4.3.1. Klasifikasi Objek Penghasilan
Sesuai dengan kepentingan perpajakan, semua jenis-jenis penghasilan yang diperoleh dari berbagai usaha harus dikelompokkan berdasarkan arus masuk tambahan kemampuan ekonomis pada Wajib Pajak.
Usaha Tn.”X” sebagai distributor dan pedagang toko sepatu merupakan kategori penghasilan dari usaha barang (business income) yaitu penghasilan yang diterima melalui usaha yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus di bidang produksi dan perdagangan barang. Penghasilan ini merupakan objek pajak penghasilan tidak final dan harus dihitung berapa besar pajak penghasilan terutangnya berdasarkan tarif PPh pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Dasar hukumnya adalah pasal 4 ayat 1 huruf a Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000.
Selain itu, penghasilan yang diperoleh dari usaha warnet termasuk dalam kategori penghasilan dari usaha jasa (business income), yaitu penghasilan aktif yang diterima melalui usaha yang dilakukan secara teratur dan terus menerus di bidang pemberian jasa. Berdasarkan pasal 4 ayat 1 huruf a Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000, penghasilan yang diperoleh merupakan objek pajak penghasilan. Penghasilan ini juga bersifat tidak final dan harus digabungkan dalam penghasilan kena pajak untuk dihitung berdasarkan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan no. 17 tahun 2000.
Penghasilan yang diperoleh dari jasa aplikasi handphone adalah penghasilan yang berasal dari usaha jasa (business income), yaitu penghasilan
yang diterima melalui usaha yang dilakukan secara teratur dan terus menerus di bidang pemberian jasa. Penghasilan ini juga bersifat tidak final dan harus dihitung bersama penghasilan tidak final lainnya karena merupakan objek pajak penghasilan menurut pasal 4 ayat 1 huruf a Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000.
Menurut perpajakan, penghasilan dari penyewaan stan dikategorikan sebagai jenis penghasilan dari modal (capital income) yaitu berupa penghasilan dari harta gerak (seperti bunga, royalti, dividen), harta tak gerak (seperti sewa rumah, tanah), atau dari harta yang dikerjakan sendiri. Penghasilan modal ini tidak bisa dikategorikan sebagai penghasilan usaha karena bukan merupakan kegiatan usaha utama Tn.”X”. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 2, objek pajak penghasilan atas penyewaan stan merupakan objek penghasilan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Oleh karena sifatnya yang final, maka penghasilan ini tidak digabung dengan penghasilan lainnya yang pajak terutangnya dihitung dengan menggunakan tarif pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam hal ini, Tn.”X” melakukan suatu kekeliruan dalam mengakui penghasilan sewa stan pertokoan sepatu digabung dengan penghasilan toko1. Objek pajak hasil penyewaan stan sepatu seharusnya tidak boleh digabung dan dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final bukan menjadi tidak final.
Penyewaan rumah juga termasuk sebagai penghasilan dari modal (capital
income) berupa penghasilan dari harta gerak (seperti bunga, royalti, dividen),
harta tak gerak (seperti sewa rumah, tanah), atau dari harta yang dikerjakan sendiri. Penghasilan ini juga tidak bisa dikategorikan sebagai penghasilan usaha karena bukan merupakan kegiatan usaha utama dari Tn. ”X”. Penghasilan yang diperoleh dari hasil penyewaan rumah merupakan penghasilan yang bersifat final menurut pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Penghasilan ini dikenakan tarif sebesar 10 (sepuluh) % dari hasil pernyewaan stan.
Jenis penghasilan yang diperoleh dari penjualan rumah termasuk dalam jenis penghasilan dari modal (capital income) berupa penghasilan dari harta gerak (seperti bunga, royalti, dividen), harta tak gerak (seperti sewa rumah, tanah), atau
dari harta yang dikerjakan sendiri. Penghasilan atas keuntungan penjualan rumah tidak selalu ada sepanjang tahun. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, keuntungan hasil penjualan rumah merupakan objek pajak penghasilan final yang dikenakan tarif sebesar 5 (lima) % dari hasil penjualan rumah.
