• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bagian ini penulis akan menganalisa dan mengevaluasi tentang pengelolaan pemungutan/pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Kantor PTP Nusantara III Medan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan berdasarkan gambaran-gambaran pada bab sebelumnya, dan berusaha memberikan saran agar penerimaan pajak khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dapat lebih optimal lagi.

BAB II

GAMBARAN UMUM

KANTOR PTP NUSANTARA III MEDAN

A. Sejarah Singkat PTP Nusantara III Medan

PT. Perkebunan Nusantara III merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengelolaan dan pemasaran hasil perkebunan. Pembentukan perusahaan ini mempunyai lintasan sejarah yang diawali dengan proses pengambilalihan perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI yng dikenal sebagai proses “nasionalisasi” perusahaan perkebunan asing menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN). Embrio yang turut membentuk perusahaan berasal dari NV Rubber Cultuur Maatchappij Amsterdam (RCMA) dan NV Cultuur Kij’de Oeskut (CKO) yang merupakan perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman kolonial pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Langkah awal perusahaan dimulai pada tahun 1958 dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara Baru cabang Sumatera Utara (PPN Baru). Setelah mengalami beberapa kali perubahan bentuk/status badan hukum sejalan dengan Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada, pada tahun 1968 PPN tersebut diorganisasikan menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya dialihkan menjadi PT. Perkebunan (Persero).

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas terhadap kegiatan usaha BUMN, pemerintah telah mencanangkan program restrukturisasi BUMN sub sektor perkebunan melalui penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan struktur organisasi.

Diawali dengan langkah penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN Perkebunan yang terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero), dan PT. Perkebunan V (Persero) disatukan pengelolaannya oleh Direksi Perkebunan III (Persero). Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor : 8 tahun 1996, tanggal 14 februari 1996 perusahaan tersebut yaitu PT. Perkebunan III, IV dan V, yang wilayah kerjanya berada di provinsi Sumatera Utara di gabungkan satu perusahaan, menjadi :

Nama : Perusahaan Perseroan (Persero)

PT. Perkebunan Nusantara III disingkat dengan

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

Alamat : Sei Batang Hari No. 2

Medan – 20122

Telepon : 8452244 – 8453100

Fax : 8455177 – 8454728

Email :

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) didirikan dengan Akta Notaris Harun Kamil, SH, Nomor 36 tanggal 11 maret 1996 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan surat keputusan Nomor C2-8331.HT.01.TH.96 tanggal 8 agustus serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 81 tanggal 8 oktober 1996, tambahan Nomor : 8674/1996.

Sebagai BUMN pengurusan dan pengawasan perusahaan mengacu kepada Peraturan Pemerintah yang berlaku. Adapun dasar pengangkatan dan pemberhentian manajemen perseroan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-213/M-MBU/2003 tanggal 05 juni 2003, susunan keanggotaan Komisaris Perusahaan adalah:

Komisaris Utama Komisaris 1 Komisaris 2 Komisaris 3

Dan untuk keanggotaan Direksi, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor : KEP-245/MBU/2003 tanggal 19 juni 2003 tentang Pembentukan dan pengangkatan anggota-angggota Direksi Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III dengan susunan sebagai berikut:

Direktur Utama Direktur Produksi

Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum Direktur Keuangan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi dalam organisasi perusahaan. Dewan Komisaris (Dekom) berfungsi sebagai badan pengawas yang bertugas untuk kepentingan para pemegang saham. Pengelolaan usaha sepenuhnya dikendalikan oleh para Direksi.

Komposisi dan Personalia Dewan Komisaris beserta direksi ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayaagunaan BUMN Republik Indonesia, sedangkan struktur organisasi perusahaan yang berlaku terhitung mulai tanggal 6 mei 1996 ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III No. III.BD/KPTS/R.01/1996.

Perusahaan bergerak dalam bidang usaha perkebunan dengan komoditi utama (core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditi tersebut. Lahan perkebunan perusahaan tersebar di provinsi Sumatera Utara seluas 144.580 Ha dalam pengelolaan perusahaan dikelompokkan menjadi 10 (sepuluh) Distrik Manager.

Perusahaan melakukan pengolahan hasil tanaman dari kebun sendiri, kebun plasma maupun dari pihak lain, hasilnya menjadi bahan baku untuk Pabrik Kelapa Sawit dan Pabrik Karet. Kapasitas pabrik kelapa sawit 510 ton/jam dengan jumlah 11 buah dan kapasitas pabrik karet 202 ton karet kering/hari yang sebahagian sebagai bahan baku untuk industri hilir karet dan tidak termasuk dalam ruang lingkup manual ini.

