatan empiris, yang dilakukan dengan mengkaji suatu hukum yang bekerja di dalam masyarakat dan diambil dari fakta-fakta sosial secara nyata didalam masyarakat dan Lembaga kebudayaan Adat Betawi. Menggunakan metode dan pendekatan tersebut akan mendapatkan data dan gambaran yang jelas terkait dengan permasalahan pengangkatan anak dan hak anak angkat, serta menggunakan Teknik Pengumpulan Data yang dilakukan berdasarkan observasi, wawancara, dan kepustakaan.

Banyak nya pasangan suami istri yang sudah menikah dan belum memiliki anak, menjadikan pengangkatan anak sebagai solusi dalam menghadapi masalah tersebut. Sehingga banyak timbulnya tujuan dan motivasi yang berbeda-beda di setiap daerah adatnya masing-masing, hal ini sering kali membuat pasangan suami istri tersebut menghiraukan tujuan utama dari pengangkatan anak, yaitu untuk kepentingan dan mensejahterakan anak angkat.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pengangkatan anak pada Hukum Positif dan Hukum Islam dilakukan untuk mensejahterakan anak angkat , maka pada dasarnya pengangkatan anak sebagai pemancing kehamilan yang dilakukan oleh masyarakat betawi harus sesuai dengan ajaran agama islam dan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak Pada Pasal 12 Ayat (1) Yaitu : Pengangkatan Menurut adat kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan anak.

Kata Kunci : Anak Angkat, Hak Anak, Pengangkatan Anak, Masyarakat Betawi.

Pembimbing : Dr. Nahrowi, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : 1971 s.d 2020

iv

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin dimana istilah Arab tersebut belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup penggunaannya masih terbatas.

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ﺍ tidak dilambangkan

ﺏ B Be

ﺕ T Te

ﺙ Ts te dan es

ﺝ J Je

ﺡ H ha dengan garis bawah

ﺥ Kh ka dan ha

ﺩ D De

ﺫ Dz de dan zet

ﺭ R Er

ﺯ Z Zet

ﺱ S Es

ﺵ Sy es dan ye

ﺹ S es dengan garis bawah

ﺽ D de dengan garis bawah

ﻁ T te dengan garis bawah

ﻅ Z zet dengan garis bawah

ﻉ ‘ koma terbalik di atas hadap kanan

ﻍ Gh ge dan ha

ﻑ F Ef

ﻕ Q Qo

ﻙ K Ka

v

(7)

ﻝ L El

ﻡ M Em

ﻥ N En

ﻭ W We

ﻩ H Ha

ء ˋ Apostrop

ﻱ Y Ya

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti bahasa Indonesia, memiliki vokal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ﹶ A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ﻱ Ai a dan i

Au a dan u

vi

(8)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab diimbangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan  a dengan topi di

atas Î i dengan topi di

atas Û u dengan topi di

atas

Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan alif dan lam (ﺍﻝ), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf qomariyyah. Misalnya:

ﺩﺎﺘﻬﺟﻹﺍ= al-ijtihâd

ﺔﺼﺮﺧﺍﻟ= al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

ﺔﻔﻌﺸﺍﻟ= al-syuf’ah tidak ditulis asy-syuf’ah.

Dalam penulisan ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbȗtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

“t” (te) (lihat contoh 3).

vii

(9)

No. Kata Arab Alih Aksara

1 ﻳﻌﺔﺷﺮ syarî’ah

2 ﻴﺔﻣﻼﺳ ﺍﻹﺔﻳﻌﺮﺸﺍﻟ al-syarî’ah al-islâmiyyah

3 ﺐﻫﺬﺍﻤ ﺍﻟﺔﻧﻣﻘﺎﺭ muqâranat al-madzâhib

Untuk huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: ﻱﺎﺭﺨﺒﺍﻟ= al-Bukhâri tidak ditulis Al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut berasal dari bahasa Arab, Misalnya: Nuruddin al- Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il) kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih akasara dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas:

No Kata Arab Alih Aksara

1 ﺕﺭﺍﻮﻈﺤﻤ ﺍﻟﺒﻴﺢﺗ ﺭﺓﻭﺍﻟﻀﺮ al-darûrah tubîhu al-

mahzûrât

2 ﻲﻣﻼﺳﺼﺎﺩ ﺍﻹﺘﻗﺍﻻ al-iqtisâd al-islâmî

3 ﻪﺍﻟﻔﻘ ﺻﻮﻝﺃ usûl al-fiqh

4 ﺍﻹﺎﺑ ءﺍﻷﺻﻞﻓﻲ ﺍﻷﺎﻴ al-‘asl fî al-asyya al-ibâhah

5 ﺔﻠﺳﺮﻤ ﺍﻟﺔﺤﺼﻠﻤﺍﻟ al-maslahah al-mursalah

viii

(10)

l

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya terkhusus untuk kedua orang tua yang sangat penulis cintai dan sayangi serta menyayangi penulis tanpa batas, Mama Nursiah dan Papa Ubaidillah yang selalu mendoakan, juga memberikan dukungan moral dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya. Ucapan terimakasih pun penulis berikan kepada keempat adik penulis Fitrah Dieva Adawiyah, Dhea Nurma Rhamadani, Nur Qismiyatul Hidayah, dan Billqis yang selalu memberi semangat dan menjadi penyemangat penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu kelancaran penyusunan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil.

Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Mesraini, SH, M.Ag Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A. Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Nahrowi, MH selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan serta saran-saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Drs. Maskufa, MA selaku dosen penasehat akademik yang selalu bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran bagi penulis hingga selesainya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis beserta seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan pelayanan terpadu selama masa perkuliahan penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

ix

(11)

6. Teman terbaik penulisan skripsi Zulia Maulina, Abi Rifqy dan Indri Rachmayani yang selalu memberikan semangat dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman sehimpun seperjuangan grup kecil AZ SH tercinta Eris, Muhammad Ardiyansah, Sholahudin Abi, Fadlul Muharrom, Mirza Fuadi, Miftahurahman, Hifni Munawwar, Rhamadan Adi Candra, Abdul Muqsith Al-Iqbal, Haidar Maula Jadid, Haikal Armadhan, dan Muhammad Iqbal. terimakasih atas dukungan dan kebersamaan yang tidak tergantikan dengan apapun.

