• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA SIFAT FISIKO KIMIA TEPUNG KASAVA

Analisa sifat fisiko kimia yang dilakukan meliputi pH, warna, uji mikroskopis, total padatan terlarut, absorbsi air dan minyak, kelarutan dan swelling power, viskositas pasta, dan sifat amilografi.

1. pH

Penentuan nilai pH digunakan untuk menguji kadar keasaman yang dimiliki produk. Semakin kecil nilai pH suatu bahan maka semakin asam bahan tersebut, sebaliknya semakin tinggi nilai pH bahan maka semakin basa bahan tersebut. Dengan penggunaan perlakuan fermentasi diharapkan pH yang dihasilkan akan lebih rendah yaitu bersifat asam.

Dari hasil analisa yang ditampilkan pada Gambar 9 dan Lampiran 5 dapat dilihat pH tepung kasava termodifikasi menunjukkan kecenderungan sifat asam. Nilai yang didapat berkisar antara 5,54–6,81. Dapat disimpulkan tepung kasava yang dihasilkan bersifat sedikit asam karena nilai yang didapat di bawah 7 yang berarti asam dan mendekati pH netral.

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai pH tepung kasava termodifikasi. Teknologi pengolahan yang dilakukan tidak berpengaruh pada nilai pH yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan tepung kontrol, tepung kasava termodifikasi perlakuan

42 rava, perendaman dengan bakteri asam laktat, kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti, serta perlakuan gari tidak saling berbeda nyata satu sama lain. Begitu pula dengan tepung kasava perlakuan perendaman tanpa starter juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dengan ragi roti. Hanya tepung kasava perlakuan perendaman dengan ragi tape yang berbeda nyata dengan tepung kasava lainnya. Akan tetapi nilai pH yang didapat masih dalam kisaran yang berdekatan.

Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava termodifikasi dapat menurunkan nilai pH menjadi asam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cardenas dan Buckle (1980) yang dapat menurunkan nilai pH pati ubi kayu dari 6,5-3,5 selama 2-3 hari proses fermentasi. Obilie et al., (2004) juga mendapatkan penurunan pH pada produk akyeke menjadi 4,6 di hari kedua proses fermentasi.

2. Derajat Warna

Uji penentuan warna tepung kasava termodifikasi dilakukan dengan menggunakan alat kolorimeter (Colortech). Hasil yang diperoleh berupa nilai L, a, dan b. Hasil pengukuran warna tepung kasava termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 7 dan untuk grafik warna antara hubungan nilai a dan b ditampilkan pada Gambar 10 dan Lampiran 2, yaitu warna putih kekuningan. Penampakan dari tepung kasava termodifikasi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11.

Nilai L menyatakan tingkat kecerahan tepung kasava termodifikasi yang dihasilkan. Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah- hijau dengan nilai a (+) untuk warna merah dan nilai a (-) untuk warna hijau. Untuk analisa nilai a, seluruh produk menunjukkan nilai positif yang berarti tepung kasava termodifikasi cenderung berwarna jingga dengan nilai a terbesar dimiliki tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) sebesar 14,07 dan terendah oleh perlakuan perendaman menggunakan bakteri asam laktat (A-4) sebesar 12,55. Hal ini dapat disimpulkan tepung kasava termodifikasi perlakuan rava memiliki kecenderungan berwarna kuning jingga dibandingkan dengan tepung kasava lainnya.

43 Tabel 7. Pengukuran warna tepung kasava termodifikasi

Perlakuan L a b Hue Chroma

A-1 89,44 + 13,10 + 38,37 71,14 40,54 A-2 89,63 + 12,68 + 38,15 71,61 40,20 A-3 89,.48 + 13,00 + 37,81 71,02 39,98 A-4 89,86 + 12,55 + 36,03 70,79 38,15 A-5 88,86 + 12,84 + 39,58 72,02 41,61 B 87,91 + 13,38 + 41,03 71,93 43,16 C 80.89 + 14.07 + 52.20 74,91 54,06 K 88.30 + 13.05 + 39.55 71,73 41,64 Keterangan :

