• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III GAMBARAN UMUM PENELITIAN

B. Analisa

a. Faktor terjadinya pernikahan usia dini

Tabel 3.1 mengangambarkan usia informan dalam melaksanakan pernikahan masih sangat muda, hal ini merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang Negara kita tentang perkawinan. Dalam BAB II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai 16 tahun.1 Walaupun di dalam tabel terdapat informan yang menikah di usia 16 dan 17 tahun, akan tetapi pada saat ini sudah tidak relevan lagi karena ada yang menikah karena sudah hamil duluan/Meried By Accident (MBA). Pada tabel 3.2 terdapat 4 orang informan yang menikah disebabkan sudah melakukan seks pra nikah dan hamil. Dengan faktor pendidikan yang rendah dan juga tingkat pergaulan yang buruk dapat mempengaruhi.

Pada saat ini revolusi seks ke bangku sekolah tidak hanya melibatkan kalangan pelajar SMA. Gejala itu sudah merambah ke kalangan siswa berseragam putih – biru alias SMP yang merupakan kelompok usia baru memasuki masa remaja. Mereka terjerembab masuk pergaulan bebas akibat kurangnya bimbingan dari orang tua serta pengaruh

1

lingkungan.2 Hal ini tebukti atas pernyatan salah seorang orang tua informan yang anaknya menikah karena hamil duluan.

“ anak saya dinikahin juga karena udah hamil duluan, padahal

saya mah belum mau anak saya nikah, lantaran udah tek dung sih yaa mau gak mau atuh! Dari pada malu sama orang-orang di omongin yang engga-engga….”3

Hal senada juga disampaikan oleh Tokoh Agama dusun II Cimangir yaitu Amil Emad Muhammad yang juga sebagai amil kampung, yang mengurusi urusan administrasi dan persyaratan pernikahan di kampung. Mengatakan :

sekarang mah anak SD, SMP, apa lagi SMA udah pada pacaran, apalagi kalo anaknya rada badung, pacarannya udah parah dah. Ya suka terpengaruh juga sih sama video mesum gitu. Soalnya sekarang mah udah zaman modern serba canggih, terus pada ngelakuin hal senonoh terus hamil di luar nikah. Yaa mau ga mau dah, di kawinin tuh anak. Dari pada nanti anaknya lahir

ga ada bapanya…”4

Pada masalah ini diperlukan perhatian yang lebih dari orang tua, ketika anaknya sudah beranjak dewasa dan memiliki pacar agar lebih mengawasi lagi supaya tidak kecolongan. Selain itu minimnya pengetahuan mengenai seksualitas, para remaja mencari sumber informasi sendiri.

Akan tetapi permasalahan tidak hanya sampai disitu saja, terdapat masalah yaitu pemalsuan identitas diri. Hal itu terbukti ketika penulis mengecek langsung data-datanya pernikahan di KUA Kecamatan Gunung sindur, tidak terdapat pendaftar pasangan pernikahan yang masih di bawah

2

Jurnal Bogor. Edisi minggu 15 November 2009, h.17 3

Wawancara pribadi dengan Ibu Timu, orang tua dari informan E. Bogor. Tanggal 20 Februari 2011

4

umur. Hal ini diakui oleh kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Gunung sindur, Bapak Irin Tohirin, S. Ag.

“....Dan wilayah Gunung sindur saya belum mendapati pernikahan di bawah umur, menurut data yang ada di KUA Gunung sindur pasangan yang menikah rata usia berumur 18 tahun bagi perempuan dan laki-lakinya berumur 20 tahun. Jadi sudah cukup secara pemikiran, dan juga undang-undang

pernikahan.”5

Selain adanya pemalsuan data dari pihak aparatur desa dalam hal ini dari tingkat RT dan RW, karena adanya permintaan dari orang tua agar anaknya minta dibuatkan kartu tanda penduduk (KTP). Hal ini dikarenakan oranga tua perempuan memaksa dibuatkan karena anaknya sudah hamil duluan, sehingga jika ingin dinikahkan secara negara si anak tersebut harus memiliki KTP, sebagai bukti dan syarat bahwa yang menikah di KUA itu sudah mencukupi secara usia. Dalam pemalsuan KTP ini dibenarkan olah ketua RW 05 Dusun II Cimangir. Bapak Hermawan Suwandi mengatakan:

“ Untuk masalah itu, memang ada permintaan dari orang

tua agar anaknya di buatin KTP, yang awalnya untuk bekerja karena sudah tidak melanjutkan sekolahnya, ada yang baru lulus SD, SMP. Karena ga da biaya ya pada kerja dah di pabrik garmen yang modalnya cuma KTP. Tapi ada juga yang minta dibuatin KTP buat anaknya bisa nikah di KUA, karena anaknya udah hamil duluan jadinya dinikahin dah walau kepepet. Soalnya kalo ga nikah di KUA susah buat bikin KK (Kartu Keluarga) trus akte kelahiran anak, dan anak-anak sekarang kalo mau sekolah kudu pake akte. Ya buat KTP itu mah, lantaran permintaan dari orang tua dan faktor apa yang jadi alasan kenapa minta di buatin KTP, selama alasannya mendesak karena kebutuhan ya kami mau ga mau dah bantuin. Kalo pun ada

5

masalah nantinya kita balikin lagi sam yang minta dibikinin

KTP”6

Selain karena MBA, terdapat juga karena masalah ekonomi yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini. Terdapat 5 informan yang menikah karena faktor ekonomi. Karena tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi akhirnya putus sekolah ada yang cuma sampai tingkatan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Mereka memilih untuk bekerja pada perusahaan garmen yang berada di wilayah kecamatan Gunung sindur untuk membantu perekonomian kelurga, dan pada saat bekerja dan sudah merasa dewasa ditambah memiliki calon akhirnya menikah agar ada yang membantu perekonomian keluarganya.

Selain karena faktor MBA dan masalah ekonomi, ada 1 informan yang menikah usia dini karena takut maksiat. Karena takut berbuat hal-hal yang tidak diinginkan ketika berpacaran, maka pasangan tersebut memutuskan untuk menikah walau di usia muda.

Berdasarkan hasil survei penulis , maka penulis dapat menyimpulkan bahwa yang menjadi faktor penyebab pernikahan dini masyarakat di wilayah ini adalah sebagai berikut :

1) Meried By Accident (MBA)

Faktor ini timbul akibat gaya pergaulan yang bebas dan juga kurangnya kontrol dari orang tua, selain itu terdapat juga pengaruh dari

6

Wawancara pribadi dengan Ketua Rw 05 Bapak Hermawan Suwandi, Bogor, 20 Januari 2011

teknologi. Dimana anak-anak sekarang bisa dengan mudah menonton video-video mesum, sehingga anak-anak dapat meniru kepada pasangannya dan menyebabkan pasangannya (perempuan) hamil sehingga harus dinikahkan walaupun masih dalam usia yang sangat muda.

2) Ekonomi

Karena tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akhirnya putus sekolah, dan harus bekerja. Agar perekonomian keluarga lebih baik mereka memutuskan menikah walau usianya masih muda, agar tidak menjadi beban orang tua dan dapat membantu orang tua untuk membiayai kehidupan orang tua dan adik-adiknya.

3) Tidak ingin berlama-lama pacaran karena khawatir berbuat maksiat. Di desa pacaran masih dianggap sebagai hal yang tabu pada sebagian masyarakat di Gunung sindur, karena itu lebih baik menikah walau usia muda menjadi sebuah pilihan.

Dari beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, fakto ekonomi menjadi faktor yang paling berpengaruh, selain MBA. Dari keseluruhan jawaban informan, jelas menunjukkan adanya paksaan untuk menikah di usia dini karena untuk memperbaiki diri. Faktor ekonomi untuk memperbaiki perekonomian dirinya dan keluarga, sedangkan faktor MBA untuk memperbaiki statusnya di pandangan masyarakat. Pernikah dini asli, terjadi karena keinginan dari pasangan tersebut, sehingga dalam

menghadapi rumah tangga sudah cukup siap. Sedangkan pernikahan dini palsu terjadi karena terjebak dalam kehidupan pergaulan bebas, hingga seringkali terjadi kehamilan di luar pernikahan dan hal tersebut dijadikan alasan untuk menikah dini.

b. Dampak Sosial Pernikah Usia Dini. 1) Ekonomi

Faktor usia dan faktor ekonomi selalu menjadi sorotan dalam setiap kasus pernikahan dini. Bagi waninta faktor usia menjadi sorotan utama karena wanita yang menikah dini dikhawatirkan akan berpengaruh pada kesehatannya terutama saat melahirkan, hal itu disebabkan karena organ wanita yang terlalu muda belum siap untuk mengandung dan melahirkan. Secara fisik, mental dan intelektual mereka juga belum siap sehingga dapat mempengaruhi kualitas keturunannya kelak.