4.3.2. Hasil Rekonsiliasi Fiskal Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000
Laporan keuangan fiskal hendaknya dibuat sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000. Rekonsiliasi fiskal dibedakan menjadi rekonsiliasi fiskal positif dan rekonsiliasi fiskal negatif. Berikut Tabel 4.7 adalah hasil rekonsiliasi fiskal yang disarankan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000:
Tabel 4.7. Kertas Kerja Rekonsiliasi Fiskal Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000
KERTAS KERJA REKONSILIASI FISKAL 31 DESEMBER 2006
Tn."X"
Wajib pajak Orang Pribadi
KETERANGAN Rp. LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL KOREKSI FISKAL LAPORAN KEUANGAN FISKAL
POSITIF NEGATIF
PENJUALAN
Penjualan toko1 Rp. 2,690,947,736 258,267,967 2,432,679,760
Penjualan toko2 Rp. 1,952,169,683 177,469,971.2 1,774,699,712
Penjualan toko3 Rp. 2,347,518,912 213,410,810.2 2,134,108,102
Penjualan dari Grosir Rp. 7,144,590,777 649,508,252.5 6,495,082,525
Penjualan D/O Rp. 3,540,019,641 321,819,967.4 3,218,199,674
PENJUALAN NETTO Rp. 17,675,246,749 16,054,769,773
HARGA POKOK PENJUALAN
Persediaan awal, 1/1/06 Rp. 4,518,213,059 410,746,641.7 4,107,466,417
Pembelian Rp. 9,112,460,999 828,405,546 8,284,055.453
Biaya pengiriman Rp. 476,832,523 476,832,523
Retur Pembelian Rp. (217,112,483) (217,1112,483)
Barang tersedia untuk dijual Rp. 13,890,394,098 12,651,241,910
Persediaan akhir, 31/12/06 Rp. (2,419,560,075) 219,960,006.8 (2,199,600,068)
Harga Pokok Penjualan Rp. 11,470,834,023 10,451,641,842
LABA KOTOR PENJUALAN Rp. 6,204,412,726 5,603,127,931
PEREDARAN BRUTO USAHA
Peredaran Bruto Usaha Warnet
Rp.
367,000,000 367,000,000
Peredaran Bruto Jasa Aplikasi Handphone
Rp.
96,080,000 96,080,000
Peredaran Bruto Usaha Rp. 463,080,000 463,080,000
LABA KOTOR Rp. 6,667,492,726 6,066,207,931 BEBAN OPERASIONAL Beban Gaji Rp. 824,793,800 36,000,000 788,793,800 Beban Telepon Rp. 48,121,989 9,800,000 38,321,989 Biaya Listrik Rp. 114,870,816 23,708,320 91,162,496 Biaya Air Rp. 7,149,967 3,536,467 3,613,500
Biaya Rutin dan Akomodasi Rp. 793,155,552 288,926,061 504,229,491
Peny. Inventaris Kantor Rp. 10,188,625 2,027,000 12,215,625
Peny. Bangunan Toko Rp. 104,400,000 26,100,000 130,500,000
Peny. Stan Sepatu Rp. 4,800,000 4,800,000 -
Peny. Gudang Rp. 17,200,000 4,300,000 21,500,000
Peny. Mobil Rp. 91,300,000 5,737,500 85,562,500
Peny. Sepeda Motor Rp. 6,375,000 6,375,000
Biaya Peny. Komputer Warnet & Jasa Aplikasi HP
Rp.
34,980,000 11,395,000 46,375,000
Biaya Peny. Perabot Warnet & Jasa Aplikasi HP
Rp.
9,933,125
9,933,125
Biaya Peny. Bangunan Warnet
Rp.
9,440,000 2,360,000 11,800,000
Biaya Peny. Stan Rp. 4,000,000 1,083,333 2,916,667
Jumlah Beban Operasional Rp. 2,080,708,874 1,753,299,193
LABA BERSIH OPERASIONAL Rp.
