• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7. Analisa FTIR

Analisis FTIR dilakukan untuk melihat perbedaan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada film lateks karet alam tanpa penambahan bahan pengemulsi pada vulkaniasi sulfur.

Dari hasil analisa spektroskopi FTIR dari film lateks karet alam tanpa bahan pengemulsi (Gambar 4.12) menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 3425.87 cm-1 (OH dari amonium dan kalium hidroksida), 3035.53 cm-1 (menandakan fibrasi regangan asimetris = C - H dari struktur poli isoprena), 2926.80 cm-1 (yang mengindikasikan gugus C-H regangan asimetris), 2854.86 cm-1 (gugus CH2 simetris), 1664.04 cm-1 (C = C struktur dari poli isoprena), 1566.34 cm-1 (gugus N - O), 1375.85 cm-1 (gugus CH3), 1448.15 cm-1 (gugus CH2), 1015.98 cm-1 (regangan C- O), 835.79 cm-1 (cincin para substitusi dari wingstay), 669.01 cm-1 (Cis senyawa alkena pada gugus isoprena).

Gambar 4.12. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi sulfur tanpa penambahan pengemulsi

Pada Gambar 4.13 spektroskopi FTIR dari film lateks karet alam dengan penambahan amonium laurat dengan vulkanisasi sulfur menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 3370.88 cm-1 (OH dari amonium dan kalium hidroksida), 3035.28 cm-1 (menandakan fibrasi regangan asimetris = C-H dari struktur poli isoprena), 2927.04 cm-1 (yang mengindikasikan gugus C-H streaching Sp3), 2854.83 cm-1 (gugus C – H), 2172.61 cm-1 (C = 0 serapan kurang tajam dari ZDBC), 1644.81 cm-1 (C = C struktur dari poli isoprena), 1375.79 cm-1 (gugus CH3), 1448.48 cm-1 (gugus CH2), 1016.15 cm-1 (regangan C – O), 835.89 cm-1 (cincin para substitusi dari wingstay), 669.46 cm-1 (Cis senyawa alkena pada gugus isoprena).

Gambar 4.13. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi sulfur terhadap penambahan amonium laurat komersil ( AL )

Pada Gambar 4.14 spektroskopi FTIR dari film lateks karet alam dengan bahan penambahan AAL dengan vulkanisasi sulfur menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 3321.68 cm-1 (OH dari amonium), 3035.21 cm-1 (= C - H dari struktur poli isoprena), 2926.08 cm-1 (yang mengindikasikan gugus C-H regangan asimetris), 2854.71 cm-1 (gugus C – H streaching), 1664.35 cm-1 (C = C struktur dari gugus poli isoprena), 1448.12 cm-1 (gugus CH2 dari gugus poli isoprena), 1375.87 cm-1 (gugus CH3 dari gugus poli isoprena), 1015.55 cm-1 (regangan C – O), 836.59 cm-1 (cincin para substitusi dari wingstay), 669.29 cm-1 (Cis senyawa alkena pada gugus isoprena).

Gambar 4.14. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi sulfur terhadap penambahan amida asam lemak campuran minyak kelapa (AAL).

Pada Gambar 4.15 spektroskopi FTIR dari film lateks karet alam dengan bahan AL dengan vulkanisasi DKP menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 3676.70 cm-1 (OH dari KOH), 3035.77 cm-1 (= C - H dari struktur poli isoprena), 2927.84 cm-1 (yang mengindikasikan gugus C-H regangan asimetris), 2855.25 cm-1 (gugus C – H simetris), 2726.50 cm-1 (C-H streaching), 1664.40 cm-1 (C = C struktur dari gugus poli isoprena), 1448.15 cm-1 (gugus CH2 dari gugus poli isoprena), 1376.03 cm-1 (gugus CH3 dari gugus poli isoprena), 1243.65 cm-11(vibrasi regangan C = O), 1127.49 cm-1 (regangan C – O), 1016.70 cm-1 (regangan C-H), 836.09 cm-1 (cincin para substitusi dari wingstay), 669.48 cm-1 (Cis senyawa alkena pada gugus isoprena).

Gambar 4.15. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi dikumil peroksida (DKP) terhadap penambahan amonium laurat (AL)

Pada Gambar 4.16 spektroskopi FTIR dari film lateks karet alam AAL dengan vulkanisasi DKP menunjukkan serapan pada daerah bilangan gelombang 3377.61 cm-1 (OH dari KOH), 3035.61 cm-1 (= C - H dari struktur poli isoprena), 2926.98 cm-1 (yang mengindikasikan gugus C-H regangan asimetris), 2854.87 cm-1 (gugus C – H simetris), 2726.49 cm-1 (C-H streaching), 1644.52 cm-1 (C = C struktur dari gugus poli isoprena), 1563.47 cm-1 (gugus N-O), 1448.84 cm-1 (gugus CH2 dari gugus poli isoprena), 1375.94 cm-1 (gugus CH3 dari gugus poli isoprena), 1016.10 cm-1 (regangan C – O), 836.67 cm-1 (cincin para substitusi dari wingstay), 669.47 cm-1 (Cis senyawa alkena pada gugus isoprena).

