• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pemanfaatan Bahan Pengemulsi Berbasis Minyak Kelapa Untuk Produk Film Lateks Pekat Karet Alam Dengan Agen Vulkanisasi Sulfur Dan Dikumil Peroksida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Pemanfaatan Bahan Pengemulsi Berbasis Minyak Kelapa Untuk Produk Film Lateks Pekat Karet Alam Dengan Agen Vulkanisasi Sulfur Dan Dikumil Peroksida"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS

MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS

PEKAT KARET ALAM DENGAN AGEN

VULKANISASI SULFUR DAN

DIKUMIL PEROKSIDA

DISERTASI

Oleh

YUGIA MUIS 078103010

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM

DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL PEROKSIDA

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Kimia pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh YUGIA MUIS NIM : 078103010

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Disertasi : STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS PEKAT KARET ALAM DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL PEROKSIDA

Nama : Yugia Muis Nomor Pokok : 078103010

Program Studi : Program Doktor Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS.,Ph.D. Promotor

)

(Dr. Marpongahtun, MSc.) (Dr.Krishna Surya Bhuana, MS. Co Promotor Co Promotor

)

Ketua Program Doktor Ilmu Kimia Dekan Fakultas MIPA,

(4)

PROMOTOR

Prof. Basuki Wirjosentono, MS.,Ph.D.

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Fisika / Polimer

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Dr. Marpongahtun, MSc.

Staf Pengajar Kimia Bidang Kimia Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

CO-PROMOTOR

Dr. Krishna Surya Bhuana, MS.

Kepala Bagian Perencanaan dan Pengkajian,

(5)

TIM PENGUJI

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS.,Ph.D., Guru Besar Kimia Bidang Kimia Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Anggota :

Dr. Marpongahtun, MSc.

Staf Pengajar Kimia Bidang Kimia Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Dr. Krishna Surya Bhuana, MS.

Kepala Bagian Perencanaan dan Pengkajian, PT. Perkebunan Nusantara III Medan

Prof. Dr. Zul Alfian, MSc

Guru Besar Kimia Bidang Kimia Analitik

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Eddiyanto,Phd Staf Pengajar Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan

Prof. Dr. Yunazar Manjang

(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : YUGIA MUIS

NIM : 078103010

(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda

tangan di bawah ini :

Nama : Yugia Muis

NIM : 078103010

Program Studi : Doktor Ilmu Kimia

Jenis Karya : Disertasi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul :

STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS KARET ALAM

DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL PEROKSIDA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eklusif

ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan,

mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya seraya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis

dan pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : Januari 2011

Yang menyatakan

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.

Sebagai insan yang senantiasa mengenang budi baik sesama, perkenankanlah

saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc (CTM), Sp.A(K) yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk

mengikuti program pendidikan Doktor dalam bidang Ilmu Kimia pada Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan dan

berkenan memberikan bantuan pendidikan.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Dr. Sutarman,

MSc, atas bantuan dan proses administrasi yang baik di Fakultas MIPA USU.

3. Ketua Program Studi S3 Ilmu Kimia, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,Ph.D dan

Sekretaris Program Studi S3 Ilmu Kimia Dr. Hamonangan Nainggolan MSc,

serta Prof.Dr.Harry Agusnar,MSc,M.Phil yang telah memberikan dorongan dan

bantuan yang sedemikian besar kepada peserta program Doktor Ilmu Kimia.

4. Promotor Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,Ph.D., Co-promotor Dr.

Marpongahtun, MSc. dan Co-promotor Dr. Krishna Surya Bhuana, MS yang

dengan kesabaran dan tanpa bosan-bosannya telah banyak memberikan

bimbingan dan pemikiran, serta memacu saya dalam menyelesaikan disertasi ini.

5. Tim Penguji, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,Ph.D., Dr. Marpongahtun, MSc.,

Dr. Krishna Surya Bhuana, MS., Prof. Dr. Zul Alfian, MSc.,Eddiyanto,Phd dan

Prof. Dr. Yunazar Manjang, diucapkan terima kasih atas kesediaannya

mengikhlaskan waktu untuk memberikan penilaian maupun saran-saran untuk

(9)

6. Direktur PT. Industri Karet Nusantara Medan beserta seluruh staff dan teknisi,

atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat

terlaksana.

7. Rekan-rekan di Program Doktor Ilmu Kimia USU, untuk kerjasama yang saling

menguatkan selama menuntut ilmu di Program Doktor Ilmu Kimia USU.

Akhir kata, terima kasih kepada suami penulis Drs. H. Mhd. Syam Nasution

dan anak-anak tercinta Indah Pertiwi Nasution, S.Farm, Apt., Mhd. Reza Pahlevi

Nasution,S.Kom., Reni Silvia Nasution, S.Si., dan Lisa Utari Nasution atas

pengertian, kesabaran dan dorongan yang diberikan sepanjang penyelesaian disertasi

ini adalah sesuatu yang amat berarti. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan

rahmatNya.

Medan, Januari 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Yugia Muis

2. Tempat / Tanggal lahir : Maninjau, 27 Oktober 1953

3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Alamat : Jln. Negara No. 95 Medan

6. Telepon / Hp : (061)4572079 / 081361366910

7. Nama Ayah : Abdul Muis

8. Nama Ibu : Zaharuna

9. Pendidikan

SD Negeri Maninjau : 1961 – 1965

SMP Negeri Maninjau : 1966 – 1968

SMA Negeri Maninjau : 1969 – 1971

Sarjana (S1) FMIPA USU Medan : 1972 – 1979

Magister (S2) FMIPA UI : 1994 – 1997

10.Riwayat Pekerjaan : Staf Pengajar FMIPA USU 1980 –

(11)

STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS PEKAT KARET ALAM

DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL PEROKSIDA

ABSTRAK

Bahan pengemulsi lateks yang biasa digunakan pada perkebunan karet adalah amonium laurat (AL). Amonium laurat ini diimpor dari mancanegara dengan harga yang tinggi. Pada penelitian ini telah dilakukan penggunaan amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa (AAL) dan amonium lauril sulfat (ALS) sebagai bahan pengemulsi alternatif pada lateks karet alam. AAL dan ALS tersebut ditambahkan pada lateks pekat dengan konsentrasi 0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0.07 v/v.% dan 0.09 v/v.% dengan waktu penyimpanan 0; 5;10; 15; 20 dan 25 hari. Standar yang digunakan adalah amonimum laurat (AL). Penggunaan bahan pengemulsi pada lateks pekat adalah memberikan nilai optimum MST pada konsentrasi 0,07 v/v.% dengan waktu penyimpanan 10-25 hari dan hasil ini memenuhi standar ASTM D.1076 dan ISO 2004. Film lateks karet alam yang digunakan divulkanisasi dengan sulfur dengan cara mengeringkannya pada suhu 100oC selama 30 menit. Pada suhu 130oC film lateks karet alam divulkanisasi dengan menggunakan dikumil peroksida selama 30 menit. Hasil yang diperoleh diamati dengan pengujian sifat-sifat mekanis, morfologi (SEM), uji swelling indeks and FTIR. Hasil uji mekanik menunjukkan bahwa kekuatan tarik optimum diperoleh pada penambahan bahan pengemulsi AL 0,07 v/v.% sebesar 1,09 MPa dan perpanjangan putus 783%. Uji swelling indeks menurun pada penambahan bahan pengemulsi AAL dan AL sampai nilai minimum sebesar 1,80 mm and 1,79 mm. Karakter morfologi memperlihatkan bahwa tanpa penambahan bahan pengemulsi agregat yang terbentuk meningkat dibandingkan dengan penambahan bahan pengemulsi. Kemudian analisis spectrum FTIR tidak menujukkan adanya interaksi kimia antara molekul karet dengan bahan pengemulsi sehingga tidak ditemukan perubahan struktur secara signifikan.

