• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kajian Teoritis

5. Hakikat Pernikahan Usia Dini

Sebelum penulis membahas tentang pengertian pernikahan dini, terlebih dahulu harus diketahui batasan usia muda. Mendefinisikan usia muda (remaja) memang tidak mudah karena kalau kita lihat sampai saat ini belum ada kata sepakat antara para ahli ilmu pengetahuan tentang batas yang pasti mengenai usia muda, karena menurut mereka hal ini tergantung kepada keadaan masyarakat dimana usia muda itu ditinjau.11

11

Salihun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja,

Ada beberapa pengertian usia muda yang ditinjau dari beberapa segi diantaranya:

Usia muda (remaja) menurut bahasa adalah : “Mulai dewasa, sudah mencapai umur untuk kawin”.12

Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa : “Usia muda (remaja) adalah anak yang pada masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak baik untuk badan, sikap dan cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang, masa ini dimulai kira-kira umur 13 tahun dan berakhir kira-kira 21 tahun.”13

Masa remaja adalah suatu periode peralihan yaitu masa peralihan dari masa kanak-kanak kepada masa dewasa. Ini berarti anak-anak pada masa ini harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari sikap dan pola perilaku dan pola yang ditinggalkan. Akibat peralihan ini remaja bersikap Ambivalensi. Di satu pihak si anak remaja ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, jangan selalu diperintah seperti anak kecil, tetapi dilain pihak segala kebutuhannyan masih minta dipenuhi seperti halnya pada anak-anak.

Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Ada empat perubahan yang bersifat universal selama masa remaja yaitu:

12

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1983), hal. 813

13

1) Meningkatnya emosi, intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, perubahan emosi ini hanya pada terjadi pada masa remaja awal.

2) Perubahan fisik, perubahan peran dan minat yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah-masalah baru sehingga selama masa ini si remaja merasa ditimbuni masalah.

3) Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting dan bernilai pada masa kanak-kanak sekarang ini tidak lagi. Kalau pada masa kuantitas dipentingkan sekarang segi kualitas diutamakan.

4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalensi terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan merekan untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut.14

Dalam agama Islam tidak dijelaskan batasan umur remaja,tetapi hal ini dapat dilihat ketika seseorang telah mencapai akil baligh, itu ditandai haid (menstrubasi) yang pertama bagi perempuan sehingga sudah boleh dinikahkan. Dan wanita Indonesia rata-rata haid pada usia kurang lebih 13 tahun. Sedangkan yang laki-laki ditandai dengan bermimpi atau mengeluarkan mani (ejakulasi) dan sudah boleh menikah juga.15

14

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007) Cet. III hal. 25-26

15

Elizabet B. Harlock mendefinisikan usia remaja dan membaginya dalam tiga tingkatan yaitu: pra remaja 10-12 tahun, remaja awal 13-16 tahun, remaja akhir 17-21 tahun.16

Menurut WHO batasan usia muda terbagi dalam dua bagian yaitu: usia muda awal 10-14 tahun dan usia muda akhir 15-20 tahun.17

Dari penjelasan di atas, ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang batas usia muda, namun dalam hal ini penulis mencoba menyimpulkan bahwa usia muda itu adalah mulai dari umur 10 tahun sampai 21 tahun. Yang tercakup didalamnya antara lain masa pra remaja, remaja awal dan remaja akhir. Jadi pernikahan dini adalah hubungan antara dua insan yang berlainan jenis kelamin yang didasari atas rasa suka sama suka sebagai landasan terlaksananya ketentuan-ketentuan syariat agama untuk membentuk mahligai rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah. Pernikahan dilakukan pada saat pasangan tersebut berusia antara 10-21 tahun.

b. Remaja dan Masalah yang dihadapinya

Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno dalam bukunya Psikologi Pendidikan di dalam lapangan psikologi ada yang beranggapan bahwa ada hubungan erat antara jasmani dan rohani, sehingga pertumbuhan jasmani yang menyolok disertai pula oleh perubahan rohaniyah pula. Dengan demikian terdapat saling pengaruh mempengaruhi antara kedua macam pertumbuhan itu. Dengan bersendi pada pandangan yang demikian itu pula

16

Muhammad Yunus, Pendidikan Seumur Hidup, (Jakarta: Lodaya, 1987), h. 52 17

Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1989) Cet Ke-1, h. 9-10

maka orang mengadakan pembagian pertumbuhan dan perubahan-perubahan jasmani. Aris Toteles adalah salah seorang yang mengadakan pembagian atas perkembangan dengan dasar perubahan jasmani itu. Oleh Aristoteles, anak lahir sampai 21 tahun dibagi menjadi tiga periode yang mengikuti dibatasi adanya perubahan jasmani yang dianggapnya penting. Adapun perubahan jasmani yang dianggapnya penting ialah terjadinya pertukaran gigi pada umur tujuh tahun, dan tumbuhnya tanda-tanda pebertas seperti perubahan suara, kumis dan tanda-tanda kelamin sekunder lainnya yang timbul pada umur 14 tahun.