4,586,783,852 4,313,508,738
PENDAPATAN LAIN-LAIN Pendapatan sewa stan di "PTC", Mks Rp. 150,000,000 150,000,000 -
Pendapatan rumah kontrakan A, Mks Rp. 140,000,000 140,000,000 -
Pendapatan rumah kontrakan B, Mks Rp. 40,000,000 40,000,000 -
Pendapatan penjualan rumah Rp. 55,000,000 55,000,000 -
Jumlah Pendapatan Lain Rp. 385,000,000 -
JUMLAH PENGHASILAN DALAM NEGERI Rp. 4,971,783,852 4,313,508,738 BEBAN LAIN-LAIN Peny. Rumah A Rp. 13,000,000 13,000,000 - Peny. Rumah B Rp. 9,760,000 9,760,000 - Peny, Rumah C Rp. 556,667 556,667 - Peny. Stan "PTC" Rp. 6,800,000 6,800,000 -
Biaya Pajak PBB Rumah C Rp. 472,000 472,000 -
Jumlah Beban Lain Rp. 30,588,667 -
TOTAL PENGHASILAN NETTO DALAM NEGERI
Rp.
4,941,195,185 4,313,508,738
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dilihat dengan jelas mana yang merupakan objek pajak penghasilan tidak final dan mana yang bersifat final. Selain itu, dapat diketahui juga biaya yang bisa menjadi pengurang penghasilan dan yang tidak bisa menjadi pengurang penghasilan. Berikut adalah penjelasan tiap pos dari hasil laporan keuangan fiskal yang telah direkonsiliasi:
1. Penjualan Toko1
Dalam penjualan Toko1 harus dikoreksi sebesar Rp.15.000.000,00 karena merupakan penghasilan yang diperoleh atas sewa stan sepatu. Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan, yaitu persewaan stan sepatu merupakan objek Pajak Penghasilan Final yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 jo. Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2002. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final tidak boleh digabung dengan penghasilan lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan rekonsiliasi fiskal negatif sebesar Rp. 15.000.000,00. Selain itu, penjualan Toko1 juga harus dihitung penjualan netto yang sebenarnya dengan cara mengeluarkan unsur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di dalamnya. Penghasilan yang diperoleh atas hanya dari penjualan toko1 adalah sebesar Rp. 2.675.947.736,00. Cara mengeluarkan unsur PPN dari penjualan tersebut adalah dengan cara:
• 100/110 x (Rp. 2.675.947.736,00).
Maka akan ditemukan nilai PPN sebesar Rp. 243.267.967,00 yang harus dikoreksi fiskal negatif. Jadi untuk penjualan Toko1, koreksi fiskal negatif yang dilakukan adalah sebesar Rp. 258.267.967,00
2. Penjualan Toko2
Nilai penjualan Toko2 juga termasuk PPN di dalamnya. Maka PPN harus dikeluarkan dan dikoreksi negatif sebesar Rp.177.469.971,2. Angka ini diperoleh dengan cara :
• 100/110 x Rp. 1.952.169.683,00 3. Penjualan Toko3
PPN dalam penjualan Toko3 harus dikoreksi karena akan terjadi double
dikoreksi fiskal negatif adalah sebesar Rp. 213.410.810,2. PPN dicari dengan cara :
• 100/110 x Rp. 2.347.518.912,00 4. Penjualan Grosir
Penjualan grosir dikoreksi fiskal negatif sebesar Rp. 649.508.252.5. angka ini diperoleh dengan cara:
• 100/110 x Rp. 7.144.590.777,00 5. Penjualan D/O
Penjualan D/O juga harus dikoreksi fiskal sebesar Rp. 321.819.967,4 karena nilai PPN harus dikeluarkan dari total penjualan. PPN yang dikeluarkan diperoleh dengan cara:
• 100/110 x Rp. 3.540.019.641,00 6. Persediaan awal
Dalam persediaan awal, masih terdapat unsur PPN (pajak masukan) yaitu sebesar Rp. 410.746.641,7. Persediaan awal harus dikoreksi fiskal positif sebesar Rp. 410.746.641,7 yang diperoleh dengan cara:
• 100/110 x Rp. 4.518.213.059,00
Pos ini dikoreksi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa pajak masukan tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali:
a) Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 8 huruf f dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut telah benar-benar dibayar.
b) Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
7. Pembelian
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Masukan) harus dikoreksi fiskal positif seluruhnya sebesar Rp. 828,405,546 karena tidak bisa menjadi pengurang penghasilan.