(12)

STUDY OF UTILIZE OF COCONUT OIL-BASED EMULSIFIER FOR PRODUCING NATURAL RUBBER LATEX VULCANISED BY

SULFUR AND DICUMYL PEROXIDE

ABSTRACT

Emulsifying ingredient commonly used for latex on rubber plantations is ammonium laurate (AL). Unfortunately, this agent had to be imported from abroad with the high price. The usage of AAL combined with ALS as an emulsifier for natural rubber latex has already been done. Both of the chemicals were added to the concentrated latex with the various concentration of 0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0.07 v/v.% and 0.09 v/v.% with the storage time of 0; 5;10; 15; 20 and 25 days. In this work, AL is used as standard. The use of this emulsifier on the concentrated latex material provided optimum value of MST at concentration of 0.07 v/v.% with storage time of 10-25 days and the outcome is in compliance with ASTM standards and ISO 2004. Natural rubber latex films used in this work were vulcanised using sulfur by drying it

at a temperature of 1000C for 30 minutes. At the same treatment the films were

vulcanised using dicumil peroxide at 1300C. The resulting film are characterised in term of their mechanical properties, morphology (SEM), swelling index, as well as FTIR. The results of mechanical tests showed that the optimum tensile strength was obtained at the addition of emulsifiers AL at 0.07 0 v/w.% of 1.09 MPa and the elongation at break of 783%. Swelling index test decreased on the addition of emulsifiers AL and AAL until a minimum value of 1.80 mm and 1.79 mm. Morphological characteristics showed that without the addition of emulsifiers formed aggregate increases. This result is different when compared with the addition of emulsifiers. FTIR spectra did not show any chemical interaction between the molecules of rubber and emulsifying agent and there is no significant change in structure.

(13)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 3

1.3.Tujuan Penelitian 4

1.4.Manfaat Penelitian 5

1.5.Metodologi Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1. Lateks Karet Alam 8

2.2. Lateks Pekat 11

2.3. Bahan Pengemulsi Lateks Pekat 12

2.4. Pembuatan Kompon Karet 13

2.4.1. Bahan Vulkanisasi 14

2.4.2. Bahan Pencepatan Reaksi 19

2.4.3. Bahan Antioksidan dan Antiozon 20

2.4.4. Bahan Pengisi 21

(14)

2.5. Formulasi Lateks Karet Alam 22

2.6. Proses Pencelupan 23

2.7. Surfaktan 24

2.8. Minyak Kelapa 27

2.9. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa 28

2.10.Metil Ester Asam Lemak 29

2.11.Amida Asam Lemak 30

2.12.Amonium Lauril Sulfat 33

2.13.Karakterisasi Produk Film Lateks 34

2.13.1.Uji Swelling Index 34

2.13.2.Kekuatan Tarik 34

2.13.3.Spektroskofi Infra Merah Fourier Transform (FT-IR) 36

2.13.4.SEM (Scanning Elektron Microscopy) 38

BAB III METODE PENELITIAN 39

3.1. Tempat dan Waktu 39

3.2. Bahan dan Alat 39

3.3. Pembuatan Bahan-Bahan Pengemulsi 39

3.3.1. Pembuatan Sulfur 55% 39

3.3.2. Pembuatan Wingstay-L 55% 40

3.3.3. Pembuatan ZnO 60% 40

3.3.4. Pembuatan ZDBC 50% 40

3.4. Prosedur Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran dari

Minyak Kelapa 40

3.4.1. Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kelapa 40

3.4.2. Pembuatan Amida Asam Lemak 41

3.4.3. Penentuan Tegangan Permukaan 41

3.4.4. Pengujian MST Lateks Pekat dengan Penambahan

Pengemulsi 42

(15)

3.4.6. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) 43

3.5. Prosedur Pembuatan Film Lateks Karet Alam 43

3.5.1. Penyediaan Formulasi Lateks Pravulkanisasi dan

komposisinya 43

3.5.2. Pembuatan Formulasi Lateks Pravulkanisasi 43

3.5.3. Proses Pembersihan Plat (Pembentuk) 44

3.5.4. Pembuatan Film Lateks Karet Alam 44

3.5.5. Uji Tarik dan Uji Kemuluran 45

3.5.6. Penetapan Swelling Index (ASTM D 3615) 46

3.5.7. SEM (Scanning Electromagnetic Microscopy) 46

3.5.8. FTIR (Fourier Transform Infra Red) 46

3.6. Bagan Penelitian 47

3.6.1. Pembuatan Metil Ester Minyak Kelapa 47

3.6.2. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran 48

3.6.3. Pengujian MST Lateks Pekat dengan Penambahan

Amida Asam Lemak Campuran 49

3.6.4. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanis (MST) 50

3.6.5. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) 51

3.6.6. Bagan Alir Proses Pembersihan Plat 52

3.6.7. Bagan Alir Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

dengan Penambahan Amonium Laurat 0,07%

Terhadap Vulkanisasi Sulfur 53

3.6.8. Karakterisasi Produk Film 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 55

4.1. Metil Ester Asam Lemak Campuran 55

4.2. Amida Asam Lemak Campuran 57

4.3. Hubungan Amida Asam Lemak Campuran dengan Harga

(16)

4.4. Pengujian MST, TSC dan KKK Lateks Pekat dengan

Penambahan Pengemulsi 61

4.5. Formulasi Lateks Pravulkanisasi 65

4.6. Pengujian Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Putus 67

4.7. Analisa FTIR 73

4.8. Morfologi 79

4.9. Analisa Swelling Index 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 87

5.1. Kesimpulan 87

5.2. Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 90

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat 12

2.2. Harga HLB untuk beberapa gugus fungsi 26

2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa 28

2.4. Sifat Fisika Kimia Minyak Kelapa 28

3.1. Bahan-bahan formulasi lateks pra vulkanisasi 43

4.1. Hasil Perolehan Metil Ester Asam Lemak Campuran 55

4.2. Komposisi Asam Lemak Campuran dari Minyak Kelapa 56

4.3. Hasil Perolehan Amida Asam Lemak campuran 57

4.4. Nilai Tegangan Permukaan (dyne/cm) pada berbagai

konsentrasi pengemulsi. 60

4.5. Harga MST Lateks Pekat dengan Amida Asam Lemak

Campuran pada Berbagai Waktu Penyimpanan 62

4.6. Harga MST Lateks Pekat dengan Amonium Lauril Sulfat

Berbagai Waktu Penyimpanan 62

4.7. Harga MST Lateks Pekat dengan Amonium Laurat Berbagai

Waktu Penyimpanan 62

4.8. Pengujian TSC Lateks Pekat (HA) dengan Penambahan

Bahan Pengemulsi 63

4.9. Pengujian KKK Lateks Pekat (HA) dengan Penambahan

Bahan Pengemulsi 63

4.10. Pengujian TSC (%) Setelah Maturasi 66

4.11. Pengujian Swelling Indeks (mm) Setelah Maturasi 66

4.12. Nilai Kekuatan Tarik (σ) dan Perpanjangan Putus (Є) dengan

Berbagai Jenis Pengemulsi terhadap Produk Lateks Karet

(18)

4.13. Nilai Kekuatan Tarik (σ) dan perpanjangan putus (Є) dengan

berbagai jenis pengemulsi terhadap produk lateks karet alam

dengan pemvulkanisasi DKP 68

4.14. Nilai Swelling Index dengan Vulkanisasi Sulfur 84

4.15. Nilai swelling index untuk produk lateks karet alam dengan

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Protein Dipolar 9

2.2. Struktur umum lateks cis 1,4 poliisoprena 10

2.3. Struktur umum lateks trans 1,4 poliisoprena 10

2.4. Model ikatan sambung silang polisulfida 15

2.5. Model rangkaian ikatan sambung silang monosulfida 15

2.6. Struktur rangkaian karet pada vulkanisasi sulfur terakselerasi 16

2.7. Mekanisme vulkanisasi peroksida 17

2.8. Mekanisme Vulkanisasi Dikumil Peroksida Terhadap Lateks 18

2.9. Dekomposisi Dikumil Peroksida 19

2.10. Pengaruh Pengaktif dan Pencepat Terhadap Kekuatan Tarik

Film Lateks karet Alam dengan Vulkanisasi Sulfur pada

Suhu 93o

2.11. Reaksi pembentukan trigliserida 27

C 20

2.12. Reaksi esterifikasi metil ester asam lemak 30

2.13. Kurva tegangan-regangan bahan poli-isoprena 35

2.14. Macam-macam vibrasi pada FT-IR 37

3.1. Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D-638-72

Type IV 45

4.1. Kromatogram Metil Ester Asam Lemak Campuran 55

4.2. Spektrum FT-IR Metil Ester Asam Lemak Campuran 56

4.3. Spektrum FT-IR Amida Asam Lemak Campuran 58

4.4. Grafik antara nilai tegangan permukaan dengan konsentrasi

AAL 60

4.5. Grafik antara MST dengan waktu penyimpanan Amida Asam

(20)