A-1 : Perendaman tanpa starter

A-2 : Perendaman dengan ragi roti A-3 : Perendaman dengan ragi tape

A-4 : Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 : Perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti B : Gari

C : Rava K : Kontrol

Keterangan : (1) perlakuan perendaman (A) dan kontrol (K) (2) perlakuan gari (B)

(3) perlakuan rava (C)

Gambar 10. Grafik warna tepung kasava termodifikasi

Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai b (+) untuk warna kuning dan nilai b (-) untuk warna biru. Untuk analisa nilai b, seluruh produk juga menunjukkan nilai positif yang berarti tepung kasava termodifikasi lebih cenderung berwarna kuning dengan nilai b terbesar pada perlakuan rava (C) sebesar 52,20 dan terendah

1 3

44 pada perlakuan perendaman menggunakan bakteri asam laktat (A-4) sebesar 36,03. Dengan demikian dapat dilihat bahwa tepung kasava termodifikasi dengan perlakuan rava memiliki warna kuning yang paling cerah diantara tepung kasava lainnya.

A-1 A-2

A-3 A-4

A-5 B

C K

Gambar 11. Penampakan tepung kasava termodifikasi (A-1:perendaman tanpa starter; A-2 :perendaman dengan ragi roti; A-3 : perendaman dengan ragi tape; A-4 :perendaman dengan bakteri asam laktat; A-5 :perendaman dengan bakteri asam laktat dan ragi roti; B :gari; C :rava; K :kontrol)

45 3. Uji Mikroskopis Granula Pati

Pengamatan mikroskopis pada granula tepung kasava bertujuan untuk mengetahui efek modifikasi tepung kasava dengan cara fermentasi pada struktur granula, sifat birefringence, pembengkakan dan kerusakan dari granula pati. Sifat birefringence merupakan sifat granula pati yang dapat mereflekasikan cahaya terpolarisasi membentuk warna hitam-putih. Komponen yang menyebabkan sifat birefringence adalah amilopektin. Makin rendah jumlah amilopektin maka sifat birefringence akan semakin kuat dan sebaliknya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terlihat granula pati pada tepung kasava kontrol masih dalam keadaan granula pati alami dibandingkan dengan tepung kasava lain. Tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman (A) dan gari (B) sudah mulai rusak granula patinya tetapi masih dalam keadaan utuh. Dapat dilihat pada Tabel 8, kerusakan yang terjadi berupa retaknya beberapa granula pati pada bahan, sedangkan granula pati pada tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) terlihat rusak berat dan sudah tidak terlihat bentuk khas dari granula pati tepung kasava. Hal ini dikarenakan pada proses pemasakan kasava, granula pati mudah rusak. Pengamatan Cardenes dan Buckle (1980), hasil mikroskopis terpolarisasi pada pati ubi kayu mengindikasikan granula kehilangan sifat birefringence dan kecenderungan mengelompok.

Sesuai dengan Banks and Greenwood (1973), semakin tinggi suhu gelatinisasi semakin banyak pula molekul amilosa dan amilopektin yang terlepas dari granulanya untuk membentuk struktur jaringan yang elastis. Dapat dilihat pula pada gambar hasil uji mikroskopis terpolarisasi tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) tidak dapat terlihat sifat birefringence dengan jelas perbedaan antara amilosa dan amilopektinnya. Hal ini dikarenakan tergelatinisasinya molekul amilosa dan amilopektin sehingga menyebabkan granula pati rusak dan hancur. Hal yang berbda ditunjukkan oleh perlakuan perendaman (A) dan gari (B) yang merubah sedikit bentuk dari granula pati tersebut.

46 Perlakuan Mikroskopis biasa Mikroskopis cahaya

terpolarisasi A-1 A-2 A-3 A-4 A-5 B C K

Gambar 12. Penampakan mikroskopis granula pati tepung kasava termodifikasi (A-1:perendaman tanpa starter; A-2 :perendaman dengan ragi roti; A-3 : perendaman dengan ragi tape; A-4 :perendaman dengan bakteri asam laktat; A-5 :perendaman dengan bakteri asam laktat dan ragi roti; B :gari; C :rava; K :kontrol)

47 4. Total Padatan Terlarut (Total Soluble Solid)

Menurut Saeni (1989), padatan adalah bahan yang tetap tertinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan pada suhu 103–105 oC. Dengan sendirinya bahan-bahan yang mempunyai tekanan uap kecil dibawah suhu ini akan menguap. Padatan terlarut adalah padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Fardiaz, 1986).

