• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS METIL ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK

INTI SAWIT MENGGUNAKAN KATALIS

KALSIUM OKSIDA (CaO)

SKRIPSI

RONALD WILLIAM SAMUEL

080802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SINTESIS METIL ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK

INTI SAWIT MENGGUNAKAN KATALIS

KALSIUM OKSIDA (CaO)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RONALD WILLIAM SAMUEL

080802043

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : SINTESIS METIL ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN

KATALIS KALSIUM OKSIDA (CaO)

Kategori : SKRIPSI

Nama : RONALD WILLIAM SAMUEL

Nomor Induk Mahasiswa : 080802043

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Dr. Juliati br Tarigan, M.Si

NIP : 197205031999032001 NIP : 195307041980031002 Dr. Adil Ginting, M.Sc

Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

SINTESIS METIL ESTER ASAM LEMAK DARI MINYAK INTI SAWIT MENGGUNAKAN KATALIS KALSIUM OKSIDA (CaO)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2013

(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih karunia, dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan rancanganNya.

Dengan segala hormat penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Adil Ginting, M.Sc selaku pembimbing I serta Ibu Dr. Juliati br. Tarigan S.Si, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan serta dukungannya selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan M.S. dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekertaris Departemen Kimia FMIPA - USU Medan, kepada Bapak Lamek Marpaung, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing Akademik dan kepada Kepala Laboratorium dan seluruh staff pengajar di laboratorium organik, serta seluruh staf dan dosen FMIPA - USU yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan perkuliahan, dan kepada Bapak Eko K. Sitepu, M.Si., Gusti Rahmat, C.K. S.Si dan bang Roy M. Silalahi yang banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk ibunda tercinta B. Br Tobing dan kepada seluruh keluarga besar Tobing yang selalu mendoakan, mendukung, menyemangati dan membiayai perkuliahan, penelitian serta penyusunan skripsi hingga selesai.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada adinda tersayang Dorli Hutagalung, kepada asisten Laboratorium Kimia Organik: Bang Cristy, Denny, Sion, Mutiara, Bayu, Despita, Rimenda, Egi, Naomi, Yabes, Sopia, Dian, dan abang serta kakak alumni asisten, serta kepada Rizal, Paulus, Cristou, Ivo, Okta dan seluruh sahabat-sahabatqu di angkata 2008, abang dan kakak angkatan 2007, 2006, dan adik-adik angkatan 2009, 2010, 2011 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang terus memberi dukungan kepada penulis.

Penulis menyadari betul bahwa tidak dapat membalas seluruh budi baik yang diberikan dari seluruh pihak kepada penulis untuk penyelesaian tugas akhir ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa yang akan membalaskan seluruh budi baik yang diberikan oleh seluruh pihak

Penulis juga merasa bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam demi pengembangan Bangsa dan Negara.

Medan, Januari 2013 Penulis

(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian transesterifikasi secara kimiawi antara minyak inti sawit dengan metanol menghasilkan metil ester minyak inti sawit menggunakan katalis Kalsium Oksida (CaO) dengan perbandingan mol minyak : metanol adalah 1:5 , 1:10 , 1:15; variasi waktu refluks yang digunakan 3 jam, 4 jam, dan 5 jam; dan variasi berat katalis 0,05 gram, 0,10 gram, 0,15 gram. Kondisi optimum untuk persentase metil ester adalah pada kondisi perbandingan mol minyak : metanol 1: 10, waktu refluks 3 jam dan berat katalis 0,05 gram, yaitu 85,75%. Untuk membuktikkan terbentuknya metil ester inti sawit dibuktikan dengan spektrum FT-IR, dimana puncak karbonil (C = O) pada bilangan gelombang 1742,26 cm-1 dan C – O dari

terdapat 3 puncak berdekatan pada daerah bilangan gelombang 1275 cm-1 - 1100 cm-1 , dan puncak tertinggi terdapat pada bilangan gelombang paling kecil (1171,46 cm-1).

-C-O-CH3

(7)

ABSTRACT

Research of transesterification between palm cernel oil with methanol to produce palm cernel oil methyl ester by using Calsium oxide (CaO) as catalyst with comparison of oil: methanol were 1:5 , 1:10 , 1:15; variation time of reflux 3 hours, 4 hours, and 5 hours; and variation of catalyst used 0.05 gram, 0.10 gram, 0.15 gram. Optimum condition for methyl ester by adding comparison of oil: methanol were 1:10, 3 hours of reflux time, and 0.05 gram of catalys is 85.75%. To prove the formation of palm cernel oil methyl ester by using FT-IR spectrum, where the peak of carbonyl (C = O) at 1742.26 cm-1 and C-O from have 3 peaks at 1275 cm-1- 1100 cm-1, where the third peak is smallest (1171.46 cm-1).

-C-O-CH3

(8)

DAFTAR ISI

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Lokasi Penelitian 4

1.7. Metodologi Penelitian 4

Bab 2. Tinjauan Pustaka 6

2.4.1. Katalis Homogen 14

2.4.1.1. Katalis Asam Homogen 14

2.4.1.2. Katalis Basa Homogen 15

2.4.2. Katalis Heterogen 15

2.4.3. Perbandingan Katalis Homogen dengan Katalis Heterogen 16 2.4.4. Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida 17

2.4.5. Katalis CaO 19

2.5.Transesterifikasi 21

Bab 3. Metodologi Percobaan 23

3.1. Alat 23

3.2. Bahan 24

3.3. Prosedur Penelitian 24

3.3.1. Ekstraksi Minyak Inti Sawit 24

3.3.2. Kalsinasi Katalis CaO 24

(9)

3.3.4. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 25 3.3.5. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi volume 25

Metanol

3.3.6. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi waktu 26 Refluks

3.3.7. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi Berat 26 Katalis

3.4. Bagan Penelitian 27

3.4.1. Ekstraksi Minyak Inti Sawit 27

3.4.2. Kalsinasi Katalis CaO 28

3.4.3. Pembuatan Metanol Kering 28

3.4.4. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 29

3.4.5. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi volume 30 Metanol

3.4.6. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi waktu 31 Refluks

3.4.7. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak dengan Variasi Berat 32 Katalis

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 33

4.1. Hasil 33

4.1.1. Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit 33 4.1.2. Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit 34 4.1.3. Analisis Hasil Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit 34

4.2. Pembahasan 36

4.2.1. Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit 36 4.2.2. Komponen Asam Lemak Minyak Inti Sawit 37 4.2.3. Hasil Metil Ester Minyak Inti Sawit 37

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 46

5.1. Kesimpulan 46

5.2. Saran 46

Daftar Pustaka 47

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tabel Bidang Aplikasi Minyak Dan Lemak Pada Industri Kimia 7 Tabel 2.2. Perbedaan Umum Antara Asam Lemak Nabati dengan Hewani 11

Tabel 2.3. Komposisi Rata-Rata Inti Sawit 13

Tabel 2.4. Perbandingan Komposisi Asam Lemak dan Minyak Kelapa Sawit 13 dengan Minyak Inti Sawit

Tabel 2.5. Contoh-Contoh Katalis Heterogen Asam dan Heterogen Basa 16 Tabel 2.6. Perbandingan Antara Katalis Homogen dengan katalis Heterogen 16 Tabel 2.7. Karakteristik dari Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida 18

Tabel 2.8. Ciri-Ciri Kalsium Oksida (CaO) 20

Tabel 4.1. Tabel Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit 33 Tabel 4.2. Hasil Analisis FT-IR Minyak Inti Sawit 33 Tabel 4.3. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit 34 Tabel 4.4. Hasil Metil Ester Inti Sawit yang Diperoleh dari Variasi Volume 34

Metanol

Tabel 4.5. Hasil Metil Ester Inti Sawit yang Diperoleh dari Variasi Waktu 35 Refluks

Tabel 4.6. Hasil Metil Ester Inti Sawit yang Diperoleh dari Variasi Berat 35 Katalis

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Diagram Alur Proses Oleokimia Dari Bahan Baku Menjadi 8 Oleokimia Dan Turunan Oleokimia

Gambar 2.2. Grafik Perbandingan Yield Metil Ester Asam Lemak dengan 17 Menggunakan Katalis MgO, CaO, dan SrO

Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Katalis CaO dengan Metanol 38 Gambar 4.2. Mekanisme Reaksi Katalis CaO dengan Trigliserida 41 Gambar 4.3. Diagram MEAL pada Perbandingan Volume Metanol 42 Gambar 4.4. Diagram MEAL pada Perbandingan Waktu Refluks 43 Gambar 4.5. Diagram MEAL pada Perbandingan Berat Katalis 44 Gambar 4.6. Puncak Vibrasi Stretching Ester dalam Spektrum FT-IR 45

Metil Ester Inti Sawit

(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian transesterifikasi secara kimiawi antara minyak inti sawit dengan metanol menghasilkan metil ester minyak inti sawit menggunakan katalis Kalsium Oksida (CaO) dengan perbandingan mol minyak : metanol adalah 1:5 , 1:10 , 1:15; variasi waktu refluks yang digunakan 3 jam, 4 jam, dan 5 jam; dan variasi berat katalis 0,05 gram, 0,10 gram, 0,15 gram. Kondisi optimum untuk persentase metil ester adalah pada kondisi perbandingan mol minyak : metanol 1: 10, waktu refluks 3 jam dan berat katalis 0,05 gram, yaitu 85,75%. Untuk membuktikkan terbentuknya metil ester inti sawit dibuktikan dengan spektrum FT-IR, dimana puncak karbonil (C = O) pada bilangan gelombang 1742,26 cm-1 dan C – O dari

terdapat 3 puncak berdekatan pada daerah bilangan gelombang 1275 cm-1 - 1100 cm-1 , dan puncak tertinggi terdapat pada bilangan gelombang paling kecil (1171,46 cm-1).