4.6. Grafik antara MST dengan waktu penyimpanan Amonium

Lauril Sulfat (ALS) 64

4.7. Grafik antara MST dengan waktu penyimpanan amonium

laurat (AL) 64

4.8. Diagram Kekuatan Tarik dengan Konsentrasi Bahan

Pengemulsi pada vulkanisasi Sulfur 69

4.9. Diagram Kekuatan Tarik dengan Konsentrasi Bahan

Pengemulsi pada vulkanisasi DKP 70

4.10. Diagram Perpanjangan Putus dengan Konsentrasi Bahan

Pengemulsi pada vulkanisasi Sulfur 71

4.11. Diagram Perpanjangan Putus dengan konsentrasi bahan

pengemulsi pada vulkanisasi DKP 72

4.12. Spektrum FTIR film karet alam dengan vulkanisasi sulfur

tanpa penambahan pengemulsi 73

4.13. Spektrum FTIR Film Karet Alam dengan Vulkanisasi Sulfur

Terhadap Penambahan Amonium Laurat Komersil (AL) 74

4.14. Spektrum FTIR Film Lateks Karet Alam dengan Vulkanisasi

Sulfur Terhadap Penambahan Amida Asam Lemak

Campuran Minyak Kelapa (AAL) 75

4.15. Spektrum FTIR Film Lateks Karet Alam dengan Vulkanisasi

Dicumyl Peroksida (DKP) Terhadap Penambahan Amonium

Laurat (AL) 76

4.16. Spektrum FTIR Film Lateks Karet Alam dengan Vulkanisasi

Dicumyl Peroksida (DKP) Terhadap penambahan Amida

Asam Lemak Campuran Minyak Kelapa (AAL) 77

4.17. Fotografi Mikroskopi Permukaan Film Lateks Karet Alam

Tanpa Pengemulsi dengan vulkanisasi Sulfur pada

(21)

4.18. Fotografi Mikroskopi Permukaan Film Lateks Karet Alam

Dengan Pengemulsi Amonium Laurat (AL) vulkanisasi

Sulfur pada Pembesaran 500 x 80

4.19. Fotografi Mikroskopi Permukaan Film Lateks Karet Alam

Dengan Pengemulsi Amida Asam Lemak (AAL) dengan

vulkanisasi Sulfur pada Pembesaran 500 x 81

4.20. Fotografi Mikroskopi permukaan film lateks karet alam

dengan pengemulsi AL-DKP dengan pembesaran 500 x 83

4.21. Fotografi Mikroskopi permukaan film lateks karet alam

dengan pengemulsi AAL-DKP dengan pembesaran 500 x 84

4.22. Swelling Index berbagai jenis pengemulsi dengan vulkanisasi

Sulfur 85

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Spektrum GC Metil Ester Asam Lemak 95

2 Spektrum FTIR Amida Asam Lemak Campuran 96

3

4

Perhitungan Harga HLB Amida Asam Lemak

Perhitungan Penambahan Air Untuk Pengenceran Bahan Maturasi

97

98

5 Proses Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran 99

6 Alat Pengujian MST dan Bahan-bahan Pravulkanisasi 100

7 Stirer dan Waterbath 101

8 Proses Swelling Index dalam Keadaan Tertutup dan

Hasil Film Lateks Karet Alam dan setelah Proses

Swelling Index

102

9 Proses Pencelupan dan Hasil Vulkanisasi Lateks Karet

Alam

103

10 Seperangkat Alat Uji Tarik dan Seperangkat Alat

Scanning Electron Microscopy (SEM)

(23)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama

ASTM American Society for Testing and Material

AL Amonium Laurat

AAL Amida Asam Lemak campuran

ALS Amonium Lauril Sulfat

DKP Dikumil Peroksida

DRC Dry Rubber Countain

FTIR Forrier Transform Infra Red

HLB Hidrophile Lipophile Balance

ISO International Organization for Standarization

HA High Amonia

LA Low Amonia

phr Part Hundred Rubber

SI Swelling Index

SEM Scanning Electron Microscopy

TZ Tetra Methyl Tiuram Disulfida

Lambang Nama

A Bilangan Asam

A0 Luas Penampang Awal (mm2 R

) 0

S Bilangan Penyabunan Radikal Bebas

t Temperatur

ε perpanjangan Putus (%) Fmaks Beban Maksimum (Kgf)

(24)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama

ASTM American Society for Testing and Material

AL Amonium Laurat

AAL Amida Asam Lemak campuran

ALS Amonium Lauril Sulfat

DKP Dikumil Peroksida

DRC Dry Rubber Countain

FTIR Forrier Transform Infra Red

HLB Hidrophile Lipophile Balance

ISO International Organization for Standarization

HA High Amonia

LA Low Amonia

phr Part Hundred Rubber

SI Swelling Index

SEM Scanning Electron Microscopy

TZ Tetra Methyl Tiuram Disulfida

Lambang Nama

A Bilangan Asam

A0 Luas Penampang Awal (mm2 R

) 0

S Bilangan Penyabunan Radikal Bebas

t Temperatur

ε perpanjangan Putus (%) Fmaks Beban Maksimum (Kgf)

(25)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama

ASTM American Society for Testing and Material

AL Amonium Laurat

AAL Amida Asam Lemak campuran

ALS Amonium Lauril Sulfat

DKP Dikumil Peroksida

DRC Dry Rubber Countain

FTIR Forrier Transform Infra Red

HLB Hidrophile Lipophile Balance

ISO International Organization for Standarization

HA High Amonia

LA Low Amonia

phr Part Hundred Rubber

SI Swelling Index

SEM Scanning Electron Microscopy

TZ Tetra Methyl Tiuram Disulfida

Lambang Nama

A Bilangan Asam

A0 Luas Penampang Awal (mm2 R

) 0

S Bilangan Penyabunan Radikal Bebas

t Temperatur

ε perpanjangan Putus (%) Fmaks Beban Maksimum (Kgf)

(26)

STUDI PEMANFAATAN BAHAN PENGEMULSI BERBASIS MINYAK KELAPA UNTUK PRODUK FILM LATEKS PEKAT KARET ALAM

DENGAN AGEN VULKANISASI SULFUR DAN DIKUMIL PEROKSIDA

ABSTRAK

Bahan pengemulsi lateks yang biasa digunakan pada perkebunan karet adalah amonium laurat (AL). Amonium laurat ini diimpor dari mancanegara dengan harga yang tinggi. Pada penelitian ini telah dilakukan penggunaan amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa (AAL) dan amonium lauril sulfat (ALS) sebagai bahan pengemulsi alternatif pada lateks karet alam. AAL dan ALS tersebut ditambahkan pada lateks pekat dengan konsentrasi 0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0.07 v/v.% dan 0.09 v/v.% dengan waktu penyimpanan 0; 5;10; 15; 20 dan 25 hari. Standar yang digunakan adalah amonimum laurat (AL). Penggunaan bahan pengemulsi pada lateks pekat adalah memberikan nilai optimum MST pada konsentrasi 0,07 v/v.% dengan waktu penyimpanan 10-25 hari dan hasil ini memenuhi standar ASTM D.1076 dan ISO 2004. Film lateks karet alam yang digunakan divulkanisasi dengan sulfur dengan cara mengeringkannya pada suhu 100oC selama 30 menit. Pada suhu 130oC film lateks karet alam divulkanisasi dengan menggunakan dikumil peroksida selama 30 menit. Hasil yang diperoleh diamati dengan pengujian sifat-sifat mekanis, morfologi (SEM), uji swelling indeks and FTIR. Hasil uji mekanik menunjukkan bahwa kekuatan tarik optimum diperoleh pada penambahan bahan pengemulsi AL 0,07 v/v.% sebesar 1,09 MPa dan perpanjangan putus 783%. Uji swelling indeks menurun pada penambahan bahan pengemulsi AAL dan AL sampai nilai minimum sebesar 1,80 mm and 1,79 mm. Karakter morfologi memperlihatkan bahwa tanpa penambahan bahan pengemulsi agregat yang terbentuk meningkat dibandingkan dengan penambahan bahan pengemulsi. Kemudian analisis spectrum FTIR tidak menujukkan adanya interaksi kimia antara molekul karet dengan bahan pengemulsi sehingga tidak ditemukan perubahan struktur secara signifikan.

