STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN
DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN
LATEKS PEKAT KARET ALAM
TESIS
Oleh
ROSMAWATY PARDEDE
087006024 / KIM
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN
DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN
LATEKS PEKAT KARET ALAM
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSMAWATY PARDEDE
087006024 / KIM
ROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN TESIS
Judul Penelitian : STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK
CAMPURAN DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN LATEKS PEKAT KARET ALAM.
N a m a : Rosmawaty Pardede
Nomor Pokok : 087006024
Program Studi : Ilmu Kimia
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr. Marpongahtun, MSc) (Drs. Adil Ginting, MSc)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Basuki Wirjosentono,MS.PhD) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc)
PERNYATAAN
STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN
DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN
LATEKS PEKAT KARET ALAM
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang perrnah diajukan untuk memperroleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Mei 2010
Penulis
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Rosmawaty Pardede
NIM : 087006024
Program Studi : Kimia
Jenis Karya Ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive
Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :
STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN LATEKS PEKAT
KARET ALAM.
Beserta perangkat yang ada. Dengan hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan mengalih media, memformat,
mengelola dalam bentuk data-base , merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa
meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemengang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya,
Medan, Mei 2010
Telah diuji pada tanggal 17 Mei 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Marpongahtun, MSc
Anggota : 1. Drs. Adil Ginting, MSc
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS,PhD 3. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M. Phil 4. Dra. Yugia Muis, M.Si
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap berikut gelar : Rosmawaty Pardede, S.Pd
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 28 Agustus 1958
Alamat Rumah : Jl. Flamboyan III No. 42 P. Helvetia Medan
Telepon Rumah : 061 – 77150682
Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 16 Medan
Alamat Kantor : Jl. P. Pandang Medan Marelan
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 2 Harjosari Medan Tamat : 1970
SMP : SMP Negeri 7 Medan Tamat : 1973
SMA : SMA Negeri 5 Medan Tamat : 1976
Sarjana Muda : IKIP Negeri Medan Tamat : 1980
Strata 1 : Universitas Negeri Medan Tamat : 2001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih
yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan
tesis yang berjudul : “Studi Penggunaan Amida Asam Lemak Campuran Dari
Minyak Inti Sawit Sebagai Bahan Surfaktan Lateks Pekat Karet Alam” .
Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. DR. Marpongahtun, M.Sc, sebagai dosen pembimbing I, Drs. Adil Ginting, M.Sc
sebagai dosen pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan
pengarahan selama melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Prof.Dr. Eddy Marlianto,M.Sc sebagai Dekan FMIPA USU, Prof. Basuki
Wirjosentono, MS. PhD sebagai ketua program Pasca Sarjana Kimia USU serta
Prof. Dr. Harry Agusnar. M.Sc, M. Phil sebagai Sekretaris Program Pasca Sarjana
Kimia USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama masa
perkuliahan.
3. Pimpinan dan staff PTPN III cq Bagian umum H. Sunardiono SE, M.Sc yang
telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di laboratorium
PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi,dan pegawai laboratorium Sujono dan
Lilik.
4. Drs. Adil Ginting M.Sc sebagai kepala laboratorium Kimia Organik, dan staff
asisten Meri, Aspriadi, Maria, Roby dan Yemima yang telah banyak memberikan
bantuan selama penelitian.
5. Kedua orang tuaku terkasih, Ayahanda alm. St. Letda W. Pardede dan Ibunda T.
yang tidak mungkin saya balas dengan cara apapun selain bersyukur di hadapan
Nya.
6. Suami ku tercinta Drs. E. Pasaribu yang dengan setia dan kasih sayang telah
memberikan kepercayaan dan dukungan kepada saya. Serta anak-anakku
tersayang Eftina AmKep, Dian Tantri SPt, Marito AmdFar, Sara Adhitya, Dewi
Erfha, dan si ganteng Yohanes Joy, mama bangga kalian menjadi sukacita dan
kekuatan mama.
7. Saudara ku terkasih keluarga Ito Apriani, Rita, Linda, Risma, dan Erni, terima
kasih atas dukungan, kasih sayang dan dorongan moril yang diberikan selama ini.
Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
penulis baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Syalom.
STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN
DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN
LATEKS PEKAT KARET ALAM
ABSTRAK
Pembuatan Surfaktan dilakukan dengan mereaksikan minyak inti sawit dan metanol menggunakan katalis H2SO4 (p). Metil ester asam lemak campuran yang terbentuk direaksikan dengan urea menghasilkan amida asam lemak campuran (AALC) . Terbentuknya metil ester asam lemak campuran diidentifikasi dengan uji kromatografi gas (GC) dan uji spektroskopi FT-IR, sedangkan terbentuknya AALC dilakukan uji spektroskopi FT-IR dan di lakukan uji HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance).
Pengujian terhadap lateks pekat dengan berbagai konsentrasi AALC yaitu 0,03 %, 0,05%, 0,07% dan 0,09% dengan waktu penyimpanan 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 hari diperolehi hasil bahwa pada penyimpanan 10 hari ,nilai MST meningkat sesuai dengan spesifikasi mutu lateks pekat ekspor ( ISO dan ASTM, lampiran ). Dengan demikian AALC baik digunakan sebagai Surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan bahan yang dikenai karena sifat ganda yang dimilikinya. Surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah, bahan pengemulsi dan bahan/pelarut. Keunggulan surfaktan Amida Asam Lemak Campuran adalah bersifat terbarukan dan secara alami mudah terdegradasi..
Kata kunci : Minyak Inti Sawit, Metil ester asam lemak, Amida asam lemak, Lateks
pekat.
THE STUDY OF THE USED FATTY ACID AMIDE MIXTURE OF
PALM KERNEL OIL (PKO) AS SURFACTANT FOR HIGH
AMONIA CENTRIFUGED LATEX
ABSTRACT
The making of Surfactant is done by reacted Palm Kernel Oil (PKO) with methanol by using H2SO4 (p) as catalyst. Methyl ester fatty acid mixture formed reacted with urea prodeced result of fatty acid amide mixture. The result of methyl ester fatty Acid is identified by using GC and FT-IR spectroscopy, while the result of fatty acid amide mixture is analized using by FT-IR spectroscopy and to find out that fatty acid amide mixture can be used as surfactant is test by using HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance). The test of latex is done by add fatty acid amide mixture to latex with concentration 0,03%; 0,05%; 0,07%; 0,09% in the lang of keeping 0,5,10,15,20 and 25 days and the result on keeps in 10 days with concentration 0,09% the value of Mechanical Stability Time fatty acid amide mixture is appropriate with standard ISO and ASTM. So the fatty acid amide mixture is better to be used as Surfactant. Surfactant can decrease density substance because of havois dual character. Surfactant can be used as wetting , emulsifying and solubilizing agents. The superiority of surfactant fatty acid amide mixture is renewable and naturally to be biodegradable.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Manfaat Penelitian 4
1.5. Lokasi Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit 6
2.2. Minyak Sawit 6
2.3. Minyak Inti Sawit 8
2.4. Ester 9
2.5. Metil Ester Asam Lemak 12
2.6. Amida Asam Lemak 15
2.7. Urea 19
2.8. Karet 21
2.9. Surfaktan 27
2.10. Hubungan Bahan Surfaktab Dengan Harga Keseimbangan
Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB) 28
BAB 3 PROSEDUR PENELITIAN
3.1. Peralatan 32
3.2. Bahan 32
3.3. Prosedur Penelitian 33
3.3.1. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak 33
3.3.2. Pembuatan Amida Asam Lemak 33
3.3.3. Penentuan Tegangan Permukaan 34
3.3.4. Pengujian Amida Asam Lemak pada Lateks Pekat 34
3.3.5. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik 35
3.3.6. Penentuan Jumlah Padatan Total 36
3.4. Bagan Penelitian 37
3.4.1. Pembuatan Metil Ester Inti Sawit 37
3.4.2. Pembuatan Amida Asam Lemak 38
3.4.3. Pengujian Amida Asam Pada Lemak Pekat 39
3.4.4. Penentuan Harga Waktu Kemantapan Mekanik 40
3.4.5. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC) 41
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran 42
4.2. Hasil Pembuatan Amida Asam Lemak Campuran 47
4.3. Amida Asam Lemak Campuran Sebagai Bahan Surfaktan 51
4.4. Pengujian Amida Asam Lemak Campuran pada Lateks Pekat 53
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 60
5.2. Saran 60
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel J u d u l Halaman
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit
Nilai Fisika-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit
Komposisi Lateks Segar
Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi
Hasil Metil Ester Asam Lemak Campuran
Komposisi Metil Ester Asam Lemak
Hasil Amidasi
Hasil Pengukuran Tegangan Permukaan
Hasil Penentuan Harga MST Lateks Pekat
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar J u d u l Halaman
2.1.