Atas dasar pembagian itu dilakukan sebagai berikut: 0-7 tahun, periode anak kecil, 7-14 tahun periode anak sekolah, 14-21tahun periode pubertas.

Pembagian lain didasarkan atas dasar sifat-sifat psikis semata-mata. Pembagian itu antara lain dikemukakan oleh Charlot Buhlerr Comenius mengadakan pembagian pertumbuhan yang dimuat dalam bukunya Digactica Magna, berdasarkan kepentingan pengajaran bagi si anak. Pembagian itu antara lain: 0-6 tahun, sekolah ibu, 6-12 tahun, sekolah bahasa ibu, 12-18 tahun, sekolah bahsa latin, 18-24 tahun, sekolah tinggi. Dalam rangka mencari dasar-dasar yang bersendi praktek-praktek pendidikan, perkembangan dapat dibagi sebagai berikut: Masa vital 0-2 tahun, Masa kanak-kanak 2-6 tahun, Masa sekolah 6-12 tahun, Masa Remaja 12-18 tahun, Masa dewasa 21-24 tahun.

Berdasarkan klasifikasi yang ditulis oleh Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno penulis mengutif bahwa pada masa remaja dapat diambil dan diketahui masalah-masalah yang timbul akibat masa perkembangan dan pertumbuhan remaja itu sendiri adalah sebagai berikut:

Masa usia 6-12 tahun

Dinamakan masa sekolah, karena pada usia 6-12 tahun, anak telah mengikuti mata pelajaran sekolah dasar (bagi anak normal) adapun tanda-tanda kematangan itu antara lain:

Dalam lapangan perasaan anak lekas merasa puas, mudah gembira, tetapi belum dapat mengikuti kepuasan, kesedihan dan kegembiraan yang dialami orang lain. Pada akhir periode ini anak mengalami apa yang disebut individualisme kedua. Pada masa ini anak hasratnya kuat, kepercayaan pada diri sendir kuat, cita-citanya hebat.

Pada masa itu merupakan waktu yang baik untuk timbulnya gerombolan anak-anak liar. Perkelahian anak-anak terjadi disebabkan oleh karena anak-anak sering menonjolkan dirinya. Pada masa ini biasanya terdapat minat yang istimewa yang berwujud nafsu mengumpulkan. Anak gemar mengumpulkan perangko, kartu pos bergambaran dan sebagainya.

Pada masa remaja 12-18 tahun

Pada permulaan masa ini anak mengalami perubahan-perubahan jasmani yang berwujud timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder, suaranya berubah pada laki-laki yang umumnya menurun satu oktaf, lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang cepat sekali, sehingga anak menjadi

canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar baru mulai tumbuh. Keadaan anak yang demikian menimbulkan gangguan psikis. Oleh Rumke dinamakan gangguan Regulasi.

Perubahan rohani juga timbul. Anak telah mulai berfikir secara abstrak. Ingatan logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu dengan yang lain tidak dalam keadaan seimbang, akibatnya anak sering mengalami gangguan-gangguan. Oleh gangguan ini dinamakan gangguan integrasi.

Kehidupan sosial anak remaja berkembang sangat luas. Akibatnya anak berusaha melepaskan diri dari kekangan-kekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan. Akan tetapi disamping itu anak masih tergantung kepada orang tua, dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan ketergantungan kepada orang tua. Hal ini yang menyebabkan apa yang oleh Ramke dinamakan gangguan individualisasi. Rumke berpendapat bahwa ketiga gangguan itu (Integrasi, Regulasi dan Individualisasi) selalu dialami oleh anak yang memulai masa remaja, bahkan anak yang tidak mengalami tersebut tidak akan dapat mencapai kedewasaan secara normal.

Pada masa remaja anak telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta persahabatan, agama dan kesusilaan, kebebasan dan kebaikan. Maka dari itu dapat dinamakan masa pembentukan dan penentuan nilain dan cita-cita. Pada bagian akhir masa remaja anak telah menunjukkan perbedaan minat, antara laki-laki dan perempuan.

Selain itu anak juga telah memulai berfikir tentang tanggung jawab, sosial dan agama.

Masa Transisi ( 18-21 Tahun )

Pada masa transisi dari masa remaja kemasa dewasa awal, remaja telah mengalami ketenangan batin. Akan tetapi sifat radikal dan revolusioner masih tetap menggelora. Sedikit demi sedikit ia menginsyafi bahwa orang tidak dapat menggapai segala cita-citanya dalam hidupnya. Anak mulai berpandangan realistis.

Pada masa ini jasmaniahnya mengalami perkembangan yang terbaik dan yang paling indah dibandingkan dengan masa-masa yang lain. Anak mulai berfikir mengenai: siapa yang akan menjadi taman hidupnya nanti. Kadang-kandang begitu besarnya perhatian dalam lapangan ini sehingga perhatian dalam hal lain tersisihkan.