8. Abang panutan Dzaki Mubarrak, S.H, yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman KKN sehimpun seperjuangan kelompok 31 desa Girimulya Kab. Bogor Badrud Tamam, Muhammad Arif, Noel Francies, Muhammad Teguh, Arfan, Rizky, Zulia Maulina, Siska Fajar Indianisa, Aisyah firdausah, Nabila Marwah, Alfia Zahra, Dina Oktavia, Farah Shaufika, Zainab Oktaviani, Meidi Inayati, Rizqa Aulia. Terimakasih atas kerjasama dan dukungan yang tidak tergantikan dalam 1 bulan yang penuh drama.

10. Terkhusus adik-adik dan kakak-kakak keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Hukum Keluarga yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih perlu perbaikan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta dicatat menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Aamiin.

Ciputat, 20 Maret 2021

Syahdan El Hayat Penulis x

(12)

xi

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

1. Identifikasi Masalah... 4

2. Pembatasan Masalah ... 5

3. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

D. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7

E. Metode Penelitian ... 11

1. Jenis Penelitian ... 11

2. Pendekatan Penelitian ... 11

3. Sumber Data ... 12

4. Teknik Pengumpulan Data ... 12

5. Teknik Analisis Data ... 13

6. Teknik Penulisan ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM KONSEP HAK ANAK ANGKAT ... 16

A. Anak ... 16

1. Anak Menurut Peraturan Undang-Undang ... 16

2. Anak Menurur Islam ... 18

(13)

xii

B. Anak Angkat ... 19

1. Anak Angkat Menurut Peraturan Undang-Undang ... 19

2. Anak Angkat Menurut Hukum Islam ... 21

3. Anak Angkat Menurut Pakar Hukum ... 22

C. Pengangkatan Anak ... 24

1. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Peraturan Perundang-Undangan ... 24

2. Pengertian Pengangkatan Anak / At-Tabanni Menurut Hukum Islam ... 25

3. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat... 31

4. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ... 34

5. Syarat dan Tujuan Pengangkatan Anak ... 38

D. Tinjauan Umum Hak Anak ... 45

BAB III STRUKTUR DAN BUDAYA PENGANGKATAN ANAK PADA MASYARAKAT BETAWI KECAMATAN CILANDAK ... 50

A. Letak Geografis Kecamatan Cilandak ... 50

B. Asal Muasal Masyarakat Betawi ... 51

C. Sosial Budaya Masyarakat Betawi ... 53

1. Sistem Kekerabatan ... 55

2. Sistem Religi ... 58

3. Sistem Kemasyarakatan ... 60

D. Pandangan Masyarakat Betawi Kecamatan Cilandak Mengenai Budaya Pengangkatan Anak ... 61

BAB IV HAK ANAK ANGKAT PADA MASYARAKAT BETAWI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF .... 66

A. Tradisi Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Betawi ... 66

B. Hak Anak Angkat ... 73

1. Hak Anak Angkat Menurut Hukum Islam... 73

2. Hak Anak Angkat Menurur Peraturan Perundangan ... 77

(14)

xii

Anak Angkat ... 81

1. Menurut Peraturan Undang-Undang... 81

2. Menurut Hukum Islam ... 86

BAB V PENUTUP ... 93

A. Kesimpulan ... 93

B. Saran-Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 101

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Persoalan yang sering dihadapi pasca seseorang melakukan pernikahan diantaranya adalah sulitnya bagi mereka untuk memiliki buah hati yang didambakan bagi setiap pasangan suami istri. Pasangan yang sudah bertahun-tahun menikah tapi tak juga punya momongan, seringkali mendapat saran atau masukan dari orang sekitar untuk mengangkat atau adopsi anak saja. Bahkan, ada juga pasangan yang baru menikah melakukan hal serupa demi terbebas dari omongan tetangga yang beranggapan bahwa pasangan yang menikah harus segera punya anak. Kepercayaan seperti ini sudah mendarah daging di masyarakat kita. Anak seringkali dianggap sebagai sebuah pencapaian oleh mereka yang berikrar untuk berumahtangga. Akan tetapi ada baiknya pasangan suami istri sama-sama berkonsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan terlebih dahulu sebelum mengambil sebuah keputusan besar seperti ini.

Secara psikologis kehidupan rumah tangga yang sudah ada anak dan yang belum ada anak sangat berbeda. Bagi mereka yang memiliki anak mereka akan cenderung terlihat bahagia. Dibandingkan dengan mereka yang belum memiliki keturunan. Rumah tangga yang belum dikaruniani seorang anak rentan terjadi disharmonis di antara mereka.1 Hal ini dikarenakan seorang suami akan merasa gagal dalam berumah tangga karena ia tidak memiliki generasi penerus dalam hidupnya, sedangkan seorang isteri akan merasa bersalah karena tidak memberikan keturunan bagi suaminya. Keadaan yang demikian menjadikan iklim rumah tangga mereka menjadi dingin yang memungkinkan dapat memicu percekcokan di antara mereka.

Untuk mengantisipasi terjadinya disharmonis biasanya mereka melakukan adopsi anak. Menurut Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI), bahwa anak

1 M Afnan Chafid dan A Ma’ruf Asrori, Tradisi Islam (Surabaya: Khalista, 2006), hal. 88.

(16)

angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.

Adopsi menjadi salah satu jalan keluar bagi mereka yang tidak memiliki keturunan. Dengan mengadopsi anak diharapkan, keharmonisan di antara mereka akan kembali seperti semula. Selain itu, dengan adopsi juga diharapkan akan membawa kehangatan dalam keluarga mereka. Lebih dari itu, dengan adopsi mereka berharap keluarganya menjadi bahagia seperti keluarga-keluarga yang lainnya. Praktik adopsi bukanlah sebuah hal baru dikalangan keluarga muslim.

Sebelum Islam datang, pengangkatan anak dikalangan bangsa Arab telah menjadi tradisi turun menurun yang dikenal dengan Tabanni yang artinya mengambil anak.