8. Biaya pengiriman
Biaya pengiriman merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh barang dagangan dari supplier. Biaya ini ditanggung sepenuhnya oleh Tn. “X”. biaya pengiriman ini bisa dijadikan bagian dari harga pokok penjualan karena berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan dapat menjadi bagian pengurang atas penghasilan bruto. 9. Persediaan akhir
Persediaan akhir dalam laporan laba rugi komersial masih mengandung PPN (pajak masukan) sebesar Rp. 219.960.006,8. Berdasarkan Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang No. 8 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak masukan yang terkandung dalam persediaan akhir belum bisa dibuktikan telah dibayarkan. Oleh karena belum dibayarkan, maka pajak masukan dalam persediaan akhir harus dikoreksi fiskal negatif sebesar Rp. 219.960.006,8 yang diperoleh dengan cara:
• 100/110 x Rp. 2.419.560.075,00 10. Peredaran bruto usaha warnet
Penghasilan yang diperoleh dari usaha warnet merupakan penghasilan tanpa mengandung PPN. Peredaran bruto usaha warnet merupakan objek penghasilan sesuai dengan pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Pengenaan pajak atas peredaran bruto usaha warnet bersifat tidak final. Oleh karena itu, peredaran bruto usaha warnet harus digabung dengan penghasilan yang lain untuk menghitung pajak penghasilan terutang.
11. Peredaran bruto usaha jasa aplikasi handphone
Usaha ini juga merupakan usaha yang dikelola oleh anak pertama Tn. “X”. Berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, peredaran bruto usaha jasa aplikasi handphone merupakan objek pajak penghasilan dimana pengenaan pajaknya bersifat tidak final. Oleh karena itu, peredaran bruto usaha ini harus digabung dengan penghasilan lainnya dalam menghitung pajak penghasilan terutang.
12. Beban Gaji
Dalam pos beban gaji, terdapat biaya yang bisa dijadikan pengurang penghasilan dan juga yang tidak bisa dijadikan pengurang penghasilan. Biaya-biaya yang bisa dijadikan pengurang adalah gaji pokok karyawan toko, petinggi staf, staf kantor dan gudang, gaji pegawai warnet dan jasa aplikasi
handphone, THR, tunjangan makan dan minum pegawai, dan bonus uang
pegawai. Biaya ini bisa menjadi pengurang penghasilan bruto berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Tetapi, atas perlakuan pajak yang dilakukan tersebut, Wajib Pajak harus memotong pajak penghasilan pasal 21 atas penghasilan yang melebihi PTKP. Penghasilan gaji yang melebihi PTKP hanyalah gaji para petinggi staf. Beban gaji petinggi staf dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto (deductible) asalkan gaji tersebut dikenakan pajak penghasilan pasal 21 (taxable). Wajib Pajak juga wajib melaporkan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 tersebut dalam SPT Formulir 1721 tahun 2006.
Dalam beban gaji tersebut terdapat beban gaji yang harus dikoreksi. Beban gaji yang harus dikoreksi adalah beban gaji petinggi staf yaitu gaji kedua anak Tn. “X” karena dalam beban tersebut terdapat jumlah tidak wajar dalam pembebanan gaji. Jumlah yang tidak wajar adalah jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diberikan. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf f Undang-undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman usaha, maka berdasarkan ketentuan ini, jumlah yang melebihi kewajaran tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Hal ini didukung dengan bukti adanya hubungan istimewa antara Tn.”X” dengan petinggi staf, yaitu hubungan sedarah. Gaji petinggi staf usaha Tn.”X” dibandingkan dengan gaji petinggi staff toko sepatu lainnya dengan asumsi keduanya berada dalam tingkatan yang sama. Gaji petinggi staf yang melebihi kewajaran dan dikoreksi adalah sebesar Rp. 1.500.000/orang untuk 1 bulan. Jadi jumlah beban gaji yang dikoreksi adalah Rp. 36.000.000,00.
