3.8 Pembuatan lubang tali
3.8.3 Merekatkan nali ke baloh gendang
Merekatkan nali ke baloh gendang supaya nali tersebut tidak mudah lepas dan tidak renggang pada saat pemain memainkan alat musik gendang anak.
Gambar 3. 30 Merekatkan nali ke badan gendang
3.9 Proses pembuatan palu-palu
palu-palu (alat pukul) terbuat dari batang jeruk purut (rimo mukur).
Pertama yang dilakukan adalah: membelah batang jeruk purut (rimo mukur), lalu memotong dengan ukurun yang sudah ditentukan, terakhir proses penghalusan sehingga batang jeruk purut (rimo mukur) tersebut dapat menjadi palu-palu (alat pemukul) dari gendang anak. Parang dan pisau digunakan sebagai alat untuk memotong batang jeruk purut (rimo mukur) ini.
Gambar 3. 31 Memotong batang jeruk purut (rimo mukur)
3.9.1 Proses penghalusan palu-palu
Pada proses penghalusan palu-palu ini dilakukan agar palu-palu tidak kasar, rapi, dan menjadi halus.
Gambar 3. 32 Proses penghalusan palu-palu
BAB IV
TEKNIK MEMAINKAN DAN FUNGSI MUSIK GENDANG ANAK PADA MASYARAKAT KARO LANGKAT
4.1 Posisi Memainkan Gendang Anak
Untuk memainkan gendang anak,(lihat gambar 4.1) pertama-tama yang dilakukan adalah duduk di lantai dengan posisi kedua kaki bersila. Kemudian gendang tersebut diletakkan di depan si pemain dengan posisi ke dua babah gendang mengarah atas. Dimainkan dengan cara di pukul memngunakan palu-palu yang di pegang oleh tangan kanan dan tangan kiri pemain.
Gambar 4. 1 Posisi Memainkan Gendang
4.2 Warna Bunyi
Setiap suku bangsa mempunyai persepsi yang berbeda terhadap bunyi yang dianggap musikal maupun cara menghasilkan bunyi tersebut (Merriam, 1964: 3). Yang menjadi kendala penulis dalam bagian ini bagaimana mengukur bunyi yang dianggap benar-benar musikal dan yang dianggap tidak musikal oleh masyarakatnya.
Setelah penulis mengamati persepsi masyarakat Karo Langkat mengenai warna bunyi dari gendang anak, ternyata persepsi mereka berdasarkan onomatope. Onomatope adalah kata atau sekelompok kata yang menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya dengan kata lain penamaan berdasarkan peniruan bunyi. Tidak ada satu ketentuan yang baku dan bisa dipakai sebagai pedoman yang tetap dalam memainkan gendang ini.
Ada 2 mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gendang anak, menurut Bapak Rajin Sembiring menyatakan warna bunyi gendang ini ada 2 yaitu:
a. warna bunyi “tung” dibunyikan dengan memukul gendang anak menggunakan palu-palu sebelah kanan.
b. warna bunyi “tok” dibunyikan dengan memukul garatung menggunakan palu-palu gendang sebelah kiri.
4.3 Pola Ritem Gendang Anak
Pola ritem yang dimaksud penulis disini adalah pola irama dari gendang anak yang dimainkan ketika mengiringi baik itu lagu, tari, maupun upacara ritual.
Dalam menganalisis pola ritem, penulis melakukan pendekatan yang dikemukakan oleh Netll (1964) yakni: dalam menganalisis ritem maka hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah pola dasar ritem, repetisi, dan variasi dari pola dasar ritem. Untuk menjelaskan hal yang dikemukakan oleh Netll penulis menggunakan teknik transkripsi analisis.
Transkripsi adalah proses penotasian bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual (Nettl, 1964 : 98). Pentranskripsian bunyi musik merupakan suatu usaha untuk mendeskripsikan musik, yang mana hal ini merupakan bagian penting dalam disiplin etnomusikologi. Dalam mentranskripsikan pola dasar ritem gendang ini, penulis menggunakan notasi barat. Alasan penulis memilih sistem notasi barat karena sistem notasi barat sangat cocok untuk menunjukkan nilai.
ritmis dari setiap nada. Simbol-simbol yang terdapat dalam sistem notasi barat bersifat fleksibel, artinya untuk menyatakan sebuah nada yang sulit untuk ditranskripsikan dapat dibubuhkan atau ditambahkan simbol lain sesuai dengan kebutuhan yang penulis inginkan. Sebagai bahan transkripsi pola dasar ritem penulis mengambil beberapa tempo lagu yang biasa dimainkan.