(27)

STUDY OF UTILIZE OF COCONUT OIL-BASED EMULSIFIER FOR PRODUCING NATURAL RUBBER LATEX VULCANISED BY

SULFUR AND DICUMYL PEROXIDE

ABSTRACT

Emulsifying ingredient commonly used for latex on rubber plantations is ammonium laurate (AL). Unfortunately, this agent had to be imported from abroad with the high price. The usage of AAL combined with ALS as an emulsifier for natural rubber latex has already been done. Both of the chemicals were added to the concentrated latex with the various concentration of 0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0.07 v/v.% and 0.09 v/v.% with the storage time of 0; 5;10; 15; 20 and 25 days. In this work, AL is used as standard. The use of this emulsifier on the concentrated latex material provided optimum value of MST at concentration of 0.07 v/v.% with storage time of 10-25 days and the outcome is in compliance with ASTM standards and ISO 2004. Natural rubber latex films used in this work were vulcanised using sulfur by drying it

at a temperature of 1000C for 30 minutes. At the same treatment the films were

vulcanised using dicumil peroxide at 1300C. The resulting film are characterised in term of their mechanical properties, morphology (SEM), swelling index, as well as FTIR. The results of mechanical tests showed that the optimum tensile strength was obtained at the addition of emulsifiers AL at 0.07 0 v/w.% of 1.09 MPa and the elongation at break of 783%. Swelling index test decreased on the addition of emulsifiers AL and AAL until a minimum value of 1.80 mm and 1.79 mm. Morphological characteristics showed that without the addition of emulsifiers formed aggregate increases. This result is different when compared with the addition of emulsifiers. FTIR spectra did not show any chemical interaction between the molecules of rubber and emulsifying agent and there is no significant change in structure.

(28)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam

bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks

pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan karet yang tipis seperti sarung

tangan, benang karet, alat-alat medis dan lain-lain yang bermutu tinggi (Termal, et

al, 2005). Cairan ini belum mengalami penggumpalan baik dengan penambahan pengemulsi ataupun tanpa penambahan pengemulsi (Hani, 2009).

Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami

penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung

molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).

Terjadi ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak

maksimal, sehingga perlu dicari bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks

(Bunsomsit, et al,2003). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari mancanegara. Amonium laurat

ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanis lateks pekat sesuai dengan

Standart American Society for Testing and Material (ASTM D.1076) yaitu minimum

650 detik dan International Organization for Standarization (ISO2004) minimum 540

detik (Dalimunte R, 1986). Waktu kemantapan mekanis ini disebut dengan

Mechanical Stability Time (MST) yaitu salah satu parameter penting dalam

spesifikasi mutu ekspor lateks pekat.

Penelitian mengenai bahan pengemulsi sebagai pengganti amonium laurat

telah banyak dilakukan. Dalimunthe R, 1985 telah meneliti penggunaan sabun

natrium minyak inti sawit dan sabun natrium minyak kelapa untuk mestabilkan lateks

pekat. Hasil yang diperoleh ini belum sebagus menggunakan amonium laurat, karena

bahan pengemulsi ini mengandung natrium, sehingga produksi lateks pekat ini tidak

(29)

Sintesa amida asam lemak dari minyak kelapa dan minyak inti sawit sebagai

bahan pengemulsi lateks pekat telah diteliti (Brahmana, 1991). Dalam penelitian ini

minyak kelapa dan minyak inti sawit diubah menjadi amida asam lemak dengan

menggunakan amonia sebagai pembentuk amida, namun proses ini agak rumit karena

berlangsung pada suhu -350

Selain pengemulsi lateks pekat yang telah diteliti di atas, juga telah diteliti

pengemulsi sodium lauril sulfat (Zhao, et al, 1996). Bahan pengemulsi sodium lauril sulfat, telah berhasil memberikan nilai sensitivitas yang baik dalam menurunkan

tegangan permukaan lateks pekat.

C, sehingga hasil yang didapat untuk menghasilkan lateks

pekat tidak maksimum. Penggunaan sabun kalium dari fraksi stearin minyak inti

sawit juga telah diteliti sebagai pengemulsi lateks pekat dalam pembuatan karet alam

cair (Pudjosunaryo, 2001).

Clarama, et al, 1997 mempelajari efek yang mempengaruhi kestabilan lateks dengan memvariasikan temperatur dan waktu pra vulkanisasi.Dalam penelitian ini

temperatur sangat berperan dalam crosslinking karet alam dengan sulfur. Selain itu

sifat morfologi partikel lateks juga sangat penting dalam industri karet. Pemanfaatan

lateks sebagai bahan adhesif, coating dan aplikasi lain tergantung pada stabilitas

emulsi lateks (Michael Schneider, et al,1996 ). Lateks karet alam telah diteliti sebagai bahan modifikasi polimer, terutama untuk meningkatkan kekuatan polimer lain

(Tangboribonsat, et al, 1998 )

Pembuatan produk-produk dari lateks karet alam selalu menggunakan teknik

pencelupan untuk menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Produk-produk tersebut digunakan baik di bidang medis, maupun keperluan

sehari-hari di masyarakat. Teknik pencelupan dari bahan baku lateks karet alam digunakan

untuk menghasilkan produk-produk seperti sarung tangan, kompeng anak-anak,

barang mainan dan sebagainya (Blackley, 1966 ; Hannan, 1973).

Pembuatan produk dari lateks karet alam ini menggunakan bahan baku

(30)

ditambahkan bahan kuratif lain seperti zat pengaktif (ZnO), bahan pencepat (ZDBC),

bahan anti oksidan dan bahan pengisi (Wong Chen, 1987).

Dalam penelitian ini selain agen penyambung silang dengan sulfur, juga

digunakan dikumil peroksida (DKP). Penggunaan DKP ini dalam proses vulkanisasi

tidak menggunakan akselerator (ZDBC) dan zat aktifator (ZnO) (Indra, 2006),

sehingga limbah yang dihasilkan tidak berbahaya. Sedangkan penggunaan sulfur

dengan penambahan ZDBC dan ZnO, limbah yang dihasilkan berdampak pada

pencemaran lingkungan. Dalam penelitian ini bahan pengemulsi lateks pekat yang

digunakan adalah amida asam lemak campuran dari minyak kelapa (AAL), amonium

lauril sulfat (ALS) dan amonium laurat (AL) sebagai standar. Jenis lateks pekat yang

biasa digunakan pada pembuatan film lateks karet alam adalah amonia tinggi disebut

High Amonia (HA) dan amonia rendah disebut low Amonia (LA). Pada penelitian ini digunakan lateks pekat jenis amonia tinggi, agar lateks pekat yang digunakan stabil

dalam jangka waktu yang lama (Dalimunthe,1986).

Berdasarkan alasan di atas dan merujuk pada penelitian sebelumnya, peneliti

tertarik melakukan penelitian mengenai ”studi pemanfaatan bahan pengemulsi

berbasis minyak kelapa untuk produk film lateks pekat karet alam dengan agen

vulkanisasi sulfur dan dikumil peroksida”.

1.2.Perumusan Masalah

Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada pabrik pengolahan lateks pekat

adalah amonium laurat. Amonium laurat ini diimpor dari luar negeri dengan harga

yang mahal. Usaha untuk mencari bahan pengemulsi alternatif yang dapat diproduksi

sendiri secara mudah yaitu memanfaatkan minyak kelapa. Minyak kelapa ini dapat

digunakan sebagai bahan pengemulsi karena memiliki kandungan asam laurat yang

cukup tinggi sekitar 44-52% (Ketaren, 1986).