Atau mengambil anak orang lain untuk diberi status anak kandung sehingga ia berhak memakai nasab orangtua dan mewarisi harta peninggalan dan hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orangtua. Begitu juga setelah Islam datang pengangkatan seorang anak atau adopsi ini tidak dihapuskan, Islam tetap membolehkan umatnya melakukan praktik adopsi anak2.

Akan tetapi disebagian daerah ada sebuah keyakinan bahwa dengan mengadopsi anak dari orang lain dapat memancing kehamilan bagi isteri yang telah lama menunggu kehamilan. Keyakinan adopsi anak dapat memancing kehamilan sudah berkembang cukup lama dimasyarakat khususnya Betawi. Hal ini dikarenakan usia pernikahan mereka yang cukup lama akan tetapi belum diberi amanah oleh sang maha pencipta dalam urusan anak. Dengan adopsi mereka berharap dapat menjadikan jalan atau perantara agar isterinya dapat hamil. dan bagi masyarakat di Betawi dengan cara pengadopsian anak hanya pihak yang bersangkutan yaitu orangtua kandung dan orangtua angkat dan disaksikan beberapa

2 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), Cet Ke-4, hal. 53.

(17)

saksi yaitu Sesepuh Kampung dan RT setempat untuk menyaksikan keluarga tersebut dalam melakukan pengadopsian anak.

Pendekatan yang dilakukan calon orang tua angkat terhadap orang tua kandung tentang bagaimana keadaan calon anak angkat, misalnya mengenai jenis kelamin ataupun karena sebab kehamilannya karena sebagian besar masyarakat di Betawi beranggapan bahwa pada sebab kehamilan orang tua kandung menjadi salah satu penentu pengadopsian anak pada adat yang berkembang di Betawi, hal yang dimaksud di sini adalah apabila calon orang tua angkat ingin mengangkat seorang anak maka harus dipastikan terlebih dahulu asal usul anak tersebut, apabila karena masalah ekonomi atau ketidak sanggupan orang tua kandung dalam mengurus anaknya maka biasanya mereka akan membantu dengan mengadopsi anak tersebut dengan harapan agar segera memiliki keturunan, namun apabila anak tersebut dari hubungan gelap orang tua maka banyak dari mereka yang enggan untuk mengadopsinya karena khawatir akan terkena bala atau musibah dari anak tersebut.

Di dalam prakteknya pengangkatan anak sebagai pemancing kehamilan sering kali tidak sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Tentang kesejahteraan anak dan Hukum Islam dimana anak angkat sering diabaikan hak-hak nya bahkan tidak jarang anak angkat tersebut diterlantarkan. Karena orang tua angkat tersebut sudah mendapatkan tujuan awal mereka yaitu kehamilan untuk mempunya buah hati, sehingga di khawatirkan adanya kesewenangan sepihak yang akan berpengaruh pada masa depan anak tersebut, dan pada prosesi pengangkatan anak di dalam masyarakat adat betawi biasanya hanya disaksikan dan dilakukakan bersama tokoh adat atau tetua setempat dan tidak langsung didaftarkan melalui proses litigasi / pengadilan agama dan dicatatkan dinas kependudukan setempat. Sehingga antara orang tua dan anak angkat tersebut tidak memiliki ketetapan hukum yang sah secara dan berakibat pada masalah hukum dikemudian hari.

Menurut berita yang dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta – Potensi kekerasan terhadap anak angkat cendrung lebih rentan dibandingkan anak kandung.

(18)

Psikiater Prof Dadang Hawari Mengemukakan, penting untuk memastikan proses pengangkatan anak dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak.

“...Tentu lain, hubungan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat.

Kita pelu menyelidikinya dari latar belakang dan proses pengangkatan anak tersebut...”, 3

Merujuk data Yayasan Mijn Roots, sekitar 3.000 anak dari Indonesia diadopsi oleh keluarga Belanda pada 1973-1983, sebagian dari mereka diduga diadopsi secara ilegal.4

Kini, 40 tahun setelah diadopsi, mereka mengalami kesulitan mencari orang tua kandungnya sebab banyak informasi dalam dokumen itu ternyata palsu.

Oleh karena banyaknya hal-hal yang perlu dikaji lebih dalam lagi, maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas mengenai model corak pengangkatan anak melalui hukum adat yang coba penulis paparkan dalam sebuah skripsi yang diberi judul

Hak Anak Angkat Pada Masyarakat Adat Betawi Persfektif Hukum Islam dan Hukum Positif

(STUDI KASUS KECAMATAN CILANDAK).

B. Identifikasi Masalah, Pembataan Masalah, dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Identifikasi Masalah merupakan permasalah yang telah dijelaskan pada latar belakang diatas. Maka dari itu penulis akan memaparkan beberapa masalah yang akan dijelaskan lebih lanjut yaitu:

3Anak Angkat Lebih Rentan Dapatkan Kekerasan,

Https://Www.Republika.Co.Id/Berita/Nasional/Hukum/15/06/13/Npvkxq-Anak-Angkat-Lebih- Rentan-Dapatkan-Kekerasan

4 Anak-anak yang diadopsi dari Indonesia desak pemerintah Belanda ganti rugi 'kerugian mental' akibat adopsi ilegal, 'Nama orang tua kandung saya ternyata palsu',

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55882238

(19)

a. Praktek Pengangkatan Anak Menurut Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam.

b. Praktek Pengangkatan Anak Menurut Hukum Positif.

c. Praktek Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat di Indonesia.

d. Hak-Hak Anak Angkat Menurut Ketentuan Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

e. Konsep Anak dan Hak-Hak Anak Menurut Hukum Islam

f. Konsep Anak dalam Perundang-Undangan Terkait Anak Angkatb Menurut Hukum Adat

g. Adopsi Anak dalam lalu lintas Hukum Perlindungan Anak

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luas dan kompleksnya masalah yang berkenaan dengan hak anak Angkat Pada Pengangkatan Anak, maka disini penulis membatasi masalah agar dapat fokus dan tidak melebar dari penelitian yang dimaksud. Adapun fokus penelitian penulis yakni yang berkaitan dengan Praktek Pengangkatan Anak dan Hak Anak Angkat di dalam masyarakat Adat Betawi dalam tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana praktek pengangkatan anak dan unifikasi hukumnya di masyarakat Adat Betawi menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Adapun pertanyaan yang sering muncul adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana praktek Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Adat Betawi ? b. Bagaimana Pengaturan Hak-Hak Anak Angkat Menurut Hukum Islam

dan Hukum Positif ?