Penulis melihat keadaan perekonomian informan cukup untuk memenuhi kehidupan keluarganya, jika melihat dari tingkat pendapatan dan pengeluaran perbulan. Lihat tabel 3.3. walaupun ada kekurangan informan melakukan peminjaman baik itu kepada orang tua atau kepada bank keliling. Biasanya pengahasilan perbulan tersebut tidak cukup karena adanya angsuran/kreditan kendaran, seperti yang di ungkapkan informan I sebagai berikut:

“ Yaa duit segitu gak cukup, soalnya kudu bayara kriditan motor...”7

7

2) Kesehatan

Secara kesehatan mereka ada yang sudah mempersiapkan biaya untuk kesehatan, dengan menyisihkan dari sedikit pengahasilan perbulannya, agar ketika sakit tidak terlalu bingung untuk berobat kerena sudah ada persiapan sebelumnya. Tetapi ada juga yang yang tidak mempersiapkan karena sudah habis dengan atau pun tidak bisa mengatur keuangan keluarga. Hal ini dapat di lihat pada tabel 3.4 dimana terdapat 4 orang respoden yang tidak mempersiapkan dana kesehatan untuk keluarganya, karena habis untuk kebutuhan selama sebulan. Dan mereka untuk menutupi hal ini meminjam terlebih dahulu kepada orang tua, anggota keluarga lainya (kakak/adik) yang lebih mampu ekonominya atau tetangga yang lebih mampu secara ekonomi, hal ini diungkapkan oleh orang tua Informan B, ibu Wariyah:

“paling anak saya suka pinjem duit buat berobat kalo

anaknya sakit, kalo saya lagi ga ada paling minjem saya kakanya. Kalo engga ada juga ya terpaksa minjem saya

tetangga..”8

Selain faktor kesehatan yang cukup berpengaruh ada juga faktor psikologis, walau menikah di usia matang pun tidak terlepas dari konflik rumah tangga. Namun, dengan kedewasaan yang ada mereka akan lebih mudah mendapatkan solusi atas permasalahan rumah tangga yang mereka hadapi, berbeda dengan para pelaku pernikahan usia dini sering kali menghadapi masalah dengan emosional karena faktor usia mereka yang masih sangat muda.

8

Tidak hanya karena faktor emosi semata tapi juga kerap dipicu oleh faktor ekonomi dalam kehidupan mereka yang pas-pasan. Seperti penyataan informan berikut:

”yang namanya bertengkar dalam rumah tangga pasti

ada zul, tapi tidak sampai berlarut-larut. Biasanya sih pertengakaran terjadi karna hasil dari kuli suami saya sedikit, mungkin lagi sepi muatan pasirnya. Kalo kaya gitu saya suka ngeluh karena kebutuhan sehari-hari masih kurang”9

Emosi yang belum stabil memungkinkan seringnya terjadi pertengakaran jika menikah diusia dini. Pendapat itu tidak salah, tetapi juga tidak seratus persen benar. Kedewasaan seseorang tidak hanya diukur dari faktor usia saja. Banyak faktor seseorang mencapai dewasa secara mental yaitu keluarga, pergaulan IQ dan pendidikan. Semakin dewasa seseorang maka akan semakin mampu mengimbangi emosionalitasnya dengan rasio. Mereka yang sering bertengkar cenderung masih kekanak-kanakan sehingga belum mampu untuk mengendalikan emosinya. Pertengkaran adalah hal yang biasa dalam kehidupan berumah tangga, informan pun mengakui hal itu asal tidak berlebihan apalagi hingga terjadi perceraian.

Permasalahan yang kerap terjadi dalam pernikahan dini umumnya adalah penyesuain karakter masing-masing, hal ini berkaitan erat dengan belum matangnya kedewasaan dikarenakan usia yang masih relatif muda untuk ukuran menikah. Dapat disimpulkan bahwa faktor psikologis yang sangat dipengaruhi oleh faktor usia yang relatif

9

muda dan faktor ekonomi yang merupakan dampak secara langsung yang dirasakan oleh masyarakat sebagai pelaku pernikah usia dini, sedangkan dampak yang khas dalam pernikahan dini adalah penyesuaian karakter terhadap pasangan masing-masing.

Tidak bisa dipungkiri ketika pasangan muda memilih untuk menikah dini terdapat dampak positif dan negatif dalam cara hidupnya untuk mengurus keluargany, hal ini seperti diungkapkan oleh Kepala KUA Gunung sindur :

sekali lagi selama pernikahan usia dini itu diawali dengan niat yang baik untuk mengharapkan keridhoan Allah SWT, maka menikah pada usia dini itu membawa dampak positif seperti:

1. Seorang remaja puteri akan lebih muncul sifat keibuannya setelah ia menikah dan memiliki anak. 2. Seorang remaja putera akan lebih bertanggung jawab

dan memiliki pengalaman langsung dalam berumah tangga dalam meminpin rumah tangganya.

3. Menghindarkan diri dari perbuatan zina dan pergaulan bebas dan lain sebagainya.

Tapi sebaliknya jika pada awalnya/niatnya negatif seperti contoh remaja yang menikah karena untuk menutup aib keluarga tadi maka akan menimbulkan hal-hal yang negatif pula seperti:

1. KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang biasa dilakukan suami terhadap istrinya.

2. Pendidikan anak-anak terbengkalai karena ketidaksiapan orang tua dalam mengurus anaknya. 3. Karena kondisi emosi yang masih labil dan sering kali

hal-hal sepele saja dapat menimbulkan pertengkaran

sehingga rumah tangga kurang harmonis.”