Dari hasil analisa yang ditampilkan pada Gambar 13 dan Lampiran 7 dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut tertinggi oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) sebesar 4764 mg/l dan terendah oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti (A-5) sebesar 1864 mg/l. Perlakuan rava memiliki nilai paling tinggi karena terjadinya proses parboiling saat pengolahan. Perendaman yang disertai pemanasan akan memudahkan dalam melarutkan senyawa-senyawa di dalam tepung. Padatan yang terdapat pada tepung akan lebih mudah larut dalam air panas, sehingga mengakibatkan tingginya total padatan terlarut pada produk yang dihasilkan dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Modifikasi tepung kasava dapat menurunkan total padatan terlarut dalam tepung. Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut yang dilakukan memperlihatkan masing-masing perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tidak ada perlakuan yang tidak saling berbeda nyata. Hal ini dikarenakan terlalu jauh kisaran nilai total padatan terlarut yang dihasilkan. Pada tepung kasava, komponen utama adalah karbohidrat kompleks seperti pati dan serat, yang sulit larut dalam air. Karbohidrat sederhana yang terbentuk akibat proses parboiling pati ubi kayu menyebabkan peningkatan kandungan total padatan terlarut pada tepung kasava metode rava.

48 0 1000 2000 3000 4000 5000 T o ta l p a d a ta n t e r la r u tt (m g /l ) A1 A2 A3 A4 A5 B C K Perlakuan

Gambar 13. Histogram total padatan terlarut tepung kasava termodifikasi (mg/l)

5. Absorbsi Air dan Minyak

Absorbsi air dan minyak digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan tepung untuk menyerap air dan minyak. Nilai absorbsi air dan minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan amilosa, ukuran granula pati, dan kadar lemak dari bahan.

Dari analisa yang dilakukan dapat dilihat bahwa tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan ragi tape (A-3) memiliki kemampuan menyerap air paling tinggi sebesar 47,21 %, dan tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) memiliki kemampuan paling rendah dalam menyerap air sebesar 32,21 %, sedangkan tepung kasava termodifikasi yang memiliki kemampuan menyerap minyak tertinggi adalah tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan ragi tape (A-3) sebesar 46,62 %, dan yang terendah adalah tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) sebesar 41,09 %. Dari Gambar 14 dan Lampiran 8 dapat disimpulkan tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) memiliki kemampuan menyerap air dan minyak terendah diantara tepung kasava termodifikasi lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan air yang terdapat didalam bahan cukup tinggi sehingga tepung tidak mampu untuk menyerap air dan minyak dari luar.

49 0 10 20 30 40 50 A b so rb si a ir d a n m in y a k (% ) 1 2 3 4 5 6 7 8 Perlakuan absorbsi air absorbsi minyak

Gambar 14. Histogram absorbsi air dan minyak tepung kasava termodifikasi (%)

Proses parboiling yang dilalui pada perlakuan rava akan mempercepat proses gelatinisasi granula sehingga granula akan mudah hancur dan pecah. Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan menggunakan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno, 1984). Saat proses parboiling fraksi amilosa dan amilopektin terpisah dan granula akan hancur, dan saat itu granula akan sulit menyerap air dan minyak. Nilai penyerapan air dipengaruhi oleh kandungan amilosa dalam bahan, semakin tinggi kandungan amilosa yang ada dalam tepung otomatis nilai penyerapan air juga akan semakin tinggi. Serat dan amilosa yang tinggi dapat membantu penyerapan air dalam granula. Minyak atau lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa dan menghambat pembengkakan granula sehingga pati sukar tergelatinisasi. Absorbsi minyak dipengaruhi oleh kadar lemak bahan. Produk dengan lemak yang cukup tinggi akan lebih mudah dimasuki minyak karena lemak bersifat hidrofobik.