(20)

c. Bagaimana akibat Hukum terhadap orang tua yang mengabaikan Hak-hak anak angkat dan Menelantarkan Anak ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menjawab permasalahan tentang praktek Pengangkatan anak pada masyarakat Adat Betawi, seperti berikut

a. Untuk menjelaskan dan mengalisis praktek Pengangkatan anak yang sesungguhya pada masyrakat Adat Betawi serta Hak-Hak anak angkat.

b. Untuk menjelaskan perbandingan pengaturan Konsep Anak Angkat dan Hak-hak anak angkat didalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Hukum Islam.

c. Untuk menjelaskan pengaturan tentang akibat hukum terhadap orang tua angkat yang melalaikan kewajiban dan menelantarkan anak angkat nya di dalam hukum islam dan Peratursn Undang-Undang.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni:

a. Manfaat teoritis, penelitian ini bisa menjadi rujukan bagi akademisi tentang analisa secara mendalam mengenai konsep Anak Angkat dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, serta memberikan informasi atau wawasan kepada masyarakat terkait dengan konsep Pengangkatan Anak.

b. Manfaat praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para peminat hukum perdata, praktisi hukum, akademisi dalam menganalisis secara mendalam mengenai konsep Anak Angkat dalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak serta di harapkan menjadi

(21)

masukan bagi Lembaga Yayasan Sosial Panti Asuhan sebagai tolak ukur dalam penentuan kredibilitas kelayakan panti asuhan .

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Beberapa pembahasan seperti skripsi, jurnal juga artikel telah banyak membahas pandangan mengenai hukum Mengadopsi Anak Sebagai Pemacu Kehamilan perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Serta Implikasinya Terhadap Hukum Keluarga melalui Perkembangan penemuan hukum, perkembangan social media, dan pengaruh budaya menjadi salah satu kunci dari dimulainya hal ini. Dalam hal ini, banyak kajian yang membahas isu tersebut sebagai bahan diskusi atau sebagai tugas akhir kelulusan. Ada beberapa kajian yang penulis temukan, diantaranya:

Skripsi yang ditulis oleh Agus Setiawan (2018) mengenai tema yang sama mengenai Adopsi anak dengan mengangkat judul “Adopsi Anak Untuk Pancingan Kehamilan Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap)” dalam skripsi ini menjelaskan bahwa praktik adopsi anak untuk pancingan kehamilan di Kecamatan Kedungreja Kabupaten Cilacap sebenarnya hanya sebatas menggunakan tradisi semata, maksudnya kesepakatan adospi anak ini hanya berdasarkan hukum yang sudah berkembang di tengah- tengah masyarakat saja, dan praktik seperti itu diperbolehkan oleh agama Islam, karena niat rang tua angkat mengadopsi anak untuk mensejahterakan baik berupa sandang, pangan dan memberi pendidikan itu jelas dibenarkan. Dan juga dari kedua orang tua angkat ataupun kandung tidak memutuskan tali silaturahmi, meskipun sudah diasuh oleh orang tua angkat, orang tua kandung tetap diperbolehkan untuk menemui anak tersebut dan dari orang tua angkat tidak memutuskan nasab anak dari orang tua kandung. Adopsi anak disini hanya untuk pemeliharaan dan kesejahteraan anak saja. Adapun perbedaan antara skripsi hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut bahwa penulis ingin menjelaskan sebuah tradisi pengangkatan anak di masyarakat hukum adat di Betawi kota Jakarta Selatan ini

(22)

masih berpegang teguh terhadap kepercayaan adat setempat yang mana ketika seseorang yang sulit memiliki keturunan namun mereka ingin mendapatkan keturunan hal yang dilakukannya adalah dengan mengangkat anak sebagai pancingan kehamilan yang disebut sebagai upacara mungut anak.

Artikel Jurnal yang di tulis oleh Karimatul Ummah (2005) yang berjudul

“Adopsi Sebagai Upaya Melindungi Hak-Hak Anak Dalam Perspektif Hukum Islam” dalam artikel jurnal ini menjelaskan Adopsi dimaksudkan untuk melindungi hak-hak anak untuk mendapatkan masa depan mereka. Namun, adopsi tidak secara otomatis mengubah status hukum anak adopsi menjadi statusnya seperti anak kandung sendiri. Status hukum anak adopsi untuk memiliki hak waris tergantung pada jenis sistem hukum apa yang digunakan untuk menyelesaikan masalah warisan. Dalam Kompilasi Hukum Islam anak yang diadopsi bukanlah ahli waris, tetapi ia memiliki hak untuk mendapatkannya melalui wasiat wajibah. Adapun perbedaan antara artikel jurnal ini dengan skripsi hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut diketahui dengan perkembangan zaman disaat ini HAM sangatlah gencar di perbincangkan namun peneliti memfokuskan untuk mengangkat dan menekankan hanya pada hak-hak anak angkat dan Akibat Hukum Terhadap Orang Tua Yang Mengabaikan Hak Anak Angkat.

Artikel Jurnal yang di tulis oleh Mutasir (2017) yang berjudul “Dampak Hukum Pengangkatan Anak Pada Masyarakat Desa Terantang Kec.Tambang Kabupaten Kampar Ditinjau Dari Hukum Islam” dalam artikel jurnal ini menjelaskan bahwa pengangkatan anak oleh masyarakat desa Terantang Kec.Tambang Kab. Kampar ditinjau dari hukum Islam yang merubah nasab anak tersebut maka hukumnya haram. Sedangkan pengangkatan anak yang mengikuti aturan hukum Islam seperti dalam hal harta warisan, nasab, wasiat, perwalian dan pergaulan seharihari serta tidak merubah nasab anak maka sesungguhnya itu dibolehkan Adapun perbedaan antara artikel jurnal ini dengan skripsi hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut bahwasanya perlu kita ketahui bersama

(23)

masyarakat adat yang ada di Indonesia memiliki keragaman budaya dan hukum adatnya namun di masyarakat hukum adat Betawi ini sendiri ketika seseorang mengangkat anak tidaklah akan merubah nasab dari pada anak tersebut dan ketika anak tersebut sudah dewasa mereka akan diberitahukan siapa orang tua kandungnya kelak.