2.2.
2.3
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
4.5.
4.6.
Senyawa Amida Asam Lemak
Struktur Kimia Isoprena
Skala Harga HLB Bahan Surfaktan
Kromatogram Metil Ester Asam Lemak Campuran
FT-IR Metil Ester Asam Lemak Campuran
FT-IR Amida Asam Lemak Campuran
Grafik Tegangan Permukaan Amida Asam Lemak Campuran
Grafik MST Lateks Pekat dengan amida asam lemak dan blanko
Grafik MST Lateks Pekat dengan Amonium Laurat dan blanko
18
21
29
43
47
50
52
57
16
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran J u d u l H a l a m a n
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Spesifikasi Mutu Lateks Pekat
Kromatogram Metil Ester Asam Lemak Campuran
FT-IR Metil Ester Asam Lemak Campuran
FT-IR Amida Asam Lemak Campuran
Amida Asam Lemak Campuran, Grafik Tegangan
Permukaan Amida Asam Lemak
Alat Uji MST
Sampel Lateks Pekat
Sampel Lateks Pekat dengan Amida Asam Lemak
Alat Refluks, Alat Tensiometer
Grafik Antara Waktu Penyimpanan Vs MST
Lateks Pekat dengan Amida Asam Lemak
Grafik Antara Waktu Penyimpanan Vs MST
Lateks Pekat dengan Amonium Laurat
STUDI PENGGUNAAN AMIDA ASAM LEMAK CAMPURAN
DARI MINYAK INTI SAWIT SEBAGAI BAHAN SURFAKTAN
LATEKS PEKAT KARET ALAM
ABSTRAK
Pembuatan Surfaktan dilakukan dengan mereaksikan minyak inti sawit dan metanol menggunakan katalis H2SO4 (p). Metil ester asam lemak campuran yang terbentuk direaksikan dengan urea menghasilkan amida asam lemak campuran (AALC) . Terbentuknya metil ester asam lemak campuran diidentifikasi dengan uji kromatografi gas (GC) dan uji spektroskopi FT-IR, sedangkan terbentuknya AALC dilakukan uji spektroskopi FT-IR dan di lakukan uji HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance).
Pengujian terhadap lateks pekat dengan berbagai konsentrasi AALC yaitu 0,03 %, 0,05%, 0,07% dan 0,09% dengan waktu penyimpanan 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 hari diperolehi hasil bahwa pada penyimpanan 10 hari ,nilai MST meningkat sesuai dengan spesifikasi mutu lateks pekat ekspor ( ISO dan ASTM, lampiran ). Dengan demikian AALC baik digunakan sebagai Surfaktan. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan bahan yang dikenai karena sifat ganda yang dimilikinya. Surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah, bahan pengemulsi dan bahan/pelarut. Keunggulan surfaktan Amida Asam Lemak Campuran adalah bersifat terbarukan dan secara alami mudah terdegradasi..
Kata kunci : Minyak Inti Sawit, Metil ester asam lemak, Amida asam lemak, Lateks
pekat.
THE STUDY OF THE USED FATTY ACID AMIDE MIXTURE OF
PALM KERNEL OIL (PKO) AS SURFACTANT FOR HIGH
AMONIA CENTRIFUGED LATEX
ABSTRACT
The making of Surfactant is done by reacted Palm Kernel Oil (PKO) with methanol by using H2SO4 (p) as catalyst. Methyl ester fatty acid mixture formed reacted with urea prodeced result of fatty acid amide mixture. The result of methyl ester fatty Acid is identified by using GC and FT-IR spectroscopy, while the result of fatty acid amide mixture is analized using by FT-IR spectroscopy and to find out that fatty acid amide mixture can be used as surfactant is test by using HLB (Hidrophilic Lipophilic Balance). The test of latex is done by add fatty acid amide mixture to latex with concentration 0,03%; 0,05%; 0,07%; 0,09% in the lang of keeping 0,5,10,15,20 and 25 days and the result on keeps in 10 days with concentration 0,09% the value of Mechanical Stability Time fatty acid amide mixture is appropriate with standard ISO and ASTM. So the fatty acid amide mixture is better to be used as Surfactant. Surfactant can decrease density substance because of havois dual character. Surfactant can be used as wetting , emulsifying and solubilizing agents. The superiority of surfactant fatty acid amide mixture is renewable and naturally to be biodegradable.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia,
dimana minyak sawit memiliki peranan yang sangat penting dalam industri.
Keterbatasan bahan baku minyak bumi dan gas alam yang banyak digunakan dalam
industri non pangan menjadi alasan perlunya diusahakan bahan baku alternatif yaitu
bahan baku yang berasal dari alam yang antara lain adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit memiliki dua sumber minyak yang berbeda, yakni dari daging buah
yang setelah melalui proses disebut minyak sawit kasar ( CPO ) dan dari inti buah
kelapa sawit yang mengandung minyak inti sawit yang setelah diproses disebut
minyak inti sawit ( PKO ). Minyak kelapa sawit kaya akan kandungan palmitat
(41-47%) dan oleat (37-40%), sedangkan minyak inti sawit kaya akan kandungan laurat
(40-55%) dan miristat (14-18%) ( Ketaren,S,2005 ).
Penggunaan minyak sawit sebagai bahan pengemulsi (surfaktan) dikarenakan minyak
yang dihasilkannya merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Selain itu
dibandingkan dengan surfaktan berbahan baku petrokimia, surfaktan berbahan baku
Bahan surfaktan telah dikembangkan secara luas, baik yang merupakan turunan ester
asam lemak dari monoalkohol atau diol, ataupun dari poliol. Turunan ester asam
lemak dari poliol dapat berupa turunan oleokimia seperti monogliserida, digliserida
dan trigliserida asam lemak, ataupun ester asam lemak dari karbohidrat, seperti
sorbitol ester, sukrosa ester dan sebagainya (Maag, 1984).
Turunan asam lemak telah banyak digunakan sebagai bahan surfaktan seperti zat anti
busa, zat pengemulsi, zat pembasah, zat pelarut dalam bentuk amida.
Senyawa amida umumnya dapat diperoleh melalui amidasi turunan asam karboksilat
dan amonia atau amina (Fessenden, 1999). Pada penelitian terdahulu telah berhasil
dibuat senyawa amida yaitu dari asam stearat dan glutamat menghasilkan steroil
glutamida (Miranda, K, 2003). Pada kesempatan ini peneliti ingin membuat amida
asam lemak dari metil ester asam lemak dengan urea.
Salah satu pemanfaatan amida asam lemak sebagai surfaktan adalah untuk menjaga
sistem kestabilan lateks. Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat
mengalami penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan karena rusaknya
lapisan pelindung molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks. Terjadinya
ketidakstabilan pada lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak maksimal,
sehingga perlu dicari alternatif untuk menjaga kestabilan lateks.