13. Beban Telepon
Berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No, 17 Tahun 2000, biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat mengurangi penghasilan bruto termasuk beban telepon toko, kantor, dan pulsa pegawai tertentu. Tetapi, menurut keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 220/PJ./2002, biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa yang digunakan untuk pegawai tertentu karena jabatannya yaitu supir dan pegawai warnet serta jasa aplikasi hanya dapat dibiayakan sebesar 50% saja. Jadi biaya pengisian ulang pulsa supir yang dapat dibiayakan adalah sebesar Rp. 600.000,00. Sedangkan untuk biaya pulsa pegawai warnet adalah Rp. 600.000,00 dan untuk biaya pulsa pegawai usaha jasa aplikasi handphone sebesar Rp. 350.000,00. Sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf i Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, telepon rumah merupakan biaya yang tidak bisa menjadi pengurang karena merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak. Oleh karena itu, telepon rumah harus dikoreksi fiskal positif sebesar Rp. 8.250.000,00. Jumlah keseluruhan koreksi fiskal positif untuk biaya telepon adalah sebesar Rp. 9.800.000,00.
14. Beban listrik toko, kantor, warnet dan stan aplikasi handphone merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Jadi, beban telepon tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Sedangkan beban telepon rumah Tn.”X” harus
dikoreksi fiskal positif sebesar Rp. 23.708.320,00 karena tidak bisa menjadi pengurang. Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf i Undang-undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, beban listrik rumah termasuk biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi.
15. Sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf i Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, beban air PDAM rumah Tn.”X” sebesar Rp. 3.536.467,00 merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak orang pribadi dan harus dikoreksi positif. Sedangkan beban air PDAM untuk toko, kantor, dan warnet dapat menjadi pengurang penghasilan berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang- Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000.
16. Biaya rutin dan akomodasi
Biaya rutin dan akomodasi yang dapat dijadikan pengurang penghasilan adalah:
a. Premi asuransi mobil Aerio dan mobil box
Berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, biaya premi asuransi termasuk dalam biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
b. Premi asuransi kebakaran toko dan premi asuransi pegawai
Premi asuransi kebakaran toko dan premi asuransi pegawai termasuk dalam biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000.
c. Administrasi umum
Pos admnistrasi umum terdiri dari pembelian buku nota, kertas, dan alat-alat tulis yang digunakan dalam kegiatan usaha sehari-hari. Oleh karena itu, berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, beban ini dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
d. Biaya promosi
Dalam biaya promosi, terdapat biaya untuk membuat poster promosi, pajak reklame, dan pembelian aksesoris promosi dan kantong belanja.
Semua biaya ini termasuk dalam pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, dimana biaya ini bisa menjadi pengurang penghasilan bruto.
e. Biaya keamanan
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, biaya keamanan dikeluarkan dalam rangka mendukung keamanan dan mencegah terjadinya hal-hal yang berbahaya. Oleh karena itu, biaya keamanan termasuk dalam pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Biaya keamanan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
f. Biaya pajak
Biaya pajak adalah pajak yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha seperti biaya pajak STNK mobil sedan, STNK mobil box, SIM direktur, SIM supir dan biaya PBB toko, gudang serta warnet. Berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, biaya pajak termasuk dalam biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
g. Biaya perjalanan
Biaya perjalanan yaitu biaya tiket dan transportasi Tn. “X” serta anaknya selaku wakil direktur dalam rangka melakukan kegiatan yang berhubungan dengan usaha merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara penghasilan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Biaya – biaya ini didukung dengan bukti-bukti yang sah seperti kuitansi tiket perjalanan.
h. Biaya bensin
Biaya bensin terdiri dari biaya bensin mobil sedan, mobil Aerio, dan ketiga mobil box. Mobil-mobil ini digunakan untuk kegiatan usaha sehari-hari. Oleh karena kegunaannya berhubungan dengan kegiatan usaha, maka biaya ini termasuk sebagai biaya mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dalam pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Tetapi sesuai dengan KEP-220/PJ./2002, biaya bensin untuk mobil sedan hanya dapat dibiayakan sebesar 50% yaitu sebesar Rp. 12.525.000,00.