Minyak kelapa yang dihasilkan dijadikan metil ester asam lemak campuran

dengan menggunakan metanol, benzene dan H2SO4(P) sebagai katalis. Metil ester

(31)

menggunakan urea dimana urea dileburkan terlebih dahulu pada suhu 1350C. Selanjutnya dicampur dengan metil ester asam lemak campuran dan dilakukan

pemanasan pada suhu 1400

Selain amida asam lemak campuran (AAL), juga digunakan bahan

pengemulsi amonium lauril sulfat (ALS) dan sebagai standar amonium laurat (AL)

.Untuk mengetahui apakah ada pengaruh komposisi amida asam lemak campuran dari

minyak kelapa, amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil terhadap

kestabilan lateks pekat. Setelah itu dibuat formulasi lateks karet alam dengan proses

vulkanisasi yang berbeda. Dalam hal ini diharapkan produk film yang didapat

memenuhi kriteria produksi film lateks karet alam. C.

Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah :

1. Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengemulsi amida asam lemak

campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan dengan amonium lauril sulfat dan

amonium laurat komersil terhadap kestabilan latek pekat karet alam.

2. Bagaimana proses pembentukan dari film lateks pekat karet alam dengan

pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan

dengan pengemulsi amonium laurat komersil.

3. Bagaimana proses vulkanisasi film lateks pekat karet alam yang mengandung

pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dengan

amonium laurat komersil.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini untuk memanfaatkan bahan pengemulsi

alam yang berbasis minyak kelapa sebagai alternatif penggunaan pengemulsi

(32)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengemulsi amida asam lemak

campuran berbasis minyak kelapa dan amonium lauril sulfat serta amonium laurat

komersil terhadap kestabilan lateks pekat karet alam.

2. Untuk mengetahui proses pembentukan dari film lateks pekat karet alam dengan

pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa dibandingkan

dengan pengemulsi amonium laurat komersil.

3. Untuk mengetahui proses vulkanisasi film lateks pekat karet alam yang

mengandung pengemulsi amida asam lemak campuran berbasis minyak kelapa

dengan amonium laurat komersil.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Diharapkan memberikan nilai tambah terhadap produksi minyak kelapa sebagai

bahan baku surfaktan.

2. Untuk mendapatkan bahan pengemulsi alternatif berupa amida asam lemak

campuran berbasis minyak kelapa sebagai penstabil lateks pekat yang kualitasnya

mendekati ASTM D.1076 dan ISO 2004.

1.5.Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium (Research Laboratory). Bahan yang akan digunakan adalah minyak kelapa, dimana minyak kelapa diperoleh secara

tradisional dengan cara pemanasan. Minyak kelapa yang dihasilkan terlebih dahulu

dijadikan metil ester asam lemak campuran dengan menggunakan metanol, benzene

dan asam sulfat sebagai katalisnya.

Metil ester asam lemak campuran yang diperoleh dijadikan amida asam lemak

dengan menggunakan urea, dimana urea dileburkan terlebih dahulu pada suhu 1350C. Setelah itu dicampur dengan metil ester asam lemak minyak kelapa dan dilakukan

(33)

ditambahkan pada lateks pekat (HA) dengan variasi konsentrasi dan waktu

penyimpanan untuk melihat kestabilan lateks pekat.

Begitu juga untuk amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil sebagai

standar, selanjutnya penyediaan formulasi lateks dan pembentukan film lateks karet

alam. Metode pembentukan film dilakukan dengan teknik pencelupan yang mana

terlebih dahulu membersihkan plat, sebelum mencelupkan ke dalam formulasi lateks

karet alam yang telah di pravulkanisasi dan juga telah mengalami maturasi. Film

lateks karet alam di vulkanisasi dengan sulfur dan dikumil peroksida kemudian

dikeringkan pada suhu 100oC dan 160o

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap :

C selama 30 menit. Sampel yang dihasilkan,

dikarakterisasi dengan uji tarik, FTIR, SEM dan uji swelling index.

1. Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran dari Minyak Kelapa

Minyak kelapa dijadikan metil ester asam lemak campuran dengan menggunakan

benzen, metanol, dan H2SO4

Variabel Bebas : - Konsentrasi AAL, ALS, dan AL

. Metil ester asam lemak campuran yang didapat

dijadikan amida asam lemak dengan menambahkan urea sebagai pembentuk

amida. Amida asam lemak yang didapat ditambahkan ke dalam lateks pekat

dengan variasi konsentrasi dan waktu penyimpanan. Selanjutnya dilakukan

terhadap amonium lauril sulfat dan amonium laurat komersil.

(0 v/v.%; 0,03 v/v.%; 0,05 v/v.%; 0,07 v/v.%; 0,09 v/v.%)

- Waktu penyimpanan : 0, 5, 10, 15, 20, 25 hari.

Variabel terikat : MST, TSC, KKK, HLB

(34)

2. Pembuatan Kompon untuk Proses Pravulkanisasi

Campuran lateks pekat dan pengemulsi, KOH 10%, sulfur 50%, wingstay 50%,

ZnO 20%, ZDBC 50%, distirer selama 2 jam dan dipanaskan 700C. Penentuan tahap pematangan dengan CHCl3

Variabel Bebas : Konsentrasi pengemulsi dan campuran bahan pengemulsi. . Setelah lateks pematangan optimum didapat,

didiamkan 24 jam untuk proses maturasi. Diuji TSC dan Swelling index.

Selanjutnya dilakukan prosedur yang sama untuk dikumil peroksida.

AAL : AL = 50% : 50%; 30% : 70%; 70% : 30% (v/v)

Variabel terikat : TSC dan Swelling Index

Variabel tetap : Bahan formulasi dari kompon

3. Pembuatan Film dengan Menggunakan Agen Vulkanisasi Sulfur dan Dikumil Peroksida

Pembuatan film dilakukan dengan tehnik pencelupan yang menggunakan plat

aluminium sebagai bahan pencetak, dengan mencelupkan plat ke dalam kompon

yang telah mengalami maturasi selama 24 jam dan dilakukan vulkanisasi. Film

lateks karet alam divulkanisasi dengan cara mengeringkan di dalam oven pada

suhu 1000C dan 1600

Variabel Bebas : Konsentrasi pengemulsi dan campuran bahan pengemulsi. C selama 30 menit.

Variabel terikat : Uji tarik, Uji perpanjangan putus, Swelling index, FTIR,

SEM

Variabel tetap : Suhu vulkanisasi 1000C (S) dan 1600 Waktu vulkanisasi 30 menit.

(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lateks Karet Alam

Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan sebelum di bawa ke benua lain. Lateks yang berasal dari pohon hevea brasiliensis ini dalam kimia disebut dengan poliisoprena (Ciesielki, 1999).

Lateks karet alam yang berasal dari lateks Hevea Brasiliensis ini adalah cairan seperti susu yang diperoleh dari proses penorehan batang pohon karet. Cairan

ini terdiri dari 30-40% partikel hidrokarbon yang terkandung di dalam serum juga

mengandung protein, karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bukan

organik (De Boer, 1952).

Lateks karet alam mengandung karet dan partikel bukan karet yang terdapat

dalam serum. Agar lateks karet alam tetap dalam bentuk emulsi untuk pembuatan

produk jadi, maka ditambahkan bahan pengemulsi asam lemak berantai panjang.

Kandungan karet dalam lateks segar biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan

karet kering melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk.

Faktor-faktor seperti jenis pohon karet, cara menoreh, keadaan tanah dan juga cuaca

mempengaruhi kandungan karet kering dalam pohon yang ditoreh.

Proses pengawetan dilakukan di kebun untuk sementara waktu, sebelum

proses pemekatan dilakukan (Fluit, C. F). Proses pengawetan dikebun dilakukan

dengan menambahkan amonia 0,2%. Amonia dengan kepekatan tinggi digunakan

untuk pengawetan lateks pekat dalam jangka panjang. Lateks pekat dengan

penambahan amonia minimal 1.6% disebut amonia tinggi (HA lateks) dan lateks

pekat yang mengandung maksimal 0,8% disebut amonia rendah (LA).