Uraian Jenis Produk

Komoditi Kelapa Sawit Komoditi Karet

Rumah Sakit

Minyak Sawit(CPO), dan Inti Sawit (PK)

Lateks Pusingan, Crumb Rubber dan Sheet (RSS) Pelayanan Kesehatan

Untuk menunjang peningkatan, kesehatan, kesejahteraan dan pendidikan karyawan, perseroan menyediakan sarana lima unit Rumah Sakit dan Poliklinik setiap kebun/unit serta sarana sosial berupa rumah ibadah, sekolah/madrasah dan sarana olahraga disetiap lokasi perkebunan.

B. Maksud dan Tujuan Perusahaan

Sesuai akte pendirian perusahaan, maksud dan tujuan perusahaan adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di sub sektor perkebunan dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip perusahaan yang sehat berlandaskan kepada azas:

1. Mempertahankan dan meningkatkan sumbangan bidang perkebunan bagi pendapatan nasional melalui peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan untuk kepentingan konsumsi dalam negeri maupun ekspor, sekaligus dalam rangka meningkatkan ekspor non migas.

2. Memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan taraf hidup karyawan pada khususnya.

3. Memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah.

Tujuan perusahaan ditentukan berdasarkan visi, misi, tata nilai dan faktor strategi perusahaan dalam jangka panjang. Untuk mencapai maksud dan tujuan perusahaan tesebut, maka PT. Perkebunan Nusantara III mau tidak mau, suka tidak suka harus melakukan program perubahan untuk menghadapi perdagangan bebas dengan

tingkat kompetisi yang sangat ketat. Keberhasilan dalam memenangkan kompetisi dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola dan meningkatkan perusahaan. Sebuah perusahaan harus sadar bahwa untuk dapat bersaing di pasar global ini, harus dapat menunjukkan kompetensinya sesuai dengan persyaratan pasar, kalau tidak akan mengalami apa yng disebut dengan “konsekuensi seleksi alam”. Agar PT. Perkebunan Nusantara III mampu bertahan dan dapat terus tumbuh dan berkembang serta dapat menjadi perusahaan kelas dunia dimasa datang, PT. Perkebunan Nusantara III melaksanakan Program Transformasi Bisnis (PTB). Sadar akan tantangan dimasa mendatang ini, PT. Perkebunan Nusantara III telah mengambil inisiatif untuk melakukan pembaharuan melalui Program Transformasi Bisnis (PTB) yang merupakan metode komprehensif yang mampu menuntun dalam melakukan perubahan dan pembaharuan.

Program Transformasi Bisnis ini memuat uraian komprehensif dan sistematis tentang:

1. Tuntutan perubahan yang mendasari Program Transformasi Bisnis.

2. Rumusan Paradigma Bisnis Baru dan The Winning Formula sebagai respon atau

jawaban perusahaan tehadap tuntutan perubahan tersebut.

3. The Business Success Model merupakan terjemahan The Winning Formula

perusahaan dan berisikan indikator kinerja utama serta upaya strategi untuk mencapainya.

Rumusan paradigma baru PT. Perkebunan Nusantara III:

1. Perubahan, perbaikan dan peningkatan metoda dan kinerja adalah satu keharusan.

2. Kepuasan pelanggan menjadi prioritas utama untuk memenangkan persaingan.

3. Setiap kegiatan bisnis harus menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan.

4. Pengembangan hubungan industrial yang egaliter berdasarkan keterbukaan,

kesetaraan dan kebhinekaan.

5. Pengembangan SDM yang terintegrasi untuk membangun kapital insani (human)

dan intelektual yang dibutuhkan perusahaan.

6. Kepemimpinan yang efektif membangun pengaruh melalui kemampuan mengajar

dan membagi ilmu, membina hubungan baik dan menjadi panutan.

7. Penghargaan diberikan kepada karyawan berdasarkan kompetensi dan kinerjanya. 8. Efektivitas operasional harus didukung oleh struktur organisasi yang sederhana

dan dinamis.

9. Pemanfaatan teknologi sebagai perangkat untuk peningkatan produktivitas kerja dan keunggulan kompetitif.

10. Keputusan bisnis diambil berdasarkan fakta dan data yang akurat.

11. Setiap tugas dan operasional perusahaan dilaksanakan dengan cepat tanggap, cepat tindak lanjut, tuntas, berkualitas dan penuh tanggung jawab.