Tesis yang di tulis oleh Novi Kartiningrum,S.H (2008) yang berjudul

“Implementasi Pelaksanaan Adopsi Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak (Studi Di Semarang Dan Surakarta)” dalam tesis ini menjelaskan bahwa mengenai prosedur pelaksanaan adopsi anak oleh orang tua adopsi adalah pelaksanaan adopsi anak terbagi menjadi 4 (empat) tahap yaitu tahap permintaan izin pengangkatan anak, tahap laporan sosial izin pengasuhan anak, tahap pengesahan izin pengkatan anak di Pengadilan Negeri, dan tahap pemberitahuan tentang izin pengangkatan anak kepada pihak-pihak yang terkait. Sedangkan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi proses pelaksanaan adopsi anak adalah keharusan dalam persamaan agama antara calon orang tua adopsi dan calon anak adopsi dan prospek pelaksanaan adopsi anak dalam perspektif perlindungan anak serta belum adanya ketentuan hukum yang mengatur masalah adopsi anak. Prospek pelaksanaan anak dalam perspektif perlindungan anak adalah bahwa pengawasan diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan atau pelanggaran dalam proses adopsi.

Seharusnya, untuk ke depan dibentuk suatu lembaga pengawas untuk mengontrol jalannya adopsi anak. Adapun perbedaan antara tesis ini dengan skripsi hasil penelitian penulis adalah sebagai berikut bahwa jika anak tersebut diangkat hanya berdasarkan hukum adat cukup menghadirkan dan disaksikan oleh orang tua kandung, calon orangtua angkat, tokoh adat/agama setempat, dan pejabat setempat, akan tetapi pejabat setempat akan menyarankan untuk di sahkan pula secara hukum negara dengan pengesahannya ke Pengadilan Negeri sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak tersebut.

(24)

Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan diatas yang membedakan dengan penelitian penulis adalah mengenai proses pengangkatan anak dan Hak anak angkat pada masyarakat Betawi apakah sudah sesuai dengan hukum Islam atau belum, dalam proses pengangkatanya pun calon orang tua angkat melihat terlebih dahulu asal usul anak angkat tersebut dan orang tua kandungnya sebab jika kehamilan nya karena dari hasil hubungan gelap orang tuanya mereka beranggapan bahwa anak tersebuat akan membawa sial bagi calon orang tua angkatnya, bagi anak yang sudah cukup usianya maka mereka akan diberitahu identitas asli dirinya dan anak tersebut tidak diperbolehkan tinggal bersama orang tua kandungnya bahkan banyak dari orang tua angkatnya merahasiakan semua ini karena menggangap anak angkat tersebut sudah seperti anak sendiri, kemudian penyebutan dari sanak saudara kepada anak angkat dengan sebutan anak pungut yang menurut penulis kurang etis dalam penyebutanya serta dalam hak anak angkat sendiri pun disamakan layaknya anak kandung dan tidak jauh berbeda dengan kedudukan anak kandung yang berbeda hanyalah status nya saja sebagai anak dalam hubungan darah yang akan berdampak pada masalah keperdataan nya seperti waris, pernikahan, dan wali nikah.

Adapun sebagai pemacu kehamilan sendiri secara ilmu kedokteran tidak menemukan penjelasan secara biologis sepasang suami isteri yang mengangkat anak dapat memiliki anak, namun masyarakat adat Betawi percaya apabila seseorang mengangkat anak untuk pemacu kehamilan akan menjadi sebab seseorang itu akan memiliki keturunan karena menganggap anak angkatnya tersebut seperti anak sendiri sehingga menjadikan keadaan sikologis seseorang memiliki keingginan yang kuat untuk memiliki keturunan, tak jarang juga orang tua angkat selepas ia mengandung setelah sebelumnya menganggat seorang anak, anak tersebut ditelantarkan karena keinginan dari orang tua angkatnya ini sudah terpenuhi dan dari banyak kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat adat Betawi ini mereka sudah menerapkanya secara turun temurun adat kepercayaan ini dan

(25)

mengganggap ini sebagai keberkahan bagi keluarganya karena iklas dan sabar dalam mendidik dan membesarkan anak angkatnya, dan kepercayaan ini terus berkembang dan manjadi adat tersendiri bagi masyarakat adat Betawi,bahkan kepercayaan itu masih dipergunakan oleh beberapa masyarakat adat Betawi di beberapa daerah di Jakarta ini.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan yang sistematis untuk memberikan atau menyediakan jawaban atas masalah dengan menggunakan metode-metode ilmiah.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, data yang terkumpul dari penelitian yang dilakukan di lapangan yang menghasilkan data deskriptif disatukan untuk selanjutnya diolah secara sistematik, yaitu lebih terperinci pada tiap bab yang ada pada penelitian ini.

Analisa data secara deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada kesimpulan.

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu/masalah yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan empiris, yang dilakukan dengan mengkaji bagaimana suatu hukum bekerja di lingkungan masyarakat secara nyata. Dan diambil dari fakta-fakta sosial yang ada didalam masyarakat, dan Lembaga kebudayaan Adat Betawi.