Dalam penelitian ini digunakan lateks pekat amonia tinggi (HA). Lateks segar

cenderung mengalami perubahan kimia setelah ditoreh dan setelah proses

(36)

μgm-3 dengan pH 6.0-7.0 dan tegangan permukaan 40-45 mJm-2 (Blackley,1997). Tg bagi lateks karet alam adalah -700

Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut :

C dan mengandung sedikit asam lemak serta bahan

protein yang dapat divulkanisasi dengan sulfur.

1. Fraksi karet (37%) ; karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.

2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%) ; karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol,

protein dan turunannya.

3. Fraksi serum (48%) ; senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa

organik, ion anorganik dan logam.

4. Fraksi dasar (14%) ; fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini

mempunyai dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B)

mengandung protein, lipida dan logam.

Partikel karet di dalam lateks tidak dapat saling berdekatan, karena

masing-masing partikel mempunyai muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini

menimbulkan gerak brown ini dapat dilihat di bawah mikroskop. Lateks isoprena di

lapisi dengan lapisan protein, sehingga partikel karet bermuatan listrik. Protein

merupakan gabungan dari asam-asam amino yang bersifat dipolar (dalam keadaan

netral mempunyai dua muatan listrik) dan amphoter (dapat bereaksi dengan asam atau

basa) seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.

Protein negatif Protein netral Protein positif pH > 4,7 pH = 4,7 pH < 4,7 Suasana basa Titik isoelektrik Suasana asam

(37)

Lateks karet alam terdiri dari sistem koloid cis -1,4 poliisoprena yang

tersebar secara stabil dengan jumlah molekul yang tinggi dalam serum. Cis-1,4

poliisoprena ini banyak terdapat di Indonesia yaitu berasal dari pohon hevea brasiliensis. Struktur umum cis – 1,4 poliisoprena terlihat dalam gambar 2.2. Untuk jenis gutta percha yaitu tras -1,4 poli isoprena banyak tumbuh di Malaysia dengan

perbedaan konfigurasi dari hevea brasiliensis. Perbedaan dimana untuk trans 1,4 poliisoprena yaitu molekul CH2 tidak sejajar dengan molekul CH2 yang lain, tetapi

sejajar dengan molekul CH3. Karet gutta percha ini umumnya lebih kuat dan kurang

elastis, digunakan untuk pembungkus kabel listrik dan sebagai bahan baku untuk bola

golf, dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.2. Struktur umum lateks cis 1,4 poliisoprena

Gambar 2.3. Struktur umum lateks trans 1,4 poliisoprena (Morton, 1973)

H3C H

C = C

CH2 CH2

n

H3C CH2

C = C

CH2 H

(38)

2.2. Lateks Pekat

Latek kebun (lateks segar) adalah getah yang baru disadap dengan kandungan

karet kering (kkk) sekitar 30%. Lateks kebun ini umumnya sangat encer, jadi perlu

dipekatkan lebih dahulu hingga kadar karet kering (kkk) sekitar 60%. Lateks yang

telah mengalami kepekatan disebut dengan latek pekat.

Berbagai Persyaratan Lateks Pekat :

- Dapat disaring dengan saringan 40 mesh

- Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu

- Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks

- Berwarna putih dan berbau karet segar

- Mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60-62%

Lateks pekat umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami

penggumpalan. Lateks dikatakan stabil apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak

terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan. Kestabilan lateks yaitu

tidak terjadinya penggumpalan pada kondisi yang diinginkan (Muhammad Abi,

2008).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks adalah :

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase air (serum)

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel itu sendiri

Di samping kedua faktor di atas, ada tiga faktor lain yang dapat menyebabkan sistem

koloid partikel-partikel karet tetap stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu :

1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak

menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.

2. Adanya interaksi antara molekul air dengan partikel karet yang menghalangi

terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.

3. Energi bebas antara permukaan yang rendah

Ketidakstabilan lateks terjadi disebabkan karena rusaknya lapisan pelindung

karet yang terdispersi dalam serum lateks. Rusaknya sistem kestabilan lateks dapat

(39)

untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan menambahkan bahan

penggumpal seperti asam, sari buah, tawas. Sedang faktor ketidaksengajaan misalnya

karena terjadinya penguapan air dalam lateks yang berlebihan dan terkontaminasinya

lateks oleh mikroba. Dengan rusaknya sistem kestabilan lateks, maka mutu lateks

yang dihasilkan menjadi kurang baik. Untuk tetap menjaga kestabilan lateks, maka

lateks pekat harus memenuhi persyaratan mutu menurut ASTM D 1076 dan ISO

2004, ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

Parameter ASTM D.1076 ISO 2004

HA LA HA LA

1. Kandungan padatan total (TSC) min %

61.5 61.5 61.5 61.5

2. Kandungan karet kering (DRC) min %

60.0 60.0 60.0 60.0

3. Kandungan non karet max 2.0 2.0 2.0 2.0

4. Kadar amoniak min 1.6 min 1.0 Min 1.0 Min 0.8 5. Waktu kemantapan mekanis

(MST) min detik

2.3. Bahan Pengemulsi Lateks Pekat

Bahan pengemulsi adalah merupakan bahan apabila ditambahkan akan

menghambat laju koagulan pada lateks pekat. Penggunaan bahan pengemulsi

bertujuan untuk menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan ion-ion yang

dikandung dalam lateks. Apabila ion-ion tersebut tidak diendapkan maka akan ikut

mempercepat laju koagulasi yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan.

Beberapa contoh bahan pengemulsi banyak digunakan dalam perusahaan atau

(40)

1 Natrium karbonat

Natrium karbonat merupakan bahan pengemulsi yang lebih murah dibandingkan

zat antikoagulan lain. Karena natrium karbonat banyak digunakan pada

pabrik-pabrik yang sederhana.

2. Amonia

Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak digunakan karena :

- Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

- Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks pekat.

- Mengurangi konsentrasi logam

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai pengemulsi merepotkan karena :

- Kurang baik bila digunakan musim hujan

- Apabila disimpan zat ini akan menjadi asam semut atau asam format yang

dapat menyebabkan pembekuan apabila di campur pada lateks.

- Apabila digunakan harus diperiksa terlebih dahulu apakah larutan ini dalam

keadaan asam atau basa, karena apabila bereaksi asam maka harus dinetralkan

dengan zat yang bersifat basa.

4. Natrium Sulfat

- Bahan ini tidak tahan lama disimpan

- Apabila ingin digunakan, harus dibuat terlebih dahulu

- Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium

sulfat, bila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.

2.4. Pembuatan Kompon Karet

Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon karet.

Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan

kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, antioksidan, anti ozon, bahan

pengisi dan pelunak sedangkan bahan kimia tambahan yaitu bahan pewangi dan

(41)

2.4.1. Bahan Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami

reaksi ikatan silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis

(lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi yang dikenal

dengan proses pematangan (curing) dan molekul karet yang sudah tersambung silang (crosslinked rubber) di rujuk sebagai vulkanisat karet (Akiba & Hashim, 1997).

Vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan

yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strenght dan modulus.

Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan bahan vulkanisasi, proses itu

tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan

sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk

mengoptimalkan kerjanya akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal

sebagai aktivator. Yang dapat berfungsi sebagai aktivatornya adalah oksida-oksida

logam seperti zinkum oksida (ZnO) (Aziman Ahmad, 2004).

Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu

pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi

effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif

(perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung

sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung

pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah

sulfur dan pencepat sama banyaknya (Ismail dan Hashim, 1998). Ketiga sistem ini

juga dapat dibedakan berdasarkan jenis ikatan sambung silang sulfida yang terbentuk

dan reaksi kimia yang terjadi selepas vulkanisasi.

Pada tahap awal vulkanisasi rangkaian ini mengandung ikatan sambung silang

(42)

Gambar 2.4. Model ikatan sambung silang polisulfida

Apabila waktu vulkanisasi ditingkatkan (diperpanjang). Struktur rangkaian

yang terbentuk bergantung pada komposisi kuratif, suhu dan lamanya waktu

vulkanisasi. Struktur rangkaian yang mengandung ikatan sambung silang

monosulfida, ditunjukkan pada gambar 2.5:

Peningkatan waktu vulkanisasi

Gambar 2.5. Model rangkaian ikatan sambung silang monosulfida

Atau mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan di poli) seperti dipaparkan

pada gambar 2.6 di bawah ini :

Rantai molekul karet

(43)

Gambar 2.6. Struktur rangkaian karet pada vulkanisasi sulfur terakselerasi (Ismail

& Hashim, 1998)

Pada sistem pemvulkanisasi konvensional terbentuk suatu struktur

kompleks, yang mengandung semua jenis ikatan sulfida (mono dan dipoli) dan

cenderung di dominasi oleh ikatan polisulfida (gambar 2.4).