-C-O-CH3

(13)

ABSTRACT

Research of transesterification between palm cernel oil with methanol to produce palm cernel oil methyl ester by using Calsium oxide (CaO) as catalyst with comparison of oil: methanol were 1:5 , 1:10 , 1:15; variation time of reflux 3 hours, 4 hours, and 5 hours; and variation of catalyst used 0.05 gram, 0.10 gram, 0.15 gram. Optimum condition for methyl ester by adding comparison of oil: methanol were 1:10, 3 hours of reflux time, and 0.05 gram of catalys is 85.75%. To prove the formation of palm cernel oil methyl ester by using FT-IR spectrum, where the peak of carbonyl (C = O) at 1742.26 cm-1 and C-O from have 3 peaks at 1275 cm-1- 1100 cm-1, where the third peak is smallest (1171.46 cm-1).

-C-O-CH3

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak sawit mentah mempunyai nilai koefisien viskositas yang tinggi (sekitar 11-17 kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel), sehingga tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar diesel. Titik didih yang tinggi dan viskositas yang tinggi akan mengakibatkan terjadinya pengendapan pada mesin selama proses pembakaran yang tak sempurna. Salah satu cara untuk menurunkan nilai viskositasnya adalah dengan proses pirolisa ataupun dengan proses transesterifikasi (Meher et al., 2006).

Reaksi transesterifikasi mengubah minyak nabati ke metil ester asam lemak (MEAL) dengan sifat yang sesuai untuk bahan bakar minyak diesel. Ini merupakan suatu alasan mengapa transesterifikasi minyak sayuran secara luas dikenal sebagai biodiesel (Freedman et al., 1984).

Biodiesel merupakan bahan bakar tidak beracun yang dapat diperbaharui yang berasal dari minyak nabati dengan reaksi transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol. Oleh karena itu biodiesel dapat dianggap bahan bakar yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui (Ma and Hanna, 1999).

Keuntungan lain dari biodiesel adalah suatu bahan bersifat pelumas yang memperpanjang kerja mesin, hal ini disebabkan karena angka setana tinggi, titik nyala yang tinggi yang membuat biodiesel merupakan bahan bakar yang sangat menarik (Graboski and Mc Cormic, 1998).

(15)

reaksi transesterifikasi penggunaan katalis alkali lebih cepat dibandingkan dengan katalis asam (Ma and Hanna,1999; Marchetti J.M, 2007). Katalis seperti alkali hidroksida, metoksida, dan karbonat lebih sering digunakan untuk mempercepat reaksi, walaupun demikian, secara keseluruhan proses katalis basa dibatasi terhadap spesifikasi kesempurnaan bahan mentah yang ingin diproses (Lotero et al., 2005).

Penggunaan katalis homogen menyebabkan efisiensi reaksi yang baik (Freedman et al., 1984), tetapi membutuhkan sejumlah air yang besar untuk mencuci katalis homogen di akhir reaksi dalam pembuatan metil ester asam lemak, hal ini yang menyebabkan harga produksi biodiesel mahal (Saka & Kusdina., 2001), sehingga katalis heterogen lebih dipertimbangkan. Katalis CaO yang diaktifkan dengan metanol merupakan katalis yang efisien dalam reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan jumlah metil ester yang banyak (Kawashima et al., 2009).

Katalis heterogen mempunyai beberapa keuntungan yang umum, yaitu mudah dipisahkan dari media reaksi dan dapat dipakai kembali. Katalis heterogen dapat dipertimbangkan untuk menjadi green chemistry. Dalam proses tidak hanya dibutuhkan untuk mendapatkan katalis kembali, tetapi juga dalam tahap perlakuan terhadap larutan. Tahap pemurnian dari produk lebih mudah dan simpel, selain itu juga mendapatkan metil ester yang sangat tinggi (Bournay et al., 2005).

Pembuatan metil ester asam lemak sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu: Kouzu et al., (2007), Membuat biodiesel dari minyak kacang kedelai dengan menggunakan beberapa jenis katalis basa heterogen, hasil penelitian menunjukkan Metil ester dengan katalis CaO: 93%, Ca(OH)2: 12%, CaCO3:0%, dan MgO jauh dari aktif dalam transesterifikasi, dan produksi dengan CaO lebih baik, karena mudah didapatkan kembali, dan ramah lingkungan.

(16)

dengan cara sentrifugasi dimana metode ini lebih efisien dalam pemisahaan metil ester asam lemak dengan gliserol.

Berdasarkan hal ini peneliti tertarik untuk meneliti tentang sintesis metil ester asam lemak inti sawit dari minyak inti sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO aktif. Minyak inti sawit diperoleh dengan cara maserasi serbuk inti sawit menggunakan pelarut n-heksana.

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah kondisi reaksi optimum untuk memperoleh persentase metil ester asam lemak minyak inti sawit melalui reaksi transesterifikasi minyak inti sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO yang terlebih dahulu diaktivasi. Dalam hal ini dilakukan variasi volume metanol, berat katalis, dan waktu refluks.

1.3. Pembatasan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada:

1. Minyak inti sawit yang digunakan diperoleh dari proses maserasi serbuk inti sawit menggunakan pelarut n-hexana.

2. Metil ester yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi antara minyak inti sawit dan metanol dengan variasi berat katalis, volume metanol, dan waktu refluks. 3. Analisis senyawa metil ester yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan

spektrofotometer FT-IR untuk penentuan perubahan gugus fungsi dan GC untuk menentukan kandungan metil ester asam lemak.

1.4. Tujuan Penelitian

(17)

sawit dan metanol dengan menggunakan katalis CaO yang terlebih dahulu diaktivasi. Dalam hal ini dilakukan variasi volume metanol, berat katalis, dan waktu refluks.

1.5. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai perkembangan penelitian pada bidang oleokimia, dalam hal ini pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis CaO, dimana CaO yang digunakan terlebih dahulu dikalsinasi dan diaktifkan dengan metanol yang kemudian dilanjutkan dengan proses transesterifikasi minyak inti sawit, pada proses ini nantinya divariasikan pengaruh volume metanol, waktu refluks, dan berat katalis.

1.6. Lokasi penelitian

Kalsinasi katalis CaO dilakukan di laboratorium mekanik di Politeknik Medan, pembuatan metil ester asam lemak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, analisis kandungan metil ester dengan GC dan perubahan gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR dilakukan di salah satu laboratorium kimia perusahaan swasta di Dumai dan Medan.

1.7. Metodologi Penelitian

(18)
(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Oleokimia

Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam teknik kimia, pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan.

Oleokimia didefinisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga tidak kalah pentingnya.

Dari antara produk-produk oleokimia, asam lemak merupakan produk dari bahan oleokimia yang terpenting yang digunakan dalam berbagai jenis reaksi modifikasi kimia untuk menghasilkan berbagai produk alirnya yang berasal dari turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan industrial yang berbeda.

(20)

diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk kosmetika, toleteries, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan pengolahan limbah cair pabrik. Tabel (2.1) menunjukkan bidang aplikasi minyak dan lemak pada industri kimia secara luas (Elisabeth, 1999).

Tabel 2.1. Tabel Bidang Aplikasi Minyak Dan Lemak Pada Industri Kimia. Asam Lemak dan turunannya Plastik, sabun, kosmetika, bahan pencuci

/pembersih, cat, tekstil, industri kulit dan kertas, karet, lubrikan/pelumas.

Metil ester asam lemak Kosmetik,bahan pembersih/pencuci

Gliserol Kosmetika, pasta gigi, farmasetikal,

perekat, plastik, resin sintetik, peledak, tembakau

Asam lemak dan turunannya Kondisioner, dan industri pabrik

Biosida Aditif minyak mineral

Minyak netral dan turunannya Sabun

Minyak pengering Perekat, cat vernis

(21)

Gambar 2.1: Diagram Alur Proses Oleokimia Dari Bahan Dasar Minyak atau Lemak Menjadi Oleokimia Dan Turunan Oleokimia (Richtler and Knault, 1984).

2.1.1. Asam Lemak

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda (Wilbraham, 1992).