12. Seluruh aktivitas perusahaan harus berorientasi pada peningkatan mutu dan lingkungan.

C. Visi dan Misi Perusahaan 1. Visi

“Menjadi perusahaan agri-industri kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola bisnis terbaik pada tahun 2009”

2. Misi

a. Mengembangkan industri hilir berbasis perkebunan secara berkesinambungan. b. Menghasilkan produk berkualitas untuk pelanggan.

c. Memperlakukan karyawan sebagai aset strategi dan mengembangkannya secara

optimal.

d. Berupaya menjadi perusahaan terpilih yang memberikan “imbal hasil” terbaik

bagi para investor.

e. Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis.

f. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan komunitas. g. Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan lingkungan.

3. Tata-Nilai (Values)

Perusahaan memiliki komitmen untuk menjunjung tinggi integritas profesional dan melaksanakan tata nilai yang berbasis pada:

a. Team-Work : selalu mengutamakan kerja sama tim, agar mampu menghasilkan

sinergi optimal bagi perusahaan.

b. Innovation : selalu menghargai kreatifitas dan menghasilkan inivasi dalam metoda baru dan produk baru.

c. Excellence: selalu memperlihatkan gairah keunggulan dan berusaha bekerja keras untuk hasil maksimal sesuai dengan kompetensi kerja.

d. Proactivity : selalu bersikap proaktif, dengan penuh inisiatif dan mengevaluasi resiko yang mungkin terjadi.

e. Responsibility : selalu bertanggung jawab atas akibat keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan.

4. Strategi Perusahaan (Company Strategy)

a. Menjalin dan mengembangkan hubungan sinergi yang efektif dengan mitra

strategi untuk mewujudkan peluang bisnis.

b. Melaksanakan manajemen berorientasi pasar, sensitif terhadap kecenderungan

industri dan pergerakan pasar dan mencermati pesaing.

c. Menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan kemampu-labaan serta

pendapatan dan arus kas.

d. Mematuhi aturan-aturan SHE-Safety, Health and Environment. Keselamatan,

kesehatan dan lingkungan.

e. Melaksanakan keunggulan operasional agar perusahaan menjadi Cost-Effective.

f. Membangun budaya kerja yang kondusif dengan melaksanakan Tata-Nilai dan

Paradigna Baru.

g. Membangun dan mengimplementasikan manajemen Sumber Daya Manusia

D. Struktur Organisasi

BAB III

BAB III

DATA PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21

A. Pengertian Pajak

Adapun beberapa pengertian pajak menurut ahli antara lain :

1. Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah “kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

2. Menurut Prof. Dr. Rahmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara bedasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat kontra prestasi secara langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

3. Menurut P.J.A Adriani, SH Pajak adalah iuran kas Negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah, pajak dapat dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan

pelaksaannya yang sifatnya dapat dipaksakan, dalam pembayaran pajak tidak adanya kontra prestasi langsung, pajak dipungut oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, pajak diperuntukkan untuk pengeluaran umum.

B. Pengertian Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 21, dan Pegawai Tetap

Menurut Pasal 4 UU No 17 Tahun 2000, yang dimaksud Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia Maupun dari luar Negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Pajak Penghasilan tergolong pajak subjektif yaitu pajak yang mempertimbangkan keadaan diri Wajib Pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak, yang tercermin pada kemampuan Wajib Pajak untuk membayar pajaknya.

Penentuan daya pikul seseorang sangat subjektif sifatnya karena daya pikulnya dapat ditentukan dengan berbagai faktor seperti jumlah kekayaan, jumlah tanggungan keluarga, dan sebagainya.

Menurut Dimsky. K. Judiseno Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau penghasilan yang diterimanya dalam satu tahun pajak untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

Jadi pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah Pajak yang dikenakan atau dipotong oleh pihak lain yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri.

C. Dasar Hukum Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Setiap pemungutan atau pemotongan yang dilakukan oleh Negara tentu ada dasar hukumnya, yang menjadi dasar hukum pemungutan dan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah :

1. Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan sebagaimana yang diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 dan diubah kembali menjadi Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008.

3. Peraturan pemerintah No. 149 Tahun 2000 Tentang Pemotongan Pajak

Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan, pensiun, dan tunjangan hari tua.

4. Keputusan DIRJEN Pajak No. KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000

Tentang pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan Orang Pribadi.

D. Pemotong dan Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pemotong PPh Pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 Tentang PPh sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 17 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) 21 antara lain :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan termasuk BUT, badan,

organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

2. Bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pusat maupun daerah, instansi

atau lembaga pemerintah, lembaga Negara yang lain dan kedutaan besar Indonesia di luar negeri.

3. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan lain

yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua.

4. Perusahaan, Badan, dan BUT yang membayar honorarium atau pembayaran lain

sebagai imbalan atas kegiatan dan jasa.

5. Perusahaan, Badan, dan BUT yang membayar honorarium atau pembayaran lain

sebagai imbalan atas kegiatan dan jasa yang dilakukan Orang Pribadi dengan status sebagai Wajib Pajak Luar Negeri.

6. Yayasan (termasuk bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian,

olahraga, kebudayaan) lembaga kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi politik dan organisasi lainnya.

7. Perusahaan, badan dan BUT yang membayarkan honorarium atau imbalan lain

8. Penyelenggara kegiatan yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

E. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan Yang Dipotong Pajak

1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan Yang dipotong PPh Pasal 21

wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Pegawai, Penerima Pensiun berskala, serta bukan pegawai sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4 wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada akhir tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong pajak pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun

berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkan kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong,menyetorkan dan

melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

5. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar

pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21

untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.

7. Dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 yang

terhutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terhutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.

8. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan

memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak.

9. Bentuk formulir pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (7)

F. Objek dan Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

1. Objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yang termasuk Objek Pajak Penghasilan :

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, premi asuransi, hadiah, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun.

b. Penghasilan yang diterima secara tidak teratur berupa tunjangan hari raya, tantien, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan lainnya yang sifatnya tidak tetap.

c. Upah harian, mingguan, satuan, dan upah borongan.

d. Uang tebusan pensiun, pesangon, tabungan hari tua, dan pembayaran lain yang

sejenis.

e. Honorarium, hadiah, penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 (Bukan Objek Pajak) :

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan

kerja, asuransi jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan Wajib Pajak. c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun dan iuran jaminan hari tua.

d. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang diberikan pemerintah.

e. Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari badan atau lembaga

Adapun penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 secara final adalah :

a. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun dan tunjangan hari tua atau tabungan yang dibayarkan sekaligus oleh penyelenggara JAMSOSTEK. b. Uang pesangon.

c. Hadiah dan penghargaan perlombaan.

d. Honorarium dan komisi yang diberikan penjaja barang dan petugas dinas luar

asuransi.

e. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang

diterima oleh pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI.

2. Subjek Pajak Penghasilan PPh Pasal 21

Adapun yang menjadi subjek pajak penghasilan yang dipotong PPh 21 adalah Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan:

a. Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan

perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis.

b. Pegawai Tetap adalah Orang Pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang

menerima atau dewan komisaris atau anggota dewan pengawas yang mengelola perusahaan secara langsung.

c. Pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri yang memperoleh gaji,

G. Pengurang Yang diperbolehkan dalam menghitung PPh Pasal 21 Bagi Karyawan Tetap

1. Biaya Jabatan

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 3 UU No 7 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No 10 Tahun 1994 dan diubah kembali menjadi UU No. 36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5% dikali dengan penghasilan Bruto.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 250 / PMK.03 / 2008 di dalam Pasal 1 ayat 1 memutuskan bahwa hasil perhitungan antara penghasilan bruto dengan ketentuan tarif yang ditetapkan, biaya jabatan setinggi-tingginya Rp. 6.000.000( enam juta rupiah) setahun atau Rp. 500.000 ( lima ratus ribu rupiah ) sebulan.

2. Biaya Pensiun

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat 3 UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No 10 Tahun 1994 dan diubah kembali menjadi UU No. 36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5% dikali dengan penghasilan Bruto.

Di dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 250 / PMK.03 / 2008 di dalam Pasal 1 ayat 2 memutuskan bahwa perhitungan antara penghasilan bruto dengan tarif yang ditetapkan, biaya pensiun setinggi-tingginya Rp. 2.400.000 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.

H. Pengurangan Untuk Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak Dalam Negeri, Penghasilan nettonya dikurangi dengan jumlah PTKP.

1. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya

sendiri, dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

2. Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah

setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp. 15.840.000 setahun atau Rp. 1.320.000 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang, masing-masing sebesar Rp. 1.320.000 setahun atau Rp. 110.000 sebulan.

3. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.

Adapun pegawai yang baru datang, dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

Besarnya PTKP yang berlaku sesuai dengan pasal 7 UU PPh No.17 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan UU PPh No.36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1 Januari 2001 (Lama)

Keterangan Setahun Sebulan

1) Wajib Pajak Orang Pribadi

Rp.13.200.000 Rp.1.100.000

2) Tambahan Untuk Wajib

Dokumen terkait