Sebelum lateks sampai ditempat pengolahan sering terjadi prakoagulasi yang
menyebabkan kualitas karet menjadi rendah. Prakoagulasi dapat dicegah dengan
menambahkan zat anti koagulan, tetapi harus dipilih sesuai dengan kondisi harga dan
Pada Perkebunan karet biasanya bahan surfaktan ditambahkan kedalam lateks pekat
untuk menjaga kestabilannya. Bahan surfaktan itu adalah ammonium laurat yang
sampai saat ini masih di import. Untuk mendapatkan bahan surfaktan alami yang di
produksi sendiri maka di lakukan dan dikembangkan usaha dalam mencari bahan
surfaktan yang dapat dipakai sebagai pengganti ammonium laurat, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Darwin, A.,Brahmana, R, (1989) yaitu penggunaan Sulfonat dari
asam lemak minyak kelapa dan inti sawit sebagai pemantap lateks, juga penelitian
yang dilakukan oleh Dalimunthe,R, (1985), yaitu penggunaan sabun Natrium minyak
inti sawit sebagai bahan pemantap lateks pusingan amonia tinggi serta penelitian yang
dilakukan oleh Ginting, M, (1994) yaitu pemanfaatan limbah hasil pengolahan
minyak pala sebagai sumber Trimiristin untuk diubah menjadi surfaktan amida asam
lemak, ternyata penggunaan bahan surfaktan pada penelitian itu belum sebaik dengan
penggunaan amonium laurat yang mana bahan pemantap ini masih diimport.
Untuk membuat barang jadi dari lateks maka lateks harus memenuhi persyaratan
mutu yang salah satunya adalah dengan waktu kemantapan mekanik atau mechanical
stability time (MST). Nilai waktu kemantapan mekanik dari lateks dapat menentukan
mudah tidaknya lateks mengalami koagulasi.
Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan senyawa amida asam lemak campuran hasil sintesa dari minyak inti
sawit dengan metanol dalam suasana asam,kemudian hasil yang diperoleh
direaksikan dengan urea, untuk digunakan sebagai bahan surfaktan lateks pekat karet
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penambahan amida asam lemak campuran berbahan baku
minyak inti sawit terhadap kestabilan lateks pekat karet alam.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendapatkan Amida Asam Lemak campuran dari Minyak Inti Sawit.
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan amida asam lemak campuran
berbahan baku Minyak Inti Sawit terhadap kestabilan lateks pekat karet alam.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang perkaretan dimana kestabilan lateks pekat dapat
meningkat dengan penambahan amida asam lemak campuran berbahan baku minyak
inti sawit.
1.5. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Laboratorium
Farmasi Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara dan di laboratorium PTPN – III
Rambutan Tebing Tinggi.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen Laboratorium. Bahan yang digunakan
adalah Minyak Inti Sawit sebagai bahan baku yang diperoleh dari PT. Sochi Medan.
Sintesa Amida Asam Lemak Campuran berbahan baku minyak inti sawit dilakukan
dengan menggunakan katalis asam sulfat dalam pelarut benzen pada kondisi refluks
menghasilkan Metil ester asam lemak campuran. Tahap kedua adalah mereaksikan
metil ester asam lemak campuran dan urea. Terbentuknya metil ester asam lemak
campuran diidentifikasi dengan pengujian kromatografi gas (GC) dan spektroskopi
FT-IR. Untuk membuktikan terbentuknya amida asam lemak campuran dilakukan uji
spektroskopi FT-IR, Sedangkan uji hidrophilik lipophilik balance ( HLB ) dilakukan
untuk mengetahui apakah amida asam lemak campuran dapat dipakai sebagai bahan
surfaktan.
Pengujian kestabilan lateks pekat dilakukan dengan mengukur waktu kemantapan
mekanik ( MST ) yaitu dengan cara mencampurkan lateks pekat dengan larutan
Amida Asam Lemak campuran hasil sintesa dengan variasi konsentrasi 0,03 % , 0,05
% , 0,07 % dan 0,09 % dan waktu penyimpanan 0 ,5 , 10 , 15 , 20 dan 25 hari.
Variabel bebas : - Konsentrasi Amida asam lemak.
- Waktu penyimpanan.
Variabel terikat : - Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB)
- Mekanikal Stability Time (MST)
- Jumlah Padatan Total (TSC)
Variabel tetap : - Suhu ruangan (27°C)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Tumbuhan kelapa sawit (Palm Oil) termasuk tumbuhan monokotil yang secara
taksonomi oleh Iyung Pahan ,2006 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Embryophyta Siphonagama
Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Species : 1. Elaeis guineensis Jacq.
2. Elaeis oleifera cortex.
3. Elaeis odora.
2.2. Minyak Sawit
Bagian terpenting dari tumbuhan kelapa sawit yang diperlukan untuk
memperoleh minyak sawit dan minyak inti sawit adalah buah. Buah yang baik adalah
buah yang berasal dari tandan buah yang sudah matang sempurna. Minyak yang
sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut minyak inti sawit atau Palm
Kernel Oil (PKO). Minyak sawit yang terkandung dalam sel – sel serat adalah sekitar
20% – 24% dari berat tandan sawit sedangkan minyak inti sawit sekitar 2% - 4%
(Salunkhe, 1992).
Minyak sawit dan minyak inti sawit ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
digunakan dalam industri pangan, farmasi dan oleokimia, karena produktivitas yang
tinggi.
Industri pengolahan minyak sawit pada tahun 2004 memiliki kapasitas produksi 9,74
juta ton (Iyung Pahan, 2006), dimana industri pangan minyak goreng sawit dengan
kapasitas produksi 8,62 juta ton dengan tingkat utilisasi 55,85% , industri
oleo-pangan margarine dengan kapasitas 0,45 juta ton dengan tingkat utilisasi 95,72% ,
dan industri oleo-kimia dengan kapasitas produksi 0,68 juta ton dengan tingkat
utilisasi 85,10%.
Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap.
Komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit dapat di lihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit .
Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Asam Miristat
Asam palmitat
Asam stearat
Asam oleat
Asam linoleat
C13H27COOH
C15H31COOH
C17H35COOH
C17H33COOH
C17H31COOH
1,1 – 2,5
40 – 46
3,6 – 4,7
39 – 45
7 – 11
Beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dan minyak inti sawit dapat dilihat
seperti yang terdapat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Nilai sifat fisika-kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit
Bobot jenis 0,900 0,900 – 0,913
Indeks bias pada 40ºC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan Iod 48 – 46 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 205 244 – 254
(Ketaren. S, 2005).
2.3. Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil)
Minyak inti sawit berasal dari biji yang terdapat di dalam buah sawit, yang
terbungkus dengan rangka yang keras sehingga mudah dipisahkan dari daging buah
bagian luar. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan
berwarna kuning terang. Rumus kimia dan komposisi asam lemak yang terdapat
dalam minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.3.
Dari tabel ini dapat kita lihat bahwa minyak inti sawit mengandung asam lemak jenuh
(berikatan tunggal) dan asam lemak tak jenuh (berikatan rangkap).
Asam lemak jenuh (saturated fat) banyak terdapat pada minyak tropis seperti
minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa, sedangkan asam lemak tidak
jenuh (unsaturated fat) banyak terdapat pada minyak non-tropis seperti minyak
kedelai, jagung, biji bunga matahari, biji kapas. Minyak inti sawit mengandung asam
mempengaruhi kestabilan minyak sehingga minyak yang mengandung asam linoleat
lebih sedikit akan lebih stabil (Winarno, 1992).