4. Secara kesehatan pun bagi perempuan belum bagus

untuk dibuahi karena faktor usia yang belum dewasa” 10

.

10

3) Pandangan masyarakat terhadap pasangan nikah dini.

Dalam konteks ajaran Islam, indifidu tak bisa dipisahkan dari masyarakat. Manusia itu sendiri diciptakan Tuhan terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar mereka saling mengenal (dan saling memberi manfaat), lita’arafui (Q/49:13). Disamping adanya perlindungan terhadap individu, juga ada perlindungan terhadap masyarakat. Meski individu memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain, sehingga Islam menghendaki adanya keseimbangan yang proporsional antara hak individu dan hak masyarakat, antara kewajiban individu dan kewajiban masyarakat, juga keseimbangan antara hak dan kewajiban.11

Pada pasangan nikah dini dalam menjalani hubungan dengan orang tua dan tetangga berjalan dengan biasa, normal seperti orang-orang menikah pada umumnya. Adapun sedikit permasalahan itu timbul kerena mencerminkan dirinya sendiri atau kebiasan dirinya sendiri, seperti males, bangun tidurnya siang, pendiam, pemalu dan lain sebagainya. Ditambah harus mengurusi rumah tangga, kesiapan mental inilah yang belum dipahami para pasangan nikah dini. Sehingga ada selintingan atau omongan dari tetangga atau saudara dari pasanganya, seperti di ungkapkan oleh ketua RW 05 :

“kalo dalam bertetangga namanya masih anak-anak ada juga omongan dari tetangga atau orang tua si laki-laki

atau sebaliknya. Misalkan “males banget tuh bocah klo

11

Mubarok Achmd, MA. Psikologi Keluarga, dari keluarga sakinah hingga keluarga bangsa. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta, Cet 1. 2005. Hal 206.

disuruh bebenah...” terus ada juga “kalo ketemu orang kaga

ada sapa-sapanya”...paling hal-hal begitu. Ya saya sih sebagai aparat maklumin karena belum bisa adaptasi lingkungan jadi ya biarin aja selama engga bikin masalah di

lingkungan saya”12

Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Amil Emad :

“secara bertetangga sih saya liat biasa-biasa aja, paling secara fisik bagi wanita tampak lebih tua apalagi kalo udah punya anak. Kalo sama tetangga sih akur-akur aja,

paling ada masalah juga Cuma ngomongin misalnya...”13 Oleh karena itu pada pasangan nikah dini yang berada di Gunung Sindur dapat menajalankan kehidupan bertengga seperti biasa, karena antara pasangan laki-laki dan perempuan nikah dini berasal dari satu daerah orang sunda dan juga orang Gunungsindur. Sehingga tidak ada kesulitan dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang baru, dan dapat menyesuaikan karena kehidupannya tidak jauh berbeda dengan lingkungan di tempat tinggalnya sebelum menikah.

12

Wawancara pribadi dengan Bapak Hermawan Suwandi, Bogor, 20 Januari 2011 13

65

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyebab pernikahan usia dini di masyarakat Desa Gunung Sindur adalah karena tingkat pendidikan, faktor adat/tradisi setempat, cinta terhadapa pasangannya, faktor ekonomi, dan juga karena hamil di luar nikah. Dari beberapa faktor tersebut yang menimbulkan pernikahan usia dini karena sex pra nikah dan keinginan sendiri yang banyak terjadi saat ini.

2. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka kualitas keluarga yang dihasilkan dari pernikahan usia dini pun rendah. Karena belum bisa mengatur masalah keuangan, kesehatan dan rencana masa depan untuk anaknya.

3. Setelah menjalani kehidupan rumah tangga masalah yang dihadapi adalah stres dan mudah marah, mungkin hal ini dikarenakan belum matangnya secara pemikiran dalam menghadapi segala masalah dalam bahtera rumah tangga.

4. Pernikahan Usia Dini tidak hanya memiliki pengaruh negatif tetapi juga pengaruh posif yakni; menambah ilmu melalui pengalaman hidup berumah tangga dan menimbulkan rasa tanggung jawab. Menumbuhkan sikap dewasa, menghindari diri dari prilaku seks bebas, namum apabila pernikah

dini tidak didasari oleh niat yang kuat (mengharapkan keridhoan Allah), hal ini dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut: Kesulitan Ekonomi, KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang menyebabkan kondisi keluarga kurang harmonis.

Dokumen terkait