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap absorbsi air dan minyak tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada analisa absorbsi air

50 dan minyak memperlihatkan perlakuan perendaman dengan ragi tape berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Proses pengolahan perlakuan gari terbukti tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman. Pada uji lanjut Duncan untuk analisa absorbsi air, perlakuan gari tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat dan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti, sedangkan pada uji lanjut Duncan untuk analisa absorbsi minyak perlakuan gari terlihat tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman tanpa starter dan perendaman dengan ragi roti. Hal ini menunjukkan penggunaan starter tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap analisa aborbsi air dan minyak tepung kasava termodifikasi.

6. Kelarutan dan Swelling Power pada suhu 90°C

Kelarutan merupakan bobot tepung yang terlarut dan dapat diukur dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant, sedangkan swelling power merupakan kenaikan volume dan bobot maksimum tepung selama mengalami pengembangan atau pembengkakan dalam air.

Tingkat kelarutan tepung dalam media cair merupakan salah satu sifat yang penting dan berguna dalam berbagai aplikasi industri baik pangan maupun non pangan. Nilai kelarutan tepung sangat bermanfaat dalam menentukan jumlah optimal dari tepung yang akan digunakan untuk proses produksi atau konversi, sehingga akan dihasilkan produk dengan karakteristik yang diinginkan serta dapat menghindari penggunaan tepung yang berlebih.

Sifat pengembangan pati sangat bergantung pada kekuatan dan sifat alami antar molekul di dalam granula, yang juga bergantung pada sifat alami dan kekuatan daya ikat dalam granula. Selanjutnya Winarno (1984) menyatakan bahwa proses pengembangan gel dipengaruhi oleh konsentrasi, pH larutan, garam, lemak, surfaktan dan protein.

Dari analisa dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 9, hubungan antara nilai kelarutan dan swelling power tidak berbeda nyata. Nilai kelarutan pada 90°C tertinggi dimiliki oleh tepung kasava kontrol

51 0 1 2 3 4 5 K el a ru ta n d a n s w el li n g p o w er ( % ) A1 A2 A3 A4 A5 B C K Perlakuan kelarutan swelling power (K) sebesar 1,54 % sedangkan nilai terendah oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan ragi tape (A-3) yaitu sebesar 0,05 %. Untuk nilai swelling power, tepung kasava kontrol (K) juga memiliki nilai tertinggi sebesar 4,33 % dan tepung kasava perlakuan termodifikasi rava (C) mendapat nilai pembengkakan terendah sebesar 3,14 %. Proses fermentasi menyebabkan penurunan nilai swelling power, terutama akibat terganggunya sebagian granula pati.

Gambar 15. Histogram kelarutan dan swelling power tepung kasava termodifikasi (%)

Granula pati tidak larut dalam air dingin, tetapi mengembang (membengkak) dalam air hangat. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula. Pembengkakan granula menyebabkan terjadinya penekanan antara granula satu dengan lainnya. Mula-mula pembengkakan granula bersifat “reversible”, tetapi ketika suhu tertentu sudah terlewati, pembengkakan granula bersifat “irreversible”. Proses pembengkakan pada saat “irreversible” disebut gelatinisasi, sedangkan selang suhu dimana gelatinisasi terjadi disebut suhu gelatinisasi. Suhu di atas suhu awal gelatinisasi menyebabkan pembengkakan granula lebih besar. Besarnya pembengkakan merupakan karakterisasi dari masing-masing pati Granula pati yang besar memperlihatkan ketahanan yang lebih besar terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula yang lebih kecil. Pada perlakuan rava granula

52 yang terkandung sudah pecah dan hancur karena telah mengalami proses parboiling (gelatinisasi parsial). Hal ini menyebabkan rendahnya nilai kelarutan dan swelling power pada 90°C tepung kasava termodifikasi perlakuan rava.

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap kelarutan dan swelling power pada suhu 90°C tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan perlakuan rava, perendaman tanpa starter, perendaman dengan ragi roti, ragi tape, dan bakteri asam laktat tidak saling berbeda nyata baik pada analisa kelarutan dan swelling power. Hal ini membuktikan proses pengolahan dan penggunaan starter tidak terlalu berpengaruh terhadap kelarutan dan swelling power pada suhu 90°C. Akan tetapi proses modifikasi tepung kasava terbukti dapat menurunkan nilai kelarutan dan swelling power pada tepung kasava.