Alasan penulis mengambil dengan tempo yang berbeda agar dapat melihat variasi yang terjadi dari setiap pola ritemnya. Repertoar yang dipilih oleh penulis pada transkripsi sudah mewakili dari semua tempo atau kecepatan lagu yang dimainkan pada acara-acara yang menggunakan alat musik ini. Dalam penyajiannya gendang ini biasanya dimainkan bersama dengan komposis permainan alat musik yaitu gendang binge.
Variasi-variasi yang muncul dari siklus pola ritem dasar pada permainan gendang anak tidak terlalu bebas seperti indung, walapun demikian pasti ada perbedaan dari setiap pemain gendang atau karena karakter dan suasana hati pemain gendang.
Tempo lambat :
Repertoar gendang ngarak
Tempo sedang : Repertoar odak – odak
Tempo cepat :
Repertoar patam – patam
Sangat cepat :
Repertoar silengguri / seluk
Ending
Di ulang-ulang sesuai kebutuhan lagu
Penjelasan Transkripsi gendang anak :
1. Simbol notasi yang diletakkan di tengah garis merupakan suara warna bunyi “tung” yang dihasilkan dari memukul gendang anak dengan tangan kanan.
2. Simbol notasi yang diletakkan di tengah garis merupakan suara warna bunyi “tok” yang dihasilkan dari memukul garatung pada gendang anak dengan tangan kiri.
4.4 Peranan Gendang Anak dalam ensambel Gendang Binge
kebudayaan musik karo Langkat terdapat sebuah ensembel yaitu gendang binge atau gendang galang. Gendang binge merupakan sebuah nama komposisi dari permainan alat musik. Dalam ansembel gendang binge terdapat alat musik di antaranya sebagai berikut, sarune (aerofon), gendang indung (memberanofon), gendang anak (memberanopon), penganak (idiopon), gung (idiopon). Setiap alat musik memiliki perannya masing-masing.
Peranan gendang anak antara lain sebagai pembawa pola ritme repetitive (diulang-ulang) yang berguna sebagai penanda pulsa dasar bagi gendang indung.
Sementara itu peranan gendang anak adalah pemberi tanda bagi gendang indung untuk mengganti pola ritme sesuai repertoar yang dimainkan.
4.5 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Gendang anak
Menurut Alan P. Merriam (1964) kebudayaan material musik dalam etnomusikologi, nilai ekonomi pada alat musik juga sangat berkaitan dengan distribusi penjualannya. Selain gendang anak juga dapat digunakan dalam kebudayaannya, ternyata gendang anak tersebut juga sangat dibutukan oleh masyarakat pendukungnya.
Gendang anak juga memiliki nilai harga jual yang dapat membantu penghasilan dari pengrajin dari gendang anak tersebut. Dari adanya bahan baku, alat-alat ataupun kreativitas yang dihasilkan oleh pengrajin alat musik itu, gendang anak dari buatan beliau mempuyai nilai jual yang cukup untuk dipasarkan atau dijual ke beberapa daerah Langkat sekitarnya seperti, daerah Sumatera Utara, dan daerah lainnya.
Untuk penjualan dari gendang anak yang sudah jadi dan siap untuk dipakai, biasanya Bapak Rajin Sembiring menjual alat musiknya minimal Rp.
1.000.000,- kepada para pembelinya. Sistem penjualan yang dilakukan Bapak Rajin Sembiring ini, biasanya dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan pembeli, beliau mulai membuat alat musik gendang anak apabila ada seseorang yang akan memesan kepadanya, pada saat itu juga beliau akan membuat alat musik tersebut. Dengan harga yang di tawarkan oleh beliau, tentunya sudah diperhitungkan hasil kerja yang ia dapat, sehingga beliau memperoleh keuntungan yang sesuai dari harga gendang anak yang dijual, dengan proses pembuatan yang cukup rumit dan memerlukan kesabaran dalam proses pengerjaannya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, penulis menyimpulkan kebudayaan yang beragam-ragam masing-masing memiliki ciri khas dan gaya sendiri. Begitu juga dengan gendang anak pada kebudayaan Karo yang sampai saat ini masih dipertahankan keutuhannya oleh masyarakatnya. Di dalam pengerjaan skripsi ini, penulis menggunakan metode kerja deskriptif kualitatif .