(22)

ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu 15 sampai 50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Ketaren, 2005).

2.1.2. Metil Ester Asam Lemak

Dalam beberapa waktu terakhir ini, pemanasan global , polusi, dan penipisan sumber bahan bakar fosil untuk dikonsumsi dengan jumlah yang besar sehingga energi biomasa diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dan mendapat perhatian international, sebagai sumber bahan bakar yang dapat diperbaharui dan energi yang ramah lingkungan. Bahan bakar biodiesel, metil ester asam lemak (MEAL), diproduksi dengan menggunakan reaksi transesterifikasi dari minyak nabati dan lemak hewani dengan menggunakan metanol yang mengikuti karakteristik dari metil ester asam lemak tersebut. Bahan bakar yang berasal dari nabati tidak mengandung komponen-komponen aromatik, dan gas buangnya dapat di daur ulang dan rendah kandungan SOx dan material-material lainnya yang terkandung didalam gas buang dari bahan bakar fosil (Schuchardt et al., 1998).

Biodiesel merupakan salah satu perintis teknologi bioenergi, dengan menggunakan minyak nabati yang pertama kali di usulkan oleh mesin berbahan bakar buatan Rudolf diesel, sekitar 100 tahun yang lalu. Ketika Diesel mempresentasikan mesin diesel, dia menggunakan minyak kacang tanah, karena tidak ada bahan bakar spesifik yang cocok dengan mesin sebelum munculnya bahan bakar fosil.

Penemuan yang original dari Diesel yang menyatakan bahwa minyak nabati dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, namun tingginya viskositas dari minyak tumbuhan sehingga pemanfaatannya tidak dapat diterima (Shay, 1993).

(23)

dapat dilakukan mengingat biodiesel dan bahan bakar solar memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir mirip (Clark et al., 1984).

Biodiesel dapat diperoleh dari berbagai macam metode seperti reaksi transesterifikasi, esterifikasi, mikroemulsi, pirolisis dan lainnya. Metode reaksi transesterifikasi merupakan metode yang paling sering digunakan dalam memperoleh biodiesel dimana dalam reaksi ini, lemak atau minyak direaksikan dengan alkohol rantai pendek menggunakan katalis. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis baik oleh katalis homogen seperti NaOH, KOH, H2SO4, HCl dan lain sebagainya serta katalis heterogen seperti enzim, titanium silikat, resin penukar anion, CaO, MgO, ZnO dan lain sebagainya (Pinto et al., 2005; Vasudevan and Briggs, 2008).

Katalis alkali hidroksida terlarut dalam metanol diketahui dapat digunakan mengkatalisis reaksi transesterifikasi lebih cepat dibandingkan jenis katalis lainnya. Hanya dalam waktu 6 menit saja menggunakan 1% natrium hidroksida sebagai katalis pada suhu reaksi 600C dapat diperoleh biodiesel dari minyak biji matahari sampai dengan 90% (Freedman et al., 1984). Namun demikian, katalis homogen ini sensitif terhadap asam lemak bebas dan air yang terkandung dalam lemak atau minyak. Asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalis alkali tersebut membentuk sabun apabila jumlahnya banyak. Adanya sabun mempengaruhi pemisahan gliserol dan dapat mengurangi produk biodiesel yang dihasilkan. Air yang terdapat dalam lemak atau minyak juga tidak boleh karena akan menyebabkan hidrolisis metil ester oleh adanya katalis asam atau basa (Ma et al., 1998).

2.2. Lemak Dan Minyak

(24)

Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut:

1. Bersumber dari hewani:

a. Susu hewan peliharaan: Lemak susu

b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunan oleostearin, oleo oil dari oleostock, lemak babi, dan mutton tallow.

c. Hasil laut: Minyak ikan sardin, menhaden dan sejenisnya, dan minyak ikan paus

2. Bersumber dari tanaman:

a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedele, Bunga matahari

b. Kulit buah tanaman tahunan: kelapa, coklat, inti sawti, babassu, cohune, dan sejenisnya (Hart, 1990)

Perbedaan umum antara lemak nabati dengan hewani dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2. Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati Dengan Hewani

Lemak hewani Lemak nabati

Mengandung kolesterol Mengandung filtosterol

Kadar asam lemak jenuh lebih kecil Kadar asam lemak jenuh lebih besar Mempunyai bilangan Reichert-meissl lebih

besar

Mempunyai bilangan polenske lebih besar

Lemak yang lazim meliputi mentega, lemak hewan, dan bagian berlemak dari daging, sedangkan minyak terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan termasuk jagung, biji kapas, zaitun, kacang, dan minyak kedelai (Hart,1990).

(25)

Kelarutan minyak atau lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya. Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar, sedangkan asam lemak non polar larut dalam pelarut non polar. Sifat dan daya kelarutan ini digunakan sebagai dasar pada praktek pengujian-pengujian analitis dan ekstraksi minyak dengan pelarut. Sifat minyak dan lemak yang larut dalam pelarut tertentu digunakan dalam pengolahan minyak secara komersial melalui ekstraksi pelarut.

Daya kelarutan asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen trigliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan non polar. Semakin panjang rantai atom karbon maka minyak dan lemak tersebut akan bersifat non polar, sehingga semakin sukar larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Minyak atau lemak yang tidak jenuh lebih mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak jenuh dengan panjang rantai atom karbon yang sama. Minyak atau lemak yang asam lemak dengan derajat ketidakjenuhannya tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan rendah.

Salah satu dari beberapa tanaman golongan nabati yang menghasilkan minyak adalah dari bahan kepala sawit, minyak dihasilkan berasal dari inti kelapa sawit yang dinamakan miyak inti sawit (Palm Kernel Oil) (Ketaren, 2005).

2.3. Inti Sawit

(26)

Tabel 2.3. Komposisi Rata-Rata Inti Sawit ( Bailey, 1950)

Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai kompoisis yang tetap. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dengan minyak inti sawit dapat dilihat pada tabel 2.4 (Ketaren, 2005).

Tabel 2.4. Perbandingan Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Dengan Minyak Inti Sawit (Eckey, 1995)

(27)

2.4. Katalis

Produk metil ester asam lemak yang terbentuk (MEAL) harus melewati serangkaian proses lagi untuk mendapatkan MEAL yang murni, yaitu dengan menghilangkan sejumlah katalis, produk samping yaitu gliserin yang masih bergabung dengan MEAL dengan mencucinya menggunakan air dan membutuhkan sejumlah air yang besar untuk memisahkannya, tentunya hal ini memakan biaya produksi yang besar dan bila dibandingkan dengan bahan bakar dari minyak bumi tidak sebanding harganya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, sudah dipelajari beberapa tipe dari pembuatan metil ester asam lemak, yaitu: katalis asam dan basa heterogen (Freedman et al., 1984), proses superkritikal (Demirbas, 2006), proses enzim (Akoh et al., 2007), dan proses katalis heterogen. Katalis heterogen semakin intensif untuk diteliti, hal ini dikarenakan proses produksi yang dan proses pemurnian yang simpel, karena mengurangi penggunaan sejumlah besar air.

2.4.1. Katalis Homogen

Katalis Homogen dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu katalis homogen asam dan katalis homogen basa.

2.4.1.1. Katalis Asam Homogen

Katalis Asam Homogen yang biasa digunakan untuk reaksi transesterifikasi seperti sulphur, Phospor, klorida, dan asam sulponik organik, beberapa keuntungan dan kekurangan dari katalis asam homogen untuk reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut ini.

Kelebihannya:

1. Dapat dilakukan pada reaksi transesterifikasi dengan nilai asam lemak yang tinggi dan air yang banyak.

(28)

Kekurangannya:

Reaksi transesterifikasi lebih lambat dibandingkan dengan katalis basa.

2.4.1.2. Katalis Basa Homogen

Tipe dari katalis basa yang digunakan untuk transesterifikasi contohnya adalah NaOH, KOH, Karbonat, dan Alkoksida, seperti natrium metoksida, etoksida, propoksida, butoksida. beberapa keuntungan dan kekurangan dari katalis asam homogen untuk reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:

Kelebihannya:

1. Lebih cepat hingga 4000 kali dari pada katalis asam untuk reaksi transesterifikasi

2. Metoksi lebih efektif dibandingkan dengan hidroksi 3. Asam lemak bebas dari minyak harus serendah mungkin Kekurangannya:

1. Gliserida dan alkohol harus bebas air, karena akan mengakibatkan terjadinya proses saponifikasi, yang akan mengurangi efisiensi katalis dan akan terbentuk gel sehingga gliserol semakin sulit dipisahkan.

2. Perbandingan molar antara metanol dan minyak harus 6:1 atau lebih tinggi hal ini disebabkan karena perbandingan stoikiometrinya 3:1.