Tabel 2.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit
Jenis Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh :
Asam Kaprilat C7H17COOH 2 – 4
Asam Kaproat C9H19COOH 3 – 7
Asam Laurat C11H23COOH 46 – 52
Asam Miristat C13H27COOH 14 – 17
Asam Palmitat C15H31COOH 6,5 – 9
Asam Stearat C17H35COOH 1 – 2,5
Asam Lemak Tak Jenuh
Asam Oleat C17H33COOH 13 – 19
Asam Linoleat C17H31COOH 0,5 – 2
(Ketaren. S, 2005)
Minyak terdiri dari beberapa molekul trigliserida yang merupakan ester dari gliserol
dan asam lemak. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung pada
komposisi asam lemak penyusunnya. Trigliserida dari suatu minyak mengandung
sekitar 94%-96% asam lemak, sehingga sifatnya sangat tergantung dari sifat kimianya
terutama yang jumlahnya paling besar (Bayle,1979).
2.4. Ester
Ester merupakan turunan dari asam karboksilat dimana gugus hidroksi (-OH)
Pembentukan ester atau esterifikasi dapat terjadi jika asam karboksilat dipanaskan
bersama alkohol dan ditambah sedikit asam mineral sebagai katalis dan reaksinya
bolak-balik (Fessenden,1999).Persamaan reaksi pembentukan ester adalah sebagai
berikut :
O O
⁄⁄ H+ ⁄⁄
R – C + R’OH R – C + H2O
\ alkohol katalis \ (2.1)
O – H O – R ‘ Air
Asam karboksilat Ester
Formo (1954) mengklasifikasikan reaksi pembentukan Ester dalam dua kelompok :
A. Reaksi Pembentukan Ester Secara Transesterifikasi.
a. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asam, membentuk ester dengan
membebaskan air.
O O ⁄⁄ ⁄⁄
R – C + R’ – OH R – C + HOH (2.2)
\ \ OH OR’
b. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asam anhidrida membentuk suatu ester dan
suatu asam.
O ⁄⁄
R – C O O
\ ⁄⁄ ⁄⁄
O + R’ – OH R – C + R – C (2.3)
⁄ \ \ R – C OR’ OH \\
c. Reaksi suatu alkohol dengan suatu asil klorida dan membebaskan HCl.
O O // //
R – C + R’ – OH R – C + HCl (2.4)
\ \ Cl OR’
d. Reaksi suatu alkil halida dengan suatu garam dari asam organic dengan
membebaskan logam halida.
O O // //
R – C + R’ – X R – C + AgX (2.5)
\ \ OAg OR’
B. Reaksi Pembentukan Ester Secara Inter esterifikasi
a. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam membentuk ester yang
baru.
O O O O // // // //
R – C + R’’ – C R’’ – C + R – C (2.6)
\ \ \ \ OR’ OH OR’ OH
b. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk ester
yang baru.
O O // //
R – C + R’’ – OH R – C + R’ – OH (2.7)
c. Interesterifikasi, merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya disebut
juga ester interchange .
O O O O // // // //
R – C + R’’ – C R – C + R’’ – C (2.8)
\ \ \ \ OR’ OR’’’ OR’’’ OR’
2.5. Metil Ester Asam Lemak
Metil ester asam lemak dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara
minyak/lemak dan metanol, dengan bantuan katalis asam pada suhu 60° - 80°C.
Jika reaksi berlangsung sempurna akan terbentuk metil ester dan gliserol, sebagai
produk samping. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan air untuk
menghilangkan sisa katalis dan metanol (Darnoko, 2002).
Proses transesterifikasi minyak/lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, suhu,
waktu reaksi, kecepatan pengadukan, katalis, dan perbandingan metanol dan asam
lemak.
Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan mendekati
titik didih metanol. Pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan
menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada awal terjadinya reaksi, pengadukan akan
menyebabkan terjadinya difusi antara minyak/lemak sampai terbentuknya metil ester.
Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan pengaruh
pengadukan semakin kecil, hingga terbentuk kesetimbangan (Hui, 1996)
Proses transesterifikasi memerlukan katalis untuk mempercepat laju reaksi
katalis basa/alkali. Pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna bila
minyak/lemak dalam kondisi netral atau tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat
terbentuk sabun dimana katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang
dapat menghambat proses pemisahan. Jumlah katalis yang sedikit berlebih secara
stoikiometris akan mendorong pembentukan produk ester atau reaksi berlangsung
kearah kanan.
Metil ester asam lemak dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
bahan-bahan pengemulsi, pengering, deterjen, kosmetik, sukrosa poliester.
Bahan-bahan tersebut dapat dibuat dari asam lemak atau dari metil ester asam lemak sebagai
bahan dasarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata dalam hal kuantitas
bila digunakan bahan dasar metil ester. Apabila pembuatan bahan-bahan sintetis
asam lemak, seperti alkohol asam lemak, alkanolamida, dilakukan dengan bahan
dasar metil ester asam lemak, maka produk yang dihasilkan akan meningkat sekitar
25%-30% dibandingkan dengan bila menggunakan bahan dasar asam lemak
(Faris, 1979).
Beberapa keunggulan metil ester dibandingkan dengan asam lemak adalah :
a. Metil ester asam lemak dapat diproduksi dengan energi termal yang lebih sedikit
dibanding dengan asam lemak.
b. Titik didih metil ester lebih rendah daripada asam lemak.
c. Metil ester relatif lebih stabil terhadap peralatan, sehingga biaya penanganan dan
d. Biaya produksi turunan asam lemak seperti alkohol asam lemak lebih rendah
bila menggunakan metil ester sebagai bahan baku dibanding dengan asam lemak
(Gabriel, 1984).
Metil ester dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/lemak dengan
metanol, menggunakan katalis asam, dengan suhu reaksi 60ºC-80ºC dan pada
penelitian ini metil ester diperoleh dari minyak inti sawit.
Metil ester asam lemak mempunyai peranan penting dalam industri oleokimia,
dimana penggunaan metil ester asam lemak sebagai zat antara untuk berbagai
oleokimia semakin meluas karena keuntungan yang diperoleh, diantaranya adalah :
1. Hasil sampingan gliserin yang lebih pekat. Transesterifikasi adalah reaksi yang
kering dan menghasilkan gliserin yang konsentrasinya tinggi, sedangkan
pemecahan lemak menghasilkan campuran gliserin dan air, yang mengandung
lebih dari 80% air.
2. Lebih mudah untuk didistribusikan. Metil ester bersifat stabil secara kimia dan
tidak korosif. Metil ester lebih mudah didistribusikan dibandingkan dengan asam
lemak.
3. Peralatan yang lebih murah. Metil ester bersifat tidak korosif dan dihasilkan pada
temperatur dan tekanan operasional rendah.
4. Konsumsi energi yang rendah. Produk metil ester memerlukan temperatur dan
tekanan reaktor yang lebih kecil daripada pemecahan lemak dan minyak untuk
5. Lebih mudah untuk di destilasi-fraksinasi. Ester lebih mudah untuk di destilasi
karena titik didihnya yang rendah dan lebih stabil terhadap panas dibandingkan
asam lemak yang diberikan.
6. Lebih baik di bandingkan asam lemak jika digunakan sebagai senyawa zat antara
Dalam produksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida, dengan
kemurnian lebih dari 90% dibandingkan asam lemak, dimana amida yang
dihasilkan memiliki kemurnian 65-70% . (Shahidi, F., 2005).
Permintaan metil ester ini dari tahun ke tahun meningkat karena bahan ini merupakan
bahan baku yang sangat penting bagi industri kimia seperti : industri kosmetika ,
industri tekstil, pembuatan zat aditif makanan, bahan zat antara untuk industri
farmasi, untuk pembuatan lemak, amida, polyester, dan sebagai substitusi bahan
baker diesel ( Hamilton, R.J., 1989). Metil ester asam lemak merupakan zat antara
pada industri kimia oleo karena mudah diubah kedalam bentuk asam lemak lainnya.
Dari metil ester lebih mudah mereduksinya menjadi asam lemak alkohol bila
dibandingkan dengan bentuk asam lemak bebas .