Ada 2 mengenai warna bunyi yang dihasilkan oleh gendang anak, menurut Bapak Rajin Sembiring yaitu:
1. warna bunyi “tung” dibunyikan dengan memukul gendang anak menggunakan palu-palu sebelah kanan.
2. warna bunyi “tok” dibunyikan dengan memukul garatung menggunakan palu-palu gendang sebelah kiri.
Bagian- bagian dari gendang anak ini adalah : 1. Babah gendang
2. Bingke babah gendang.
3. Baloh gendang 4. Nali gendang 5. Bingke pantil 6. Garatung 7. Palu-palu
Peranan gendang anak dalam ansembel gendang binge antara lain sebagai pembawa pola ritme repetitive (diulang-ulang) yang berguna sebagai penanda pulsa dasar bagi gendang indung.
Kemajuan teknologi gendang anak sudah jarang digunakan khususnya di Kabupaten Langkat, karena masyarakat Karo kebanyakan sudah menggunakan keyboard sebagai pengiring dalam upacara adat yang menggunakan musik.
5.2 Saran
Menurut kesimpulan yang telah penulis jabarkan, penulis juga memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Kita harus membangun dan memotivasi diri kita sendiri agar lebih menghargai dan mencintai kebudayaan kita. Sehingga kebudayaan kita tidak akan punah, sebagaimana mestinya nenek moyang kita telah mewariskan kebudayaan ini agar kebudayaan ini kita lestarikan.
2. Untuk peneliti berikutnya, penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan pedoman untuk ke depannya supaya penelitian ini tidak selesai sampai disini saja.
3. Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan dapat di akses oleh generasi penerus Karo mendatang, agar menjaga eksistensi gendang anak, alat musik pendukung ansambel gendang binge, dan semua unsur-unsur kebudayan Karo lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djafar, Fadlin. 1988. “ Studi Deskriptif Kontruksi dan Dasar Pola Ritem GendangMelayu Sumatera Timur,” Skripsi S-1, Departemen Etnomusikologi,Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Hendarto,S.(2011). Organologi Dan Akustika I & II. Bandung: Lubuk Agung.
Hornbostle, Erich M. Van and Curt Sachs. 1961. Classification of Musical Instrument, Translate from the original German bg Antonie Banesand Klaus
P. Wachsman.
Jakup Pranata. 2013. Studi Organologis Gendang Galang Pada Masyarakat Karo Jahe, Buatan Bapak Lape Sitepu Di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Khasima, Susumu, 1978. Ilustrasi dan Pengukuran Instrumen Musik. Terjemahan Rizaldi Siagian.
Khasima Susumu, 1978. Asia Performing Traditional Art, APTA
Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia (Diterjemahkan oleh Takari). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Nettl, Bruno. 1973. Teori dan Metode dalam Etnomusikologi (Diterjemahkan oleh Nathalian H.P.D. Putra) jayapura. Jayapura Center Of Musik
Sebayang,VanesiaAmelia. 2011. Dalan Gendang: Analisis Pola Ritem DalamAnsambel Gendang Lima Sendalanen Oleh Tiga Musisi Karo.
Sinulingga,
Sugiono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabete
Tampubolon, Octica. 2015. Kajian Organologis Gendang Singanaki Buatan Bapak
Hasan Basri Barus. Skripsi S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Tobing, Jackry Oktora. 2014. Kajian Organologis Alat Musik Gambus Buatan Bapak Syahrial Felani. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Sumatera Utara.
DAFTAR INFORMAN PENELITIAN
1. Nama : Rajin Sembiring Umur : 61
Alamat : Desa Belinteng Kec. Sei Bingai Pekerjaan : Petani / Perajin dan Pemain Gendang 2. Nama : Husin Sitepu
Umur : 62
Alamat : Gunung Berlawan Kec. Sei Bingai Pekerjaan : Petani / Perajin dan Pemain Sarune 3. Nama : Lape Sitepu
Umur : 64
Alamat : Desa Nangka Lima, Kec. Kuala Pekerjaan : Petani / Perajin Gendang 4. Nama : Kontan Br Sitepu
Umur : 52
Alamat : Dusun Sanggapura Kec. Sei Bingai Pekerjaan : Petani
5. Nama : Ruben Sembiring Umur : 40
Alamat : Dusun Namo Mbiring Pekerjaan : Kepala Desa Belinteng
DAFTAR WEBSIDE 1. https://www.wikiwand.com/id/Suku_Karo 2. Lihat https://www.dosenpendidikan.co.id/ansambel/
3. https://www.langkatkab.go.id/