(26)

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, bahan atau materi penelitian bersumber dari data primer dan sekunder yakni :

a. Data Primer

Sumber data primer yaitu data yang berkaitan langsung dengan konsep Anak Angkat. Dalam tulisan ini data primer yang digunakan penulis diantaranya, pasal 171 Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, al-Quran dan al- Hadis.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi dan hasil wawancara tentang pengangkatan anak dan hak anak angkat yang didapat dari lembaga dan tokoh adat yang berkaitan dengan isu hukum Pengangkatan Anak dan Hak Anak Angkat. jurnal hukum yang berkaitan dengan Pengangkatan anak dan Hak Anak Angkat, karya tulis dan artikel yang relevan dengan tema tersebut.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan- keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yaitu suatu proses yang diperolehnya data dari sumber data. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknik, sebagai berikut:

a. Penelusuran Kepustakaan : Perpustakaan UIN, Perpustakaan digital, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah Jakarta.

(27)

b. Melakukan Wawancara Kepada lembaga ataupun obyek penelitian terkait yaitu : Kepala Panti Asuhan, Tokoh Budayawan Masyarakat Betawi, dan Masyarakat betawi.

c. Penelusuran Dokumentasi : Penelusuran dokumen-dokumen terkait dengan obyek penelitian seperti legalitas panti, sertifikat , dll.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis penelitian data deskriptif.

Metode analisis data deskriptif adalah menganalisis sumber data yang ada yang bersifat pendeskripsian, serta dengan memberikan penjelasan. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau apa adanya.Penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial. Caranya dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.

metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.5

Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis serta hubungan antar fenomena yang diselidiki dan menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses atau hubungan, memberikan gambaran lengkap baik

5 Moh.Nazir, Metode penelitian, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009) hal. 63-64.

(28)

dalam bentuk verbal atau numerikal, menyajikan informasi dasar akan suatu hubungan, menciptakan seperangkat kategori dan mengklasifikasikan subjek penelitian.Metode ini juga menjelaskan seperangkat tahapan atau proses, serta untuk menyimpan informasi bersifat kontradiktif mengenai subjek penelitian.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan peneliti dalam menyusun penulisian penelitian ini berpacu dengan pedoman penulisan karya ilmiah dan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta”

terbitan tahun 2017 dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing- masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang ditulis dalam skripsi ini. adapun perincianya, yaitu :

BAB I pendahuluan yang terdiri atas (1) latar belakang masalah, (2) identifikasi, pembatasan, perumusan masalah, (3) teknik pengumpulan data ,(4) meode analisis data, (5) teknik penulisan.

BAB II pada bab ini mejelaskan mengenai teori konseptual dan keseluruhan undang-undang tentang anak, anak angkat, serta ketentuan pengangkatan anak menurut hukum islam, peraturan undang-undang dan pakar hukum islam.

BAB III pada bab ini akan menjelaskan gambaran seacara ringkas masyarakat adat Betawi dengan uraian profil masyarakat adat Betawi dan gambaran mengenai pemenuhan hak anak angkat di dalam panti asuhan.

(29)

BAB IV pada bab ini akan menjelaskan pengangkatan anak di masyarakat adat Betawi dengan menguraikan pandangan masrakat pada proses pengangkatan anak di masyarakat adat Betawi, pandangan hukum islam dan hukum positif terhadap hukum adat pada tabbani sebagai pemacu kehamilan, mengetahui hak-hak anak angkat dalam hukum islam dan peraturan undang-undang dan akibat hukum terhadap orang tua yang mengabaikan hak anak angkat nya.

BAB V pada bab ini hanya berisi penutup dengan kesimpulan dan saran peneliti yang didapatkan berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya.

(30)

16 BAB II

TINJAUAN UMUM KONSEP HAK ANAK ANGKAT A. Anak

1. Anak Menurut Peraturan Undang-Undang

Merujuk dari Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.6

Pengertian anak banyak dijumpai dalam beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang masalah anak, diantaranya adalah Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pengertian anak dalam undang-undang ini adalah “seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan.7

Pengertian anak dalam undang-undang juga terdapat di dalam pasal 34 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” hal ini mengandung makna bahwa anak adalah subjek hukum dari hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.8 Dengan kata lain, anak tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Terhadap pengertian anak menurut undang-undang ini, Irma Setyowati Soemitri, SH. Menjabarkan sebagai berikut. “ketentuan UUD 1945, ditegaskan pengaturanya dengan dikeluarkanya UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, yang berarti makna anak (pengertian tentang anak) yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesuadah ia dilahirkan “.

6 W. J. S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Armico, 1984), hal. 25

7 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1)

8 Departemen Agama RI, UUD 1945, pasal 34.

(31)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dalam pasal 1 ayat (2) memberikan definisi anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.

Anak dalam UU No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak tercantum dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.” Jadi dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat sebagai berikut: pertama, anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin. Maksudnya sedang tidak terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

Anak dalam Pasal 45 KUHPidana adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3)) “Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut : "Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya".9

Tentang pengertian anak, anak digolongkan berdasarkan hubungan dengan orang tua, yaitu :10

9 Undang-undang HAM Nomor 39 tahun 1999, (Jakarta : Asa Mandiri, 2006), hal. 5

10 Bismar Siregar, Telaah Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita.

(Yogyakarta : Pusat Studi Kriminologi F. H. UH, 1986)

(32)

a. Anak kandung adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat ikatan perkawinan yang sah.

b. Anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan atau suami yang sekarang.11

c. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.12

d. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.

e. Anak yang memiliki keunggulan cacat adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.

f. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

g. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

2. Anak Menurut Islam

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama Islam, anak merupakan makhluk yang lemah namun mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena nya anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam

11 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005), hal. 32

12 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (6)

(33)

pandangan agama Islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.

Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan Negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil ‘alamin dan sebagai pewaris ajaran Islam. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara.