2.6. Amida Asam Lemak
Amida adalah suatu senyawa yang mempunyai suatu nitrogen trivalent yang
terikat pada gugus karbonil. Amida di sintesa dari derivat asam karboksilat dan
ammonia atau amina yang sesuai (Fessenden, 1999).
Amida asam lemak dapat dibuat secara sintetis pada industri kimia-oleo, dimana
berlangsung dalam Proses Batch. Dalam proses ini ammonia dan asam lemak bebas
proses inilah dihasilkan amida primer seperti : lauramida, stearamida dan amida
lainnya (Billenstein, S., 1984).
Selain proses batch, amida primer dapat diperoleh dengan mereaksikan amonia
dengan metil ester asam lemak (Ho, T.S., 1977) ,persamaan reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut :
O O ⁄⁄ ⁄⁄
R – C + NH3 → R – C + CH3OH (2.9)
OCH3 NH2
Amida sekunder dapat diperoleh dengan mereaksikan asam lemak dengan amina
(Vogel, S, 1978) seperti yang tertulis di bawah ini:
O O ⁄⁄ ⁄⁄
R – C + R’ – NH2 R – C (2.10)
150 – 200ºC OH NHR’
Amida merupakan zat antara pada pembuatan amina dimana amida tersebut dapat
mengalami dehidrasi, dengan menggunakan katalis bauksit dan promotor ZnO, garam
Mn atau Co. Reaksi dilakukan secara proses batch dengan suhu 280 - 360ºC pada
tekanan atmosfer (Billenstein, S, 1984).
O
⁄⁄ reduksi/H2
R – C R – CN RCH2 – NH2 (2.11)
- H2O
Amida dapat juga direduksi dengan katalis LiAlH4 langsung menjadi amina, tetapi
bila direduksi dengan NaAlH4 akan terbentuk aldehida (Brahmana,H.R, 1990).
Selain Proses Batch, amida dapat diperoleh dengan mereaksikan metil ester asam
lemak dengan urea,seperti yang tertera dibawah ini :
O NH2 O
⁄⁄ | ⁄⁄
R –C + C=O ─────→ R – C + CO2 + NH3 (2.12)
\ | \ OCH3 NH2 NH2
Reaksi ini dilakukan dengan suhu yang tinggi dan hasil yang diperoleh merupakan
senyawa yang berbentuk kristal putih, dapat larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak
larut dalam eter (Vogel, S., 1978).
Amida asam lemak merupakan suatu senyawa organik yang khas, dimana merupakan
bahan padat yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi. Senyawa ini pada
umumnya memiliki titik lebur tinggi, kestabilan yang baik dan yang paling menarik
adalah memiliki kelarutan yang rendah dalam berbagai jenis pelarut.
Oleh karena itu amida asam lemak banyak digunakan sebagai bahan pemantap
(surfaktan) disebabkan sifat permukaan yang baik tadi, serta dalam jumlah yang
kecilpun telah memberikan sifat yang cukup baik terhadap peningkatan mutu
daripada bahan yang dibuat. Sebagai contoh: penambahan 0,02% oleomida telah
cukup mengurangi kemudahan terjadinya friksi akibat pemberian panas ataupun
Senyawa amida asam lemak memiliki sifat gabungan antara rantai
hidrokarbon berantai panjang yang bersifat nonpolar. Di samping itu di ujung rantai
panjang ini dia memiliki gugus amida (-CONH2) yang sangat polar. Dengan demikian
keseimbangan hidrofil dan liofil sebagai surfaktan diharapkan sangat sesuai pada
senyawa amida (Barus, T., 1996). Itulah sebabnya mengapa senyawa amida ini
banyak digunakan sebagai surfaktan baik pada pembuatan garmen, kertas, plastik,
karet dan pada pembuatan emulsi dan busa organik.
Senyawa amida asam lemak berantai panjang bersifat nonpolar dan di ujung rantai
panjang ini memiliki gugus amida yang sangat polar dapat digambarkan sebagai
berikut :
O ⁄⁄
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-C ― NH2
Gugus non polar
Gugus polar
Gambar 1. Senyawa amida asam lemak.
Penggunaan amida asam lemak sebagai bahan surfaktan tergantung kepada polaritas
antara dua gugus pada antar muka. Bila bahan padat dengan padat, maka penggunaan
amida asam lemak sebagai surfaktan pada antar muka agar kedua fase itu membentuk
Pada pembuatan plastik pembungkus seperti polietilen maka peranan amida asam
lemak dalam hal ini adalah sebagai pelumas agar plastik pembungkus itu tidak
mudah bocor ataupun pecah akibat adanya regangan ataupun pemanasan. Sebaliknya
pada fase yang terdiri dari padat dan cair, maka peranan amida asam lemak adalah
untuk pencegah korosi. Pada fase padat dan gas, peranannya adalah sebagai antistatik,
sebaliknya pada fase cair dan padat, maka peranan amida asam lemak ini sebagai
bahan pembasah, sedangkan pada fase cair lebih banyak peranan amida asam lemak
ini sebagai penstabil busa dan bahan pengemulsi.
2.7. Urea
Rumus kimia urea adalah; NH2 – C – NH2
|| (2.13)
O
Sifat fisika dan kimia yang dimiliki Urea adalah :
- Titik lebur 132,7°C
- Berat molekulnya 60,06
- Berat jenis 1,32
- Berwana putih
- Mudah larut dalam air dan alkohol
- Bila dipanaskan dengan air akan mengalami hidrolisis. Reaksi ini dapat
berlangsung pada suhu kamar ditambahkan enzim urease (terdapat dalam
biji-bijian seperti kacang kedele, kacang tanah, dalam hati, limpa dan sel darah
NH2
|
C = O + H2O → CO2 + 2NH3 (2.14)
|
NH2
- Bersifat sedikit basa, dapat bereaksi dengan asam malonat membentuk asam
barbiturat yang digunakan dalam dunia kedokteran sebagai sedative atau
penenang (Wilbraham.A.C,1992).
- Bila dipanaskan pada suhu yang lebih tinggi dari titik leburnya akan terlepas
ammonia dan terbentuk biuret.
NH2 NH2 O O
| | || ||
C = O + C = O → H2N - C - N - C- NH2 + NH3 (2.15)
| | |
NH2 NH2 H
Biuret
- Jika larutan biuret ditetesi dengan larutan NaOH dan beberapa tetes larutan
CuSO4 akan terbentuk warna violet. Reaksi ini dikenal dengan reaksi biuret
atau Piotrowski.
Melihat bahwa urea merupakan pupuk tanaman yang makin banyak digunakan
oleh banyak negara, terutama negara agraris, dan penggunaanya dalam bidang
kimia lainnya, maka prospek penggunaan urea dimasa yang akan datang akan makin
cerah.
2.8. Karet
Tanaman karet (Havea brasiliensis) termasuk famili Euphorbiacea, dengan
nama lain rambung, secara taksonomi oleh Setiawan. D.H. (2005) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Genus : Havea
Spesies : Havea brasiliensis
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.
Batang tanaman ini biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan dibagian atas.
Dibatang inilah terkandung getah yang dikenal dengan nama lateks karet alam.
Karet adalah suatu polimer dari isoprena dengan struktur kimianya seperti
ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
CH3 H
C = C
-CH2 CH2-
Dimana n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukan jumlah
monomer didalam rantai polimer. Nilai n dapat berkisar antara 3000 – 15000 unit.
Sifat karet alam tergantung dari jenis klon nya, apabila semakin tinggi dan semakin
panjang rantai molekulnya maka sifat elastisnya semakin tinggi dan semakin kental
(De Boer.,1982).
Molekul polimer karet alam tidak lurus, tetapi melingkar seperti spiral dan ikatan –
C=C− didalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang
fleksibel yaitu dapat ditarik, ditekan dan lentur.