Gambar 4.16. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi dikumil peroksida (DKP) terhadap penambahan amida asam lemak campuran minyak

Penambahan bahan pengemulsi kedalam lateks pekat, diharapkan tidak bereaksi dengan polimer karet. Dalam hal ini interaksi antara ujung lipophil dari

rantai hidrokarbon pengemulsi dengan ikatan π cis 1,4-poliisoprena menimbulkan interaksi gaya Van Der Waals dalam bentuk gaya london. Akibatnya antara pengemulsi dengan polimer karet tidak berikatan dengan kuat sehingga mudah lepas. Ini dapat dilihat pada Gambar 4.12, 4.13, dan 4.14 untuk vulkanisasi sulfur serta Gambar 4.15 dan 4.16 untuk vulkanisasi dikumil peroksida. Dimana spektrum yang dihasilkan pada FTIR ini tidak berbeda secara signifikan.

4.8. Morfologi

Untuk melihat morfologi dari film lateks karet alam yang dihasilkan adalah dengan analisis scanning electron microscope (SEM). Analisa morfologi ini menggunakan SEM dengan pembesaran 500 x. Perubahan bahan dan suhu pengeringan dengan menggunakan vulkanisasi sulfur terhadap morfologi dari film lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.19 ; 4.20 dan 4.21.

Gambar 4.17 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen tanpa penambahan pengemulsi dengan pembesaran 500 x, dimana permukaan memperlihatkan agregat yang lebih besar.

Gambar 4.17. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam tanpa pengemulsi dengan vulkanisasi sulfur pada pembesaran 500 x

Pada Gambar 4.18 hasil analisis memperlihatkan spesimen Amonium Laurat (AL) dengan pembesaran 500 x dimana memperlihatkan permukaan yang halus dan agregat yang terjadi sedikit yang mengisi rongga-rongga pada permukaan film lateks karet alam.

Gambar 4.18. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi amonium laurat (AL) vulkanisasi sulfur pada pembesaran 500 x

Untuk Gambar 4.19 menunjukkan hasil fotografi permukaan Amida Asam Lemak Campuran (AAL) dengan pembesaran 500 x, dimana agregat yang terbentuk lebih besar dan merata yang mengisi rongga-rongga pada fasa agregat sulfur yang terlihat pada permukaan film.

Gambar 4.19. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi amida asam lemak (AAL) dengan vulkanisasi sulfur pada pembesaran 500 x

Bila dilihat morfologi dari film lateks karet alam yang dihasilkan dari analisis

Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu Gambar 4.17, 4.18, dan 4.19, maka pada

besar bila dibandingkan dengan penambahan bahan pengemulsi yaitu pada Gambar 4.18 dan Gambar 4.19.

Hal ini mungkin disebabkan terjadi pra-koagulasi sebelum penambahan bahan kimia, sehingga bahan kimia sulit masuk ke fasa karet akibatnya sulit mengadakan reaksi ikatan silang dengan fasa karet lain sehingga rapat ikatan silang (crosslink

density) akan lebih rendah. Ini juga dapat dilihat pada kekuatan tarik tanpa

penambahan bahan pengemulsi lebih rendah dari pada penambahan bahan pengemulsi dan juga swelling index tanpa penambahan bahan pengemulsi lebih besar dari pada penambahan pengemulsi.

Analisa morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dengan pembesaran 500 x untuk film lateks karet alam. Perubahan bahan dan suhu pengeringan dengan vulkanisasi dikumil peroksida (DKP) terhadap morfologi dari film lateks karet alam dapat dilihat pada Gambar 4.20 dan Gambar 4.21. Pada Gambar 4.20 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen AL – DKP dengan pembesaran 500 x, dimana tampilan permukaan yang halus dan sedikit agregat, yang tersebar dan merata disebabkan vulkanisasi dengan menggunakan dikumil peroksida yang telah mengisi rongga-rongga pada permukaan film lateks karet alam adalah lebih bagus dan kompak karena tidak ada jembatan sulfur. Akan tetapi produk yang dihasilkan tidak bagus ditinjau dari sifat mekanisnya.

Gambar 4.20. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi AL-DKP dengan pembesaran 500 x

Pada Gambar 4.21 menunjukkan hasil fotografi permukaan spesimen AAL- DKP dengan pembesaran 500 x, dimana tampilan permukaan yang halus dan agregat lebih banyak tersebar dan merata. Agregat yang terbentuk lebih kecil bila dibandingkan dari spesimen Al-DKP.

Gambar 4.21. Fotografi mikroskopi permukaan film lateks karet alam dengan pengemulsi AAL-DKP dengan pembesaran 500 x

Dokumen terkait