(Narasimharao et al., 2007)

2.4.2. Katalis Heterogen

(29)

Tabel 2.5. Contoh-Contoh Katalis Heterogen Asam Dan Heterogen Basa

Katalis asam Katalis Basa

Resin penukar ion sulphur Hidrotalsetis (Mg-Al)

Amberlist – 15 Oksida, seperti MgO, CaO, La2O3, ZnO

Nafion CaCO3, Ba(OH)2

Alumina Zinc aluminat

Asam heteropoli Logam garam dari asam amino

Katalis basa heterogen memiliki keaktifitasan yang tinggi. Katalis CaO merupakan katalis yang sering diteliti, karena sifat basanya tinggi, kelarutannya rendah, harganya murah, dan mudah dikendalikan dibanding dengan KOH (Peterson and Scarrah, 1984).

Perbandingan antara katalis homogen dan katalis heterogen adalah sebagai berikut:

2.4.3. Perbandingan Katalis Homogen Dengan Heterogen

Perbandingan antara katalis homogen dengan katalis heterogen ada terdapat dalam tabel 2.6.

Tabel 2.6. Perbandingan Antara Katalis Homogen Dengan Katalis Heterogen

Faktor Katalis Homogen Katalis Heterogen

Waktu reaksi Waktu reaksi cepat dan konversinya tinggi

Waktu rekasi lebih lambat dan konversi tinggi

Katalis Katalis tidak bisa

didapatkan kembali, harus

Metodologi Proses Digunakan terbatas Digunakan kontinu Air / asam lemak bebas Sensitif Tidak sensitif Penggunaan katalis kembali Tidak mungkin Mungkin

(30)

2.4.4. Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida

Dalam bagian in akan dibahas mengenai katalis logam alkali tanah oksida, yaitu MgO, CaO, SrO, BaO. Dari penelitian Hatori tentang perbandingan katalis logam alkali tanah oksida yaitu MgO, CaO, SrO, dan pengaruhnya mengenai yield dari metil ester asam lemak untu reaksi transesterifikasi dengan menggunakan logam oksida alkali tanah, dan itu diidentifikasikan bahwa aktifitas katalis yang diurutkan sebagai MgO << CaO < SrO. Hal ini dipengaruhi dari area permukaan, semakin besar luas permukaan maka akan semakin reatif katalis tersebut, sehingga semakin tinggi yield metil ester asam lemak yang dihasilkan, dimana dapat kita lihat luas permukaan dari masing-masing katalis yaitu: SrO (2 m2/g) < CaO (13 m2/g) < MgO (200 m2), dengan luas permuakaan 2m2/g maka SrO merupakan katalis yang lebih reaktif dibandingkan dengan katalis CaO dan MgO sehingga yield metil ester asam lemak yang dihasilkan dengan menggunakan katalis SrO akan lebih tinggi dari katalis CaO dan MgO, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Hattori, 2004).

Gambar 2.2. Pebandingan Yield Metil Ester Asam Lemak Dengan Menggunakan Katalis MgO, CaO, Dan SrO

0 20 40 60 80 100 120

(31)

Keterangan: Grafik Hitam menyatakan keadaan refluks dengan waktu 30 menit Grafik abu-abu menyatakan keadaan refluks dengan waktu 60 menit

Karakteristik dari katalis heterogen logam alkali tanah oksida dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Karakteristik Dari Katalis Heterogen Logam Alkali Tanah Oksida Catalys Luas Permukaan

(m2/g)

Dengan luas permuakaan yang minum, sehingga mengakibatkan katalis BaO dan SrO lebih kuat dan aktif sebagai katalis, serta menghasilkan persen konversi lebih besar, ketimbang dengan CaO dan MgO, hal ini dikarenakan adanya hubungan antara jari-jari dan sifat alkali dari suatu unsur dalam satu golongan, dimana semakin besar jari-jari akan semakin meningkatkan sifat alkali unsur tersebut.

Dalam penggunaannya kembali, katalis CaO dan MgO terjadi sedikit perubahan dari yang fresh dan yang telah digunakan, hal ini dikarenakan waktu dan temperature reaksi, sedangkan di lain pihak, katalis BaO dan SrO yang memiliki struktur yang besar sehingga keefektifitasannya akan berkurang, setelah reaksi untuk mendapatkan yield maksimum dari biodiesel, sehingga tidak bisa digunakan beberapa kali untuk mendapatkan yield yang tinggai dari biodiesel (Yan et al., 2008).

(32)

Katalis SrO merupakan katalis yang sangat aktif untuk menyelesaikan konversi ke MEAL dalam 0,5 jam, tetapi endapan yang terdapat dalam campuran tidak dapat diamati setelah proses reaksi dan setelah pemisahaan metanol berlebih dalam campuran, produk tersebut bercampur dengan katalis yang kelihatan seperti organosol berwarna putih, tentunya hal ini tidak dapat dikatakan bahwa metil ester asam lemak mudah dipisahkan dari produk yang diperoleh dengan reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis CaO (Kouzu et al., 2007), sehingga katalis CaO cenderung sering digunakan dalam proses transesterifikasi.

2.4.5. Katalis CaO

Katalis kalsium oksida telah banyak digunakan dalam industri. Penggunaan CaO sebagai katalis logam alkali tanah oksida, yang merupakan katalis golongan heterogen telah banyak diteliti, penggunaan CaO sebagai katalis untuk transesterifikasi menghasilkan 98% metil ester asam lemak yield selama proses reaksi yang pertama kali (Veljkovic et al., 2009).

Kalsium oksida (CaO) adalah katalis logam oksida tunggal yang sering digunakan untuk sintesis biodiesel, hal ini barangkali dikarenakan harganya yang murah, sifat racun yang rendah, dan ketersediannya yang tinggi (Gryglewicz, 1999).

Dalam penggunaan katalis CaO sebagai katalis basa diperlukan beberapa penanganan yang hati-hati, karena CaO sangat aktif dan bereaksi dengan H2O dan CO2, oleh karena itu, bahan-bahan yang tidak diinginkan tersebut harus dibuang pada suhu tinggi (lebih dari 973o K) (Lo’pez et al., 2007).

(33)

Ciri-ciri kalsium oksida (CaO) dapat dilhat dalam tabel 2.8.

Tabel 2.8. Ciri-Ciri Kalsium Oksida (CaO)

Ciri-ciri Pemaparan

Nama Kimia Kalsium Oksida

Rumus Kimia CaO

Nama Umum Lime, catx, burnt lime, unstaked lime,

fluxing lime, caustic lime

Densitas (g/cm3) 3,40

Titik lebur (oC) 2572

Titik didih (oC) 2850

Formasi dari pemanasan (kcal/mol) 151,9

Hidrasi dari pemanasan (kcal/mol) 15,1

Kelarutan dari Ca(OH)2 (g/100g H2O) 0,219

Temperatur dekomposisi (oC) 547

Aplikasi Pembuatan gelas, agen pengering,

produksi kertas dan pulp, industri gula dan selulosa.

(Boey et al., 2010)

(34)

2.5. Transesterifikasi

Sintesis metil ester asam lemak (MEAL) cara kimia yaitu dengan menggunakan reaksi transesterifikasi dari trigliserida (yang bersumber dari minyak) menjadi alkil ester menggunakan metanol, proses perubahan tersebut dapat berlangsung dalam keadaan katalis asam, basa, atau enzim.

Secara stoikiometri rasio antara trigliserida dengan alkohol adalah 1:3 dan reaksi akan menghasilkan 3 mol dari alkil ester dari 1 mol trigliserida. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang berturut-turut, reaksi reversibel, dengan digliserida dan monogliserida ditempatkan sebagai intermediate (Huber et al., 2006).

Pada dasarnya tranesterifikasi terdiri atas 4 tahapan:

- Pencampuran katalis alkali (umumnya sodium hidroksida atau potasium hidroksida) dengan alkohol (umumnya metanol). Konsentrasi alkali yang digunakan bervariasi antara 0,5-1 wt% terhadap massa minyak, sedangakn alkohol digunakan pada rasio molar 9:1 terhadap minyak.

- Pencampuran alkohol ditambahkan alkali dengan minyak didalam wadah yang dijaga pada temperature tertentu (40-600C) dan dilengkapi dengan pengaduk (baik magnetik maupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan (pada umumnya pada 600 rpm). Keberadaan pengaduk sangat penting untuk memastikan terjadinya reaksi metanolisis secara menyeluruh dalam campuran. Reaksi metanolisis ini dilakukan sekitar 1-2 jam.

- Setelah reaksi metanolisi berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan densitas senyawa didalam campuran akan mengakibatkan terjadi pemisahan antara metil ester dan pengotor.

(35)

Pada proses transesterifikasi minyak nabati dihasilkan gliserin sebagai hasil samping selain metil ester atau biodiesel sebagai hasil utama. Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat bolak-balik. Menurut azas Le Chatelier bahwa “ Setiap perubahan pada salah satu variabel sistem kesetimbangan akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah tertentu yang akan menetralkan atau meniadakan pengaruh variabel yang berubah tadi (Bird, 1993).