Adanya ikatan rangkap –C=C- pada molekul karet, memungkinkan dapat terjadinya
reaksi oksidasi. Oksidasi oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap, sehingga
panjang rantai polimer akan semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer
mengakibatkan sifat viksositas karet menurun. Oksidasi karet oleh udara akan lebih
lambat terjadi bila kadar antioksidan alamiah yaitu protein dan lipida tinggi serta
kadar ion – ion logam karet rendah.
Karet yang baik memiliki sifat daya elastis yang baik, tidak mudah panas, tidak
mudah retak dan sangat plastis sehingga mudah diolah.
2.8.1. Lateks
Lateks karet alam merupakan getah seperti susu dari tumbuhan karet yang membeku
ketika terkena udara. Getah yang baru disadap dinamakan lateks kebun, dengan
kandungan kadar karet kering (KKK) sekitar 30%. Lateks ini belum dapat dipasarkan
Oleh sebab itu perlu dipekatkan terlebih dahulu sehingga kadar karet keringnya
mencapai 60% atau lebih (Setyamidjaya, D., 1993).
Lateks merupakan emulsi antara partikel karet dengan air beserta campuran bahan
kimia lainnya yang distabilkan oleh bahan pengemulsi alami yang dikandungnya
yaitu protein dan lipida.
[image:41.612.117.507.306.462.2]Komposisi lateks segar secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 2.4. dibawah ini :
Tabel 2. 4. Komposisi Lateks Segar.
Komponen Persentase ( % )
Hidrokarbon karet
Air
Protein
Karbohidrat
Lipida
Senyawa logam (Ca, Mg, K, Fe)
25 – 45
50 – 70
2
1,5
0,9
0,5
( De Boer., 1952 )
Dari tabel diatas dapat kita lihat komponen-komponen bukan karet sangat
mempengaruhi kestabilan lateks. Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar
adalah 2% dan sekitar 20 % dari protein tersebut teradsorpsipada partikel lateks, dan
sebagaian larut dalam serum. Protein yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet,
berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein ini akan memberikan muatan
negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi
antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil
akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah
interaksi antar partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan ( Roberts, A,D.,
1988 ).
Senyawa karbohidrat yang terkandung dalam lateks adalah sekitar 1,5 % yang
meliputi glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pentosa. Karbohidrat yang terdapat
dalam lateks merupakan sumber energi bagi petumbuhan mikroorganisme,
sehingga menyebabkan naiknya bilangan VFA (Volatile Fatty Acid ) karena
pembentukan asam-asam lemak eteris. Akibatnya pH lateks akan turun menuju titik
isoelektrisnya dan menggumpal (Chen, S, F., 1979).
Senyawa lipida yang terdapat didalam lateks terdiri dari lipida netral dan lipida polar.
Lipida polar merupakan senyawa fosfolipida sepeti lesitin, fosfatidat dan fosfatidin.
Senyawa lipida yang terdapat didalam lateks seperti fosfolipida dapat berfungsi
sebagai antioksidan dan pemacu dalam proses vulkanisasi.
Sedangkan ion-ion logam yang terdapat dalam lateks seperti ion Ca2+ dan ion Mg2+
dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya
kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel
koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks akan menggumpal.
Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain
dapat mengganggu kemantapan dan kestabilan sistem koloid lateks juga dapat
mempercepat proses oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadinya
Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloid, yaitu tidak terjadi flokulasi atau
penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi
kestabilan lateks adalah :
1. Adanya kecendrungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fase cair atau
serum misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan
partikel-partikel karet.
2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri.
3. Adanya interaksi antar molekul air dengan partikel karet yang menghalangi
terjadinya penggabungan partikel-partikel karet.
4. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya
tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet tersebut.
5. Energi bebas antara permukaan yang rendah.
Proses koagulasi pada lateks terjadi karena penetralan muatan partikel karet
dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan
bergabung membentuk gumpalan. Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan
pH dimana hal ini dapat terjadi karena terbentuk asam dari hasil penguraian bakteri.
Dalam keadaan pengawetan yang kurang baik, karbohidrat dapat dengan cepat
diuraikan oleh bakteri, sehingga membentuk asam lemak eteris (asam asetat dan asam
formiat). Hal ini disebabkan karena karbohidrat merupakan makanan bakteri dalam
lateks, dimana dengan pertolongan oksigen dari udara bakteri akan merubahnya
Rusaknya kemantapan sistem koloid lateks mengakibatkan terjadinya penggumpalan.
Kerusakan ini dapat terjadi antara lain dengan jalan penetralan muatan protein dengan
penambahan asam sehingga muatan negatif dan muatan positif lateks setimbang
(tercapai titik isoelektrik). Titik isoelektrik dari lateks adalah pada pH 4,4 - 5,3.
Penggumpalan diawali dengan flokulasi yaitu interaksi antara partikel keret dengan
partikel karet lainnya selanjutnya terjadilah koagulasi (Soewarti, S., 1975).
Lateks pekat merupakan cairan pekat karet dan untuk memperoleh lateks pekat yang
bermutu tinggi maka kedalam lateks pekat ditambahkan pengawet primer dan
sekunder. Pengawet primer ditambahkan ditempat pengumpulan lateks kebun,
sedangkan pengawet sekunder ditambahkan dipabrik pengolahan lateks. Pengawet
primer yang ditambahkan biasanya larutan asam formiat, amonia sedangkan
pengawet sekunder adalah tetra metil tiuram dipospat – zinc oksida (TZ ) dan
ammonium laurat.
Ada dua jenis lateks pekat yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan karet untuk
diekspor yaitu :
1. Lateks pekat amonia rendah ( LA ) yaitu bila kedalam lateks pekat ditambahkan
maksimal amonia 0,8 % , tetra metil tiuram dipospat – zinc oksida 25 % dan
amonium laurat 20 %.
2. Lateks pekat amonia tinggi ( HA ) yaitu bila kedalam lateks pekat ditambahkan
minimal amonia 1,6 %, tetra metil tiuram dipospat – zinc oksida 25 % dan
2.9. Surfaktan
Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung
untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Molekul surfaktan mempunyai
dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar (lipofilik).
Apabila ditambahkan kedalam suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat
mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antar muka cairan tersebut. Antar
muka adalah bagian dimana dua fasa saling bertemu/kontak. Jadi Surfaktan
(Surfactant) adalah singkatan dari Surface active agent yang berarti zat aktif
permukaan.
Surfaktan merupakan senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang
berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (kepala) yang suka air
(hidrofilik) bersifat sangat polar dan ujung satunya (ekor) yang tidak suka air
(hidrofobik) bersifat non-polar. Kepala dapat berupa anion-kation atau ion netral,
sedangkan ekor adalah rantai hidrokarbon linier atau bercabang. Surfaktan memiliki
aplikasi dalam industri seperti sebagai bahan dasar detergen, zat pembusa,
pengemulsi dalam kosmetik dan farmasi, pengemulsi dalam zat pengapung dalam
industri pengapung, sebagai emulsi dan pembersih dalam industri makanan (Shahidi
F, 2005).
Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu surfaktan yang larut dalam
minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Surfaktan yang larut dalam minyak, ada
tiga yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluokarbon, dan senyawa silikon.
pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi
(Winarno,1992). Surfaktan juga digunakan dalam pengolahan pangan yaitu untuk
meningkatkan mutu produk dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang
mudah rusak.
Oleh Bayle, (1979), klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi
empat golongan yaitu:
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation.
3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bahgian alkilnya mempunyai muatan
positif dan negatif.
2.10. Hubungan Bahan Surfaktan Dengan Harga Keseimbanagn Hidrofilik Lipofilik Balance (HLB)
Emulsi merupakan system yang secara termodinamika tidak stabil yang terdiri
atas dua fasa cair yang tidak saling larut dimana satu sebagai butiran terdispersi
terhadap yang lainnya sebagai fasa cair. Sistem emulsi ini distabilkan oleh bahan lain
yang disebut sebagai bahan pengemulsi (emulsifier).