Pada sistem pemvulkanisasi efisiensi cenderung di dominasi oleh struktur

rangkaian yang mengandung ikatan silang mono sulfida (gambar 2.5).

Pada sistem pemvulkanisasi semi efisiensi cenderung membentuk struktur

pertengahan di antara gambar 2.4 dengan gambar 2.5. (Indra Surya, 2006).

Pemvulkanisasian yang tidak menggunakan sulfur antara lain yaitu peroksida

organik. Penggunaan peroksida organik sebagai bahan vulkanisasi (untuk membentuk

ikatan silang) pada karet alam pertama diamati oleh Elliot, 1979. Saat itu peroksida

organik yang sering digunakan adalah dikumil peroksida.

Pada reaksinya, peroksida akan terurai karena pemanasan hingga terbentuk

radikal bebas PO. Radikal bebas itu menarik atom hidrogen pada molekul karet,

sehingga diperoleh molekul karet yang radikal (R˚

Mekanisme terjadinya ikatan silang (antar atom karbon) adalah sebagai berikut : ). Radikal-radikal molekul karet

yang saling berdekatan akan bergabung hingga terbentuk ikatan silang, antara atom C

dari kedua rantai molekul kuat tersebut.

Rantai molekul karet

(44)

tenaga

Gambar 2.7. Mekanisme vulkanisasi peroksida (Elliot, 1979 ; Sultan & Borealis, 1996)

POOP adalah peroksida organik, RH menggambarkan sebagai molekul karet

alam, dan R-R merupakan ikatan silang. Oleh karena ikatan antara carbon sangat

kuat, maka vulkanisat yang dihasilkan mempunyai pampatan tetap yang rendah serta

ketahanan usang yang tinggi apabila digunakan anti oksidan yang tepat. Mekanisme

vulkanisasi dikumil peroksida dengan karet alam ditunjukkan pada gambar 2.8.

(45)

CH3 CH

Gambar 2.8. Mekanisme vulkanisasi Dikumil Peroksida Terhadap Lateks (J.L.Koening, 2000)

Dikumil peroksida merupakan jenis inisiator yang paling banyak digunakan.

Dikumil peroksida ini dapat bereaksi pada suhu tinggi 1600

Karakteristik dikumil peroksida sebagai berikut (E. Merck, 2008).

C dan memiliki sensitifitas

oksigen yang rendah bila dibandingkan dengan peroksida yang lain serta sensitif

terhadap asam.

: Bentuk bubuk warna putih

Kelarutan : Larut dalam etanol, ethyl eter dan benzen

.

.

.

(46)

Gambar 2.9. Dekomposisi Dikumil Peroksida

2.4.2. Bahan Pencepatan Reaksi

Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat

lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi

secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang

dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan filem lateks yang dihasilkan dapat

ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat (ZDBC) dan bahan-bahan

penggiat (ZnO) (Wong & Chen, 1987).

Berdasarkan jenis bahan pencepat reaksi dapat digolongkan sebagai berikut :

- Golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.

- Golongan guanidin contohnya DPG dan DOTG

- Golongan dithiocarbamate contohnya ZDC dan ZDBC

- Golongan thiuram disulfida contohnya TMTM dan TMTD (Rubber stchting,

1983)

Keuntungan lainnya yang dapat dicapai dengan penggunaan bahan pencepat

yaitu:

- Kenaikan produksi oleh karena waktu vulkanisasi lebih pendek

- Perbaikan kualitas, oleh karena daya tahan lebih baik dan kekuatan tarik lebih

tinggi.

Kekuatan filem lateks yang telah di vulkanisasi dengan penambahan bahan

penggiat (ZnO) dan bahan pencepat (ZDBC) dapat ditunjukkan dalam gambar 2.10.

(Wong & Chen, 1987).

CH3 CH3 CH3 | | |

C – O – O – C 2 C – O.

| | |

(47)

Gambar 2.10. Pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap kekuatan tarik film lateks karet alam dengan vulkanisasi sulfur pada suhu 930C

Dari gambar 2.10 terlihat bahwa pengaruh pengaktif dan pencepat terhadap

kekuatan tarik film lateks karet alam yang di vulkanisasi dengan sulfur pada suhu

930C mengalami perbedaan yang nyata. Apabila agen vulkanisasi tidak ditambahkan ke dalam formulasi lateks karet alam, kekuatan tariknya rendah dibandingkan dengan

formulasi yang telah ditambahkan pengaktif dan pencepat.

2.4.3. Bahan Antioksidan dan Antiozon

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh

oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur-unsur yang terkandung

dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan

retak-retak dipermukaan barang jadi karet. Bahan-bahan ini juga dapat melindungi barang

dari karet terhadap ion-ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan atau ion besi,

serta terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan kelenturan.

Antioksidan dikelompokkan antara lain ke dalam :

- Fenil nafrilamin (seperti PAN dan PBN)

- Kondensat aldehid-amina (seperti agerite resin)

- Kondensat keton-amina (seperti flectol H)

- Turunan difenil-amina (contoh : nonox OD)

Sulfur Sulfur, ZnO

Sulfur, ZnO, ZDBC Kekuatan Tarik

(Mpa)

(48)

- Fenil sulfida (seperti santowhite crystals)

- Turunan fenol (seperti montaclere dan lonol)

Jenis wax atau lilin bisa juga membantu melindungi karet dalam kondisi statis

terhadap ozon (Krisna S, Bhuana, 1993).

2.4.4. Bahan Pengisi

Bahan pengisi ditambahkan kedalam kompon, untuk menambah berat dan

mengurangi biaya produksi dimana penambahan bahan pengisi tanpa mengurangi

kwalitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan,

kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kwalitas yang diinginkan (Polunim, 1962).

Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat

vulkanisasi ke dalam komponen lateks, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah

besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan

lateks, dan menurunkan biaya.

Bahan pengisi dibagi atas dua yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif.

- Bahan pengisi aktif penambahannya akan meningkatkan kekerasan, modulus,

ketahanan sobek dan ketahanan kikis. Penguatan yang ditimbulkan bahan pengisi

ditentukan oleh ukuran partikel keadaan permukaan dan bentuk butir halusnya.

Untuk memperoleh penguatan yang optimum maka partikel bahan pengisi

tersebut harus tersebar secara merata dalam komponen karet. Semakin kecil

ukuran partikel bahan pengisi maka pada penambahan dengan jumlah berat yang

sama, kekerasan kekuatan tarik barang jadi karet akan bertambah. Perpanjangan

putus serta modulus tidak banyak berpengaruh sedangkan daya pantulnya

berkurang.

- Bahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan

barang jadi karet sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang, tetapi

harga bahan pengisi tidak aktif relatif lebih murah sehingga umumnya digunakan

(49)

2.4.5. Bahan Pelunak

Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian

bentuk. Penambahan bahan pengisi yang cukup banyak perlu diimbangi dengan

bahan pelunak. Apabila karet harus dicampur dengan banyak bahan pengisi, karet

akan menjadi jenuh (kurang elastis) dan keras. Untuk mempertinggi elastisitas

menurunkan kadar kekerasan ditambahkan bahan pelunak (Rubber Sticting, 1983).

Asam stearat adalah salah satu contoh bahan pelunak. Asam stearat umumnya

diperoleh dari hidrolisa lemak. Asam stearat penting dalam vulkanisasi karet yang

dapat bereaksi dengan seng oksida atau dengan logam oksida lainnya. Selama

vulkanisasi untuk membentuk karet yang dapat larut pada garam, yang mana pada

gilirannya bereaksi dengan bahan pencepat (Akiba & Hashim, 1997).