Hasil penelitian tepung kasava termodifikasi juga menunjukkan bahwa proses fermentasi menyebabkan terjadinya penurunan ’rubbery texture’ tepung kasava. Hal ini diperlihatkan dengan turunnya swelling power tepung yang dihasilkan dibandingkan dengan tepung kontrol.

7. Viskositas Pasta

Viskositas tepung ditentukan oleh tipe, prosedur pemasakan, dan konsentrasi produk tepung tersebut. Seiring dengan meningkatnya suhu larutan tepung, granula pati membesar dan meningkatkan viskositas pasta pati. Proses ini berlanjut hingga tercapai puncak viskositas (peak viscosity). Puncak viskositas merupakan viskositas tertinggi selama persiapan pati. Pati dari umbi-umbian dan akar menunjukkan peningkatan viskositas yang nyata selama pemasakan dan puncak viskositas yang lebih tinggi dibanding pati dari serealia. Puncak viskositas merupakan pengukuran dari kekuatan kekentalan suatu pati. Pada elevasi suhu pemasakan dan pengadukan yang lebih jauh, gaya kohesi pada granula yang membengkak menjadi lemah secara luas dan struktur pasta hancur.

53 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 V is k o si ta s (c p ) A1 A2 A3 A4 A5 B C K Perlakuan

Granula yang membengkak akan mudah pecah, hancur, dan mengecil, sebagai hasil dari fragmentasi granula dibawah gaya gunting.

Dari analisa yang dilakukan pada pasta 5 % tepung kasava termodifikasi menggunakan spindel nomor 1 dan 2 dengan kecepatan putaran 0,3-60 rpm dapat dilihat bahwa viskositas tiap tepung kasava termodifikasi berbeda-beda. Tepung bila dipanaskan akan membentuk pasta yang kental. Beberapa hal yang mempengaruhi pengukuran viskositas yaitu perlakuan penyiapan pasta, kecepatan pengadukan, kesadahan air yang digunakan, konsentrasi pati yang digunakan, dan temperatur. Untuk uji viskositas ini digunakan alat ukur viskosimeter Brookfield. Dapat dilihat pada Gambar 16 dan Lampiran 10, tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) memiliki nilai viskositas paling kecil dibandingkan yang lain yaitu sebesar 54,48 cP. Hal ini dikarenakan pasta yang terbentuk sangat cair sehingga sulit terbaca pada alat, sedangkan nilai viskositas tertinggi dimiliki oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat (A-4) sebesar 28125 cP.

Gambar 16. Histogram viskositas pasta (5 %) tepung kasava termodifikasi (cP)

Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 % (α=0,05) (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap viskositas (brookfield) tepung kasava

54 termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perendaman tanpa starter tidak berbeda nyata dengan perendaman dengan ragi roti. Perlakuan rava dan gari tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dengan ragi tape dan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Dapat disimpulkan proses pengolahan tepung kasava tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil viskositas tepung kasava modifikasi. Penggunaan starter terbaik dalam mempertahankan nilai viskositas Brookfield adalah menggunakan bakteri asam laktat.

8. Sifat Amilografi

Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Pengukuran dilakukan secara kontinu menggunakan alat Brabender amylograph. Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu gelatinisasi, laju peningkatan viskositas pemanasan, suhu granula pecah, viskositas maksimum, viskositas jatuh, laju peningkatan viskositas pendinginan dan viskositas balik.

Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain oleh ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula patinya, tetapi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula dan amilopektin berdasarkan derajat polimerisasinya (Winarno, 1992).

Menurut Ciptadi (1978), suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas disebabkan karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati (Winarno, 1992)

Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence

55 dimana granula sudah tidak mempunyai sifat kristal lagi (Winarno,1992). Viskositas maksimum adalah viskositas tertinggi dimana granula sudah mulai pecah. Breakdown viscosity adalah selisih antara viskositas balik dan viskositas maksimum. Setback viscosity adalah selisih antara viskositas akhir dengan viskositas balik dimana telah terjadi retrogradasi.