Bahan pengemulsi ini bekerja sebagai penstabil yang terjadi antara fasa cair yang
polar sebagai contoh air dengan fasa cair lainnya yang relatif non polar sebagai
contoh minyak. Bila fasa minyak terdispersi sebagai butiran dalam fasa air sebagai
terdispersi sebagai butiran dalam fasa minyak sebagai pendispersi, maka emulsi
tersebut dikenal sistem w/o.
Pada pembentukan emulsi harus diperhatikan dua hal, yakni :
a. Kestabilan dari hasil emulsi
b. Jenis emulsi yang terbentuk dipengruhi oleh bahan pengemulsi yang
digunakan.
Terbentuknya sistem emulsi o/w ataupun w/o tergantung pada keseimbangan
hidrofilik-lifofiliknya (HLB). Secara umum nilai HLB dan penggunaan dari bahan
[image:47.612.156.479.388.577.2]surfaktan dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.3 Skala harga HLB bahan Surfaktan
Penentuan harga HLB sebagai bahan surfaktan yang terbentuk dilakukan secara
konsentrasi kritik missel (KKM) yang dapat diukur dengan menggunakan alat
Tensiometer.
Davies telah berhasil menghitung nilai HLB untuk zat aktif permukaan dengan
memecah berbagai molekul surfaktan kedalam gugus – gugus penyusunnya yang
masing – masing di beri suatu angka. Penjumlahan dari angka – angka gugus untuk
suatu surfaktan tertentu memungkinkan perhitungan nilai HLB nya, menurut
persamaan :
HLB = Σ ( harga gugus hidrofilik ) – Σ ( harga gugus lipofilik ) + 7
Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus fungsi
[image:48.612.108.414.417.684.2]hidrofilik, lipofilik, dan derivatnya seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Harga HLB Beberapa Gugus Fungsi.
Gugus Hidrofil Harga HLB
- SO4Na+
- COONa+
- N (amina tersier)
- Ester (bebas)
- Hidroksil (bebas)
- Hidroksil (cincin sorbitan) 38,7 19,1 9,4 6,8 2,4 0,5
Gugus Lipofil Harga HLB
- CH3
- CH2-
- =CH-
0,475
0, 475
0,475
Untuk memperoleh emulsifier yang baik didalam pemakaiannya, maka perlu
diperhatikan beberapa persyaratan yang antara lain adalah :
1. Stabil dalam penyimpanan dan tidak terurai oleh jamur.
2. Tidak memberikan rasa atau bau yang tidak enak.
3. Tidak toksisi dan harganya murah.
4. Menghasilkan emulsi dan memiliki partikel terdispersi yang cukup halus dan
BAB II
METODE PENELITIAN
3.1. Peralatan.
Adapun peralatan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Labu leher
dua (Pyrex), Termometer 210ºC (Fisons), Kondensor (alat refluks) (Pyrex), Buret (10
ml ± 0,05 ml) (Pyrex), Rotarievaporator (Heidolph), Hotplate stirrer (Fisons), Oven
(Fisons), Magnetik Bar, Mortar , Corong Pisah (Pyrex), Tabung CaCl2 (Pyrex),
Seperangkat alat Spektrofotomer FT-IR (Shimadzu), Tensiometer Cincin Du-Nuoy
(Kruss), Alat Vakum (Fisons), Neraca Analitis (Mettler PM 480), Alat shaker (KL 2
Edmund Buhler), Gelas Ukur 100 ml (Pyrex), Gelas Beaker 250 ml (Pyrex), Gelas
Erlenmeyer 250 ml (Pyrex), Pipet Volumetri (Pyrex), Seperangkat alat uji MST .
3.2. Bahan
Adapun bahan yang dipakai pada penelitian ini adalah Minyak inti sawit,
Metanol (p. a. E. Merck), n- heksan (p. a. E. Merck), Akuades, Na- sulfat anhidrous,
H2SO4 98% (p.a.E.Merck), Urea (p.a.E.Merck), Benzen (p. a. E. Merck), Lateks
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Metil Ester Minyak Inti Sawit
Ke dalam labu leher dua dimasukkan sebanyak 100 ml minyak inti sawit,
kemudian ditambahkan 50 ml Metanol dan 100 ml benzene. Kemudian labu
dihubungkan dengan pendingin bola yang dilengkapi dengan tabung CaCl2, lalu
diteteskan 2 ml H2SO4 (p). Kemudian campuran di refluks selama 5 Jam pada suhu
80°C. Pelarutnya diuapkan melalui rotary evaporator. Residu yang diperoleh di
ekstraksi dengan n-heksan, kemudian di cuci dengan akuades. Lapisan atas
ditambahkan dengan natrium sulfat anhydrous dan didiamkan selama kira-kira 1 jam,
kemudian di saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan melalui rotari evaporator dan
hasil yang diperoleh di analisis dengan menggunakan uji kromatografi gas dan
spektroskopi FT-IR.
3.3.2. Pembuatan Amida Asam Lemak
Kedalam labu leher dua dimasukkan 50 g urea dan dipanaskan hingga semua
urea melebur kemudian ditambahkan 100 gram metil ester asam lemak dengan
corong penetes, sambil diaduk dengan magnetik stirrer, kemudian direfluks pada suhu
140ºC selama 5 jam. Hasil reaksi didinginkan, digiling dengan mortar sampai halus
kemudian dicuci dengan 100 ml akuades, disaring dengan corong Buchner. Residu
yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada suhu 100ºC selama 2 jam, kemudian
dimasukkan dalam desikator semalaman. Hasil yang diperoleh dihaluskan dicuci
Kemudian hasil yang diperoleh berupa serbuk putih di identifikasi dengan
spektroskopi FT-IR dan ditentukan harga HLBnya dengan alat Tensiometer.
3.3.3. Penentuan Tegangan Permukaan
Alat Tensiometer di kalibrasi, cincin digantung pada bagian atas torsi. Cairan
yang akan di tentukan tegangan permukaannya yaitu amida asam lemak campuran di
tempatkan pada gelas kimia, di letakkan di atas penyangga cuplikan. Selanjutnya
dinaikkan penyangga cuplikan sampai tercelup sedalam 0,5 cm dari permukaan.
Lengan torsi dibebaskan dan di nol-kan pembacaan pada kedudukan penunjuk dan
bayangan berhimpit dengan garis pembanding pada cermin dan cincin harus tetap
tercelup di dalam cairan selama pengerjaan. Penyangga cuplikan diturunkan
perlahan-lahan sehingga cincin berada pada garis tengah cermin. Permukaan cairan
akan tercentang tetapi petunjuk arus tetap di pertahankan pada garis tengah cermin.
3.3.4. Penambahan Amida Asam Lemak Pada Lateks Pekat
Lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini di ambil dari pabrik
pengolahan lateks pekat PTPN III Kebun Rambutan Tebing Tinggi. Lateks pekat ini
belum mengandung bahan pemantap, kecuali amonia. Kadar maksimum amonia yang
dikandung dalam lateks pekat sebesar 0,73%. Oleh karrena itu kadar amonia dari
lateks pekat ditentukan sebelum diberlakukan sebagai sampel pada penelitian ini.
Kemudian di tambahkan pengawet sekunder Tetra Metil Tiuram Disulfida dan
ZnO 25% sebanyak 2,75 ml dalam 1 liter lateks pekat. Setelah itu di tambahkan
0,07%; dan 0,09% serta waktu penyimpanan 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 hari.
Selanjutnya lateks pekat di analisis dengan uji MST dan uji TSC.