Masa dewasa ( 21-24 tahun )

Pada masa ini telah menginjak masa dewasa. Setelah masa ini pada umumya seseorang telah menunjukkan kematangan jasmani dan rohani. Orang telah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap, telah memikirkan secara sungguh-sungguh tentang hidup berkeluarga dan telah menerjunkan diri kedalam masyarakat ramai dengan ikut aktif dalam berbagai tugas sosial, masuk dalam organisasi sosial, banyak yang berkecimpung kedalam dunia politik. Mereka telah mempunyai tanggung jawab sosial baik sebagai bapak dalam keluarga maupun sebagai anggota masyarkat.18

18

Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997) Cet I, hal. 86-91

c. Hal-hal harus diperhatikan sebelum menikah usia dini

Ketika seseorang memutuskan untuk menikah dini maka sebaiknya mempersiapkan diri terlebih dahulu sehingga nantinya memiliki bekal untuk menjalani hidup berumah tangga serta menghindari dari kemungkinan-kemungkinan yang buruk. Hal-hal ini yang diperhatikan diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Memiliki kesiapan merupakan faktor utama terlaksananya pernikahan.

Jika seseorang ingin melangkah menuju suatu pernikahan, maka dia harus memiliki kesiapan sebelumnya, kesiapan yang dimaksud fisik, mental, materi, atau lainya. Kesiapan dari semua hal sangat dibutuhkan dalam membentuk mahligai rumah tangga. Disamping menyiapkan perangkat fisik, mental dan materi, seseorang yang akan melakukan pernikahan seharusnya mempersiapkan hal-hal berikut;

a) Persamaan dalam tujuan pernikahan, yakni pembentukan keluarga sejahtera.

b) Persamaan pendapat tentang bentuk keluarga kelak, jumlah anak dan arah pendiidikannya.

c) Mempunyai dasar pernikahan dan hidup keluarga yang kuat kemauan; baik toleransi dan cinta kasih.

Faktor-faktor ini harus dibereskan pemikirannya sebelum pernikahan, apabila hal ini telah dipersiapkan sebelum pernikahan, barulah mereka dapat membina hidup berkeluarga.19

2) Memiliki kematangan emosi.

Yang dimaksud dengan kematangan emosi adalah kemanusiaan untuk menyesuaikan diri, menetapkan diri dan mengahadapi segala macam kondisi dengan suatu cara dimana kita mampu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kita hadapi saat itu.20

Dengan memiliki kematangan emosi seseorang dapat menjaga kelangsungan pernikahannya karena lebih mampu mengelola perbedaan yang pasti ada dalam rumah tangga.

3) Lebih dari sekedar cinta.

da alasan lain yang lebih baik untuk menikah. Pernikahan tidak hanya didasari cinta ataupun keterikatan pada fisik dan dorongan seksual saja. Tetapi harus didasari pada komitmen agar tidak terjerumus pada hubungan perzinahan dan hanya ingin mengikuti sunnah nabi dan mengharap ridho Allah SWT.

4) Mempunyai bekal ilmu.

Banyak hal yang harus dipelajari untuk menghadapi kehidupan berumah tangga. Ada kewajiban-kewajiban maupun kebijakan-kebijakan. Pernikahan yang menuntut untuk memiliki ilmunya sehingga bisa melaksanakan dengan baik dan tidak menyimpang.

19

Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, (Jakarta: Gunung Mulia, 1988) Cet Ke-9 hal. 37

20

Muhammad Qorni, Indahnya, Manisnya bercinta Setelah Menikah, (Jakarta: Mustaqim, 2002) Cet Ke-1, hal. 112

Mengajarkan ilmu agama kepada istri dan anak-anak, mengingatan dan menasehati istri, mendampingi suami, dan sebagainya butuh ilmu. Berjimak pun butuh ilmu tentang bagaimana berjimak sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW.21 Untuk itu orang yang berumah tangga, perlu bekal ilmu untuk mengarungi bahtera rumah tangganya.

5) Kemampuan memenuhi tanggung jawab.

Kemampuan memenuhi tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang suami ataupun oleh seorang istri sehingga kadangkala membuat seseorang takut melakukan pernikahan. Bagi seseorang suami akan dipenuhi tanggung jawab untuk memberikan pakaian, makan serta rumah tinggal bagi istri dan anaknya. Dan bagi istri memiliki tanggung jawab untuk melayani suami dengan sebaik-baiknya. Mengatur rumah tangga, mengurus dan mendidik anak, ketika suami bekerja, dan banyak lagi tanggung jawab yang harus dipikul oleh pasangan suami istri. Untuk itu, sebelum menikah pasangan ini harus siap dengan segala tanggung jawab yang akan dipikulnya agar rumah tangga dapat berjalan dengan baik.

6) Kesiapan menerima anak.

Dalam membentuk sebuah rumah tangga seseorang tidak hanya dituntut kesiapan utnuk menikah, tetapi juga dituntut kesiapan untuk membentuk rumah tangga, yakni membentuk keluarga yang terdiri dari

21

M. Fauzil Adhim, Saatnya Untuk Menikah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) Cet. Ke-1, hal. 30

ayah, ibu dan anak. Suami istri harus siap menerima kehadiran anak dalam kehidupan mereka.22

Dokumen terkait