Dalam proses transesterifiaksi, untuk memisahkan metil ester asam lemak dengan campuran lainnya dapat digunakan dengan metode sentrifugasi (Kawashima, 2008). Secara umum sentrifugasi adalah proses pemisahan dengan menggunakan gaya sentrifugal sebagai driving force. Pemisahan dapat dilakukan terhadap fasa padat cair tersuspensi maupun campuran berfasa cair-cair. Pada pemisahan dua fasa cair dapat dilakukan apabila kedua cairan mempunyai perbedaan rapat massa. Semakin besar perbedaan rapat massa dari kedua cairan semakin mudah dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Semakin mudah dipisahkan yang dimaksud adalah semakin kecil energi yang diperlukan untuk proses pemisahannya.

(36)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Nama Alat Ukuran Merck

Labu rotarievaporator 500 mL Duran

(37)

3.2. Bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

Minyak Inti Sawit

Metanol p.a. E’Merck

Iodine p.a. E’Merck

Magnesium p.a. E’Merck

CaO p.a. E’Merck

n-heksana p.a. E’Merck

CaCl2 Anhidrat p.a. E’Merck

Na2SO4 Anhidrat p.a. E’Merck

Akuades

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1 Ekstraksi Minyak Inti sawit

Sebanyak 200 gram inti sawit dihaluskan dan kemudian dimasukkan kedalam botol kaca dan ditambahkan dengan n-heksana 400 mL dan dimaserasi selama 3 hari kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan kedalam erlenemeyer 500 mL kemudian ditambahkan 20 gram natrium sulfat anhidrous dan didiamkan selama 1 hari, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotarievaporator dan diperoleh minyak inti sawit sebagai residunya.

Minyak inti sawit yang diperoleh dari proses ekstraksi ditentukan kadar Asam Lemak Bebas dan analisa FT-IR

3.3.2. Kalsinasi Katalis CaO

(38)

3.3.3. Pembuatan Metanol Kering

Sebanyak 50 mL metanol dmasukkan kedalam labu 2L kemudian ditambahkan 5 gram logam magnesium dan kemudian 0,5 gram iodine lalu di refluks hingga semua logam magnesiumnya bereaksi, kemudian ditambahkan lagi metanol hingga 900 mL, lalu direfluks kembali selama 3 jam, kemudian di destilasi untuk memperoleh metanol kering (Vogel, 1956).

3.3.4. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas

Dimasukkan minyak inti sawit kedalam gelas erlenmeyer 100 mL secukupnya lalu ditambahkan 20 mL n-heksana kemudian dikocok lalu ditambahkan 40 mL alkohol kemudian dikocok lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator Phenolftalein kemudian dikocok, lalu dititrasi dengan larutan standar KOH 0,0522 N sampai terjadi perubahan warna dari bening kekuningan menjadi keunguan, lalu dicatat volume KOH yang digunakan dan dihitung kadar asam lemak bebasnya.

3.3.5. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit Dengan Variasi Volume Metanol

(39)

3.3.6. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit Dengan Variasi Waktu Refluks

Kedalam labu leher dua 250 mL dimasukkan 0,1 gram CaO (s) dan 10 mL metanol lalu dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl2 (s) dan diaduk selama 1,5 jam pada suhu kamar, lalu ditambahkan minyak inti sawit sebanyak 15 gram melalui corong penetes secara perlahan-lahan, dan di refluks kembali selama 3 jam pada suhu 600C. Kemudian disaring untuk memisahkan katalis dan kelebihan metanol diuapkan dengan rotarievaporator. Kemudian disentrifugasi, didekantasi, dan ditimbang berat metil ester yang diperoleh. Dilakukan perlakuan yang sama untuk waktu refluks 4 jam dan 5 jam (dilakukan secara duplo). Berat MEAL yang paling maksimum digunakan sebagai acuan untuk sintesis MEAL pada variasi berat katalis.

3.3.7. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit Dengan Variasi Berat Katalis

(40)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Ekstraksi Minyak Inti Sawit

Inti Sawit

Dihaluskan

Dimasukkan kedalam botol kaca Ditambahkan n-heksan

Dimaserasi selama 3 hari Disaring

Fase n-heksan

(Larutan Kuning) kelapa sawitAmpas inti

Ditambahkan 20 g Natrium Sulfat anhidrous Didiamkan selama 1 hari

Disaring

Natrium Sulfat Fase n-heksan

(Larutan Kuning)

Diuapkan pelarut dengan rotarievaporator

Minyak inti sawit (Larutan kuning)

n-heksan (Larutan bening)

Dianalisa

Kandungan

(41)

3.4.2. Kalsinasi Katalis CaO

Dihaluskan

Dimasukkan kedalam cawan porselen

Di aktivasi dalam tanur pada suhu 900oC selama 2 jam

Dimasukkan kedalam desikator CaO (s)

CaO (s)

3.4.3. Pembuatan Metanol Kering

Dimasukkan kedalam labu 2L

Ditambahkan 5 gram logam magnesium

Ditambahkan 0,5 gram iodine

Direfluks hingga logam magnesiumnya

bereaksi

Ditambahkan lagi metanol hingga 900 mL

Direfluks kembali selama 3 jam

Didestilasi

50 mL Metanol

(42)
(43)

3.4.5. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit Dengan Perbandingan Volume Metanol

(44)

3.4.6. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak minyak inti sawit dengan Perbandingan Waktu Refluks

(45)

3.4.7. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit Dengan Perbandingan Berat Katalis

(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

4.1.1. Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit

Ekstraksi minyak inti sawit dilakukan dengan proses maserasi selama 3 hari dengan menggunakan pelarut n-heksana. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Tabel Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit

Parameter Minyak inti sawit

Kadar minyak dalam inti sawit (%) 43,01

Kadar air dalam minyak inti sawit (%) 1,98

Kadar asam lemak bebas (ALB) (%) 0,620

Perhitungan kadar minyak, air, dan asam lemak bebas terdapat di lampiran 4.

Minyak inti sawit tersebut dianalisis dengan FT-IR untuk melihat gugus fungsi minyak inti sawit tersebut. Hasil analisis FT-IR minyak inti sawit ditunjukkan pada Spektrum FT-IR minyak inti sawit pada lampiran 1 dan pada tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Analisis FT-IR Minyak Inti Sawit.

Parameter Bilangan gelombang (cm-1) Vibrasi stretching –CH2 asymetris

Vibrasi stretching –CH2 symetris

2919,19 2851,24 Vibrasi stretching karbonil (C=O) 1742,26 Vibrasi bending –CH3

Vibrasi Stretching C-O

1464,39 ; 1377,48 1260,44 ; 1235,41 ; 1204,43 ;

1173,34 ; 1104,40 ; 1027,56 Vibrasi alkil rantai panjang (n ≥ 4) 720,53

(47)

4.1.2. Analisis Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit

Untuk mengetahui komposisi asam lemak minyak inti sawit, maka minyak inti sawit ditransformasi kedalam bentuk metil ester asam lemak, kemudian metil ester inti sawit tersebut dianalisis dengan kromatografi gas (GC). Komposisi asam lemak minyak inti sawit dari hasil analisis metil ester inti sawit dengan kromatografi gas (GC) dapat dilihat pada tabel 4.3 dan kromatogramnya pada lampiran 3.

Tabel 4.3. Komposisi Asam Lemak Dalam Minyak Inti Sawit

Nama asam lemak Rumus Molekul Persentase asam lemak (%)

4.1.3. Analisis Hasil Metil Ester Asam Lemak Minyak Inti Sawit

Hasil Metil ester inti sawit yang diperoleh dari variasi volume metanol, waktu refluks, dan berat katalis ditunjukkan seperti pada tabel 4.4. ; 4.5. ; 4.6. berikut ini:

Tabel 4.4. Hasil Metil Ester Inti Sawit Yang Diperoleh Dari Variasi Volume Metanol.

Parameter Volume Metanol (mL)

5 10 15

Persentase Perolehan Hasil Reaksi (%) 66,87 82,12 84,51 Persentase Metil Ester Inti Sawit (%)

(48)

Tabel 4.5. Hasil Metil Ester Inti Sawit Yang Diperoelh Dari Variasi Waktu Refluks.

Parameter Waktu Refluks (Jam)

3 4 5

Persentase Perolehan Hasil Reaksi (%) 82,12 84,44 85,23 Persentase Metil Ester Inti Sawit (%)

Persentase Yield MEAL Catatan: Berat minyak 15 g, volume metanol 10 mL, berat katalis 0,1 g

Tabel 4.6. Hasil Metil Ester Inti Sawit Yang Diperoleh Dari Variasi Berat Katalis.

Parameter Berat Katalis (g)

0,05 0,10 0,15

Persentase Perolehan Hasil Reaksi (%) 70,19 82,12 84,70 Persentase Metil Ester Inti Sawit (%)

Persentase Yield MEAL Catatan: Berat minyak 15 g, volume metanol 10 mL, waktu refluks 3 jam.