3.3.5. Penentuan Waktu Kemantapan Mekanik
Sampel lateks yang telah diketahui jumlah padatan totalnya di
timbang,kemudian sampel diencerkan dengan amonia 1,6%. Jumlah sampel yang
akan digunakan dapat dihitung dengan persamaan :
Jumlah contoh = 55/ jumlah padatan total x 100 %
Sedangkan jumlah amonia di hitung dengan persamaan:
Jumlah amonia = 100 – volume contoh
Sampel lateks tadi dipanaskan pada suhu 35 - 36°C, kemudian sampel disaring dan
hasil saringan ditimbang sebanyak 80 g dalam wadah pengujian. Sampel diletakkan
pada alat pemutar kecepatan tinggi (Klaxon stirrer) dengan batang pemutar berada
ditengah botol uji. Alat pemutar dipasang pada kecepatan 14000 rpm dan waktunya
pun di ukur. Penentuan titik akhir dilakukan dengan cara mencelupkan batangan kaca
ke dalam lateks pekat serta mencelupkannya ke dalam wadah yang berisi air dan
diamati pecahnya partikel karet.
Dalam hal ini bahan pemantap (surfaktan) yang digunakan adalah amida asam lemak
campuran dari minyak inti sawit dengan konsentrasi 0,03%; 0,05%; 0,07%;
0,09% dan waktu penyimpanan selama 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 hari. Sebagai
pembanding digunakan bahan pemantap amonia laurat dengan variasi konsentrasi dan
waktu penyimpanan yang sama. Kedua bahan ini ditentukan waktu kemantapan
3.3.6. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)
Sampel di timbang (3 g) dalam gelas piala yang telah diketahui beratnya.
Permukaannya di ratakan dan dikeringkan dalam oven selama kira-kira 1 jam pada
suhu 70°C. setelah sampel kering, sampel di dinginkan dalam desikator dan di
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Metil Ester Inti Sawit
100 ml minyak inti sawit
← Dimasukkan ke dalam labu leher dua
← Ditambah 50 ml Metanol
← Di tambah 100 ml Benzena
← Di tambahkan 2 ml H2SO4 (p)
Campuran
← Direfluks pada suhu 80ºC selama 5 jam
← Di rotarievaporator
← Di ekstraksi dengan 100 ml n- heksana
← Di cuci dengan 100 ml akuades
Destilat Residu
← di tambah Na2SO4 anhidrous
← didiamkan ± 1jam, disaring
Lapisan Atas Lapisan Bawah
← Di rotarievaporator
MEAL
Filtrat Residu
3.4.2. Pembuatan Amida Asam Lemak
50g Urea 100 g Metil Ester Asam Lemak Campuran
Dileburkan
Dimasukkan dalam labuleher dua
Diaduk dengan magnet stirer
Dipanaskan pada suhu 140ºC selama 5 jam
Hasil Reaksi
Didinginkan
Dihaluskan
Dicuci dengan akuades, disaring
Filtrat Residu
Dikeringkan 100ºC selama 3 jam
Disimpan dalam desikator
Dihaluskan
Direndam dalam n-heksan
Dikeringkan pada alat piston
dryer selama 2 jam
Kristal putih
Uji FTIR UJi HLB
3.4.3. Pengujian Amida Asam Lemak pada Lateks Pekat
Lateks Pekat
Ditambah TMTD/ZnO 25%
(2,75ml/L)
Ditambah amida asam lemak campuran
(0; 0,03; 0,05; 0,07; 0,09%)
Disimpan (0; 5; 10; 15; 20; 25 hari)
Lateks Pekat + Amida Asam Lemak +
TMTD / ZnO
MST
3.4.4. Penentuan Harga Waktu Kemantapan Mekanik (MST)
Sampel lateks yang telah
diketahui TSC
ditimbang
diencerkan dengan amonia 1,6%
Sampel lateks
Dipanaskan pada suhu 36°C
Disaring
Ditimbang sebanyak 80 gram
Sampel lateks 80 gram
Diletakkan pada alat pemutar
Klaxon stirer
Waktu Kemantapan
3.4.5. Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)
Sampel lateks
Ditimbang 3 gram
Diratakan permukaannya
Dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 2 jam
Lateks yang telah
dikeringkankan
Didinginkan dalam desikator
Ditimbang
Jumlah Padatan Total
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Campuran.
Hasil perolehan Metil Ester Asam Lemak Campuran dari minyak inti sawit
yang diperoleh dari 100 ml sampel dengan 3 kali perlakuan dipaparkan pada tabel
4.1.
Tabel 4.1. Hasil Metil Ester Asam Lemak Campuran
No Minyak inti sawit yang digunakan (ml)
Metil Ester Asam Lemak Campuran (ml)
1
2
3
100
100
100
95, 83
97, 56
95, 68
Rata-rata hasil Metil Ester Asam Lemak Campuran : 97,02 ml
Metil Ester Asam Lemak Campuran diperoleh dengan mereaksikan Minyak Inti
Sawit dengan Metanol menggunakan katalis H2SO4 (p) dan direfluks selama 5 jam.
Banyak Metil Ester Asam Lemak Campuran yang diperoleh rata-rata 97,02 ml.
Untuk mengetahui kandungan Metil Ester Asam Lemak Campuran dilakukan
Gambar 4.1. Kromatogram Metil Ester Asam Lemak Campuran.
Dari kromatogram yang diperoleh dapat ditentukan persentasi kandungan
masing-masing asam lemak yang terdapat dalam larutan Metil Ester Asam Lemak Campuran
seperti yang terdapat pada tabel 4.2.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase Asam Laurat dengan
[image:61.612.114.551.110.436.2]Tabel 4.2. Komposisi Metil Ester Asam Lemak
No Jumlah Atom C Jenis Asam Lemak Jumlah (%)
1 8 Asam Kaprilat 3, 4648
2 10 Asam Kaprat 3, 6138
3 12 Asam Laurat 48, 2878
4 14 Asam Miristat 15, 7780
5 16 Asam Palmitat 9, 0417
6 18 Asam Stearat 2, 2858
7 18 : 1 Asam Oleat 15, 0243
8 18 : 2 Asam Linoleat 2, 3726
Reaksi pembentukan Metil Ester Asam Lemak Campuran dari Minyak Inti Sawit
dengan Metanol dan H2SO4 (P) sebagai katalis adalah :
O ⁄⁄
CH2 – O – C – R
│ O O CH2 – OH
⁄⁄ H2SO4 (p) ⁄⁄
CH – O – C – R + 3 CH3OH ――――→ R – C + CH – OH (4.1)
\
Metanol OCH3 CH2 – OH
│ O ⁄⁄
CH2 – O – C – R Metil Ester Asam Gliserol
Lemak Campuran
Minyak Inti Sawit ( Trigliserida )
Reaksi pembentukan metil ester asam lemak campuran dari minyak inti sawit dengan
terhadap minyak inti sawit akan membentuk ikatan ester. Kesetimbangan berlangsung
dalam suasana asam dimana protonasi terjadi terhadap salah satu gugus hidroksil
yang mengakibatkan lepasnya air. Pada akhir reaksi yang berproton melepaskan
protonnya ( Hart, 1991 ). Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
O ⁄⁄
CH – O – C – R 2
+
O−H _ +
⁄ 3 CH3OH
CH – O – C – R (4.2)
+ HSO4−
O−H ⁄ CH – O – C – R 2
+
O− ⁄⁄
CH2 – O – C – R + HO O
\ ⁄⁄
S
│ O− ⁄ \\
⁄⁄ H O O
CH – O – C – R + 3 CH3OH (4.3)
OH+
⁄
CH2 – O – C – R
− |
+ HOCH3
OH+
⁄
CH – O – C – R (4.4)
− | HSO4¯
+HOCH3
OH+
⁄ CH2 – O – C – R
− | + HOCH3
O CH2 – OH
⁄⁄ │
3 R – C + CH – OH (4.5)
\ │
OCH3 CH2 – OH
Metil Ester Asam Lemak Gliserol
Kemudian Metil Ester As