i. Biaya pemeliharaan
Dalam biaya pemeliharaan terdapat biaya pemeliharaan mobil sedan, mobil Aerio, mobil box, motor, barang warnet dan usaha jasa aplikasi
handphone yang berupa keyboard dan mouse. Biaya ini dapat menjadi
pengurang penghasilan bruto karena sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara penghasilan.
j. Biaya pengiriman
Barang dagangan yang didistribusikan ke luar daerah tentu saja disertai dengan biaya pengiriman baik melalui laut atau udara. Biaya pengiriman merupakan biaya yang ditanggung oleh Tn. “X” dalam mendistribusikan barang dagangannya. Biaya ini bisa menjadi pengurang penghasilan bruto karena merupakan biaya yang termasuk dalam pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 karena berhubungan dengan kegiatan usaha.
k. Biaya angkutan terdari dari biaya uang saku supir, biaya tol, biaya parkir dan biaya darurat. Biaya darurat tidak bisa dirinci jadi biaya ini tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto. Sedangkan biaya uang saku supir, biaya tol, dan biaya parkir merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Biaya ini didukung dengan bukti-bukti yang sah seperti kuitansi, surat tagihan, dan dokumen yang terkait. Sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, biaya- biaya ini bisa dibiayakan.
l. Seragam satpam
Seragam satpam sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan usaha sehari-hari terutama dalam menjaga keamanan dan ketertiban kegiatan usaha. Oleh karena itu, seragam satpam merupakan biaya pengurang penghasilan bruto karena berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000. Selain itu, hal ini didukung dengan KEP-213/PJ./2001 yang menyatakan bahwa pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura dan kenikmatan yang merupakan
keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan, dan keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja. Seragam satpam merupakan peralatan yang termasuk dalam pekerjaan tersebut.
m. Biaya internet
Biaya internet merupakan biaya utama yang dikeluarkan oleh usaha warnet dan usaha jasa aplikasi handphone. Biaya ini termasuk dalam biaya utama untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan warnet dan usaha jasa aplikasi handphone. Berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, biaya ini dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan bruto.
Sedangkan biaya-biaya yang harus dikoreksi fiskal positif dalam biaya rutin dan akomodasi berjumlah sebesar Rp. 288.926.061,00. Biaya rutin dan akomodasi yang dikoreksi fiskal dapat dibedakan menjadi:
a. Premi asuransi kendaraan
Menurut KEP 220/PJ./2002, atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar, biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin mobil sedan yang digunakan oleh pegawai tertentu karena jabatannya dapat dibiayakan sebesar 50% saja. Maka premi asuransi mobil sedan Tn.”X” dan anak pertamanya hanya dibiayakan sebesar 50%. Sisanya kemudian harus dikoreksi fiskal positif. Jumlah premi asuransi sedan yang harus dikoreksi fiskal positif adalah Rp. 6.080.000,00
b. Premi asuransi jiwa direktur dan keluarga
Berdasarkan pasal 9 ayat 1 huruf d Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, premi asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar dan pasal 9 ayat 1 huruf I Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 tentang pemakaian untuk kepentingan pribadi yang dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi beserta keluarganya tidak dapat menjadi pengurang biaya. Maka, premi asuransi jiwa direktur dan keluarganya sebesar Rp. 168.989.241,00 harus dikoreksi fiskal positif.
c. Sumbangan
Berdasarkan pasal 4 ayat 3 huruf a Undang–Undang Pajak Penghasilan No.17 Tahun 2000, sumbangan tidak termasuk sebagai objek pajak. Oleh karena itu sumbangan tidak diperkenankan sebagai biaya dan harus dikoreksi fiskal positif sebesar Rp.5.100.000,00.
d. Prive
Prive merupakan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi. Sesuai dengan pasal 9 ayat 1 huruf i Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000, biaya yang dibebankan