Dari Gambar 17 dapat dilihat viskositas tertinggi dimiliki oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat (A-4), sedangkan untuk tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) tidak terbaca nilai viskositasnya dikarenakan pasta yang dihasilkan terlalu cair. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa suhu awal gelatinisasi pasta tepung kasava termodifikasi berkisar antara 73,5 – 90 0C. Dimana pada tepung kasava termodifikasi perlakuan rava (C) tidak terhitung nilai dari sifat amilograf. Hal ini dikarenakan pasta yang terbentuk terlalu cair sehingga tidak terbaca pada alat. Balagopalan et al., (1988) mengatakan bahwa suhu gelatinisasi pati ubi kayu berkisar antara 58,5-70°C. Hal yang mempengaruhi suhu gelatinisasi adalah penambahan surfaktan, penggunaan pelarut, adanya gugus hidroksil dari molekul pati, dan ikatan silang antar granula pati.

Tabel 8. Sifat amilografi tepung kasava termodifikasi

Perlakuan Suhu awal gelatinisasi (0C) Viskositas maksimum (BU) Breakdown viscosity (BU) Setback viscosity (BU) Viskositas akhir (BU) A-1 82.5 500 110 100 490 A-4 87 590 90 260 760 A-5 87 510 60 160 610 B 90 380 40 100 440 K 73.5 360 110 90 340 Keterangan :

A-1 : Perendaman tanpa starter

A-4 : Perendaman dengan bakteri asam laktat

A-5 : Perendaman dengan kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti B : Gari

25 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 waktu (menit) B r a b e n d er U n it ( B U ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 S u h u ( o C ) A-1 A-4 A-5 B C K Suhu Keterangan :

1 : Suhu awal gelatinisasi (°C) 2: Viskositas maksimum (BU) 3: Breakdown viscosity (BU) 4:Viskositas akhir (BU)

Gambar 17. Grafik amilografi tepung kasava termodifikasi

5 2 1 2 3 4

69 Leach (1965) melaporkan bahwa setiap granula pati tidak selalu mengembang pada suhu yang sama. Komponen protein, lemak dan gula pada tepung juga mempengaruhi suhu awal gelatinisasi. Tepung kasava termodifikasi perlakuan gari memiliki suhu gelatinisasi paling tinggi sebesar 90°C. Pada tepung kontrol yang memiliki suhu awal gelatinisasi paling rendah dipengaruhi oleh kandungan gula dan protein yang cukup tinggi. Perbedaan suhu awal gelatinisasi disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia pada masing-masing tepung yang dihasilkan, diantaranya terdapat kandungan protein dan lemak yang mempengaruhi proses pembengkakan granula. Dari hasil analisa komposisi kimia yang dilakukan, modifikasi tepung kasava dapat meningkatkan protein dan lemak, sehingga akan mempengaruhi suhu awal gelatinisasi tepung yang dihasilkan. Hal ini terbukti dengan lebih tingginya suhu awal gelatinisasi pada tepung kasava termodifikasi dibandingkan dengan tepung kontrol.

Hasil analisa menunjukkan viskositas maksimum pada tepung kasava termodifikasi berbeda-beda berkisar antara 360 – 590 BU dimana nilai viskositas maksimum tertinggi pada tepung kasava termodifikasi perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat (A-4) dan terendah oleh tepung kasava kontrol (K). Pada titik ini granula pati yang mengembang pecah dan diikuti dengan penurunan viskositas. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence. Viskositas maksimum tertinggi pada perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat tercapai karena kandungan patinya yang cukup tinggi dan komponen non patinya yang rendah sehingga granula mudah menyerap air dan membengkak. Hal ini membuktikan bahwa modifikasi tepung kasava khususnya perlakuan perendaman akan meningkatkan viskositas maksimum tepung dan penggunaan starter terbaik adalah menggunakan bakteri asam laktat. Seperti terlihat pada hasil tepung kasava perlakuan perendaman dengan

Dokumen terkait