2.5. Formulasi Lateks Karet Alam

Sebelum mengalami proses vulkanisasi, lateks karet alam dan sejumlah bahan

kompon terlebih dahulu mengalami proses pencampuran (mixing) sehingga membentuk suatu formulasi lateks. Pencampuran yang melibatkan bahan dasar yaitu :

1. Lateks HA 60%

2. Bahan pemvulkanisasi seperti dispersi sulfur

3. Pengaktif (activator) seperti dispersi ZnO

4. Pencepat reaksi ikatan silang (accelerator) seperti dispersi ZDBC

5. Penahan degradasi sifat-sifat karet (antidegradant) seperti dispersi butylated,

p-cresol dan dicylopentadiene (wingstay).

6. Bahan pengisi (filler) dispersi kalsium karbonat atau dispersi kaolin. Semua bahan pravulkanisasi ini di stirer selama 2 jam dan dilakukan pemanasan pada suhu

(50)

2.6. Proses Pencelupan

Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan barang dari

lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke

dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks,

partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami

hilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk

mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke

dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan produk lateks akan

didapat. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan

produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain. Teknik

pencelupan terdiri dari tiga cara yaitu :

1. Pencelupan terus (straight dipping)

2. Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)

3. Pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping) (Blackley, 1966)

Pencelupan berkoagulan merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk

menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm.

Contoh produk yang mempunyai ketebalan ini adalah sarung tangan. Pencelupan

berkoagulan pada umumnya dapat dibagi atas dua jenis yaitu :

1. Pencelupan berkoagulan basah

2. Pencelupan berkoagulan kering

Pencelupan berkoagulan basah ialah teknik pencelupan dimana pembentuk

dilapisi oleh koagulan dicelupkan ke dalam formulasi lateks sewaktu koagulan itu

masih basah. Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan basah

adalah asam asetat.

Pencelupan berkoagulan kering yaitu pembentuk dimasukkan ke dalam

formulasi lateks setelah koagulan yang meliputi pembentukan dikeringkan dahulu.

Contoh koagulan yang digunakan dalam pencelupan berkoagulan kering ialah

kalsium nitrat. Pencelupan berkoagulan kering lebih sering digunakan dari pada

(51)

Keburukan dari koagulan basah adalah bahan koagulan sering menetes ke

dalam tangki lateks menyebabkan hilangnya kestabilan lateks terjadi di dalam tangki

lateks dan partikel kecil karet akan terbentuk. Tangki lateks yang berisi partikel kecil

karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel kecil karet

ini akan melekat pada permukaan produk dan mengakibatkan kecacatan (Hamidah

Harahap, et al, 2006).

Ketebalan untuk film yang dihasilkan dengan teknik pencelupan berkoagulan

tergantung pada waktu rendaman (dwell time), kepekatan koagulan dan jumlah kandungan padatan lateks karet alam yang digunakan. Jumlah kandungan padatan

lateks ini disebut Total Solids Content (TSC). Peningkatan nilai faktor-faktor di atas

akan meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan (Baharin, 2000).

2.7. Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofil

dan gugus lipofil sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan

minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh

karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang

suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang non polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil (Rossen, M.J, 1994).

Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan

pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut

(solubiliting agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan

kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar muka, antara fasa minyak

dan fasa air. Surfaktan digunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun

berbentuk emulsi air dalam minyak. Penambahan surfaktan dalam larutan akan

menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Kemudian setelah mencapai

(52)

surfaktan ditambahkan. Kalau surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka

surfaktan mengagregasi membentuk misel.

Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration

(CMC). Tegangan permukaan akan menurun bila CMC tercapai. Bila CMC tercapai,

tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi

jenuh dan terbentuk misel (Rossen, M.J. 1994).

Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatan dibagi empat golongan yaitu :

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.

Contoh :

X - X - = COO- , OSO3-

2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation.

Contoh :

3. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. |

Contoh :

X X = (OCH2CH2)n

n = 6 – 30

OH

4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan

(53)

Untuk menentukan kegunaan dari suatu surfaktan, biasanya ditentukan harga

HLB nya (Hidrophile-Lipohile Balance). Harga HLB dapat ditentukan secara teoritis dan praktek. Penentuan harga HLB secara praktek dilakukan dengan menggunakan

tensiometer cincin Du Nuoy, dimana akan diperoleh harga tegangan permukaan yang

setelah diplotkan dengan logaritma konsentrasi akan diperoleh harga konsentrasi

kritik misel (KKM). Harga HLB ditentukan dengan menggunakan persamaan 1.

HLB = 7 – 0.36 ln (Co/Cw) ………….………. 1 dimana : C0 = harga CMC

Cw = 100 – C0

Untuk penentuan harga HLB secara teoritis dapat ditentukan dengan persamaan 2.

HLB = 7 + ∑ (gugus hidrofil) - ∑ (gugus lipofil) ……….. 2

Tabel 2.2. menyajikan harga-harga gugus hidrofil dan lipofil yang dapat

digunakan untuk menghitung harga HLB teoritis.

Tabel 2.2. Harga HLB untuk beberapa gugus fungsi

Gugus Hidrofil Harga HLB

- SO4 Na+ 38.7

- COONa+ 19.1

N (amina tersier) 9.4

Ester (cincin sorbitol) 6.8

Ester (bebas) 2.4

Hidroksil (bebas) 1.9

Hidroksil (cincin sorbitol) 0.5

Gugus Lipofil

- CH3 0.475

- CH2 - 0.475

= CH - 0.475

(Belitz dan Grosch, 1986)

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan

(54)

HLB = 20 ( 1 -

A S

) ... 3

Dimana : S = bilangan penyabunan

A = bilangan asam

2.8. Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan

banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng. Minyak

kelapa dapat diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging buah kelapa yang telah

dikeringkan. Kandungan minyak kelapa kopra umumnya 60-65% sedangkan daging

buah kelapa sekitar 43% (Sudirman, 1999).

Minyak kelapa merupakan minyak komersil yang penting dan mengandung

asam laurat yang tinggi. Asam laurat dari minyak kelapa ini sangat bersesuaian

dengan lemak dan minyak lainnya, memiliki perbedaan temperatur yang rendah dari

keadaan padat ke keadaan cair. Minyak kelapa memiliki lemak tidak jenuh yang

rendah sehingga kestabilan oksidasi tinggi (O’Brain, 1998).

Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Pembentukan

trigliserida secara umum menurut reaksi seperti gambar 2.11.

Gliserol Asam lemak trigliserida air

Gambar 2.11 . Reaksi pembentukan trigliserida

Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke

dalam asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh.

Gambar

Gambar 2.2. Struktur umum lateks cis 1,4  poliisoprena
Tabel 2.1.  Spesifikasi Mutu Lateks Pekat
Gambar 2.7. Mekanisme vulkanisasi peroksida (Elliot, 1979 ;
Gambar 2.8. Mekanisme  vulkanisasi Dikumil Peroksida Terhadap Lateks         (J.L.Koening, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Pembebanan Tepung Kulit Singkong Pada Densitas Sambung Silang ( Crosslink Density ) Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh pengisi Kalsium Karbonat dan waktu vulkanisasi terhadap kekuatan tarik dan swelling index filem lateks karet alam

Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan penyerasi alkanolamida pada pembuatan produk film lateks karet alam telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

Hal ini terlihat pada gambar 4.2, campuran lateks polistirena dengan lateks pekat karet alam perbandingan 80:20 mengalami kenaikan nilai densitas dari 0,993 g/ml menjadi 1,010 g/ml

Kajian tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan pembebanan pengisi pada pembuatan film lateks karet alam berpengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong dengan

Peningkatan Sifat Mekanik Lembaran Nanokomposit Berbasis Lateks Pekat Karet Alam (Hevea Brasiliensis) Yang Diperkuat Oleh Nanokristal Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

Hasil penelitian menunjukkan waktu vulkanisasi yang lebih lama dapat meningkatkan nilai densitas sambung silang dan kekuatan tarik produk lateks karet alam hingga penambahan 15

Hasil penelitian menunjukkan waktu vulkanisasi yang lebih lama dapat meningkatkan nilai densitas sambung silang dan kekuatan tarik produk lateks karet alam hingga penambahan 15