Kemudian metil ester inti sawit tersebut dianalisis dengan FT-IR untuk melihat gugus fungsi metil ester inti sawit tersebut. Hasil analisis FT-IR minyak inti sawit ditunjukkan pada Spektrum FT-IR metil ester inti sawit pada lampiran 2 dan ditunjukkan pada tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.7. Hasil Analisis dengan Spektroskopi FT-IR Metil Ester Inti Sawit Parameter Bilangan gelombang (cm-1) Vibrasi stretching –CH2 asymetris

Vibrasi stretching –CH2 symetris

2925,29 2854,32 Vibrasi stretching karbonil (C = O) 1744,31 Vibrasi bending –CH3

Vibrasi stretching C – O

1464,39 ; 1436,55 ; 1364,72 1196,50 ; 1171,46 ; 1115,73 ; 1016,88 Vibrasi alkil rantai panjang (n ≥ 4) 722,85

(49)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Hasil Ekstraksi Minyak Inti Sawit

Sebanyak 200 gram serbuk inti sawit dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana 400 mL selama 3 hari. Minyak inti sawit yang diperoleh 86,02 gram, kadar minyak inti sawit diperoleh sebasar 43,01%, kadar minyak yang diperoleh lebih sedikit bila dibandingkan dengan literatur yaitu sebanyak 47-52 % (Ketaren, 2005), hal ini disebabkan karena perbedaan metode ekstraksi, dimana metode ekstraksi dengan maserasi pada suhu kamar akan menyebabkan minyak yang terkandung pada serbuk inti sawit kurang terekstraksi secara sempurna, bila dibandingkan dengan ekstraksi dengan pemanasan dan pengepresan.

Kadar air ditentukan dengan metode oven, maka kadar air yang diperoleh sebesar 1,98 %, kadar air yang diperoleh lebih sedikit bila dibandingkan dengan literatur yaitu sebanyak 6-8 % (Ketaren, 2005), hal ini disebabkan karena inti sawit yang digunakan merupakan inti sawit yang masih segar dan langsung dilakukan proses ekstraksi, sehingga kandungan airnya masih sedikit.

Kadar asam lemak bebas pada minyak inti sawit ditentukan dengan metode titrasi asam basa dengan KOH dimana kadar asam lemak bebas diperoleh sebesar 0,620%, kadar asam lemak bebas yang rendah pada minyak / lemak sangat bermanfaat sekali dalam proses reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa untuk menghindari terbentuknya garam asam lemak.

Analisis dengan spektrofotometer FT-IR minyak inti sawit menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 2919,22 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H Sp3asimetri dari (-CH2), pada 2851,24 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H Sp3 simetri dari (-CH2), ini didukung oleh vibrasi bending CH3 asimetris pada 1464,39 cm -1

, dan adanya alkil rantai panjang yang dinyatakan dengan munculnya puncak pada bilangan gelombang 720,53 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching – (CH2)n –. Puncak pada bilangan gelombang 1742,26 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching karbonil (C = O) yang didukung oleh puncak vibrasi C – O dari pada bilangan

gelombang 1027,56 cm-1. -C-O-C

(50)

4.2.2. Komponen Asam Lemak Minyak Inti Sawit

Untuk mengetahui komposisi asam lemak pada minyak inti sawit, maka minyak inti sawit tersebut ditransformasi menjadi senyawa metil ester asam lemak melalui reaksi transesterifikasi; metil ester inti sawit yang diperoleh di analisis dengan metode GC. Berdasarkan analisis GC komposisi asam lemak minyak inti sawit terdapat 4 jenis asam lemak dan yang paling dominan adalah asam laurat 48,197%; Asam Miristat 15,817%, Asam Oleat 15,947% dan Asam Palmitat 8,104%. Asam lemak yang paling utama adalah asam laurat yang merupakan asam lemak medium, bila dibandingkan dengan literatur dari Eckey, 1995, dalam buku Ketaren, 2005, yang menyatakan kandungan asam laurat dalam inti sawit sekitar 46-52%, dan yang didapatkan dari penelitian 48,197%, dimana hasil yang diperoleh sesuai dengan literature, tetapi dari hasil penelitian terdapat komposisi asam kaproat, sedangkan pada literature tidak ada, hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor biogenesis, dimana tempat tumbuh dan iklim akan mempengaruhi komposisi tumbuhan tersebut.

4.2.3. Hasil Metil Ester Minyak Inti Sawit

Metil ester inti sawit diperoleh melalui reaksi transesterifikasi antara minyak inti sawit dengan metanol menggunakan katalis CaO. Katalis CaO terlebih dahulu diaktifasi dalam metanol dengan pengadukan selama 1,5 jam. Berdasakan peneliti sebelumnya apabila katalis CaO terlebih dahulu diaktifasi dengan metanol maka metil ester yang diperoleh lebih besar bila dibandingkan dengan CaO tanpa diaktifasi, misalnya metil ester asam lemak yang dihasilkan selama 3 jam dengan CaO 0,05 g yang diaktifasi sebesar 88% dan bila dibandingkan dengan katalis CaO tanpa aktivasi (5%) demikian juga dengan katalis homogen KOH hasilnya lebih sedikit (Kawashima et al., 2009). Aktifasi CaO dengan metanol akan menghasilkan sejumlah kecil Ca(OCH3)2 dan menghasilkan air, air yang terbentuk bereaksi dengan CaO menghasilkan Ca(OH)2 (Kawashima et al., 2009 & Kouzu et al., 2007).

Adapun reaksinya sebagai berikut:

(51)

Mekanisme reaksi katalis yang terjadi dalam aktivassi katalis CaO dapat dilihat pada

Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Katalis CaO dengan Metanol

(52)

Trigliserida Metanol Metil Ester Asam Lemak Gliserol Adapun mekanisme reaksi antara CH3OH dan trigliserida terjadi dengan beberapa tahap, Tahap 1. Abstraksi proton dari metanol dari sisi basa katalis basa padat membentuk anion metoksida. Tahap 2. Anion metoksida menyerang karbon karbonil pada molekul trigliserida yang menghasilkan pembentukkan zat antara alkoksi karbonil. Tahap 3. Zat antara alkoksi karbonil terbagi menjadi 2 molekul, yaitu metil ester asam lemak dan anion digliserida, dan proses yang sama berlangsung selanjutnya hingga terbentuk 3 molekul metil ester asam lemak dan gliserol (Kouzu, 2007), adapun mekanismenya seperti pada gambar 4.2.

(53)
(54)

-OH

Gambar 4.2. Mekanisme Reaksi Katalis CaO dengan Trigliserida. (Kouzu et al., 2007).

(55)

Gambar 4.3. Diagram MEAL pada Perbandingan Volume Metanol

Pembuatan metil ester asam lemak berdasarkan variasi waktu refluks digunakan kondisi reaksi sebagai berikut: kondisi reaksi 15 gram minyak inti sawit, katalis 0,1 gram, volume metanol 10 mL, dan variasi waktu refluks yang digunakan 3 jam, 4 jam, dan 5 jam, hasil reaksi dapat dilihat pada gambar 4.4; bahwa perolehan hasil reaksi yang paling maksimum pada waktu refluks 5 jam (85,23%) namun bila dibandingkan dengan waktu refluks 3 jam (82,12%) hasilnya tidak begitu jauh berbeda sehingga yang digunakan unuk variasi berat katalis adalah waktu refluks 3 jam. Berdasarkan literatur waktu refluks diatas 3 jam sudah menunjukkan persentase konversi metil ester asam lemak yang tinggi, untuk waktu reaksi 3 jam dan 5 jam hasilnya lebih tinggi 5 jam, tetapi tidak jauh berbeda dengan 3 jam, sehingga untuk perbandingan berikutnya digunakan waktu refluks 3 jam (Kawashima, 2009). Persentase metil ester asam lemak dari minyak inti sawit yang diperoleh jauh lebih sedikit dibandingkan dengan literature dimana pada literature dengan waktu reaksi 3 jam metil ester yang diperoleh lebih dari 80% untuk katalis 0,1 gram dan 0,05 gram. Hal ini disebabkan karena proses pemisahan dengan sentrifugasi yang tidak sempurna atau konversi reaksi yang tidak sempurna.

(56)

Gambar 4.4. Diagram MEAL dalam Perbandingan Waktu Refluks

Pembuatan metil ester asam lemak berdasarkan variasi berat katalis digunakan kondisi reaksi sebagai berikut: kondisi reaksi 15 gram minyak inti sawit, volume metanol 10 mL, waktu refluks 3 jam dan variasi berat katalis yang digunakan 0,05 gram, 0,10 gram, 0,15 gram, hasil reaksi dapat dilihat pada gambar 4.5; bahwa perolehan hasil reaksi yang paling maksimum pada berat katalis 0,15 gram (84,70%) namun bila dibandingkan dengan berat katalis 0,1 gram (82,12%) hasilnya tidak begitu jauh berbeda, perolehan hasil metil ester inti sawit untuk katalis 0,05 gram adalah 70,19%, lebih kecil dibandingkan dengan katalis yang lain, tetapi persentase metil ester inti sawitnya paling besar dibandingkan dengan katalis lainnya yakni 85,75%. Berdasarkan literatur persentase metil ester inti sawit untuk katalis 0,05 gram dan 0,1 gram tidak jauh berbeda yang sama-sama menunjukkan bahwa aktivasi katalitik CaO menghasilkan konversi metil ester asam lemk mendekati 90%.