3. Anak Menurut Pakar Hukum Islam

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya”.13 Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh- sungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-anak justru sering kali di tempatkan dalam posisi yang paling di rugikan, tidak memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-haknya.14

B. Anak Angkat

1. Anak Angkat Menurut Peraturan Undang-Undang

Dalam Kamus Hukum dijumpai arti anak angkat yaitu “seorang yang bukan turunan 2 orang suami istri yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan sebagai anak turunannya sendiri.”15

13 R.A. Koesnan, Susunan Pidana Dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung :Sumur, 2005) , hal. 113

14 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 28

15 Sudarsono, Kamus Hukum. Jakarta : PT Rineka Cipta dan PT Bima Adiaksara, 2005), hal. 32

(34)

Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dijelaskan: “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.”16

Menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 juga dijelaskan tentang pengertian anak angkat yaitu: “Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga, orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.”17

Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga diterangkan mengenai arti dari anak angkat yakni pada pasal 171 huruf (h) sebagai berikut : “Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan keputusan pengadilan.”18

Anak angkat sebagai bagian dari status anak Indonesia adalah bagian dari amanah dan Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak angkat dan anak pada umumnya merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis, memiliki ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Agar anak angkat kelak dapat mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan

16 Peratursn Pemerintah Republik Indonesia No 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak Pasal 1

17 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

18 Intruksi Presiden No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

(35)

perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakukan tanpa diskriminatif.19

2. Anak Angkat Menurut Hukum Islam

Kompilasi hukum Islam pasal 171 huruf (f) menjelaskan bahwa : Anak Angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.20

Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam menegaskan tentang pengertian anak angkat sebagai anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. Ketentuan pasal tersebut secara implisit menegaskan bahwa terjadinya pengangkatan anak berakibat pada beralihnya tanggung jawab dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya dalam hal pemeliharaan untuk hidup sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya, sedangkan hubungan nasab, wali nikah bagi anak angkat perempuan, dan hak saling mewarisi dengan orang tua kandungnya tidak terputus.21 Dalam Islam pengangkatan anak yang dibenarkan adalah yaitu tidak melekatkan nasab kepada anak angkat sehingga hukumnya tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan.

Hal ini dipahami dari dalil QS. Al-Ahzaab [33] : (37) yang berbunyi :

19 Fauzan Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia.

(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 57

20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo, 2007, hal. 156

21 Musthofa Sy, Pengangkatan Anak Wewenang Pengadilan Agama, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 21

(36)

َ و ذِا ُل وُقَت ىِذَّلِل َمَع نَا ُٰاللّ

ِه يَلَع َت مَع نَا َو ِه يَلَع

كِس مَا َك يَلَع

َكَج و َز ِقَّتا َو

َٰاللّ

خُت َو

ىِف ىِف

َ كِس فَن اَم

ُٰاللّ

ِه يِد بُم ىَش خَت َو َساَّنلا

ُٰاللّ َو قَحَا نَا ُهٮ ٰش خَت اَّمَلَف ؕ

ى ٰضَق ي َز

ِ م د اَه ن ا ًرَط َو اَهَكٰن ج َّو َز

ىَكِل َل َن وُكَي ىَلَع َن يِن ِم ؤُم لا ج َرَح

ىِف ِجا َو زَا ٮٓاَيِع دَا

مِه اَذِا ا وَضَق َّنُه نِم ا ًرَط َو َناَك َو ؕ

ُر مَا ِٰاللّ

ًل وُع فَم

Artinya : “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”

Dimana asbabun nuzulnya adalah ketika Nabi SAW diperintah Allah SWT menikahi Zainab yang merupakan mantan istri dari anak angkatnya yang bernama Zaid bin Haritsah.

3. Anak Angkat Menurut Pakar Hukum

Anak angkat menurut Bertling yaitu anak angkat adalah bukan waris terhadap barang-barang asal orang tua angkatnya, melainkan ia mendapatkan keuntungan sebagai anggota rumah tangga, jikalau barang-barang gono gini tidak mencukupi, pada pembagian harta peninggalan nanti anak angkat dapat minta

(37)

bagian dari barang asal orang tua angkatnya yang tidak mempunyai anak kandung.22

Anak angkat menurut Amir Martosedono, SH, Bahwa: Anak angkat adalah anak yang diambil oleh seseorang sebagai anaknya, dipelihara, diberi makan, diberi pakaian, kalau sakit diberi obat, supaya tumbuh menjadi dewasa. Diperlakukan sebagai anaknya sendiri. Dan bila nanti orang tua angkatnya meninggal dunia, dia berhak atas warisan orang yang mengangkatnya.23

Anak angkat menurut Wirjono Pradjodikoro bahwa anak angkat adalah seorang bukan turunan dua orang suami istri, yang diambil, dipelihara, dan diperlakukan oleh mereka sebagai anak keturunannya sendiri.24

Menurut Mahmud Syaltut seperti yang dikutip oleh Muderis Zaini, bahwa Tabanni/anak angkat ialah penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya untuk diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.25

Menurut Hilmad Hadi, SH seorang pakar hukum dalam bukunya Hukum Perkawinan Adat menyebutkan anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan keturunan dan/atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.26

Prof. Dr. A.Z. Abidin Farid SH sebagai hasil riset beliau terhadap anak angkat di Tanah Toraja memberi definisi mengenai anak angkat sebagai berikut:

anak angkat ialah anak yang ada akibat suatu perbuatan dari seseorang mengambil atau menjadikan orang lain sebagai anaknya tanpa melepaskan ikatan kekeluargaan

22 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1994) hal. 118

23 Amir Martosedono, Tanya Jawab Pengangkatan Anak dan Masalahnya, (Semarang : Effhar Offset dan Dahara Prize, 1990). hal. 15

24 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, (Bandung : Sumur, 1983).

25 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 1995).

26 R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata. (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal. 174

(38)

anak itu dari orang tua aslinya, baik ia masih kanak-kanak mapun sudah dewasa, mempunyai kewajiban yang sama dengan anak kandung dengan melalui upacara adat.27

C. Pengangkatan Anak

1. Pengertian Pengangkatan Anak Menurut Peraturan Perundang- Undangan

Pengertian Anak Angkat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.

Sedangkan pengertian Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Perundang-undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan melalui lembaga pengasuhan anak yang dilakukan melalui penetapan pengadilan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009 yaitu suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54 Tahun 2007 memiliki pengertian pengangkatan anak

27 B. Bastian Tafal. Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat. ( Jakarta: Rajawali, 1989) hal. 46

(39)

yang sama dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/HUK/2009. Pengertian pengangkatan anak menurut hukum adat adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama, seperti ada antara orang tua dengan anak kandung sendiri.28

2. Pengertian Pengangkatan Anak / Al-Tabanni Menurut Hukum Islam Istilah “Pengangkatan Anak” berkembang di Indonesia sebagai terjemahan dari bahasa Arab “Al-Tabanni”, dan Bahasa Inggris “Adoption” yaitu mengangkat seorang anak, yang berarti mengangkat anak orang lain untuk di jadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak kandung.

Pada saat Islam disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, pengangkatan anak telah menjadi tradisi dikalangan mayoritas masyarakat Arab yang dikenal dengan istilah tabanni “ىنبتلا " yang berarti “mengambil anak angkat”.29

Secara etimologi kata tabanni yaitu “mengambil anak”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkatan anak disebut juga dengan istilah “Adopsi” yang berarti “Pengambilan (pengangkatan) anak orang lain secara sah menjadi anak sendiri”.30 Istilah Tabanni yang berarti seorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat, pengertian demikian memiliki pengertian yang identik dengan istilah “Adopsi”.

Secara terminologis tabanni menurut Wahbah Al-Zuhaili adalah pengangkatan anak (tabanni) “Pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya kemudian anak itu dinasabkan kepada dirinya.

28 Soerojo Wignjodipoero, 1994, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, hal. 118

29 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam.

(Jakarta: Kencana, 2008) hal. 19

30 http:// kbbi.web.id/anak. 08 Februari 2021, 21.00.

(40)

Dalam pengertian lain, tabanni adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang dengan sengaja menasabkan seorang anak kepada dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua kandungnya. Pengangkatan anak dalam pengertian demikian jelas bertentangan dengan hukum Islam, maka unsur menasabkan seorang anak kepada orang lain yang bukan nasabnya harus dibatalkan.

Pengangkatan anak (adopsi, tabanni) yaitu suatu pengangkatan anak orang lain sebagai anak sendiri, anak yang di adopsi disebut “anak angkat”, peristiwa hukumnya disebut “pengangkatan anak” dan istilah terakhir inilah yang kemudian dalam pembahasan selanjutnya akan digunakan untuk mewakili istilah adopsi.

Pengangkatan anak dapat dijumpai dalam lapangan hukum keperdataan, khususnya dalam lapangan hukum keluarga.

Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian

“pengangkatan anak”. pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status “anak kandung” kepadanya, tapi ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak sendiri. kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi status sebagai “anak kandung” sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya itu.31

Anak angkat dalam pengertian pertama lebih didasari oleh perasaan seseorang yang menjadi orang tua angkat untuk membantu orang tua kandung dari anak angkatnya atau bagi pasangan suami istri yang tidak dikaruniai keturunan, agar anak angkat itu bisa dididik atau disekolahkan, sehingga diharapkan nantinya anak tersebut bisa mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidupnya di masa yang akan datang. Lebih dari itu terbesit di hati orang tua angkat bahwa anak angkat kelak kiranya dapat menjadi anak saleh yang mau merawat orang tua angkatnya di

31 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam. hal.

21

(41)

saat sakit, dan mendoakan di saat orang tua angkat meninggal dunia. Perbuatan hukum pengangkatan anak seperti itu dapat diterima sebagai bentuk amal saleh yang sangat di anjurkan Islam, maka bentuk pengangkatan anak yang pertama sebagaimana yang didefinisikan oleh Mahmud Syaltut tersebut jelas tidak

bertentangan dengan asas Hukum Islam, bahkan ditegaskan dalam QS. Al-Ma’idah [5] : (2), yang berbunyi :

ْو ل ِحُت َل ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَه يَآٰي ٓ َل َو َد ٮ َلََقْلا َل َو َيْدَهْلا َل َو َما َرَحْلا َرْهَّشلا َل َو ِ ٰاللّ َر ٮ اَعَش ا

َتْيَبْلا َنْيِ م ٰا َل َوۗ ا ْوُداَطْصاَف ْمُتْلَلَح اَذِا َوۗ اًنا َوْض ِر َو ْمِهِ ب َّر ْن ِم ًلَْضَف َن ْوُغَتْبَي َما َرَحْلا

َص ْنَا ٍم ْوَق ُنٰاَنَش ْمُكَّنَم ِرْجَي ْمُك ْو د

ِ رِبْلا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َو ا ْْۘوُدَتْعَت ْنَا ِما َرَحْلا ِد ِجْسَمْلا ِنَع

َٰاللّ َّنِاۗ َ ٰاللّ اوُقَّتا َوۖ ِنا َوْدُعْلا َو ِمْثِ ْلا ىَلَع ا ْوُن َواَعَت َل َو ۖى ٰوْقَّتلا َو ِباَقِعْلا ُدْيِدَش

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar- syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya.

Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu.

Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang- halangimu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.

Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Referensi

Dokumen terkait

Bertolak dari pemikiran tersebut, penulis melakukan penelitian pada stasiun televisi Metro TV yang bertujuan untuk mengetahui objektivitas berita hukuman mati

Atribut-atribut yang perlu ditingkatkan oleh Bukalapak yaitu adanya pengembalian dana jika barang yang diterima rusak atau tidak sampai, customer service melayani

Tanaman kakaopetani di Desa Timbang Jaya Kecamatan Bahorok diberikan pengendalian hama PBK secara biologis dengan memasang sarang sarang semut hitam permanen

Perilaku berinternet di kota Semarang saat ini telah mengalami perubahan paradigma dengan munculnya berbagai media sosial yang menarik bagi remaja.Perubahan perilaku berinternet

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2012) menunjukkan bahwa dari 171 orang sampel siswa-siswi kelas XI di sebuah SMA di Jawa Timur ditemukan sebanyak 134

Induksi anastesi regional menyebabkan hilangnya sensasi pada daerah tubuh tertentu. Metode induksi memperngaruhi bagian alur sensorik yang diberi anastesi. Ahli

Menyiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis (pilihan ganda) dan lembar kerja siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Guru menjelaskan cara kerja untuk

Untuk metode modifikasi dengan tujuan meminimasi kedua kriteria sekaligus diketahui metode Modified-NEH memiliki performansi yang cukup baik dengan hasil makespan