(57)

Gambar 4.5. Diagram MEAL dalam Perbandingan Berat Katalis

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum untuk persentase metil ester asam lemak dari inti sawit adalah pada kondisi volume metanol 10mL, waktu refluks 3 jam, dan berat katalis 0,05 gram yaitu 85,75%.

Analisis dengan spektrofotometer FT-IR metil ester inti sawit menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 2925,29 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H Sp3asimetri dari (-CH2), pada 2854,32 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H Sp3 simetri dari (-CH2), ini didukung oleh vibrasi bending CH3 asimetris pada 1465,56 cm-1, dan adanya alkil rantai panjang yang dinyatakan dengan munculnya puncak pada bilangan gelombang 722,85 cm-1 yang menunjukkan vibrasi stretching – (CH2)n –. Puncak pada bilangan gelombang 1742,26 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching karbonil (C = O) yang didukung oleh puncak vibrasi C – O dari pada daerah bilangan gelombang 1275 cm-1 - 1100 cm-1.

Untuk membuktikan terbentuknya metil ester inti sawit dapat dilihat dari spektrum FT-IR pada puncak vibrasi stretching C – O dari ester pada

bilangan gelombang 1196,50 cm-1 dan 1171,46 cm-1 dimana terdapat 3 puncak berdekatan membentuk pita melebar dan puncak ketiga merupakan puncak yang paling tinggi yaitu pada bilangan gelombang 1171,46 cm-1, dan jika dibandingkan dengan spektrum FT-IR minyak inti sawit terdapat lebih dari 3 bentuk puncak (Tariq,dkk, 2011), (Sitepu & Tarigan, 2011). Bentuk puncak C – O dari ester ditunjukkan pada gambar 4.6. dan 4.7.

(58)

Gambar 4.6. Puncak Vibrasi Stretching Ester Dalam Spektrum FT-IR Metil Ester Inti Sawit

(59)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

kondisi optimum untuk persentase metil ester adalah pada kondisi perbandingan mol 1: 10 (mol minyak : mol metanol), waktu refluks 3 jam, dan berat katalis 0,05 gram yaitu 85,75%.

5.2. Saran

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Akoh,C.C., Chang,S.W., Lee,G.C., and Shaw,J.F. 2007. Enzymatic approach to biodiesel production, J. Agric. Food Chem., 55, 8995–9005.

Bailey, 1950. Diambil dari Ketaren,S. 2005, Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Bird, T., 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Boey,P.L., Maniam,G.P., and Hamid,S.A. 2010, Performance of calcium oxide as a heterogeneous catalyst in biodiesel production. Penang, Malaysia : University Sains Malaysia. .

Bournay,L, Casanave,D, Delfort,B, Hillion,G, and Chodorge,J.A. 2005. Catal Today. 106(1–4): 190.

Canakci, K. and VanGerpen, J. 1994. Trans ASAE, 42,1203-1210.

Cheristie, W.W. 1982, Lipid Analysis. New York: Permanor Press Oxford.

Clark, S.J., Wagner, L., Schrock, M.D. 1984. J Am Chem Soc.,61,1632.

Demirbas, A. 2006, Biodiesel Production via Non-Catalytic SCF Method and Biodiesel Fuel Characteristics, Energy Convers, Mgmt, 47, 2271–2282.

Eckey, 1995. Diambil dari Ketaren,S. 2005, Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Elisabeth,J. 1999. Modifikasi Minyak dan Lemak: Teknologi dan Aplikasi Dalam Industri Pangan dan Kimia, Seminar Peranan Teknologi Hasil Pertanian

Dalam Industri Penyedian Bahan Baku Industri Pangan dan Kimia, Medan.

(61)

Freedman, B., Pryde, E.H., and Mounts, T.L., 1984. Variables Affecting the Yields of fatty esters from transesterified vegetable oils, J. Am. Oil Chem. Soc., 61, 1638-1643.

Furuta,S., Matsuhashi,H., and Arata,K. 2004. Biodiesel Fuel Production with Solid Superacid Catalysis in Fixed Bed Reactor Under Atmospheric Pressure. Catal. Comm. 5, 721–723.

Graboski,M.S., McCormick,R.L. 1998. Combistion of Fat and Vegetable Oil Derrived Fuels in Diesel Engines. Prog. Energy Combust Sci 24,124-164

Granados,M.L., Poves,M.D., Alonso,D.M., Mariscal,R., Galisteo,F.C., Moreno,T.R., Santamaría,J., and Fierro,L.G. 2007, Biodiesel from Sunflower Oil by Using Activated Calcium Oxide. Appl. Catal. B: Environ. 73, 317–326.

Gryglewicz,S. 1999. Biores Technol. 70, 249.

Hart, H. 1990, Kimia Organik. Edisi Keenam. Jakarta. Erlangga.

Hattori, H. 2004, Solid Base Catalysist: Generation, Characterization, and Catalytic Behavior of Basic Sites, J Jpn Petrol Inst, 67-81

Huber,G.W., Iborra,S., and Corma,A. 2006, Chem Rev 106, 4044 Http://matekim.blogspot.com/2010/05/sentrifugasi-cair-cair.html.

Indartono,Y.S., 2006. Mengenal Biodiesel, Jakarta, Mengenal Biodiesel, Diakses pada tanggal 23 April 2008.

Kawashima,A., Matsubara,K., and Honda,K, 2009. Development Of Heterogeneous Base Catalyst for Biodiesel Production. Boiresour, Tchnol, 3439-3443.

Ketaren,S. 2005, Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 265, 272-273.

(62)

Kouzu,M., Kasuno,T., Tajika,M., Sugimoto,Y., Yamanaka,S., and Hidaka,J., 2007, Calcium Oxide as a Solid Base Catalyst for Transesterification of Soybean Oil and its Application to Biodiesel Production, Catal, 2802.

Lawson,W.H. 1985. Standart For Oil and Fat. Wespport: The Avi Publishing Company. Inc.

Liu,R., Wang,X., Zhao,X., Feng,P. 2008, Sulfonated Ordered Mesoporous Carbon for Catalytic Preparation of Biodiesel, Carbon 46, 1664–9.

Lo´pez, G.M., Zafra, P.M.D., Martıon, A.D., Mariscal,R., Cabello,G.F, Moreno,T.R.

Santamarı,O. J., and Fierro, J.L.G. 2007. Appl Catal B Env 73, 317.

Lopez,D.E., Goodwin Jr.,J.G., and Bruce,D.A. 2007. Transesterification of Triacetin with Methanol on Nafion Acid Resins. J. Catal, 245, 381–391.

Lotero,E., Liu,y., Lopez,D.E., Suwannakarn,K., Bruce,D.R., and Goodwin,J.G., Ind. 2005. Eng. Chem., Res., 44, 5353-5363.

Ma,F. and Hanna,M.A. 1999. Biodiesel Production: A review, Technol 70, 1-15.

Ma,F., Clements,L.D., and Hanna M.A. 1998. Trans ASAE 41, 1261.

Marchetti, J.M. 2007. Heterogeneous Transesterification of Oil with High Amount of Free Fatty Acids. Fuel 86: pp. 906 – 910.

Meher,L.C., Sager,D.V., Naik,S.N., 2006, Technical Aspect of Biodiesel Production by Transesterification, A Review, renew. Sustain. Energy Rev 10, 248-268.

Mistry, B.D. 2009, A Handbook of Specstroscopic Data Chemistry, Oxford Book Company: Jaipur

Mittelbach,M. and Remschmidt,C., 2004, Biodiesel––the Comprehensive Handbook. M.Mittelbach. Graz. Austria.

(63)

Narasimharao,K., Brown,D.R., Lee,A.F., Newman,A.D., Siril,P.F., Tavener,S.J., and Wilson,K. 2007. Structure-Activity Relations in Cs-doped Heteropolyacid Catalysts for Biodiesel Production. J. Catal. 248, 226–234.

Patil P., and Deng P., 2009, Transesterification of Camelina Sativa Oil Using Heterogeneous Metal Oxide Catalyst, Chemical Engineering Department, New Mexico State University, New Mexico.

Peterson, G.R., and Scarrah, W.P. 1984. Rapeseed Oil Transesterification by Heterogeneous Catalysis. J, Am. Oil Chem. Soc., 61, 1593–1597.

Richtler, H.J., and Knault, J. 1984. Challenges a Nature Industry Marketing and Economics of Oleo Chemical in Western Europe, J.Am.Oil Chem.Soc. 61,160.

Saka,S. and Kusdiana,D. 2001. Biodiesel Fuel From Rapeseed Oil as Prepared in Supercritical Methanol. Fuel.80:225–31.

Schuchardt,U., Sercheli,R., and Vargas,R.M. 1998. Transesterification of Vegetable Oils.A review, J. Braz. Chem. Soc., 9, 199–210.

Shay,E.G. 1993. Biomass Bioenergy 4, 227.

Silverstein,R.M. 1981. Spectrometric Identification of Organic Compound. Fourth Edition. New York : John Willey and Sons.

Sitepu, E. Dan J. Tarigan, 2011. Pengaruh Alkohol Bercabang terhadap Titik Kabut, Titik Tuang, dan Angka Setana Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Jarak, Majalah Ilmiah teknik, Volume 13 nomor 2.

(64)

Toda,M., Takagaki,A., Okamura,M., Kondo,J.N., Hayashi,S., Domen,K., and Hara,M. 2005. Biodiesel Made with Sugar Catalyst, Nature, 178, 438.

Vasudevan,P.T. and Briggs,M. 2008, Biodiesel production – current state of the art and challenges. J. Ind. Microbiol Biotechnol. Bioenergy – Special issue.

Veljkovic,V.B., Stamenkovic,O.S., Todorovic,Z.B., Lazic,M.L., and Skala,D.U., 2009, Kinetics of Snflower Oil Methanolysis Catalyzed by Calcium Oxide, Fuel, 88: 554–1562.

Vogel,A.I. 1956. A Text-Book Practical Organic Chemistry, Third Edition, London, Longman Group Limited.

Wilbraham, A.C. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB-press.

(65)

LAMPIRAN

(66)
(67)
(68)

Lampiran 4. Data Percobaan

4.1. Data Penentuan Kadar Minyak dalam Sampel

Nomor Berat serbuk Inti Sawit halus (g) Berat minyak (g) Persentase

Persentase Kadar Minyak 1 = 6,56 gram 15 gram

x 100% = 43,75%

Persentase Kadar Minyak 2 = 6,46 gram 15 gram

x 100% = 43,06%

Persentase Kadar Minyak 3 = 6,36 gram 15 gram

x 100% = 42,24%

4.2. Data Penentuan Kadar Air dalam Sampel

Nomor berat minyak (g) berat air (g) Persentase air (%)

Persentase Kadar air 1 = 0,07 gram 6,56 gram

x 100% = 1,08%

Persentase Kadar air 2 = 0,13 gram 6,46 gram

(69)

Persentase Kadar air 3 = 0,18 gram 6,36 gram

x 100% = 2,83%

4.3. Data Penentuan Asam lemak Bebas dalam Sampel

Nomor Berat Sampel Volume KOH 0,0522 N (mL) Persentase ALB (%)

I 6,56 2,10 0,615

II 6,46 1,95 0,609

III 6,36 2,00 0,636

Rata-rata: 0,620

Perhitungan Penentuan Asam Lemak Bebas = BM x N x V M x 1000

x 100%

(70)

Penentuan ALB 3 :

4. 4 Perhitungan Penentuan Hasil Reaksi untuk Volume Metanol 5 mL

4.4.1. Perhitungan Mol Trigliserida Massa sampel = 15 gram

Massa molekul relatif trigliserida (C39H74O6) = 638 gram/mol Mol trigliserida = Massa = 15 gram

Massa Molekul Relatif 638 gram/mol

= 0,0235 mol.

4.4.2. Perhitungan Mol Metanol Untuk Volume 5 mL

Massa Metanol = Volume x Densitas = 5 mL x 0,792 gram/mL = 3,96 gram Massam molekul relatif metanol (CH4O) = 32 gram/mol

Mol metanol = Massa = 3,96 gram Massa Molekul Relatif 32 gram/mol

= 0,1237 mol.

4.4.3. Perhitungan Mol MEAL

O C

(71)

4.4.4. Perhitungan Massa MEAL

Massa molekul relatif MEAL (C13H26O2) = 214 gram/mol

Massa = Mol x Massa Molekul Relatif = 0,0705 mol x 214 gram/mol = 15,087 gram.

Dilakukan perhitungan yang sama untuk volume metanol 10 mL (0,2475 mol) dan 15 mL (0,3712 mol).

4.4.5. Perhitngan perbandingan mol minyak dengan metanol 1. Untuk Variasi Volume Metanol 5 mL

Perbandingan mol antara minyak dengan metanol adalah = 0,0235 mol : 0,1237 mol = 1 : 5,26 2. Untuk Variasi Volume Metanol 10 mL

Perbandingan mol antara minyak dengan metanol adalah = 0,0235 mol : 0,2475 mol = 1 : 10,53 3. Untuk Variasi Volume Metanol 15 mL

Perbandingan mol antara minyak dengan metanol adalah = 0,0235 mol : 0,3712 mol = 1 : 15,79

4.5. Data Hasil Reaksi

Variasi Berat Rata-Rata Hasil Reaksi (gram)

Berat Katalis 0,05 gram 10,59 70,19

(72)

Perhitungan Persen Perolehan Hasil Reaksi

1. Untuk Variasi Volume Metanol 5 mL

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 10,09 15,087

x 100%

= 66,87 %

2. Untuk Variasi Volume Metanol 10 mL

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 12,39 15,087

x 100%

= 82,12 %

3. Untuk Variasi Volume Metanol 15 mL

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 12,75

15,087

x 100%

= 84,51 %

4. Untuk Variasi Waktu Refluks 4 jam

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 12,74

15,087

x 100%

= 84,44 %

5. Untuk Variasi Waktu Refluks 5 jam

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 12,86 15,087

x 100%

(73)

6. Untuk Variasi Berat Katalis 0,05 gram

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek

Berat secara teori

x 100%

= 10,59 15,087

x 100%

= 70,19 %

7. Untuk Variasi Berat Katalis 0,15 gram

% Perolehan Hasil Reaksi = Berat secara praktek Berat secara teori

x 100%

= 12,78

15,087

x 100%

(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

Lampiran 12. Data Ester Content Sampel Total Area

C8-C22:0

Area C17 Konesentrasi C17

Perhitungan Manual Ester Content

Perhitungan ester content menggunakan rumus EN 14103:2003

(82)

1. Perhitungan ester content untuk variasi metanol metanol 5 mL

2. Perhitungan ester content untuk variasi metanol metanol 10 mL

E = 1559292,29−509497,36

3. Perhitungan ester content untuk variasi metanol metanol 15 mL

E = 2083880−511987,94

4. Perhitungan ester content untuk variasi berat katalis 0,05 gram

(83)

5. Perhitungan ester content untuk variasi berat katalis 0,15 gram

6. Perhitungan ester content untuk variasi waktu refluks 4 jam

E = 1520208,03−517321,80

7. Perhitungan ester content untuk variasi waktu refluks 5 jam

E = 2022944,73−538667,96

Perhitungan Persen Yield Metil Ester yang Diperoleh Dengan rumus:

Y = C x B T

x 100%

Dimana, Y: Yield

C: Konsentrasi metil ester

(84)

1. Perhitungan persen yield metil ester untuk variasi volume metanol 5 mL

2 Perhitungan persen yield metil ester untuk variasi volume metanol 10 mL Y = C x B

3. Perhitungan persen yield metil ester untuk variasi volume metanol 15 mL Y = C x B

4. Perhitungan persen yield metil ester untuk variasi berat katalis 0,05 gram Y = C x B

Gambar

Tabel 2.1. Tabel Bidang Aplikasi Minyak Dan Lemak Pada Industri Kimia.
Gambar 2.1: Diagram Alur Proses Oleokimia Dari Bahan Dasar Minyak atau
Tabel 2.2. Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati Dengan Hewani
Tabel 2.3. Komposisi Rata-Rata Inti Sawit ( Bailey, 1950)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Research Methodology The type of this research is an explanatory descriptive, where the author trying to explain the efforts of Midwife Temporary

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Adapun tujuan dari game ini adalah Mengolah pola pikir user,melatih respond dan tingkat kecekatan user,user dapat mengembangkan cara berfikir cepat untuk menentukan jalur mana

Dengan ini diberitahukan bahwa dalam rangka menindaklanjuti penyusunan Standard Nasional Perguruan Tinggi yang disesuaikan dengan Permenristekdikti No.44 Tahun 2015,

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH PAJAK0. TOTAL LABA (RUGI) KOMPREHENSIF TAHUN

ambeyen atau bisa juga disebut ambeien atau wasir adalah suatu kondisi atau keadaan dimana penderita mengalami pembengkakan yang terjadi di sekitar anus karena

Berdasarkan tabel 3 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang breast care pada ibu hamil di BPS Kusni Sri Mawarti Dlingo Bantul Yogyakarta tahun 2015 dapat diketahui

Hipotesa diterima yang menyatakan bahwa hasil sarang burung oleh pe- ngusaha intensif 1ebih besar dari- pada pengusaha yang tidak inten.. s